ABSES PARU
DAN
ASPEK RADIOLOGISNYA
Pembimbing :
dr. Herman W. Hadiprojo, Sp.Rad
Disusun oleh :
MICHI A.R.M SITEPU
406117082
KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI
PERIODE 3 SEPTEMBER – 6 OKTOBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada TUHAN Yang Maha Esa atas anugerah-NYA, saya dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “ Abses Paru dan Aspek Radiologisnya” tepat pada waktunya. Tujuan penulisan karya tulis ini untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Radiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Karya tulis ini tidak dapat selesai dengan baik bila tidak ada pihak-pihak yang membantu. Untuk itu tidak lupa saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
dr. Herman W. Hadiprojo, Sp.Rad selaku dosen pembimbing, juga kepada rekan-rekan di kepaniteraan Radiologi, maupun berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah ikut membantu baik secara moril maupun spiritual.
Saya sangat menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan karya tulis ini.oleh karena itu saya menerima kritik dan saran demi perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi saya dan para pembaca.
Jakarta, Oktober 2012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
BAB I. PENDAHULUAN ...1
BAB II. ABSES PARU... 3
I. Definisi... 3
II. Epidemiologi... 4
III. Anatomi Paru... 6
IV. Faktor Resiko... 4
V. Etiologi ………... 7
VI. Patologi... 8
VII. Karakteristik Klinik... 9
VIII. Patofisiologi... 10
IX. Pemeriksaan Penunjang... 13
X. Diagnosis ... 14
XI. Diagnosis Banding ………. 16
XII. Terapi ... 16
XIV. Pencegahan ……….. 20
XV. Prognosis... 20
BAB III KESIMPULAN ………. 21
LAMPIRAN... 22
DAFTAR PUSTAKA... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Bila diameter kavitas < 2cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotising pneumonia. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosa sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsy tidak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alcohol. Pada negara- negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respon imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupun anaerob dari koloni oropharig sering menjadi penyebab abses paru. Kesalahan dalam diagnosis dan pengobatan abses paru akan memperburuk kondisi klinis.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotic sebagai terapi seperti penisili, metronidazole, dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif,terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Waktu perawatan di RS yang lama 2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi 3. Mendorong terjadi resistensi antibiotic
4. Adanya superinfeksi bakteri yang mengakibatkan Pneumonia Nosokomial Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan uji sensitivitas.
B. TUJUAN
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui abses paru mulai definisi, etiologi, pathogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi hingga prognosis. Diharapkan bahasan mengenai abses paru dapat menambah pengetahuan kita dan dapat dijadikan referensi dalam pengelolaan kasus abses paru.
\
BAB II
ABSES PARU
I. Definisi Abses Paru
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Bila diameter kavitas < 2cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotising pneumonia. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosa sama pula.
II. Epidemiologi
Abses paru adalah penyakit yang mematikan di era preantibiotik, sepertiga dari pasien dari pasien meninggal, yang lain sepertiga pulih, dan sisanya berkembang menjadi penyakit seperti abses berulang, empiema kronik, bronkiektasis, atau komplikasi yang lain dari infeksi piogenik kronis. Pada periode postantibiotik awal, sulfonamide tidak meningkatkan hasil pada pasien dengan abses paru hingga ditemukannya penisilin dan tertrasiklin. Pada umumnya kasus abses paru ini berhubungan dengan karies gigi,
epilepsy tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alcohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respon imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pascaobstruksi.
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman mendapatkan bahwa organism penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah Stapillococus aureus.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi atau aspirasi transtrakeal ditermukan yang terbanyak adalah kuman anaerob. Frekuensi abses paru pada populasi umumnya tidak diktehui. Angka kejadian abses paru berdasarkan penelitian Asher adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hamper sama engan angka yang dimiliki oleh The Children Hospital of Eastern Ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang masuk rumah sakit. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1.
III. Anatomi Paru
Paru- paru adalah merupakan organ yang ringan , lunak, seperti spons dan elastik, yang berbentuk seperti kerucut dengan dasarnya pada diafragma dan puncaknya mengisi ruangan cupula pleurae.
Pada cadaver paru-paru akan terlihat mengkerut, keras, dan berwarna gelap,sedangkan paru-paru yang sehat selalu berisi sedikit udara, mengambang dalam air dan berkrepitasi bila ditekan. Paru-paru yang mengandung banyak air akibat suatu penyakit mungkin tidak akan mengembang dalam air. Paru-paru fetus atau bayi yang
baru lahir berwarna merah mudah dan padatnya perabannya. Bila bayi tidak menarik nafas, maka paru-paru tidak akan mengembang.
Permukaan paru orang dewasa biasanya burik (coreng-moreng) dab berbintik-bintik abu gelap atau kebiruan dengan latar belakang yang kebiru-biruan. Dengan bertambahnya umur warna paru-paru akan semakin gelap akibat resapan debu dari udara yang dihisap, tetapi pada orang yang hidup dengan lingkungan yang bersih, maka paru-parunya akan berwarna merah muda/ light pink.
Paru kanan lebih ringan daripada paru kiri dan lebih pendek karena kubah diafragma kanan yang lebih tinggi dan lebih lebar karena jantung dan pericardium yang lebih menonjol kearah kiri.
Kedua paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh darah besar yang ada di mediastinum medialis. Masing-masing paru melekat pada jantung dan trakea melalui struktur yang ada di hilum pulmonalis (arteri &gena pulmonalis serta bronkus principalis) dan melekat pada pericardium melalui ligamentum pulmonale.
Seluruh permukaan paru diliputi oleh pleura pulmonalis, kecuali pada mesopneumonium dimana terjadi peralihan pleura parietalis menjadi pleura pulmonalis. Paru- paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh suatu alur/ fisura.
Paru-paru kiri dibagi oleh fissure interlobaris menjadi lobus superior (ventocranialis) dan lobus inferior (dorsocaudalis). Fissure ini mulainya sedikit di atas hilum pulmonalis pada facies mediastinalis, mengelilingi apex pulmo, kemudian dari belakang atas berjalan pada facies dorsalis ke depan bawah sampai pada margo inferior dan terus sampai di facies diafragma, dan selanjutnya ke facies mediastinalis lagi, terus keatas menuju hilum pulmonalis.
Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus oleh 2 fisura yaitu fisuran interlobaris yang jalannya seperti fissure interlobaris sinistra, hanya sedikit lebih ke dorsal – menjadi lobus superior dan inferior: dan fissure acessoria yang memisahkan bagian bawah lobus superior menjadi lobus medius. Jalnnya fissure accessoria ini mulai dari dorsal pada
fissure interlobaris lalu horizontal ke depan sampai ke margo sternalis terus ke facies mediastinalis.
IV. Faktor Resiko
Kondisi- kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi:
1. Aspirasi bahan infeksi
Hal ini dapat terjadi misalnya pada :
• Operasi dalam rongga mulut, hidung dan tenggorokan
• Keadaan reflex batuk berkurang, misalnya pada coma, anestesi, alkoholisme akut dan penyakit menahun yang melemahkan tubuh.
Dalam keadaan ini yang dapat masuk ke dalam bronchus ialah bahan yang mengandung kuman dari mulut, hidung, sinus atau pharing, benda asing dari luar atau cairan lambung yang mengalami regurgitasi. Biasanya abses terdapat pada paru-paru kanan dan jenis kuman bermacam-macam. Abses mempunyai hubungan dengan cabang bronchus.
Abses sebagai penyulit dijumpai pada :
- Pneumonia oleh stafilococcus,basil Friedlander atau pneumococcus III - Bronkiektasis
- Infeksi jamur
Abses terdapat multiple, letaknya basal dan tersebar.
3. Emboli septic
Dapat berasal dari thrombophlebitis atau vegetasi katup pada endocarditis bakterialis. Biasanya abses terjadi multiple dan tidak berhubungan dengan percabangan bronchus.
4. Neoplasma
Pada tumor bronchogenik terjadi sumbatan inkomplit bronchus sehingga infeksi sekunder infeksi sekunder mudah terjadi pada bagian distal terhadap tumor.
5. Lain-lain
Misalnya:
- Trauma yang menembus paru-paru
- Penyebaran infeksi dari sekitar paru-paru; esophagus, vertebra , dan pleura - Penyebaran infeksi hematogen dari tempat lain.
Kira-kira 25% kasus abses paru-paru tidak diketahui cara terjadinya. Hal ini dinamai abses paru primer kriptogen.
V. Etiologi
Bakteri anaerob merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan abses paru. Dan terkadang diikuti juga bakteri aerob atau bakteri fakultatif seperti Staphylococus aureus, Klebsiella pneumonia, Nocardia sp dan kuman gram negative yang sifatnya nonbacterial seperti fungi dan parasit, dapat juga menyebabkan abses. Pada pasien yang
immunocompromised , bakteri aerob dan patogen oportunistik juga mempengaruhi seperti
P. carinii dan jamur termasuk Cryptococcus neoforman dan mycobacterium tuberculosis Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu :
• Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
o Bacteriodes melaninogenus o Peptostreptococcus spesies o Bacillus intermedius o Fusobacterium nucleatum o Microaerrophilic streptococcus
Bakteri anaerob meliputi 89% penyebab abses paru dan 85% -100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakeal.
• Kelompok bakteri aerob:
Staphylococcus aureus
Streptococcus microaerophilic Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumonia
o Gram negative : biasanya merupakan sebab nosokomial Klebsiella pneumonia Pseudomonas aeruginosa Escherichia coli Haemophilus Influenza Actinomyces Species Nocardia Species Gram negative bacilli Kelompok :
• Jamur : mucoraceae, aspergillus species • Parasit, amuba
• mikobacterium
Secara makroskopis mula-mula abses itu tampak sebagai fokus hiperemik berwarna merah kuning padat.Kemudian terjadi nekrosis sentral dan terbentuk nanah. Rongga yang terbentuk mula-mula dindingnya tidak teratur, lama kelamaan berbatas lebih tegas karena fibrosis. Ukuran dapat kecil atau besar sampai bergaris tengah 5-6 cm. Bila abses berhubungan dengan bronchus, nanah sebagian dapat keluar, sehingga rongga abses mengandung udara di atas cairan nanah (adanya “fluid level”).
Secara mikroskopik terdapat destruksi jaringan paru-paru disertai pembentukan nanah pada bagian tengah rongga abses. Alveolus sekitar abses sering menunjukkan reaksi radang seperti pada pneumonia. Padakasus yang menahun, dinding abses akan mengalami fibrosis sehingga batasnya lebih jelas.
VII. Karakteristik Klinis
Onset penyakitnya bisa berjalan lambat atau mendadak / akut. Disebut abses akut bila terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan,penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitern bisa disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4 C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberpa hari dahak bisa menjadipurulen dan bisa mengandung darah.
Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberpa jam sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami ganggren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan cirri diatas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri
dada menunjukkan keterlibatan pleura. Batuk darah akut bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang massif.
Pada beberpa kasus penyakit yang berjalan sangat akut dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apical lous atas. Seringkali ditemukan adanya factor predisposisi disebabkan oleh septic emboli paru dengan infark, abses sudah bisa timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.
Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40 C, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan local, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronchial. Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadang-kadang terdengar suara amforik. Suara napas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dank arena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronkhi.
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks (empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal pada temapt lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/ pekak, bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi. Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.
VIII. Patofisiologi
Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme pathogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses bronkogenik yang termasuk akibat
aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronchial. Keadaan ini yang menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organism virulen yang akan menyebabkan terjainya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada pasien bronchitis kronik karena media yang sangat baik bagi organism yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bias merupakan dasar untuk terjadinya abses paru.
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septicemia atau sebagai fenomena septic emboli, sekunder dari fokusinfeksi dari bagian lain tubuhnya seperti tricuspidvalve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multiple dan keil-kecil adalah lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai dengan cm atau lebih.
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang seblumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan gangguan imunitas.
Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organism penyebabnya paling sering ialah Staphylococus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadinya biasanya multiple dan berukuran kecil-kecil (<2 cm).
Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru. Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media kultur untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi olleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.
Abses hepar bacterial atau amubik bias mengalami rupture dan menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura.
Abses paru biasanya satu (single), tapi bisa multiple yang biasanya unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang jelek atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apical lobus bawah, dan sering terjai pada paru kana, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.
Abses bisa mengalami rupture ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang- kadang abses rupture ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang bisa diikuti dengan terjadinya fistula bronkopleura.
Skema Patofisiologi Abses Paru
Kepaniteraan Klinik Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode : 3 September 2012 – 6 Oktober 2012
Aspirasi berulang, MO terjebak di sal. Nafas bawah, proses lanjut pneumonia inhalasi
bakteri Faktor predisposisiFaFFFaa
Bakteri mengadakan multiplikasi dan
menyerang bakteri lain
Proses peradangan Ujung saraf paru Dilepaskannya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan Pana s Gangguan rasa nyaman : hipertermi Dikelilingi jaringan granulasi Proses nekrosis
Produksi sputum yang berlebih Difusi ventilasi terganggu Kadar O2 turun Kelemah an fisik Refleks batuk Gangguan rasa nyaman: nyeri Faktor predisposisi Aspirasi berulang, MOterjebak disal nafas
bawah.proses lanjut pneumonia inhalasi bakteri
IX. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium IX. Pemeriksaan Penunjang
Gangguan rasa nyaman:
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaann darah Rutin
Ditemukan leukositosis meningkat lebih dari 12.000/mm. Selain itu 90 % kasus bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm. laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm/ jam. Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shift to the left.
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotic secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotic merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
Pemeriksaan Radiologi Foto dada
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses pau. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya berupa gambaran densitas homogen yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila abses tersebut mengalami rupture sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna ke dalam bronkus, maka baru akan tampak kavitas ireguler dengan batas cairan dan permukaan udara (air fluid level) di dalamnya. Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada abses paru anaerobic kavitas single (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi paru primer,sedangkan abses paru sekunder (aerobic, noskomial atau hematogen) lesinya bisa multiple. Sepertiga kasus abses paru bisa disertai dengan empiema. Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula brokopleura akan sulit dibedakan dengan gambaran abses paru. Untuk suatu gambaran abses paru simple, noduler dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan sebabnya adalah suatu keganasan paru.
CT-scan
Gambaran khas CT scan abses paru ialah berupa lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebalm tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak bertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkus yang berada dalam abses dapat dilihat dengan CT scan. Juga sisa –sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokasi abses paru umumnya 75 % berada di lobus bawah paru kanan bawah.
X. Diagnosis
Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan fisik saja.Dignosa harus ditegakkan berdasarkan:
1.Riwaya penyakit sebelumnya
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, sesak napas, penurunan berat badan, panas, badan yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsy. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman di paru akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru, seperti tanda-tanda proses konsolidasi diantaranya. :
a. Redup pada perkusi
b. Suara nafas yang meningkat c. Sering dijumpai adanya jarih tabuh d. Takikardi
e. Febris
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah dapat mengarah pada organism penyebab infeksi. Jika TB dicurigai, tes BTA dan mikobakterium dapat dilakukan. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis. Laju endap darah meningkat, hitung jenis sel darah putih didapat pergeseran ke kiri
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi di sekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi. Abses paru sebagai akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus superior atau segmen superior lobus inferior. Ketebalan dinding abses paru-paru berlangsung dari tebal ke tipus dan dari dinyatakan sakit hingga tampakgambaran yang membaik di sekitar infeksi paru. Besarnya tingkat udara abses cairan dalam paru-paru sering sama dalam pandangan posterioanterior atau lateral. Abses dapat memanjang ke permukaan pleura.
5. Bronkoskopi
Bronkoskopi dengan biopsy sikat yang terlindung dan bilasan bronkus merupakan cara diagnostic yan paling baik dengan akurasi diagnostic bakteriologi melebihi 80 %.
Cara ini hendaknya dimulai pengobatan karena banyaknya kuman yang terlibat dan sulit diprediksi secara klinis.
6. Aspirasi jarum perkutan
Cara ini mempunyai akurasi tinggi untuk diagnosis bakteriologis, dengan spefisitas melebihi aspirasi transtrakeal.
XI. Diagnosis Banding
1. Karsinoma bronkogenik yang mengalami kavitas, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi / patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur. Gejala klinisnya hamper sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar buka tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
4. Kista paru yang terinfeksi, dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya. 5. Hematom paru, kemungkinan ada riwayat trauma dimana batuknya hanya sedikit. 6. Penumokoniosis yang mengalami kavitas seperti pekerjaan penderita jelas di
daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita
7. Hiatus hernia, tidak ada gejala paru diserta nyeri restrostrenal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan foto barium
8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang dengan diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograde.
XII. Terapi
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien dirawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada di atas supaya gravitasi drainase yang lebih bubuh pasien/ keaik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh pasien/ kepala berada di bagian terbawah (posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi
Medikamentosa
Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan antibiotic yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel dahak dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan kasus abses paru yang disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti sehingga pengobatan diberikan secara empiric. Kebanyakan paien mengalami perbaikan hanya dengan antibiotik dan
postural drainage , sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan operatif.
Antibiotik yang paling baik adalah klindamisin oleh karena mempunyai spektrum yang lebih baik daripada bakteri anaerob. Klindamisi diberikan mula-mula dengan dosis 3 x600 mg intravenous, kemudian 4 x 300 mg oral/ hari. Regimen alternative adalah
penisilin G 2-10 juta unit/ hari, ada yang memberikan samapi dengan 25 juta unit atau lebih/ hari dikombinasikan dengan streptomisi, kemudian dilanjutkan dengan penisilin oral 4 x 500-750 mg/ hari. Antibiotik parenteral diganti ke oral bila pasien tidak panas lagi dan merasa sudah baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta unit/hari dan metronidazol 2 gram/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri anaerob) yang diberikan selama 10 hari dikatakan sama efektifnya dengan klindamisin, walaupun begitu harus diingat bahwa beberapa bakteri anaerob seperti Prevotella dan Fusibacterium karena memproduksi beta laktamase, resisten terhadap penisilin. Kombinasi β laktam dan β-laktamasem inhibitor seperti tikarsilin klavulanat, amoksisilin + asamklavulanat atau piperasilin + tazobaktam juga aktif terhadap kebanyakan bakteri anaerob dan pada kebanyakan pada strain basil gram negative. Kombinasi ini biasanya digunakan pada pasien dengan sakit yang serius dan pasien abses paru nosokomial. Dosis pengobatan tunggal metronidazol diberikan dengan dosis 15 mg.kg BB intravenous dalam waktu lebih dari 1 jam, kemudian diikuti 6 jam kemudian dengan infuse 7,6 mg/kgBB 3-4 x/hari, tetapi pengobatan tunggal dengan metronidazol ini tidak dianjurkan karena beberapa anaerobic coccid dan kebanyakan microaerophilic streptococci sudah resisten. Pengobatan terhadap penyebab patogen aerobuk kebanyakan dipakai klindamisin + penisilin atau klindamisin +sefalosporin. Cefoksitin 3-4 x 2gram.hari intravena yang merupakan generasi kedua sefalosporin, aktif terhadap bakteri gram positif, gram negative resisten penisilinase danbakteri anaerob, diberikan bila abses paru tersebut diduga disebabkan oleh infeksi polimikrobial.
Bronkoskopi
Bronkoskopi juga mempunyai peranan penting dalam penangan abses paru seperti pada kasus yang dicurigai karsinoma bronkus atau lesi obstruksi, pengeluaran benda asing dan untuk melebarkan striktur. Di samping itu dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses yang tidak mengalami drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotic melewati bronkus langsung ke lokasi abses.
Drainase
Drainase dengan tindakan operasi jarang diperlukan karena lesi biasanya respon dengan antibiotic. Bila tidak respons, apalagi, bila kavitasnya besar maka harus dilakukan drainase perkutan untuk mencegah kontaminasi pada rongga pleura. Selain itu juga dapat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka dapat dilakukan dengan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah kebocoran isi abses ke dalam rongga pleura.
Tindakan operasi dilakukan pada kurang dari 10-20% kasus. Indikasi operasi adalah sebagai berikut:
- Abses paru yang tidak mengalami perbaikan
- Komplikasi : empiema, hemoptisis massif, fistula bronkopleura - Pengobatan penyakit yang mendasari : karsinoma obstruksi
Reseksi Paru
Abses paru yang berkembang cepat antara lain yang terjadi pada pasien immunocompromised dengan etiologi seperti mucoraceae membutuhkan reseksi paru dengan segera disamping pemberian antibiotic. Reseksi paru diindikan pada abses paru yang responnya minimal dengan antibiotic, abses paru dengan ukuran yang besar dan infark paru.
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil.
Pneumoektomi
Diperlukan terhadap abses multiple atau gangrene paru yang refrakter terhadap penangan dengan obat-obatan. Angka mortalitas setelah pneumoektomi mencapai 5-10%.
XIII. Komplikasi
Komplikasi local meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami rupture ke segmen lain dengan kecenderungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedang yang rupture ke rongga pleura menjai piotoras (empiema). Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis massif, rupture pleura visceralis sehingga terjadinya piopneumotoraks dan fistula bronkopleura.
Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan selama 6 minggu, akan menyebabkna kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal, dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kakeksia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.
XIV. Pencegahan
Perhatian khusus ditujukan kepada kebersihan mulut. Kebersihan mulut yang jelek dan penyakit-penyakit periondontal bisa menyebabkan kolonisasi bakteri patogen orofaring yang akan menyebabkan infeksi saluran napas sampai dengan abses paru. Setiap infeksi paru akut harus segera diobati sebaik mungkin terutama bila sebelumnya
diduga ada factor yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti pasien manula yang dirawat di rumah, batuk yang disertai muntah, adanya benda asing, kesadaran yang menurun dan pasien yang memakai ventilasi mekanik. Mengjindari pemakain anestesi umum dan tonsilektomi, pencabutan abses gigi dan operasi sinus para nasal akan menurunkan insiden abses paru.
XV. Prognosis
Prognosis abses paru simple tergantung dari keadaan umum pasien, letak abses serta luasnya kerusakan paru yang terjadi, dan respon pengobatan yang kita berikan.
Angka mortalitasnya pasien abses paru anaerob pada era antibiotic kurang dari 10% dan kira-kira 10-15% memerlukan operasi. Di zaman era antibiotik sekarang angka penyembuhan mencapai 90-95 %. Bila pengobatan diberikan dalam jangka waktu cukup lama angka kekambuhannya rendah.
Faktor- faktor yang membuat prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar yang berat, status immunocompromised, umur yang tua, empiema, nekrosis paru yang progresif, lesi obsruktif, abses yang disebabkan bakteri aerobic (termasuk Staphylococcus dan basil gram negative), dan abses paru yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. Angka mortalitas pada pasien-pasien yang ini bisa mencapai 75 % dan bila sembuh maka angka kekambuhannya tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru dapat dipengaruhi factor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsy), oral hygiene yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau,disertai malaise, nafsu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis. Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.
Lebih dari 90% dari abses paru sembuh dengan manajemen medis, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronchial sekunder untuk karsinoma. Pada penderita dengan beberapa factor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu factor predisposisi. Organisaerobik sering merupakan penyebab yang didapat di rumah sakit dan miliki prognosis yang buruk.
LAMPIRAN
Gambar 2 Anatomi Paru
Gambar 3. Abses Paru
Gambar 4. Photomicrograph of a liver demonstrating lung abcess
Foto Radiologi
Gambar . 5 Komplikasi Pneumonia pneumococcus oleh nekrosis paru dan pembentukan abses
Gambar.6 Foto rontgen dada lateral menunjukkan tingkat air fluid level abses paru
Gambar.7 Abses paru pada lobus kiri bawah, segmen superior
DAFTAR PUSTAKA
• Ekayuda I, editor. Radiologi diagnostik. Edisi kedua. Jakarta : FKUI, 2009
• Fauci, Braunwald,editor. Harrison’s Principle Internal Medicine. Edisi XVII vol 2. McGraw Hill: 2011
• Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk, editor. Ilmu penyakit dalam. Jilid 1 edisi IV. Jakarta : FKUI, 2007
• Patel, Pradip R. Safitri Amalia, editor. Lecture Notes : Radiologi. Edisi kedua . Jakarta : Erlangga,2007
• http://emedicine.medscape.com