• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Daerah Penelitian

Geologi daerah penelitian sudah diteliti oleh para peneliti terdahulu. Penelitian yang sudah dilakukan dari mulai skala kecil sampai skala besar yang lebih detail. Secara umum, penelitian yang dilakukan memberikan informasi mengenai geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi di daerah penelitian dan sekitarnya.

Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949), daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Gambar 2.1). Zona ini merupakan dataran tinggi yang berbentuk segitiga dengan puncaknya di sekitar Bandung dan memanjang dari barat ke timur, mulai dari Pangandaran bagian barat sampai ke Nusa Kambangan di bagian timur. Secara keseluruhan zona ini merupakan suatu geantiklin yang agak landai, dengan bentang alam yang dipengaruhi oleh proses pembentukan peremajaan (peneplain), pengangkatan dan adanya limpahan material rombakan hasil erosi. Erosi yang terjadi merupakan erosi usia lanjut yang membentuk lembah-lembah yang sangat lebar dan hampir rata. Adanya pengangkatan yang terus menerus mengakibatkan terjadinya kembali lembah-lembah yang dalam dan sempit. Pembentukan morfologinya dipengaruhi oleh proses geologi selama proses pembentukan, perbedaan sifat kekerasan dan jenis batuan serta struktur geologinya.

(2)

Gambar 2.1 Pembaguan jalur fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru (Koesmono dkk, 1996), daerah penelitian tersusun oleh batuan yang berumur Tersier hingga Kuarter. Batuan kemudian dikelompokkan menjadi beberapa formasi berdasarkan kesamaan genetiknya. Formasi batuan yang berumur Tersier terdiri dari Formasi Cimandiri (Tmc) berumur Miosen Tengah, Formasi Bentang (Tmb) berumur Miosen Akhir, Anggota Kadupandak Formasi Bentang (Tmbk) berumur Miosen Akhir, Formasi Koleberes (Tmk) berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, Formasi Beser (Tmbe) berumur Miosen Akhir, Anggota Cikondang Formasi Beser (Tmbec) berumur Miosen Akhir, dan Andesit Horenblenda (ha) berumur Pliosen. Litologi penyusun formasi tersebut bervariasi, pada umumnya merupakan batuan sedimen klastik dan batuan vulkanik yang terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung, konglomerat, breksi, lava, tuf, batupasir tufan,

Tanpa Skala

Rangkasbitung Jakarta

Indramayu

Sukabumi Bandung Bogor

(3)

dan tuf lapili, serta terdapat juga batuan terobosan berjenis andesit. Formasi batuan yang berumur Kuarter terdiri dari Endapan-endapan Piroklastika yang Tak Terpisahkan (Qtv) berumur Plistosen, Lahar dan Lava Gunung Kendeng (Ql(k,w)) berumur Plistosen serta Lava dan Lahar Gunung Patuha (Qv(p,l)) berumur Holosen. Litologi penyusun utama formasi tersebut berupa endapan vulkanik hasil letusan gunung api yang terdiri dari breksi, tuf, lahar dan lava.

Secara regional, struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian dan sekitarnya berupa sesar, lipatan, kelurusan, dan kekar yang dijumpai pada batuan berumur Oligo–Miosen sampai Kuarter. Sesar terdiri dari sesar geser yang umumnya berarah utara barat laut–selatan tenggara serta utara selatan dan sesar normal berarah utara–selatan/tenggara. Pola lipatan yang dijumpai berupa antiklin dan sinklin yang berarah baratdaya–timurlaut dan barat–timur. Kelurusan yang dijumpai diduga merupakan sesar berarah baratlaut–tenggara dan baratdaya– timurlaut, melibatkan batuan berumur Kuarter. Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan andesit yang berumur Oligo Miosen–Kuarter. Tektonika yang terjadi menghasilkan dua pola struktur yang berbeda, melibatkan batuan berumur Miosen Akhir menghasilkan suatu pengangkatan dan kemudian diikuti oleh terobosan batuan andesit berumur Pliosen terhadap Formasi Bentang. Formasi Cimandiri terlipatkan dan membentuk suatu antiklin dan sinklin berarah, sedangkan Formasi Beser, Bentang dan Formasi Koleberes tersesarkan yang membentuk sesar normal dan sesar geser.

Pemetaan geologi dengan skala 1:25000 dilakukan untuk mendapatkan data geologi yang lebih detail. Pemetaan geologi yang sudah dilakukan yaitu di

(4)

daerah Pagermaneuh dan sekitarnya (Gutiantini, 2002) dan daerah Tanggeung dan sekitarnya (Ijabat, 2011). Daerah tersebut merupakan bagian selatan dan barat daya daerah penelitian.

Gustiantini (2002) menjelaskan dalam hasil pemetaannya, geomorfologi yang terbentuk adalah pedataran fluvial, perbukitan denudasional, perbukitan struktural, perbukitan rempah gunungapi, dan kerucut intrusi. Stratigrafi dibagi menjadi enam satuan batuan, terurut dari tua ke muda, yaitu Satuan Breksi dari Formasi Jampang, Satuan Batupasir dari Formasi Bentang, Satuan Batupasir Tufan dari Formasi Koleberes, Intrusi Andesit dari Formasi Andesit Horenblenda, Lava Basalt dari Formasi Andesit Horenblenda, dan Satuan Aluvial. Struktur geologi yang berkembang adalah lipatan berarah barat laut–tenggara dan sesar berarah barat laut–tenggara dan barat–timur .

Ijabat (2011) menjelaskan dalam hasil pemetaannya, geomorfologi yang terbentuk adalah perbukitan sedimen agak curam dan perbukitan vulkanik curam. Stratigrafi dibagi menjadi tiga satuan batuan, terurut dari tua ke muda, yaitu Satuan Batupasir dari Formasi Koleberes, Satuan Breksi Vulkanik dan Satuan Tuf yang merupakan bagian dari endapan piroklastik yang tak terpisahkan. Struktur geologi yang berkembang adalah sesar naik yang berarah barat daya–timur laut akibat gaya kompresi berarah relatif barat laut–tenggara pada periode tektonik Pliosen–Plistosen.

Berdasarkan kajian peneliti terdahulu, maka peta geologi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(5)

Gambar 2.2 Peta geologi daerah penelitian (Koesmono dkk (1996), Gustiantini (2002), dan Ijabat (2011))

(6)

2.2 Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS)

DAS adalah wilayah yang dibatasi dan dikelilingi oleh topografi berupa pegunungan atau punggungan, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Ramdan, 2006). Karakteristik DAS pada umumnya tercermin dari penggunaan lahan, jenis batuan dan tanah, topografi, kemiringan, panjang lereng, serta pola aliran yang ada. DAS terbagi menjadi beberapa sub DAS. Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) adalah bagian dari DAS dimana air hujan diterima dan dialirkan melalui anak sungai ke sungai utama. Sub DAS dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS, dan apabila diperlukan dapat dipisahkan lagi menjadi sub-sub-sub DAS, dan demikian seterusnya.

Untuk mengetahui karakteristik setiap DAS, diperlukan kajian mengenai karakterisitik morfometri DAS. Morfometri didefinisikan sebagai aspek kuantitatif suatu bentuklahan (Van Zuidam, 1985). Mengacu pada definisi tersebut, maka morfometri DAS dapat diartikan sebagai aspek kuantitatif DAS atau parameter karakteristik DAS yang dapat diukur dan dihitung.

Aspek morfometri DAS dikelompokan ke dalam empat kategori (Morisawa, 1959), yaitu:

- Aspek Panjang atau Ukuran

Aspek panjang dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau kilometer (km), meliputi panjang sungai, keliling atau perimeter basin, panjang dan lebar maksimum basin, panjang aliran limpasan dan panjang ke pusat gravitasi DAS.

(7)

- Aspek Luas atau Bentuk

Aspek luas atau bentuk meliputi luas basin yang dinyatakan dalam satuan m2 atau km2, bentuk DAS yang tidak dinyatakan dalam satuan, kerapatan alur dan kerapatan sungai. Bentuk DAS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusat aliran. Hal tersebut akan berhubungan dengan kemungkinan banjir yang terjadi di suatu daerah.

Kerapatan pengaliran (Dd) adalah suatu angka indeks yang

menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Kerapatan pengaliran menggambarkan penyimpanan kapasitas air permukaan dalam cekungan yang mengalir di suatu DAS. Nilai Dd mencerminkan hubungan

kondisi geologi dengan iklim. Dalam kondisi iklim yang sama, batuan yang kedap air akan menghasilkan nilai Dd yang lebih besar dari nilai Dd

pada batuan yang menyerap air. - Aspek Relief

Aspek relief meliputi kekasaran DAS, kemiringan lereng atau gradien dan kemiringan dasar sungai. Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan relatif terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan.

- Aspek Non Dimensi

Aspek non dimensi meliputi orde sungai, rasio cabang sungai, rasio cabang sungai rata-rata dan pola alur sungai. Orde sungai adalah posisi

(8)

percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Dengan demikian, makin banyak jumlah orde sungai akan semakin luas pula DASnya dan akan semakin panjang pula alur sungainya. Penentuan orde menurut Stahler (1952) (Gambar 2.3) yang merupakan modifikasi dari metode Horton, yaitu orde ke-1 merupakan segmen yang tidak memiliki percabangan. Ketika dua segmen orde ke-1 bergabung, maka akan terbentuk orde ke-2. Dua segmen orde ke-2 akan membentuk orde ke-3. Dua orde ke-3 akan membentuk orde ke-4, dan seterusnya. Setiap segmen dapat ditempel oleh orde dengan nilai yang lebih kecil namun tidak akan merubah atau meningkatkan nilai ordenya.

Gambar 2.3 Sistematika pembagian orde sungai menurut Strahler (1952)

Nilai rasio cabang sungai atau Rb (Bifurcation Ratio) suatu DAS

merupakan pola jaringan yang berkembang karena adanya perulangan pembagian satu saluran menjadi dua bagian. Nilai Rb pada beberapa DAS

dengan kondisi geologi yang homogen akan memiliki range antara 3.0 – 5.0.

(9)

Pola alur sungai atau pola pengaliran merupakan suatu jaringan yang terbentuk antara anak sungai dengan induk sungai. Pola pengaliran umumnya dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan penyusun, struktur geologi, jenis dan kerapatan vegetasi, serta kondisi alam.

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi yang berbasis komputer yang menggabungkan antara unsur peta (geografis) dan informasinya tentang peta tersebut (data atribut) yang dirancang untuk mendapatkan, mengolah, memanipulasi, analisis, memperagakan dan menampilkan data spasial untuk menyelasaikan perencanaan, mengolah, dan meneliti permasalahan (Agustina, 2007; dalam Hidayah, 2008). Konsep dasar SIG adalah data dikelola dan dihimpun dalam suatu layer (Gambar 2.4). Setiap layer berisikan data sejenis baik berupa informasi tematik atau objek poligon, garis, dan titik, diikat oleh sistem koordinat yang sama. Masing-masing objek dalam setiap layer dapat dikaitkan dengan data atribut yang disimpan dan dikelola menggunakan DBMS (Data Base Managament System). Informasi berupa data pokok ataupun data teknis operasional dapat dengan mudah dibangun melalui suatu DBMS. Pengait antara data grafis dengan atribut inilah yang membentuk sebuah Sistem Informasi Geografis.

Dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan sebuah sistem yang dapat menyimpan data grafis dengan pengaturan tata ruang sesuai kehendak pemakai.

(10)

Suatu hal yang sangat menguntungkan bahwa data tersimpan sudah dalam bentuk digital dan disusun menurut kaidah serta mekanisme teknis untuk mempermudah dalam pemanggilan kembali atau penyusunan layout kembali guna menghasilkan output yang diinginkan. Kemudahan ini membuka peluang untuk menggunakan data tersebut dalam berbagai aplikasi, baik sebagai bahan informasi atau untuk kajian – kajian teknis.

Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk, dan lain-lain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, Global Mapper, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis.

Gambar 2.4 Konsep overlay data dalam SIG

Layer Struktur

Layer Sungai

Layer Litologi

Layer Data Hasil Overlay

(11)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai morfometri DAS sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu di berbagai daerah, termasuk disekitar daerah penelitian. Berikut penelitian yang sudah dilakukan, diantaranya:

1. Karakteristik Geomorfologi yang Berkaitan dengan Potensi Energi Terbarukan di Wilayah Kuningan, Jawa Barat (Sulaksana dkk, 2011).

Sistematika penelitian didasarkan atas pola pikir bahwa peristiwa geologi masa lampau, seiring dengan perkembangannya menghasilkan bentang alam yang khas. Keberadaan energi mikrohidro sangat terkait dengan karakteristik morfologi tertentu. Variabel morfometri yang digunakan adalah kerapatan pengaliran dan rasio cabang sungai, sementara untuk perhitungan potensi energi listrik digunakan formula yang telah dipublikasikan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara karakteristik geomorfologi dengan ketersediaan potensi energi listrik tenaga air. Sumber daya air permukaan dengan debit dan ketinggian optimum akan berlimpah bila didukung oleh bentang alam yang khas dan iklim serta tata guna lahan yang memadai. DAS memperlihatkan bentuk ramping dengan pola pengaliran menangga. Orde sungai rendah (1/2) mendominasi DAS tersebut. Debit permukaan menjadi relatif besar dengan elevasi jatuhan (head) yang tinggi. Potensi bentang alam alami tesebut merupakan suatu keuntungan dalam desain instalasi mikro-mini hidro.

(12)

2. Peran Morfotektonik DAS dalam Pengembangan Potensi Energi Mikro Hidro di Cianjur-Garut Bagian Selatan (Sukiyah dkk, 2012).

Kerangka pemikiran yang menjadi landasan penelitian ini adalah bahwa proses tektonik mengakibatkan potensi sekaligus kendala, menghasilkan karakteristik geomorfologi tertentu. Pemanfaatan lahan yang terkontrol dan iklim yang menunjang dapat mempengaruhi intensitas debit aliran permukaan. Pada intensitas debit aliran permukaan dan morfometri tertentu, aliran air dapat menjadi sumber pembangkit tenaga listrik. Beragam parameter morfotektonik yang digunakan adalah kemiringan lereng dan elevasi, dimensi DAS, panjang segmen sungai (Ls), azimut

segmen-segmen sungai, azimut kelurusan morfologi, kerapatan pengaliran (Dd), orde sungai, dan rasio cabang sungai (Rb). DAS yang dikontrol oleh

tektonik memiliki bentuk ramping. Jaringan pengaliran berpola menangga, dengan orde sungai 1 dan 2. Kondisi ini memungkinkan debit air permukaan relative besar dengan elevasi jatuhan yang tinggi. Pendekatan probabilistik digunakan dalam analisis data. Hasil analisis data karakteristik geomorfologi antara DAS Cipandak dan Cikaingan menunjukan adanya perbedaan yang signifikan. Fenomena tersebut mengakibatkan perbedaan potensi energi mikro hidro kedua DAS.

3. Karakteristik Morfotektonik DAS Cimanuk Bagian Hulu dan Implikasinya Terhadap Intensitas Erosi-Sedimentasi di Wilayah Pembangunan Waduk Jatigede (Sulaksana, 2011). Wilayah ini termasuk

(13)

baru, baik selama proses pembangunan waduk maupun jika waduk telah beroperasi. Erosi yang ekstrim merupakan salah satu dampak dari kawasan yang dikontrol oleh tektonik aktif. Tingkat erosi yang melebihi ambang batas di bagian hulu dapat menimbulkan laju sedimentasi yang relatif lebih tinggi yang berimbas pada pendangkalan waduk. Perhitungan matematika diperlukan untuk memperoleh data kuantitatif aspek morfometri. Analisis data menggunakan pendekatan probabilistik untuk memperoleh hasil dengan tingkat kepercayaan tertentu. Hasil analisis morfometri DAS terkait dengan tektonik menunjukan bahwa di beberapa lokasi dikontrol oleh sesar aktif yang pada umumnya memiliki nilai kerapatan pengaliran relatif lebih tinggi dengan nilai rasio cabang sungai yang memiliki kisaran nilai 1,2 hingga 2,3. Hasil analisis kuantitatif tersebut juga dicerminkan oleh pola pengaliran rektangular dan pola bentang alam yang relatif membentuk kelurusan berimpit dengan zona sesar. Litologi yang menyusun sebagian besar wilayah DAS didominasi oleh produk vulkanik berumur Kuarter yang mudah hancur dan rentan erosi. Hasil analisis sifat fisik dan mekanika terhadap 15 sampel tanah yang diambil secara random di daerah penelitian menunjukan bahwa wilayah DAS Cimanuk bagian hulu tersusun oleh lanau plastisitas tinggi, lanau pasiran, dan lempung plastisitas tinggi. Lanau dan lanau pasiran pada umumnya mudah tergerus oleh erosi dibandingkan lempung. Kombinasi antara litologi beserta hasil pelapukannya dengan tektonik aktif yang mengontrol DAS Cimanuk bagian hulu turut berperan dalam meningkatnya intensitas erosi. Dampak

(14)

dari erosi tersbut adalah pendangkalan waduk yang akan menjadi lebih cepat dan mempersingkat umur waduk.

4. Kesamaan Morfometri Akibat Peran Tektonik Aktif Terhadap DAS Cijolang dan Cimuntur Berbatuan Alas Berbeda (Hirnawan, 1998).

Daerah penelitian yang tergolong rawan pergerakan tanah akibat kondisi geologi setempat memiliki keterbatasan karakter genesis sebagai kendala lahan bagi keperluan tata ruang untuk pengembangan wilayah daerah ini. Hal ini merupakan permasalahan fisik wilayah setempat, sehingga peran tektonik penting untuk diteliti pengaruhnya. Untuk menguji pengaruh tektonik aktif terhadap sistem pengaliran sungai di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, dilakukan perbandingan antara analisis morfometri dari DAS Cijolang dan Cimuntur di daerah penyebaran Formasi Halang berusia Tersier dan endapan vulkanik Kuarter dengan analisis multivariat. Hasil uji beda (uji banding) antara dua rata-rata nisbah percabangan (Rb) dan

kerapatan pengaliran (Dd) tidak berubah nyata, menunjukan perkembangan

DAS itu tidak dipengaruhi oleh perbedaan massa batuan. Tektonik terbukti aktif, ditunjukan oleh morfometri DAS Cimuntur yang tidak berbeda dengan DAS Cijolang, akibat endapan Kuarter di alas ketidakselarasan itu terkekarkan secara intensif melalui reaktivasi sesar-sesar yang telah ada dan retakan-retakan pada batuan dasar.

5. Morfometri Daerah Aliran Sungai pada Bentangalam Vulkanik Kwarter Terdeformasi (Sukiyah dan Mulyono, 2007). Bentangalam

(15)

tersebut tercermin pada morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terbentuk. Beberapa parameter morfometri yang dapat dijadikan acuan diantaranya adalah dimensi DAS, azimut segmen sungai, azimut kelurusan bentangalam, panjang sungai (Lo), kerapatan pengaliran (Dd), dan rasio

cabang sungai (Rb). Penelitian dilakukan pada empat DAS yang terdapat

di kawasan hulu Sungai Citarum. Keempat DAS tersebut adalah Cijoho, Cihejo, Cigalugah, dan Barugbug. Pendekatan probabilistik digunakan untuk mengetahui perbedaan dan kesamaan karakteristik morfometri diantara keempat DAS. Hasil penelitian meunjukan bahwa Dd tertinggi

dicapai oleh DAS Cijoho, sebaliknya nilai terendah terdapat pada DAS Barugbug. Fenomena tersebut merupakan refleksi dari perbedaan sifat batuan vulkanik yang menyusun kedua DAS. Pada umumnya nilai Rb lebih

kecil dari 3, menunjukan bahwa keempat DAS telah mengalami deformasi. Terjadi peningkatan nilai Rb ke arah hilir DAS Cihejo,

mengindikasi bahwa deformasi cukup kuat dibagian hilir. Pola sungai di DAS Cijoho, DAS Cihejo, DAS Barugbug, dan DAS Cigalugah secara umum dikontrol oleh tektonik aktif.

Penelitian mengenai morfometri di sebagian DAS Cibuni, khususya di wilayah Pagelaran dan sekitarnya, Cianjur, Jawa Barat, belum pernah dilakukan, sehingga hal itulah yang diangkat menjadi tema dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 2.1 Pembaguan jalur fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)
Gambar 2.2 Peta geologi daerah penelitian (Koesmono dkk (1996), Gustiantini  (2002), dan Ijabat (2011))
Gambar 2.3 Sistematika pembagian orde  sungai menurut Strahler (1952)
Gambar 2.4 Konsep overlay data dalam SIG

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diatas tentang Ane- mia Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di Pontianak maka diperoleh simpulan se- bagai berikut:bahwa kejadian

--- Menimbang, bahwa mengenai bukti P-I Tergugat I/Terbanding I mengakui bahwa Tergugat I/Terbanding I menerima panjar sebanyak Rp.10.000.000.- (sepuluh juta rupiah)

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian

Hasil Penelitian adalah sebagai berikut ini, (1) ada perbedaan penggunaan e-learning berbantuan edmodo pada kelas eksperimen dengan pembelajaran konvensional pada

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon Keluarga

Sedangkan data (10) kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai pararelisme sebab gagasan yang ingin disampaikan dibungkus dengan pola yang mirip, yang mana memakai

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Mengidentifikasi data yang diperoleh dari studi literature dan studi observasi baik yang berkaitan dengan arsitektur maupun data tentang balai latihan kerja,