• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Penelitian Transportasi Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Penelitian Transportasi Laut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Penelitian Transportasi Laut

pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 812 2853 257 E-mail: antoni_arif@dephub.go.id

doi: http://dx.doi.org/10.25104/transla.v21i1.1279

1411-0504 / 2548-4087 ©2019 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Desain Model Instrumen Penyetaraan Nakhoda Kapal Untuk Jabatan Dosen

Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL)

Design of Equivalency of Ship Captain Model for Lecturer Position through

Recognition Prior Learning (RPL)

Antoni Arif Priadi

1,3

*, Tri Cahyadi

2

, Damoyanto Purba

2 1) Program Studi D-IV Nautika, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta, Jalan Marunda Makmur, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara 14150, Indonesia

2) Program Studi D-III Nautika, Politeknik Pelayaran Surabaya, Jalan Gunung Anyar Lor nomor 1, Gunung Anyar, Surabaya, Indonesia

3) Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia Jalan Tun Razak, Imbi 504000 Kuala Lumpur, Malaysia

Diterima 1 Apr 2019, diperiksa 20 Des 2019, disetujui 29 Des 2019

Abstrak

Nakhoda kapal dengan kualifikasi Ahli Nautika Tingkat-II (ANT-II) merupakan profesional yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada level tertinggi dalam sistem operasi kapal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, menganalisis, dan evaluasi. Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) membuka peluang bagi para profesional seperti Nakhoda kapal untuk setara dengan jenjang tertentu menggunakan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Hal ini memungkinkan sebagai cara pemenuhan dosen pada pendidikan tinggi vokasi dari profesional atau industri. Penelitian deskripsi ini disajikan untuk menganalisis penyetaraan Nakhoda kapal ke dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia melalui studi pustaka dan analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nakhoda kapal dapat disetarakan dengan jenjang 8 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia melalui desain instrumen penilaian yang disusun berdasarkan aspek kompetensi pengajaran dan kompetensi profesional.

Kata kunci: Nakhoda Kapal, ANT-II, KKNI, RPL, pendidikan tinggi vokasi pelayaran

Abstract

Shipmaster with a Deck Officer Class II (DOC – II) is a professional who has knowledge and experience at the highest level in a ship's operating system from planning, implementing, managing, analyzing, and evaluating. Based on the Indonesian National Qualifications Framework (KKNI), it opens opportunities for professionals such as Shipmasters to be equalized with certain levels using Recognition of Prior Learning (RPL. It may be a way to provide lecturers at vocational universities from the professional/industry based. This description research is presented to analyze the equalization of shipmasters into the Indonesian National Qualification Framework through literature study and content analysis. The results showed that the shipmasters could be equalized with the level 8 of the Indonesian National Qualification Framework through the design of assessment instruments developed based on aspects of teaching competency and professional competency.

Kata kunci: Shipmaster, Deck Officer Class–II, Recognition Prior Learning, Maritime Vocational Higher Education 1. Latar Belakang

Dalam aktivitas seperti pekerjaan, kegiatan sosial, kegiatan komunitas atau olahraga, atau belajar melalui pengalaman hidup merupakan bentuk dari berbagai konteks pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan melalui pembelajaran formal maupun informal yang keduanya merujuk kepada tujuan akhir dari pembelajaran yaitu membangun kemampuan seseorang untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat. Terdapat keragaman dalam cara seseorang belajar, sehingga menyebabkan terdapat keragaman dalam segi kemampuan/kompetensi. Walaupun demikian, pengakuan terhadap kompetensi tersebut tetap perlu diwujudkan. Menurut Australian National Training Authority (2003) rekognisi pembelajaran lampau didefinisikan sebagai pengakuan kompetensi yang saat ini dipegang oleh seseorang terlepas dari bagaimana, kapan atau di mana pembelajaran dilakukan. Rekognisi pembelajaran lampau

(2)

dapat menjadi suatu cara yang efektif untuk melibatkan seseorang ke dalam sistem pembelajaran umum yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek pendidikan formal atau bagi mereka yang tidak berhasil mendapatkan ijazah akademik, status sosial atau bahkan pekerjaan (Hargreaves, 2006). Rekognisi pembelajaran lampau bukan hanya cara atau jalan untuk penyetaraan ke tingkat kualifikasi tertentu, namun juga sebagai cara untuk meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri (Cleary et al. 2002).

Penyetaraan juga diperlukan sebagai cara untuk memenuhi persyaratan bagi dosen di Lembaga pendidikan tinggi vokasi bidang pelayaran yaitu memiliki atau menyandang latar belakang Ahli Nautika Kapal. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan yang memiliki tugas utama untuk mengubah, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pelayanan masyarakat. Lebih lanjut para dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimal lulusan magister pascasarjana untuk program diploma atau program sarjana dan minimal lulusan doktor untuk program magister. (UU No. 14, 2005).

Pendidikan tinggi vokasi secara umum diterjemahkan sebagai bentuk pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kualifikasi tertentu, seperti seni atau pekerjaan yang menyediakan pelatihan dan keterampilan yang memerlukan pengetahuan teknis secara tepat dan benar. Pendidikan tinggi vokasi dikembangkan dengan tujuan khusus yaitu untuk membekali siswa agar terampil dalam dunia kerja. Pendidikan tinggi vokasi dirancang sedemikian rupa untuk dapat membantu lulusannya agar dapat diterima dalam dunia kerja, meningkatkan kemampuan keterampilan dalam karir yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, pendidikan tinggi vokasi selalu berfokus pada proses metode pembelajaran dengan komposisi praktikum yang lebih banyak dari pada pembelajaran teorinya. Dengan demikian, pemilihan kualifikasi yang harus dimiliki para dosen harus tepat dan sesuai. Dosen harus memiliki pengalaman dan kompetensi dengan latar belakang yang diperlukan. Dalam rumpun keilmuan pendidikan tinggi vokasi pelayaran khususnya pada program studi kenautikaan seseorang yang memiliki latar belakang profesional, memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam pelayaran diakui secara internasional walaupun seseorang tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan magister. Pengakuan dan penyetaraan ini menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan tinggi pelayaran agar dapat dikenali. Terdapat hubungan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang kemudian menjadi bagian cukup penting dan sebagai prioritas utama untuk dikembangkan dengan sebutan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).

Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dapat dianggap mewakili kebutuhan masyarakat yang lebih luas dan yang terpenting pengakuan dari diri seseorang dalam membangun kebersamaan satu sama lain sebagai satu kesatuan masyarakat yang utuh. Teori rekognisi memberikan pemahaman untuk mempertimbangan nilai terkait pengalaman seseorang. Honneth (1995) berpendapat bahwa seluruh manusia berupaya untuk mendapatkan pengakuan dari individu lain sebagai identitas sosial. Hal ini dimaknai bahwa setiap individu memerlukan identitas sosial. Manusia memiliki naluri untuk mendapatkan pengakuan secara umum melalui kesuksesan individu dan keterlibatan sosial yang positif mencakup konfigurasi melalui hubungan pribadi serta hubungan kelembagaan untuk mempererat nilai sosial sebagaimana dijelaskan oleh Honneth (1995). Smith dan Clayton (2009) menjelaskan bahwa Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) pada pendidikan dan pelatihan vokasi kurang untuk dipromosikan karena siswa memerlukan komunikasi dan literasi yang terlalu tinggi. Para siswa menemukan bukti bahwa rekognisi adalah hal yang terlalu memberatkan dengan birokrasi yang rumit. Salah satu temuan adalah pada dukungan di tempat kerja, kredibilitas penilaian dan dukungan dari teman sekerja.

Melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), setiap individu akan memperoleh manfaat termasuk cara alternatif yang berhubungan dengan cara belajar, ketika secara normal prasyarat yang biasa digunakan untuk masuk sedangkan lainnya belum tercapai. Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) mungkin dapat digunakan prioritas utama sebagai waktu yang diperhitungkan sebelum mereka masuk mempelajari tentang keahlian, tidak soal bagaimana atau di mana pembelajaran itu telah terjadi. Pembelajaran masa lampau (RPL) akan mengurangi waktu dan biaya untuk mendapatkan kualifikasi tertentu. Melalui rekognisi pembelajaran lampau keterampilan dan kemampuan seseorang akan dinilai dan diakui untuk memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, yang memungkinkan digunakan sebagai alat untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan kompetensi terkait dengan keahlian tertentu. Selanjutnya, rekognisi pembelajaran lampau (RPL) adalah kemajuan dalam kerangka kualifikasi yang memiliki nilai sosial dan kedudukan. Pembelajaran masa lampau (RPL) juga akan berperan dalam meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi. Pembelajaran masa lampau (RPL) akan terus berkembang dengan waktu yang lama, khususnya kemampuan untuk mengevaluasi diri, penilaian diri dan rencana karier ke depan dan pada akhirnya pembelajaran masa lampau (RPL) akan memberikan akses ke jalur yang dikenal dalam pembelajaran seumur hidup.

2. Metode

Penelitian ini bertujuan untuk membuat instrumen penilaian pembelajaran masa lampau yang bisa diakui serta disetarakan pada tingkat yang sama dengan gelar magister. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan dasar analisa isi referensi dan literasi bahan bacaan. Analisis konten merupakan metodel penelitian yang diterapkan untuk membuat replikator dan kesimpulan yang valid menurut interpretasi dan bahan teks skema pengkodean Krippendorff (2004). Secara sistematis mengevaluasi teks dalam dokumen laporan, data kualitatif yang dikonversi menjadi data kuantitatif University of Georgia (2012). Contoh lainnya penelitian pembelajaran studi organisasi yang menggunakanan analis isi Duriau, Rerer & Pfarrer (2007). Struktur metode penelitian terlihat dalam gambar 1.

(3)

Gambar 1. Metodologi penelitian

Pembelajaran masa lampau bertujuan memberikan peluang bagi masyarakat untuk memasuki pendidikan formal atau disetarakan dengan kualifikasi tertentu berdasarkan pendidikan formal, non-formal, pendidikan informal atau pengalaman kerja dalam bidang yang sangat khusus atau langka dan sangat dibutuhkan oleh negara seperti tenaga pengajar, instruktur, guru, pekerja kesehatan dan profesi tertentu lainnya yang spesifik. Institusi pendidikan tinggi yang kekurangan tenaga ahli pengajar pada bidang tertentu dapat merekrut praktisi ahli yang tidak memiliki kualifikasi magister melalui pengakuan dan penyetaraan hasil pembelajaran masa lampau dari pendidikan formal, non-formal, informal, dan pengalaman kerja dalam dunia bisnis atau industri. Melalui pembelajaran masa lampau (RPL) orang-orang yang memiliki kemampuan seperti dosen dan guru, pekerja kesehatan, atau profesi lainnya yang diperlukan dapat dimanfaatkan oleh negara dan bagi pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam persaingan global yang lebih kompetitif serta mendukung pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dunia industri dan dunia bisnis. Kerja sama dan dukungan dari industri adalah faktor yang sangat penting untuk mengimplementasikan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan para tenaga kerja. Industri memiliki peranan penting dalam menyediakan masukan bagi kurikulum pendidikan yang sejalan dengan perkembangan teknologi, menyediakan tempat praktik/pelatihan bagi siswa/ pengajar/dosen agar mereka dapat menjaga serta mengikuti perkembangan terbaru dalam teknologi industri. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan yang lebih tinggi dapat memanfaatkan sumber daya industri yang tersedia untuk menjadi dosen sesuai dengan kualifikasi dan persyaratan yang telah ditetapkan.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) telah diatur oleh Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012. Pada peraturan tersebut nomor 8 tahun 2012 pasal 1 ayat (1) menjelaskan tentang KKNI. KKNI merupakan kerangka kerja kualifikasi yang dapat menyandingkan, menyamakan, dan mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan dan pengalaman kerja dalam rangka mendapatkan pengakuan kompetensi kerja yang sesuai dengan struktur kerja di dalam berbagai sektor pekerjaan di Indonesia. Kualifikasi adalah penguasaan prestasi belajar yang menyatakan posisinya dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi. dari pengetahuan sikap, keterampilan, kompetensi dan akumulasi pengalaman kerja. Pengalaman Kerja adalah pengalaman melakukan pekerjaan di bidang tertentu dan periode waktu tertentu secara intensif yang menghasilkan kompetensi.

Sebagai implementasi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, kebutuhan atas nara sumber setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, peraturan teknis yang lebih detil disusun oleh kementerian teknis terkait dalam rangka pelaksanaan KKNI adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2013 tentang Aplikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia di Bidang Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesional Pendidikan Tinggi, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2013 yang mengatur tentang pedoman Pengembangan Berbasis Kompetensi dalam Sistem Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi, dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

3. Hasil dan Pembahasan

Keuntungan dari dikembangkannya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah munculnya sistem persamaan kualifikasi antara capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang disetarakan dengan pengalaman kerja dengan kriteria kompetensi yang diperlukan pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. Selanjutnya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia juga meningkatkan pengakuan dan kesetaraan dalam hal kualifikasi pekerjaan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia baik dalam outcome pembelajaran yang dihasilkan dari capaian pembelajaran melalui institusi pendidikan dan latihan sebagai kriteria kompetensi yang dibutuhkan untuk bidang pekerjaan tertentu. Selain itu, organisasi pendidikan tinggi didasarkan pada prinsip kesatuan sistemik dengan sistem yang terbuka dan fleksibel membuat proses pembelajaran termasuk juga waktu penyelesaian dalam program pembelajaran. Karena itu sangat dimungkinkan untuk menggunakan pendidikan pola silang (cross

(4)

melanjutkan pendidikan formal ke tingkat yang lebih tinggi dan untuk membuat penyetaraan dan persamaan pada

kualifikasi tertentu dapat difasilitasi

.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan kualitas dan identitas bangsa Indonesia dalam sektor sumber daya manusia yang terkait dengan program pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan nasional. Setiap tingkat di bawah Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI memiliki arti dan kesetaraan dengan hasil pembelajaran yang dimiliki oleh semua pekerja Indonesia dalam menciptakan pekerjaan yang berkualitas dan kontribusi dalam bidang pekerjaan masing-masing. Secara singkat, Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah skema kualifikasi kompetensi yang dapat disandingkan, disamakan dan terintegrasi antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja, serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur kerja di berbagai sektor sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012. Secara rinci, matriks Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) terdiri dari 9 tingkat kualifikasi, mulai tingkat 1 sampai dengan tingkat 9 sebagai tingkat tertinggi. Gambar 2 juga menjelaskan empat sisi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang terdiri dari latar belakang pendidikan formal, kemajuan promosi jenjang karir, sertifikasi profesi dan pengalaman. Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang memiliki latar belakang pengalaman dimungkinkan setara dengan seseorang dari yang memiliki latar belakang pendidikan formal. Hal itu ditunjukkan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia setara tingkat 8 dengan gelar magister dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia setara tingkat 9 dengan gelar doktor.

Setiap tingkat Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) terdiri dari 4 aspek elemen capaian pembelajaran yang dinamakan sebagai deskripsi seperti sikap dan nilai, penguasaan pengetahuan, kemampuan kerja, dan tanggung jawab. Elemen yang diilustrasikan pada gambar 3 deskripsi penguasaan pengetahuan terdiri dari cakupan studi dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Deskripsi kemampuan kerja terdiri dari kemampuan bidang terkait, penggunaan metode, hasil kualitas dan standar proses. Sementara kemampuan manajerial terdiri dari berbagai tanggung jawab dan standar sikap.

Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor 26 tahun 2016 tentang pengakuan pembelajaran masa lalu, pasal 2 menyatakan bahwa RPL diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu RPL untuk melanjutkan pendidikan formal (tipe A) dan RPL untuk mendapatkan kesetaraan pengakuan dengan kualifikasi tingkat KKNI tertentu (tipe B). Masyarakat dapat menggunakan RPL untuk melanjutkan pendidikan formal (tipe A) untuk mengajukan pengakuan sistem kredit semester dari capaian pembelajaran (CP) pengalaman kerja yang mereka harus lanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sehingga mereka tidak perlu mengambil semua sistem kredit semester. Setelah menyelesaikan sistem kredit semester yang tersisa dalam kampus, setiap orang dapat memperoleh sertifikat diploma.

(5)

Gambar 3. Deskripsi Kerangka Kualifikasi Nasioanal Indonesia

Rekognisi pembelajaran lampau digunakan untuk mendapatkan penyetaraan keahlian dengan kualifikasi tertentu sesuai dengan tingkat KKNI (tipe B) dapat digunakan oleh Universitas sebagai alat ukur, misalnya untuk mengetahui apakah pembelajaran atau pengalaman kerja mereka saat ini telah mencapai kesetaraan dengan capaian pembelajaran (CP) pada program studi tertentu . Pengakuan kesetaraan RPL dengan kualifikasi tertentu (Tipe B) ditujukan untuk para dosen dan pelamar yang bekerja sebagai tenaga pendidik di universitas. Pada latar belakang pendidikan formal yang lebih tinggi, pendidikan formal dibagi menjadi jenjang akademik dan kejuruan. Jenjang akademik dimulai dari tingkat sarjana hingga tingkat doktor. Sedangkan, melalui jenjang kejuruan dimulai dari diploma 1 hingga ke spesialis 2. Konfigurasi detail antara jenjang akademik dan vokasional diilustrasikan pada gambar 4. Terlihat juga dalam pemetaan lokasi penempatan untuk dosen diploma IV terapan yang berada pada level 8 secara umum, metode penilaian akan hal itu didasarkan atas persyaratan industri atau serikat pekerja profesional.

Penilaian adalah proses mengumpulkan bukti apakah seseorang telah mencapai kompetensi tertentu yang telah dipersyaratkan. Hal Ini menegaskan bahwa seseorang yang telah melalui proses pembelajaran dapat mencapai kompetensi tertentu seperti yang dipersyaratkan di dunia kerja atau untuk lulus dari perguruan tinggi. Penilai diharuskan sudah memahami terkait dengan kompetensi yang akan dinilai sehingga dapat dibandingkan serta dapat membuat penilaian yang profesional sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan instrumen yang sesuai pada saat penilaiannya. Hubungan antara assesor dan persepsi keberhasilan seseorang yang dinilai adalah bahwa peserta telah mencapai kualifikasi atau esensi parsial serta mampu dan terampil dalam memeriksa juga merencanakan program pembelajaran dan tujuan karir tanpa harus mencapai kompetensi. Persepsi ini memberikan pemahaman bahwa kunci sukses dari penilaian Rekognisi pembelajaran lampau bergantung kepada bagaimana peserta diperlakukan dan didukung oleh penilai.

Wheelahan, Miller dan Newton (2003) menjelaskan bahwa RPL adalah proses yang "menilai pembelajaran individu untuk menentukan sejauh mana individu telah mencapai hasil pembelajaran yang disyaratkan, hasil kompetensi, atau standar untuk lulus, dan / atau menyelesaikan sebagian atau seluruh kualifikasi" (2002, hal.4). Dalam proses penilaian, pengetahuan teknis dan keterampilan lebih dianggap daripada atribut yang bersifat umum. Dapat terjadi kesalahan selama proses Rekognisi Pembelajaran Lampau yang menyebabkan pertentangan dengan hasil dari penelitian ini yang menyatakan bahwa pengusaha dan industri memberikan harus memberikan kompetensi ditempat kerja pada umumnya. (Hager, Garrick & Risgalla 2001; Gallois & Callan 1997; Kearns 2001; Smith & Navaratnam 2002)

(6)

Gambar 4. Skema Pemetaan KKNI Dosen

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan RPL adalah kepercayaan peserta terhadap keterampilan penilai dalam menganterprestasikan kompetensi atau kemampuan dari peserta yang dimasukan kedalam kerangka kualifikasi kerja, perasaan dihargai dan peran serta dari penilai. Bagi peserta merupakan hal penting jika mereka telah menunujukan kemampuannya daripada hanya dinilai oleh penilai terhadap suatu standar. Untuk membuktikan kompetensinya, diperlukan bukti yang didapat dari pendidikan dan pelatihan formal atau informal, pengalaman hidup umum atau pengalaman kerja. Bentuknya bervariasi dan dapat dibuktikan dalam sertifikasi, referensi dari perusahaan sebelumnya, testimoni dari klien dan sampel pekerjaan. Sebagai konsekuensinya, bukti harus dipastikan otentik, valid, terkini, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Nakhoda kapal yang merupakan seorang profesional yang mengoperasikan sebuah kapal. Dalam penelitian ini, Nakhoda kapal dimaksud adalah Nakhoda kapal dengan kualifikasi pemegang ijasah kompetensi Ahli Nautika Tingkat II (ANT - II). Nakhoda kapal bertanggung jawab atas manajemen seluruh operasional kapal. Nakhoda kapal memimpin departemen dek, departemen ruang mesin dan departemen katering. Sebelum menjadi master mariner, mereka telah mempelajari pengetahuan teoritis dan praktis yang diperlukan seperti kecakapan pelaut, menjangka peta, pencegahan tubrukan, navigasi, peralatan navigasi & jaga anjungan, penanganan & pengaturan muatan, stabilitas kapal, konstruksi kapal, meteorologi, isyarat, pemeliharaan dan perawatan kapal dan pengendalian kapal. Mereka juga memiliki pengetahuan tentang teknik kelautan dan katering.

Sebelum menjabat sebagai Nakhoda kapal, jenjang lanjutan karir untuk seorang perwira dek adalah sebagai berikut Deck Cadet, Third Officer, Second Officer, dan Chief Officer. Setelah menyelesaikan waktu yang cukup diperlukan sebagai cadet praktek di laut, taruna menjadi layak dipekerjakan sebagai perwira navigasi di atas kapal niaga. Promosi pertama sebagai Mualim III (third officer) yang bertanggung jawab atas alat-alat keselamatan dan keamanan kapal. Langkah promosi berikutnya adalah sebagai Mualim II (second officer) yang bertanggung jawab atas alat-alat dan publikasi menavigasi. Kemudian setelah waktu laut yang cukup dan sertifikasi kompetensi yang memenuhi persyaratan, mereka dapat menjadi Mualim I (chief officer) yang mengepalai departemen dek.

Untuk memulai penilaian instrumen, sebagai pertimbangan pertama adalah kebutuhan apa yang harus dilakukan oleh individu mengenai tugas mereka. Pengakuan Nakhoda kapal dibuktikan dalam mengatur pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu, ada 2 aspek yang perlu dikembangkan seperti kompetensi pengajaran profesional bidang perkuliahan dan kompetensi profesi lapangan. Bidang kompetensi kuliah terdiri dari rencana pelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan merencanakan serta melaksanakan penilaian pembelajaran. Bidang kompetensi profesional terdiri dari fungsi navigasi kapal di tingkat manajemen, fungsi pengaturan dan penanganan muatan di tingkat manajemen, dan fungsi kontrol pengoperasional kapal dan penanganan personel kapal di tingkat manajemen. Secara rinci ditunjukkan pada gambar 5.

(7)

Gambar 5. Instrumen Konstruksi Pengujian

Berdasarkan gambar 5, instrumen penilaian dikembangkan menjadi 6 indikator kinerja kompetensi. Sebagai contoh pada gambar 6 mengenai tabel 1 menggambarkan bidang kompetensi perkuliahan. Indikator kinerja dikembangkan dan tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi. Tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi dari tingkat terendah (1) yang berarti orang tersebut tidak memiliki kinerja yang diperlukan sama sekali dan tingkat tertinggi (5) untuk orang yang memiliki kepercayaan diri dengan kinerja yang diperlukan. Sedangkan penilaian juga dilakukan untuk keabsahan (V), ketersediaan (A), keterkinian (T) dan keterpenuhan (M).

Gambar 6. Contoh Tampilan Tabel Indikator Pengujian Kompetensi 1

Contoh berikutnya pada gambar 7 menggambarkan bidang kompetensi profesional di bawah kompetensi 5, mampu menerapkan fungsi penanganan dan pengaturan muatan kapal pada tingkat manajemen. Indikator kinerja dikembangkan dan tingkat kualifikasi kompetensi. Tingkat kualifikasi kompetensi diidentifikasi dari tingkat terendah (1) yang berarti orang tersebut tidak memiliki kinerja yang diperlukan sama sekali dan tingkat tertinggi (5) untuk orang yang memiliki kepercayaan diri dengan kinerja yang diperlukan. Sedangkan penilaian juga dilakukan untuk keabsahan (V), ketersediaan (A), keterkinian (T) dan keterpenuhan (M).

(8)

Gambar 7. Contoh Tampilan Tabel Indikator Pengujian Kompetensi 5

4. Kesimpulan

Nakhoda Kapal merupakan profesional yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pada tingkat tertinggi dalam sistem operasi kapal mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, menganalisis, dan evaluasi pada system operasi kapal. Pendidikan tinggi vokasi pelayaran khususnya untuk Program Studi D-IV Nautika sangat membutuhkan dosen dengan kualifikasi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman profesional yang salah satunya adalah profesional dengan latar belakang Nakhoda Kapal. Kualifikasi dosen berdasarkan peraturan perundangan telah ditetapkan pada tingkat Magister atau jenjang 8 pada KKNI. Untuk menjembatani individu dengan kualifikasi Nakhoda Kapal ke jenjang 8 KKNI diperlukan instrumen penilaian. Instrumen penilaian tersebut dikembangkan berdasarkan 2 aspek kompetensi yaitu aspek kompetensi pengajaran dan aspek kompetensi profesional. Hasil dari pengembangan instrumen penilaian tersebut menyatakan bahwa seorang Nakhoda dengan kualifikasi sertifikasi Ahli Nautika Tingkat – II (ANT – II) dapat mengikuti penyetaraan kualifikasi menjadi dosen pada perguruan tinggi vokasi pelayaran melalui proses Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangan model proses pelaksanaan RPL bagi tenaga - tenaga profesional lainnya dibidang pelayaran.

Daftar Pustaka

Australian National Training Authority. 2003. Report to the Australian National Training Authority on its high-level

review of training packages. Brisbane: ANTA.

Cleary, P., Whittaker, R., Gallacher, J., Merrill, B., Jokinen, L. & Carette, M. 2002. Social inclusion through APEL:

The learner’s perspective. Comparative report, Centre for Research in Lifelong Learning, Glasgow Caledonian

University.

Duriau, V. J., Reger, R. K., & Pfarrer, M. D. 2007. A Content Analysis of the Content Analysis Literature in Organization Studies: Research Themes, Data Sources, and Methodological Refinements. Journal of

oganizational research method, 10(1), 5-34. https://doi.org/10.1177/1094428106289252.

Gallois, C & Callan, V. 1997. Culture and communication. A guidebook for practice. John Wiley & Sons, London. Hager, P, Garrick, J & Risgalla, R. 2001. Soft skills for hard hats. Australian Training Review, March.

Hargreaves, J. 2006. Recognition of prior learning: At a glance. Adelaide: National Centre for Vocational Education Research.

Honneth, A. 1995. The Struggle for Recognition: The Moral Grammar of Social Conflicts. Cambridge: Polity Press. Kearns, P. 2001. Review of research: Generic skills for the new economy. Adelaide: NCVER.

Krippendorff, K. 2004. Content analysis: An introduction to its methodology. Sage Publications, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 tahun 2013. Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 tahun 2014. Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi.

(9)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 tahun 2013. Pedoman Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 tahun 2014. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Berbasis Kompetensi. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 21 tahun 2014. Pedoman Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. 17 Januari 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24. Jakarta

Smith, L & Navaratnam, K. 2002. Perceptions of employers regarding the desired outcomes of training programs and the factors promoting and inhibiting the achievement of those outcomes, in Envisioning practice—implementing change: Volume three, eds J Searle and D Roebuck, Australian Academic Press, Brisbane, pp142–8.

Smith, L. & Clayton, B. 2009. Recognising non-formal and informal learning. Participant insights and perspectives. Adelaide: National Centre for Vocational Education Research.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, Guru dan Dosen, 30 Desember 2005. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157.Jakarta

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, Pendidikan Tinggi, 10 Agustus 2012. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158.Jakarta

University of Georgia. 2012. Content Analysis site. Retrieved from

https://www.terry.uga.edu/management/contentanalysis/resources/ on 1 November 2018.

Wheelahan, L, Miller, P., Newton, D, Dennis, N, Firth, J., Pascoe, S & Veenker, P. 2003. Recognition of Prior

(10)

Gambar

Gambar 1. Metodologi penelitian
Gambar 2. Struktur Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Gambar 3. Deskripsi Kerangka Kualifikasi Nasioanal Indonesia
Gambar 4. Skema Pemetaan KKNI Dosen
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan desain penukar kalor RSG-GAS ini terlihat adanya angka yang lebih besar untuk jumlah tube, luas permukaan transfer kalor clan diamenter shell. Ral ini

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, temuan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Dalam penelitian ini terungkap bahwa latar belakang pendidikan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penamaan tempat fotokopi di sekitar lingkungan kampus di Purwokerto tahun 2015 yang dapat dianalisi sebanyak 43 data, dengan perincian: 3

Untuk mengetahui pengaruh antara Praktik Perataan Laba dengan

Pada pengamatan bobot basah menunjukkan adanya interaksi antara varietas dengan perlakuan keberadaan teki. Teki 30/polibag menunjukkan bobot basah yang paling tinggi

jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Kecelakaan yang telah berakibat kepada kerugian pengguna jalan merupakan dampak dari ketersediaan sarana dan

Ilmu-ilmu yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam antara lain ialah: (1) Dasar-dasar Ajaran Islam; (2) Hukum Islam; (3) Ilmu Kalam atau teologi; (4) Ilmu Tasawuf;

Sistem pemrosesan transaksi untuk mendukung operasi bisnis setiap hari dengan jumlah dokumen dan pesanan-pesanan untuk para pemakai seluruh organisasi, sedangkan sistem pelaporan