• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTUISI SISWA PADA PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIKA DIVERGEN TOPIK SEGITIGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTUISI SISWA PADA PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIKA DIVERGEN TOPIK SEGITIGA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

292

INTUISI SISWA PADA PENYELESAIAN MASALAH

MATEMATIKA DIVERGEN TOPIK SEGITIGA

Sofia Sa’o

Universitas Flores Ende, NTT E-mail: saosofia@yahoo.co.id

ABSTRAK: Intuisi merupakan pemikiran spontan dalam menjawabi atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Wikipedia (2013) menuliskan bahwa Intuisi adalah jawaban spontan yang didasarkan pada "konstelasi luas pengalaman masa lalu, pengetahuan, keterampilan, persepsi dan perasaan." Cara berpikir dalam menyelesaikan masalah matematika dapat dilakukan dengan berpikir intuitif dan berpikir analitik. Hah (2005) mengatakan bahwa Intuisi berperan penting dalam penyelesaian masalah matematika, karena dengan demikian siswa mempunyai gagasan kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Masalah matematika dibedakan atas dua jenis yaitu: masalah tertutup yang penyelesaiannya bersifat konvergen dan jenis masalah matematika terbuka (open-ended) yang penyelesaiannya bersifat divergen. Berpikir intuisi dapat diterapkan dalam masalah matematika yang bersifat divergen Masalah matematika dalam tulisan ini difokuskan pada perhitungan besar sudut sebuah segitiga..

Kata kunci; Intuisi, Penyelesaian Masalah, Matematika Divergen, Segitiga.

Penyelesaian soal matematika merupakan kebiasaan yang tak terlewatkan dalam proses pembelajaran matematika. Penyelesaian soal matematika di sekolah seringkali siswa hanya diarahkan untuk melakukan manipulasi secara mekanis, tanpa memperhatikan apakah siswa memahami proses apa yang dilakukan dalam penyelesaiannya. Dalam pembela-jaran matematika siswa mempelajari aksioma, definisi dan teorema dengan suatu struktur logika. Proses berpikir analitik memainkan peranan penting sehingga dalam penyelesaian masalah mengikuti langkah-langkah penyelesaian yang sistematis. Namun berpikir analitik tidak selamanya mendapatkan jawaban yang benar. Hal ini diperlukan adanya proses berpikir lain yang juga akan mendukung dan saling melengkapi dalam penyelesaian masalah matematika, yaitu proses berpikir intuitif. Kustos (2010),

berpendapat bahwa berpikir intuitif berbeda dengan berpikir analitik. Penjelasan kebenaran suatu pernyataan dengan pembuktiannya merupakan berpi-kir yang bersifat analitik, tetapi kebenaran yang munculnya secara subjektif dan diterima secara langsung (tanpa pembuktian) merupakan berpikir intuitif. Lebih lanjut dikatakannya bahwa penyelesaian masalah matematika hendak-nya menggunakan kedua cara berpikir tersebut, agar saling melengkapi untuk mencapai tujuannya.

Intuisi merupakan pemikiran spontan yang dilakukan seseorang dalam menjawab atau menyelesaikan perma-salahan yang dihadapi. Dalam Wikipedia (2013) menuliskan bahwa intuisi adalah jawaban spontan yang didasarkan pada "konstelasi luas pengalaman masa lalu, pengetahuan, keterampilan, persepsi dan perasaan." Weintraub (1998) mengatakan

(2)

bahwa intuisi merupakan kecerdasan tersembunyi yang ditampilkan secara spontan pada saat seseorang memutuskan untuk menyelesaikan masalah. Menurut Fischbein (1987) intuisi adalah aktivitas mental yang spontan, berdasarkan pada struktur skemata tertentu.

Hah (2005) mengatakan bahwa Intuisi berperan penting dalam penyele-saian masalah matematika, karena dengan demikian siswa mempunyai gagasan kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Banyak siswa pandai dalam menyelesaikan soal matematika sering menggunakan cara-cara yang cerdas, sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat. Menurut Fisbein (1987) intuisi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu; intuisi afirmatory yang merupakan yang digunakan untuk memahami masalah dimana intuisi ini bersifat sebagai kognisi yang secara subjektif kebenaran yang terkandung didalamnya dapat diterima dengan sendirinya dan secara langsung. Dan intuisi antisipatory yaitu intuisi yang terkait dengan usaha dalam menyelesaikan masalah.

Penyelesaian masalah ditandai dengan suatu proses kognitif yang memerlukan usaha dan kosentrasi berpikir. Penyelesaian masalah merupakan suatu hal yang sulit, karena diperlukan adanya integrasi pengetahuan terdahulu dan disesuaikan dengan informasi yang diterimanya. Penyelesaian masalah mate-matika di kelas, terkadang tanpa mem-berikan kesempatan banyak pada siswa untuk berusaha menemukan inisiatif atau gagasan penyelesaiannya. Oleh karena itu maka proses penyelesaian masalah membutuhkan aktivitas mental yang dari kognisi formal seperti proses berpikir analitik dan logika, serta aktivitas mental yang berhubungan dengan intuisi.

TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk:

1. Memberikan gambaran tentang penyelesaian masalah menggu-nakan intuisi pada matematika divergen khususnya dalam segitiga.

2. Meningkatkan kesadaran guru akan pentingnya intuisi dari setiap siswa agar mereka terlatih untuk bersaing dalam penyelesaian masalah selain cara analitik formal dan agar siswa dapat menemukan dengan cara mereka sendiri. HASIL DAN PEMBAHASAN

Intuisi merupakan cara berpikir lain selain cara berpikir analitik dalam penyelesaian masalah. Pembelajaran matematika di sekolah tdak pernah melewatkan penyelesaian soal matema-tika, baik contoh soal maupun soal latihan. Kebiasaan selama ini hanya menggunakan cara analisis formal, namun seharusnya ada cara lain yang dapat digunakan selain cara tersebut, yaitu cara intuisi. Cara berpikir intuitif masih sangat jarang digunakan oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Usodo (2011) mengatakan bahwa berpikir intuitif berperan penting dalam pemecahan masalah matematika, karena dengan intuisi siswa mempunyai gagasan kreatif dalam memecahkan masalah matematika. Banyak siswa pandai dalam menyelesaikan soal matematika sering menggunakan cara-cara yang cerdas, sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat. Gagasan kreatif sejalan dengan tuntutan kurikulum 2013 yang mewajibkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran matematika. Dalam matematika, penyelesaian masalah dengan kreativitas siswa akan memperoleh banyak solusi, dan ini disebut dengan matematika

(3)

divergen. Kemampuan penyelesaian peme-cahan masalah matematika divergen tidaklah membutuhkan masalah-masalah yang banyak melainkan yang diharapkan adalah solusi jawaban yang banyak. Kebiasaan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika divergen akan membentuk struktur kognitif yang baik, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan permasalahan lain di lingkungannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soedjadi (2000) bahwa, bukan karena banyaknya materi dan banyaknya masalah yang dikerjakan siswa melalui pelajaran matematika melainkan yang diperlukan adalah penataan nalar, pembentukan kepribadian serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupannya kelak.

Penyelesaian Masalah Matematika Divergen

Masalah matematika dibedakan atas dua jenis yaitu: masalah tertutup yang penyelesaiannya bersifat konvergen dan jenis masalah matematika terbuka (open-ended) yang penyelesaiannya bersifat divergen. Contoh masalah matematika konvergen adalah berapa derajat besar sudut siku-siku? siswa menjawab 900 dan merupakan satu-satunya jawaban yang mungkin. Contoh masalah matematika divergen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: masalah matematika yang penyelesaiaanya divergen pada jawaban, contohnya x + y = 7. Menurut Motta (2010), Berpikir divergen dalam penyelesaian masalah matematika meli-batkan beberapa stimulus dalam pengambilan keputusan penyelesaian masalah dengan tes terbuka untuk memperoleh berbagai jawaban, ataupun satu jawaban dengan berbagai cara penyelesaiannya.

Dalam tulisan ini penyelesaian masalah matematika khususnya soal

segitiga yang penyelesaiannya bersifat divergen, yaitu divergen pada cara mendapatkan jawabannya. Penyelesaian soal-soal dalam pembelajaran matematika tidak mesti dengan satu cara saja, Jawaban dari pertanyaan terbuka dapat bermacam-macam dan tidak terduga. Pertanyaan terbuka dapat menyebabkan yang ditanya membuat hipotesis, perkiraan, menge-mukakan pendapat, dan menarik kesim-pulan (Mardiana 2011), memberikan kesempatan kepada siswa untuk mem-peroleh wawasan baru (new insight) dalam pengetahuan mereka. Dengan adanya tipe soal terbuka guru berpeluang untuk membantu siswa dalam memahami dan mengelaborasi ide-ide matematika siswa sejauh dan sedalam mungkin dan memungkinkan siswa untuk berpikir lebih leluasa, komprehensif tanpa harus kehilangan konteksnya.

Masalah matematika divergen merupakan bentuk masalah yang memerlukan jawaban benar lebih dari satu cara penyelesaiannya. Untuk menyele-saikan masalah divergen tersebut, memerlukan kemampuan berpikir divergen atau kemampuan untuk memperoleh jawaban yang lebih dari satu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (1991) bahwa berpikir divergen adalah kemampuan memberikan bermacam-macam kemung-kinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman kuantitas dan penyesuaian. Menurut Wikipedia (2012) berpikir divergen identik dengan masalah-masalah terbuka dan senantiasa rnemotivasi siswa untuk menghasilkan solusi-sulusinya sendiri pada suatu masalah (divergent

thinking presents open-ended problems and encourages students to develop their own solutions to problems). Berpikir

divergen dalam dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan adanya masalah-masalah terbuka dan senantiasa

(4)

memerlukan gagasan-gagasan berbeda-beda.

Motta (2010) menjelaskan bahwa berpikir divergen merupakan komponen penting kinerja kreatif, yang menghasilkan jawaban-jawaban yang berlainan untuk suatu masalah atau pertanyaan yang memiliki banyak alternatif solusi (Divergent thinking is an important

component of creative performance,

involves producing varied responses to a problem or question that has multiple alternative solutions). Kemudian menurut

Runco (Sak dan Maker, 2005) berpikir divergen didefinisikan sebagai generalisasi dan aplikasi banyak gagasan dalam pemecahan masalah dan mempertim-bangkan kebenaran.

Skenario guru dalam mengatur sistem pembelajaran yang mengarah kepada sistem pembelajaran berbasis masalah (pemberian tugas) akan memberikan ruang kepada siswa untuk lebih fleksibel dalam berpikir untuk menyelesaikan masalah matematika yang bersifat divergen, sebagaimana dijelaskan oleh Motta 20l0), bahwa tugas-tugas berpikir divergen meliputi pengajuan soal yang memiliki banyak solusi. (Divergent

thinking task involve posing problems for which there are a multiple number of solutions).

Berikut merupakan rangkaian pemahaman secara skematis tentang pemecahan masalah matematika divergen atau pemecahan yang memerlukan kemampuan berpikir divergen. Skema tersebut menggambarkan adanya suatu masalah matematika atau sering disebut sebagai masalah matematika yang

open-endid.

Gambar 2.2. Diagram berpikir divergen Berdasarkan uraian di atas, maka masalah matematika divergen dalam tulisan ini adalah diambil contoh salah satu soal segitiga yang memiliki jawaban benar lebih dari satu cara untuk mendapatkan jawabannya.

Intuisi Dalam Pembelajaran Segitiga Intuisi yang ditampilkan dalam penulisan ini dikhususkan pada pemberian contoh penyelesaian soal segitiga dengan penyelesaian divergen untuk memperoleh jawabanya.

Soal yang diberikan; Jika diketahui Sebuah segitiga sesuai gambar berikut:

Misalkan Sebuah segitiga berikut

A

D

E

C

B

Perhatikan gambar di atas!

̅̅̅̅ //

̅̅̅̅,

= 35

0

dan

= 65

0

.

Tentukan besar

...

Masala

Matematika

Divergen

Alternatif penyelesaian

(2)

Alternatif penyelesaian

(1)

(5)

Dari soal yang diberikan di atas, solusi penyelesaiannya dapat bermacam macam.

• Jika dihubungkan dengan intuisi siswa makan siswa akan langsung menjawab besar sudut yang belum diketahui, adalah 800, dengan alasan bahwa besar kedua sudut yang sudah diketaui adalah 1000. • Ada berbagai macam solusi yang

diberikan oleh siswa sehubungan dengan mendapatkan jawaban di atas, karena setiap siswa memiliki intuisi yang berbeda-beda.

• Hal ini otomatis akan memperoleh penyelesaian masalah dengan solusi yang divergen.

Berikut hasil jawaban siswa yang dibuktikan dengan menggunakan gambar: 1. Penyelesaian Masalah Siswa 1: Penyelesaian Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, maka = 650 . (sifat-sifat sudut-sudut sehadap) Perhatikan EAB + + = 1800 650 + 350 + = 1800 1000 + = 1800 = 1800 - 1000 = 800 Jadi besar = 800 Siswa 2. Penyelesaian Dari ECD + + = 1800 650 + 350 + = 1800 1000 + = 1800 = 1800 - 1000 = 800 Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, maka = 800 = = 800 (sifat sudut-sudut sehadap)

A

D

E

C

B

Perhatikan gambar di atas!

Untuk

ECD

Karena

̅̅̅̅ //

̅̅̅̅, = 35

0

dan

= 65

0

.

Maka dicari besar =

A

D

E

C

B

Perhatikan gambar di atas! Untuk EAB

Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, = 350

dan = 650

. Maka dicari besar

(6)

Jadi besar = 800

Siswa 3. Penyelesaian

Dari gambar trapesium CABD

Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, maka = = 650 (sifat sudut-sudut sehadap)

= 1800 - (sifat

sudut-sudut berpelurus) = 1800

- 650 = 1150

Kemudian perhatikan ECD + + = 1800 650 + 350 + = 1800 1000 + = 1800 = 1800 - 1000 = 800 = 1800 - (sifat sudut-sudut berpelurus) = 1800 - 800 = 1000

Pada trapesium CABD berlaku sifat

+ + + = 3600 (jumlah besar sudut pada trapesium) 650 + 1150 + 1000 + = 3600 2800 + = 3600 = 3600 - 2800 = 800 Jadi besar = 800 Siswa 4. Penyelesaian Perhatikan ECD + + = 1800 650 + 350 + = 1800 1000 + = 1800 = 1800 - 1000 = 800 = 1800 - (sifat sudut-sudut berpelurus) = 1800 - 800 = 1000 Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, maka = = 1000 (sifat sudut-sudut berseberangan dalam) Sehingga = 1800 - 〈 (sifat sudut-sudut berpelurus) = 1800 - 1000 = 800 Jadi besar = 800

Dari empat siswa di atas dapat dilihat bahwa proses penyelesaian soal yang

F

A

D

E

C

B

Perhatikan gambar di atas! Untuk Trapesium CABD Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, = 350

dan = 650

.

Maka dicari besar =

Perhatikan gambar di samping! Untuk ECD

Karena ̅̅̅̅ // ̅̅̅̅, = 350

dan = 650

.

Maka dicari besar =

A

D

E

C

(7)

diberikan dengan cara yang divergen. Walaupun jawabannya sama, namun solusinya berbeda. Ini terbukti bahwa intuisi yang dimiliki oleh setiap siswa adalah berbeda-beda. (terkadang mungkin juga intuisi beberapa siswa ada yang sama, namun itu sangat minim terjadi).

PENUTUP Kesimpulan

Intuisi adalah suatu pikiran yang muncul secara spontan saat seseorang menghadapi masalah. Intuisi dianggap selalu benar oleh setiap orang yang mengalaminya, dan dinilai oleh orang lain masuk akal sesuai logika sipengamat. Intuisi pada setiap orang berbeda-beda, intuisi yang digunakan dapat menghasilnya

berbagaimacam cara oleh setiap orang untuk mendapatkan jawaban benar dari permasalahan yang diberikan.

Penyelesaian soal matematika hendaknya mengkolaborasikan penggu-naan cara berpikir analitik dan juga cara berpikir intuitif, agar penyelesaian soal yang dihasilkan lebih akurat. Kenyataan yang dijalankan di sekola-sekolah selama ini hanya menggunakan cara berpikir analitik dalam penyelesaian soal, memang terkadang mendapatkan jawaban yang benar, namun sesekali jika cara tersebut bermasalah (dalam arti tidak dapat dilanjutkan) maka saat itulah dibutuhkan cara berpikir intuitif agar tetap menda-patkan jawaban yang benar.

DAFTAR RUJUKAN

Fisbein, E. (1987). Intuition in science and

mathematics An educational

approach,. Reidel, The

Netherlands

Henden, G. (2004). “Intuition and Its Role

in Srategi Thingking” Unpublished

Dissertation. BI Norwegian School of Management.

Hersh Reuben. (2013), Mathematical

Intuition: Poincaré, Pólya, Dewey.

Department of Mathematics and Statistics, University of New Mexico, Albuquerque, USA Kustos, P.N., (2010). “ Trens Concerning

Four Misconception In Students’

Intuitively-Based Probabilistic

Reasoning Sourced In The

Heuristic Of Representativeness”

University in Alabama.

Motta, M.J. (2010). How to nderstand Divergent Thinking and Convergent Thinking. (online), April. 2013

Munandar U. (1991). Kreativitas dan

Keberbakatan. Penerbit PT.

Gramedia Pustaka utama. Jakarta . Poliy, G. (1973). How To Solve It.

Princenton NJ: Princenton University Press.

Piha. (2000). Intuition: A Bridge To The

Coenesthetic World of Experience.

Training and Supervising Analyst, Finnish Psychoanalytical Society. Japa.

Rahman, Abdul. (2007). Deskripsi pengajuan masalah matematika berdasarkan gaya kognitif pada siswa SMA. Makalah Seminar Program Pascasarjana UNESA. Hah Roh K. (2005). College Students’

Intuitive Understanding of the concept of limit and Their Level of reverse Thingking. Dissertation,

The Ohio State University. Wikipedia. (2013), Intuition and

decision-making. It has been suggested that

this article be merged into

Intuition (psychology). (online)

Referensi

Dokumen terkait

Keterangan : abc ) Huruf yang berbeda pada tabel menunjukkan rata-rata pada perlakuan berbeda nyata Berdasarkan Tabel 2, rata-rata nilai konversi kemurnian DNA White Spot Syndrom

Koefisien variabel persepsi konsumen pada iklan TV sebesar 0.261 (lampiran) atau b > 0, artinya semakin tinggi persepsi (yang terdiri dari isi pesan, struktur pesan, format

Menurut Yosep (2011) karateristik perilaku yang dapat di tunjukan klien dan kondisi halusinasi berupa seseorang yang merasakan meliputi mendengar suara-suara,

kegoncangan pada dirinya, terutama perubahan jasmani dan jauh dari keseimbangan dan keserasian. Hal ini penyebab remaja tertarik untuk memperhatikan

Dilihat dari hasil analisa tersebut nilai pH yang didapat telah sesuai dengan baku mutu limbah cair rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 6 – 9..

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan Ethnography Ekonomi. Yaitu penelitian dengan menggunakan pendekatan

Tujuan penelitian mengenai penerapan berulir pada tanah lunak, antara lain, adalah pertama, mengetahui seberapa besar efisiensi hasil modifikasi tersebut dipandang dari segi

Bagi orang Nias, symbol penghargaan dan relasi antara beberapa pihak berada pada sirih (Afo). Karena itu segala acara adat, tidak akan berjalan bila sirih atau afo tidak