• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENERAPAN 9 PILAR DI SEKOLAH KARAKTER INDONESIA HERITAGE FOUNDATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENERAPAN 9 PILAR DI SEKOLAH KARAKTER INDONESIA HERITAGE FOUNDATION"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

56

POLA PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENERAPAN 9 PILAR DI SEKOLAH KARAKTER INDONESIA HERITAGE FOUNDATION

--- Fika Pijaki Nufus, M. Dahlan R, M. Hilman Hakiem

Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor

(Naskah diterima: 1 Maret 2019, disetujui: 20 April 2019) Abstract

The problem in this study is to find out how the pattern of character education through the application of 9 pillars in the Indonesian Heritage Foundation character school and its opportunities and challenges. The purpose of this study was to determine the pattern of application of character education in the elementary school of the Indonesian character Heritage foundation. The method used in this study is a qualitative field method with data analysis using interview, observation, and documentation methods. Conclusion The application of 9 character pillars is flowed every morning for 20 to 25 minutes before learning begins.

Keywords: Education, Character, Application of 9 Pillars.

Abstrak

Permasalahan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pola pendidikan karakter melalui penerapan 9 pilar di sekolah karakter Indonesia Heritage Foundation serta peluang dan tantangannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar karakter Indonesia Heritage foundation. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif lapangan dengan analisis data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kesimpulan penerapan 9 pilar karakter di alirkan setiap pagi selama 20 sampai 25 menit sebelum dimulai pembelajaran.

Kata kunci: Pendidikan, Karakter, Penerapan 9 Pilar. I. PENDAHULUAN

endidikan merupakan sarana yang sangat efektif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini salah satu wujud dalam pelaksanaan tujuan Negara Indonesia yang ke tiga yakni mencerdaskan kehidupan bangsa (Sutrisno, 2016: 30).

Oleh karena itu maju dan tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang telah diterapkan oleh Negara. Karena Pendidi-kan ini merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan suatu proses

(2)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

57

untuk pembentukan kepribadian seseorang terhadap tujuan dalam kehidupan yang baik.

Menurut John S, Brubacher pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemam-puan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disem-purnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Helmawati, 2014: 23).

Pada dasarnya pendidikan saat ini banyak sekali tertuju hanya kepada pengetahuan atau kognitifnya saja akan tetapi sangat sedikit yang menerapkan sebuah pendidikan karakter yang seharusnya ditanamkan pada setiap anak sejak usia dini sampai dewasa, karena sebuah faktor pendidikan karakter ini merupakan jalan utama yang harus dibangun agar terwujudnya sebuah generasi dalam masyarakat yang aman, tentram dan sejahtera. Bahwa sebuah karakter merupakan kunci utama dalam membangun sebuah peradaban. Oleh karena itu sangat diperlukan dengan mewujudkannya pendeka-tan pendidikan karakter guna untuk membangun sebuah keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak yang baik

kepada anak sejak dini khususnya. Di mana pada usia dini mereka akan mudah dalam meniru orang dewasa, oleh karena itu sangat baik sekali jika pendidikan karakter ini banyak diterapkan di berbagai lembaga pendidikan khususnya. Harapan untuk mewujudkan suatu generasi yang mempunyai karakter yang baik.

Pada masa sekarang ini, banyak terjadi kecenderungan menurun pendidikan karakter yang menyebabkan lunturnya suatu generasi yang tidak bertanggung jawab dan tidak kesetiakawanan dalam perilaku sosial, seperti terjadi tawuran antar pelajar, kenakalan-kenakalan remaja, bertingkah laku tanpa mengukur rasa orang lain, halal dan haram bukan lagi menjadi perhitungan (Dahlan, 2018: 197). Dalam hal ini pendidikan karakter sangat dibutuhkan dan perlu diterapkan serta diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan harapan hal ini akan menjadikan landasan yang kuat bagi kekokohan etika setelah berada di lingkungan masyarakat nanti.

Karakter saat ini hampir sirna tidak membudaya khususnya di lingkup pendidikan dalam bertingkah laku, oleh karna itu dengan merapkan suatu pendidikan karakter harapan-nya bisa menjadikan seseorang bekepribadian yang baik dan saling menolong terhadap

(3)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

58

lingkungan sekitar, serta bisa saling menghargai dan mengetahui baik dan buruk yang akan dikerjakan dalam kehidupannya.

Tujuan dari adanya pendidikan karakter ini agar terwujudnya manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, cakap, percaya diri sendiri, cinta tanah air serta berguna bagi masyarakat dan Negara. Beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT (Sulhan, 2010: 10).

Munculnya berbagai tindakan ketidak baikan akhlak yang pelakunya justru berasal dari kalangan pelajar mengidentifikasi bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia belum sepenuhnya berhasil. Mengapa? Pendi-dikan karakter yang seharusnya mampu menciptakan manusia yang berakhlak baik atau mulia namun hal ini banyak sekali yang menjadikan manusia tidak berakhlak (Purnomo, 2014: 73).

Kiranya belum terlambat jika saat ini kita sudah memulai membangun sekolah yang berbasis karakter. Yang mana sekolah tidak hanya mengedepankan suatu kualitas materi untuk keberhasilan kognitifnya peserta didik saja, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya juga yaitu dengan membangun pendidikan karakter anak didik, karena apa artinya jika memiliki anak cerdas, tapi suka berbohong,

tidak jujur, tidak saling tolong menolong bahkan berani terhadap orang tua dan guru. Budaya sekolah dalam pembentukan karakter ini harus terus menerus dibangun dan dilakukan oleh semua yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah. Lebih penting lagi, dalam hal ini adalah agar para pendidik hendaknya dapat menjadi suri teladan dalam mengembangkan karakter tersebut. Sungguh, sebagus apapun karakter yang dibangun dalam lembaga pendidikan apabila tidak ada suri teladan dari para pendidiknya, akan sulit dapat tercapai apa yang telah diharapkan.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, beliau bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadikan bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Jikalau character building ini tidak dilakukan, maka Indonesia akan menjadi bangsa kuli” (Hariyanto, 2011:2).

Dengan pentingnya suatu pengem-bangan karakter di Indonesia bila mengingat dan kembali terus melihat sebuah fakta yang ada, dimana semakin meningkatnya suatu tawuran antar pelajar, serta berbagai bentuk kenakalan remaja lainnya terutama di

(4)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

59

kota besar dari pemerasan atau kekerasan yang lebih lagi dengan masih banyak pelajar yang menggunakan narkoba serta yang lainnya. Bahkan ada yang paling mempriha-tinkan ketika seseorang yang masih tidak berusaha dalam membangun sifat jujur. Contohnya ketika sebuah keinginan dalam membangun sifat kejujuran ini pada anak-anak dengan melalui kantin kejujuran contohnya di sejumlah sekolah, masih banyak yang gagal, sehingga kantin tersebut mengalami kerugian karena belum bangkitnya sikap jujur pada diri anak-anak.

Penerapan karakter melalui lembaga sekolah, dimaksudkan untuk melatih dengan penerapan pendidikan karakter di sekolah saat pembelajaran, memasukan nilai-nilai karakter pada setiap pembelajaran ketika berada di lingkungan sekolah, Ini merupkan bagian dari cara penerapannya.

Berdasarkan uraian di atas, bahwasan-nya pola penerapan 9 pilar pendidikan karak-ter telah berhasil dikarak-terapkan di jenjang pendi-dikan sekolah Indonesia Heritage Foundation, dengan demikian, maka penulis mencoba mengkaji, menelaah dan meneliti judul “Pola Pendidikan Karakter Melalui Penerapan 9 Pilar Di Sekolah Karakter Indonesia Heritage Foundation”

II. KAJIAN TEORI 2.1 Makna Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa Arab sebagaimana dikutip dahlan (Dahlan, 2018: 298). Memiliki makna membentuk (robba-yarubbu). Dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata “didik” dengan memberikan awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Kata pendidikan berasal dari bahasa yunani yaitu paedagogos yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Dalam paedagogos adanya seo-rang pelayan atau bujang pada zaman yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, saya memimpin) (Ramayulis, 2015: 30).

2.2 Makna Karakter

Secara etimologi, pakar psikologi mendefinisikan sebagai sifat, watak atau tabiat seseorang yang telah dimiliki sejak lahir dan merupakan sesuatu yang membedakan setiap individu (Rosyadi, 2013: 13). Adapun kata karakter pula dapat diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Arti karakter secara kebahasaan yang lain adalah huruf, angka, ruang atau symbol

(5)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

60

khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik, artinya, orang yang berkarakter adalah orang yang berkepribadian, berperilaku, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain.

Disamping secara etimologi karakter dapat dimaknai secara terminilogis. Secara terminologis menurut para ahli:

1. Karakter menurut Ratna Megawangi sebagaimana dikutip Darma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, pendidikan karak-ter merupakan “sebuah usaha mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan konstribusi yang positif kepada lingkunganya (Kesuma, 2011: 5).

Dari pengertian secara etimologis maupun terminologis di atas, dapat penulis simpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal prilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan tuhan, diri sendiri sesama manusia, maupun lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma hukum, agama, tatakrama, budaya, dan adat istiadat. Dengan nilai-nilai kebaikan

dalam karakter ini manusia akan mampu melakukan perkembangan menuju dunia yang menjungjung tinggi dan martabat dan nilai dari setiap pribadi (Dahlan, 2014: 100).

Berbagai pengertian karakter dalam perspektif di atas mengidentifikasikan bahwa karakter identik dengan kepribadian. Dengan demikian, kepribadian merupakan ciri, karakteristik, sifat. Karakter atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir. 2.3 Hakikat Karakter

Manusia berkarakter adalah manusia yang dalam perilaku dan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas hidupnya selalu dengan nilai-nilai kebaikan. Manusia semacam ini bukan berarti tidak pernah melakukan kesalahan, tetapi selalu berusaha memperbaiki segala bentuk kesalahannya dan terus menerus memperbaiki dari waktu ke waktu (Naim, 2012: 60).

Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instan), tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Berdasarkan dalam persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan

(6)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

61

berdasarkan tahap-tahap anak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan pemikiran psikologi Kholberg (1992) dan ahli pendidikan dasar Marlena Lockheed (1990), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan yaitu:

a. Pembiasaan, sebagai awal perkembangan karakter anak,

b. Tahap Pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa. c. Tahap penerapan berbagai perilaku dan

tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari.

d. Tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka pahami dan lakukan serta bagaimana dampak dan kemanfaatan dalam kehidupan baik bagi dirinya dan orang lain. Character Education Qualty Standars merekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter

b. Mengidentifikasi karakter secara kompre-henshif supaya mencakup pemikiran, pera-saan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang meng-hargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para siswa.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas staf moral yang berbagi tang-gung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa (Andayani, 2017: 108-109).

(7)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

62

Salah satu metode atau cara tepat dalam penanaman karakter peserta didik adalah dengan melakukan pembiasaan-pembiasaan kepada siswa. Metode pembiasaan ini bertujuan untuk membiasakan peserta didik berprilaku terpuji, disiplin dan giat belajar, kerja keras dan ikhlas, jujur dan tanggung jawab atas segala tugas yang dilakukan. Hal ini perlu dilakukan oleh guru dalam rangka pembentukan karakter untuk membiasakan peserta didik melakukan perilaku terpuji (Gunawan, 2012: 94).

2.4 Tujuan Karakter

Tujuan mengembangkan adanya pendi-dikan karakter disini harapannya adalah untuk mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmenya melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukannya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Memba-ngun karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua anak menunjukan potensi mereka untuk mecapai tujuan yang sangat penting (Zubaedi, 2017: 35-36).

Tujuan pendidikan karakter atau budi pekerti dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional

dirumuskan dalam pasal 3: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demoktratis serta bertanggung jawab”. Sedangkan fungsi pendidikan nasional dirumuskan: “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Berdasarkan komitmen tersebut diru-muskan tujuan pendidikan karakter secara umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter peserta didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan mengamalkan nilai luhur menurut ajaran agama dan nilai-nilai dari setiap butir sila dan pancasila, secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar berhati baik, berpikir baik, berkelakuan baik, memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai sesama umat manusia (Amin, 2011: 36-37).

2.5 Perbedaan Karakter dan Akhlak Akhlak Secara bahasa yang dikutip oleh Dahlan akhlak ialah jamak dari khuluq yang

(8)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

63

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Dahlan, 2016: 97). Secara umum karakter dimaknai sebagai akhlak, meskipun beberapa pendapat secara mendasar akhlak sangat jauh berbeda dengan karakter, namun dengan demikian memaknai karakter maupun akhlak dalam pandangan para pakar berbeda-beda akan tetapi pada intinya tetap sama yaitu perilaku dan perbuatan manusia.

Kedudukan akhlak dalam Islam menjadi sangat utama, akhlak menjadi rujukan untuk menentukan seseorang baik dan buruk, seseorang disebut baik apabila mencerminkan dalam perilaku dan kehidupan nilai-nilai dan budaya akhlak yang tinggi (Dahlan, 2017: 77-78).

Sedangkan Pendidikan karakter adalah mendidik seseorang untuk memiliki perilaku yang baik sehingga perilaku itu menjadi ciri khasnya yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya dan kehidupannya. Karakter yang baik itu telah menjadi bagian dari dirinya (Daulay, 2014: 142-143).

Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak mem-punyai kaitan erat dengan pendidikan karak-ter, dengan mendidik akhlak secara utuh telah tercakup di dalamnya sekaligus pendidikan karakter, karena itu salah satu bagian yang

harus diperkuat di Indonesia saat sekarang ini adalah pendidikan akhlak yang menjadi bagian pendidikan agama. Sehubungan dengan itu maka pemberdayaan pendidikan agama adalah salah satu upaya untuk memberdayakan pendidikan karakter bangsa. 2.6 Problema Karakter

Problematika karakter saat ini banyaknya generasi muda yang saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai budi pekerti, masih banyak ditemukan siswa yang menyontek ketika sedang menghadapi ujian, bersikap malas, tawuran antar sesama siswa, melakukan pergaulan bebas, terlibat narkoba, dan lain-lain. Kondisi ini mencer-minkan masalah budi pekerti seseorang yang mengharuskan adanya tindakan-tindakan untuk mengatasinya.

Dari probematika yang ada pada saat ini, bisa dilihat melalui faktor seseorang sehingga bisa sampai melakukan hal tersebut. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi karakter, akhlak, budi pekerti dan etika manusia. Dari sekian banyak faktor tersebut, para ahli menggolongkannya ke dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor intern.

Menurut Zubaedi faktor yang mempengaruhi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

(9)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

64

a. Faktor Insting (naluri)

Insting adalah seperangkap tabiat manusia yang dibawa sejak lahir. Insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, seperti naluri makan, berjodoh, keibubapakan, insting ingin tahu dan member tahu, insting takut, insting suka bergaul dan meniru.

Semua insting tersebut merupakan paket yang intheren dengan kehidupan manusia secara fitrah sudah ada tanpa tidak perlu dipelajari terlebih dahulu dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak prilaku sesuai corak instingnya.

b. Faktor Adat (kebiasaan)

Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan seperti berpakaian, tidur olahraga dan sebagainya. c. Faktor Keturunan

Keturunan sangat mempengaruhi kara-kter atau sifat seseorang secara langsung atau tidak langsung. Faktor keturunan tersebut terdiri atas warisan kemanusiaan, warisan dari suku dan bangsa, dan khususnya warisan dari orang tua. Adapun sifat-sifat yang biasa di turunkan ada dua macam yaitu sifat-sifat jasmaniah dan sifat-sifat rohaniah.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, melingkupi tanah dan udara, sedangkan manusia adalah yang mengelilinginya seperti lautan, negeri, lautan dan masyarakat. Lingkungan itu dibagi menjadi dua yaitu:

e. Lingkungan Alam

Lingkungan alam merupakan faktor yang mempengaruhi dalam menentukan tingkah laku seseorang, karena lingkungan alam dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi alamnya jelek, akan menjadi perintang dalam mematangkan bakat seseorang. Namun sebaliknya jika kondisi alam itu baik, maka seseorang akan dapat berbuat dengan mudah dalam menyalurkan persediaan yang dibawanya. Kondisi lingku-ngan alam dapat mencetak akhlak manusia yang dipangkunya.

f. Lingkungan Pergaulan

Lingkungan Pergaulan merupakan interaksi seseorang kepada manusia lainnya, oleh karena itu manusia hendaknya bergaul dengan yang lainnya. Yang mana dalam pergaulan ini akan terjadi saling mempenga-ruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah laku manusia.

(10)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

65

Dari uraian di atas bahwa keberhasilan pendidikan karakter dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor external dan faktor internal. Faktor internal yakni faktor sesuatu yang pada diri seseorang dan faktor internal yakni faktor yang diakibatkan pengaruh dari luar (Zubaedi, 2011: 142-143).

Dengan mengetahui berbagai faktor di atas, dapat mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan - permasalah problematika karakter bangsa saat ini, untuk mewujudkan generasi yang baik.

III. METODE PENELITIAN

Di tinjau dari metodenya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif lapangan.

Dalam penelitian ini, penulis menggu-nakan jenis penelitian studi lapangan (field research). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Patton dalam Rulan metode kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang sedang terjadi secara alamiah (natural) dalam keadaan-keadaan yang terjadi secara alamiah. Konsep ini lebih menekankan pentingnya sifat data yang diperoleh oleh penelitian kualitatif, yakni data alamiah. Data alamiah ini utamanya diperoleh dari hasil

ungkapan langsung dari subjek peneliti (Ahmadi, 2014: 15-16).

Penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik. Adapun sumber data ini melalui data sekunder dan primer, yaitu: a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri. Data yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya, baik dengan cara tertentu atau dengan periode tertentu, data ini diperoleh dari sumber data pertama, (Azharnasr, 2015). Data primer digunakan sebagai rujukan yang utama di dalam penelitian. Dan data langsung diperoleh dengan menganalisis dalam penerapan 9 pilar di dalam kelas.

Pertimbangan yang diambil dalam pemilihan sumber data adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah karakter Indonesia heritage Foundation Depok.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh orang lain, bukan peneliti itu sendiri (Azharnasr, 2015).

Data sekunder ini data yang tidak langsung atau data pendukung, yang dapat diperoleh melalui literatur seperti data

(11)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

66

dokumentasi dan arsip-arsip penting, buku-buku yang relevan dengan judul penelitian, jurnal dan situs-situs yang berhubungan dengan penelitian ini. yang berkaitan dengan pendidikan dan karakter.

Tekhnik pengumpulan data sendiri melalui wawancara, observasi dan dokumen-tasi.

a) Metode Wawancara, Wawancara atau (interview) merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topic tertentu (Sugiyono, 2014: 72). Dalam penelitian ini melakukan wawancara dengan: Direktur Sekolah Dasar IHF, Kepala Sekolah Dasar IHF, dan Guru Kelas Sekolah Dasar IHF.

b) Metode Observasi, Observasi (observation) adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi (Sugiyono, 2014: 64). Dalam penelitian ini, Penulis

mengobservasi tentang proses kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah karakter Indonesia Heritage Foundation, sarana dan prasarana yang tersedia, program-program yang diterapkan dalam pembelajaran dan segala hal yang menunjang tentang proses pembelajaran yang terkait dengan penerapan sembilan pilar karakter.

c) Metode Dokumentasi, Metode Dokumen-tasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2014: 82).

Analisis data menurut Miles dan Huberman dalam buku Sugiyono, mengemu-kakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion verification (Sugiyono, 2014: 91).

(12)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

67

Tabel data di atas menggambarkan bahwa setelah data di kumpulkan atau di collection kemudian data dipilih untuk mengambil data yang akan diperlukan dalam hasil penelitian, lalu data disajikan atau display data ini dimasukkan agar lebih mempermudah peneliti untuk melihat gamba-ran bagian-bagian tertentu dari data penelitian melalui pengelompokan data yang telah diperoleh untuk mempermudah penyusunan dalam menganalisis data tersebut. Kemudian setelah data dipilah pilih lalu disajikan selan-jutnya data disimpulkan untuk mengetahui hasil penelitian yang baik dan benar.

IV. HASIL PENELITIAN

Setelah di adakan penelitian di lapangan dengan wawancara,melalui direktur sekolah dasar karakter, kepala sekolah dan guru kelas sekolah dasar karakter IHF, lalu melakukan observasi di kelas selama 20 sampai 25 menit. Dan dokumentasi sekolah.

4.1 Pola Penerapan 9 Pilar

Dalam pola penerapan 9 pilar karakter ini setelah diteliti apa yang telah diterapkan di laboratory sekolah dasar karakter IHF bahwa pola penerapan 9 pilar karakter yang sudah terlaksanakan setiap harinya dari mulai hari senin sampai kamis, jam 07:20 – selesai selama kurang lebih 25 menit. Penerapan 9

pilar ini bahwa telah sampai target apa yang sudah diharapkan oleh para guru yang berada disekolah karakter IHF. Khususnya Ibu Ratna Megawangi sendiri yang telah membuat suatu pola penerapan 9 pilar karakter, dengan melalui pelatihan para guru sehingga kembali dipraktekan oleh para guru tersebut ke sekolah dasar karakter di laboratorium sekolah itu sendiri. Dengan menggunakan 2 metode yaitu: Metode Reasoning Feeling dan Metode Acting Reasoning Feeling Sehingga sampai saat ini pola penerapan 9 pilar karakter terus berjalan dan berkembang dari tahun ke tahun dengan isi pilar yang sama akan tetapi konsep yang berbeda. Karena setiap pergantian tahun semester genap konsep dari isi 9 pilar karakter ini terus dimodifikasi, dievaluasi dan dilihat melalui kekurangan dan kelebihannya, sehingga diminta masukan dari setiap guru apabila ada yang kurang atau tidak sesuai maka terus diperbaiki. Dimana agar anak tidak merasa bosan dengan kegiatan dari pengaliran pilar sehari-harinya disetiap tahun dikenaikan jenjang kelas selanjutnya.

Isi dari 9 pilar karakter yaitu:

1. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya 2. Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan

Kemandirian

(13)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

68

4. Hormat dan Santun

5. Dermawan, suka Menolong, dan Gotong royong/Kerjasama

6. Percaya diri, Kreatif, dan Pekerja Keras 7. Kepemimpinan dan Keadilan

8. Baik dan Rendah Hati

9. Toleransi, Kedamaian, dan Kesantunan Pola penerapan 9 pilar karakter ini sangat baik diterapkan kepada anak usia dini khususnya pada masa sekolah dasar yang mana anak masih harus banyak diberikan suatu pengetahuan-pengetahuan positif dengan mengembangkan suatu kebaikan pada diri masing-masing melalui penamamkan konsep 9 pilar karakter setiap hari, karena sebuah kebaikan jika ditanamkan secara istiqomah dan berkelanjutan maka akan menghasilkan suatu kebaikan yang lebih baik selanjutnya sehingga akan mudah bagi seorang anak tanpa ada intruksi dimana mereka akan mudah memahami yang seharusnya mereka lakukan. Mengapa, karena sebelumnya sudah menda-patkan nilai-nilai pengetahuan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter sangat baik jika terus dikembangkan dan ditanamkan pada anak khususnya yang masih banyak membu-tuhkan arahan kebaikan untuk mengetahui jati diri seseorang yang baik itu seperti apa,

dengan setiap harinya ketika sebelum memulai pembelajaran, karena pendidikan karakter ini sangat berupaya untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman bagi anak agar dapat mempelajari sesuatu lebih mudah karena dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Tanpa kenyamanan, anak akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Mengedepankan pendidikan karakter bukan berarti juga mengesampingkan pendidi-kan yang menunjang kemampuan kognitif siswa. Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter sangatlah mudah untuk dilakukan dimanapun dan dalam kondisi apapun. Karena di setiap aktivitas manusia selalu ada nilai karakter. Begitu halnya dalam dunia pendidi-kan, penanaman pendidikan karakter sangat penting untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Salah satu bentuk penerapan karakter dalam dunia pendidikan adalah dengan cara menyelipkan nilai- nilai karakter di dalam proses pembelajaran. Dengan menyi-sipkan nilai karakter dalam setiap mata pelajaran selain itu juga adanya contoh atau teladan yang baik yaitu guru dengan guru membiasakan berperilaku sesuai dengan nilai karakter yang ada maka siswa juga akan mengikutinya dan dengan berjalannya waktu nilai karakter tersebut akan menjadi sebuah

(14)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

69

kebiasaan. Dengan penerapan nilai karakter disetiap mata pelajaran ini dapat mening-katkan kualitas suatu pendidikan. Selain dapat meningkatkan kualitas pendidikan juga dapat memberikan pemaknaan dalam pendidikan.

Pola penerapan 9 pilar karakter ini ada saja yang belum tercapai dimana masih banyak sekolah yang belum mengetahui apa arti 9 pilar karakter ini, apa manfaatnya jadi masih banyak sekolah yang masih fokus pada pengetahuan kognitifnya saja, masih banyak yang belum sampai pada tahapan afektif dan psikomotoriknya.

Adapun perbandingan dari sekolah yang lain masih banyak yang belum menerapkan pola pendidikan karakter ini, masih banyak sekolah yang fokus hanya kepada pengetahuannya saja, tidak kepada perasaanya dan praktik. Dan juga sekolah yang belum menanamkan nilia-nilai karakter secara khusus dan berkelanjutan, ada saja yang menerapkan nilai karakter tetapi tidak hanya pada saat pembelajaran saja sebagian yang menerapkan. hanya para guru yang telah mendapatkan pelatihan khusus melalui Semai Benih Bangsa dimana pelatihan khusus para guru baik dari IHF maupun luar yayasan IHF.

4.2 Peluang dan Tantangan Pola Penerapan 9 Pilar Karakter

Dari peluang yang telah disampaikan bahwa dengan adanya pola pendidikan karak-ter ini merupakan sebuah jalan yang sangat besar serta kesempatan bagi guru dalam menumbuh kembangkan dan membentuk jati diri anak agar menjadi anak yang dermawan, tanggung jawab, rendah hati, sopan dimana sesuai dengan nilai-nilai karakter yang semestinya. Sehingga dimanapun peserta didik berada ketika mendapatkan sebuah amanah yang besar disitu sudah siap mental dan percaya diri sehingga ketika menjadi peme-nang tetap menjadi seseorang yang rendah hati. Tantangannya bahwa peserta didik yang bersekolah di sekolah dasar karakter IHF ini berlatar belakang yang berbeda-beda serta pola asuh orang tua yang berbeda. Sehingga pihak sekolah berusaha untuk berkomunikasi dengan orang tua dalam menyamakan visi misi sekolah.

Pola penerapan pendidikan karakter yang setiap harinya ditanamkan dan dialirkan kepada anak didik setiap tahunnya selesai dan tuntas sesuai projek-projek yang telah tersusun dan terencanakan sebelumnya oleh tim khusus penyusunan konsep pilar karakter tersebut. Sehingga dalam satu tahun pilar-pilar karakter

(15)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

70

beserta konsep-konsepnya tersampaikan dan terlaksanakan, walaupun dalam pengalirannya tidak berurutan sesuai dengan pilar 1-9, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa pada saat itu. Para guru menyesuaikan dengan keadaanya.

Pengaliran pilar karakter dalam 2 semester selama 1 tahun ini tuntas tersampai-kan, kemudian di evaluasi kembali dilihat apa saja kekurangnya dan kelebihan yang telah terlaksanakan tersebut, dimana untuk memper-siapkan konsep yang baru sebelumnya. Agar anak tidak bosan dengan kegiatan yang sama setiap tahunnya, guru terus memodifikasi konsep-sonsep kegiatan tersebut agar anak didik tetap semangat dan tidak membosankan sehingga mudah untuk menggapai apa yang diharapkan dan mampu menghasilkan peserta didik yang berkarakter baik dan berhasil.

Dengan keberhasilan ini para pendidik selalu meraih dengan sungguh-sungguh demi menghasilkan generasi baik kedepannya yang berkarakter baik. Karena anak saat ini adalah aset terbesar bangsa untuk menjadi penerus generasi kedepannya, oleh karena itu maka harus ditanamkan nilai-nilai kebaikan secara terus menerus sehingga mereka mudah untuk menjadi seseorang yang berhasil dan berkarakter baik disetiap kehidupannya.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Pola penerapan 9 pilar karakter dilakukan melalui penerapan terhadap guru-guru kemudian diimplementasikan secara lang-sung kepada murid melalui konsep dari isi 9 pilar dengan menggunakan dua metode, yaitu Metode Reasoning Feeling dan Metode Acting Reasoning Feeling.

2. Peluang dan tantangan, peluang yang terdapat di sekolah dasar karakter ini merupakan sebuah kesempatan untuk menanamkan pendidikan karakter sejak dini, dengan menanamkan nilai-nilai positif kepada peserta didik. Sedangkan Tantangan dalam penerapan pilar pendidi-kan karakter adalah beragamnya latar belakang anak didik dan waktu yang sangat singkat hanya 6 tahun, kedua peluang ini dimanfaatkan secara maksi-mal dengan praktek langsung dan menilai secara langsung dari sikap yang muncul dari anak didik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dian Andayani. Agustus 2017. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. cet 4. PT Remaja Rosdakarya.

(16)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 2 Edisi Mei 2019 (56-71)

71

Darma Kesuma, Cepi triatna, johar permana. Agustus 2011. Pendidikan Karakter Kajian teori dan Praktik di Sekolah. cet 2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Haidar Putra Daulay. Agustus 2014. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat. cet 1. Jakarta: Kencana Prenamedia Group.

Helmawati. 2014. Pendidikan Keluarga. cetakan 1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabet.

M. Dahlan R. Juli-Desember 2018. Relevansi pemahaman Agama Dengan Interaksi Sosial Siswa (Studi Pada Sekolah Menengah Atas (SMAN) Se-Kecamatan tanah Sareal Kota Bogor. Jurnal Penamas Vol 31. No. 2.

_____. September 2014. Pendidikan Akhlak dan Karakter dalam Persfektif Islam dan Barat. cet 1. Bogor: Pustaka Al Bustam.

_____. September 2018. Lingkungan Pendidikan Islami dan Hubungannya Dengan Minat Belajar PAI Siswa SMA Negri 10 Bogor. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 07. No. 02.

Maswardi Muhammad Amin. 2011.

Pendidikan Karakter Anak Bangsa. cet 1. Jakarta: Baduose Media.

Najib Sulhan. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter. cet 1. Surabaya: PT Jepe Press Media Utama (Jawa Pos Group).

Ngainun Naim. 2012. Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa. cet 1. Depok: AR-Ruzz Media.

Rahmat Rosyadi. Juli 2013. Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini (Konsep dan Praktik PAUD Islami). cet 1. Jakarta: PT RajaGrapindo Persada.

Internet:

Azhamasri, Penyajian Data, Editing Data, Tabulansi Data, Uji Data,

https://Azharnasri.blogspot.com/2015/ 04/penyajian-data-editing-data-coding.html?m=1

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sumber data yang digunakan dalam peneliti ini adalah: informan atau narasumber (data diperoleh dari seorang informan yaitu kepala sekolah, waka kurikulum, dan siswa MTs

Sekunder adalah sumber data penelitian yang yang diperoleh peneliti.. secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya dan bukan diusahakan sendiri oleh penulis/peneliti, berupa data-data laporan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber yang ada dan tidak perlu dikumpulkan

Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi yang telah lebih dulu dikumpulkan oleh orang atau instansi di luar dari peneliti. 30 Data sekunder

Dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain. merupakan alat pengumpul data utama, hal itu dilakukan

sekunder adalah data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang. yang berkepentingan yang diperoleh dari laporan dari

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti atau dengan kata lain data yang dicari sudah tersedia. Data sekunder dalam penelitian ini