• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pertanahan Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pertanahan Studi Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA DI BIDANG PERTANAHAN STUDI KASUS

DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

ASWIN TAMPUBOLON 087005001/HK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN

S

D

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk iora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Oleh

ASWIN TAMPUBOLON

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVE

TARA

ENGKETA DI BIDANG PERTANAHAN STUDI KASUS

I KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

Memperoleh Gelar Magister Human

Universitas Sumatera Utara

087005001/HK

FAKULTAS HUKUM

RSITAS SUMATERA U

(3)

Judul Tesis : MEDIASI SEB AIAN

Nama Mahasiswa :

Menyetujui

Kom ing

(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

AGAI ALTERNATIF PENYELES

SENGKETA DI BIDANG PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

Aswin Tampubolon Nomor Pokok : 087005001

Program Studi : Ilmu Hukum

isi Pembimb

) Ketua

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum) (Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum)

Ketua Program Studi D e k a n

tion, SH, MH

Anggota Anggota

(Prof. Dr. Bismar Nasu ) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

2010

ANITIA PENGUJI TESIS

etua : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

, M.Hum

S, CN Tanggal 08 Maret

P

K

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

3. Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH, M

(5)

Pilihan penyelesaian sen ngan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengad

gketa melalui cara perundi

ilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/ tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan. Masalah utama dalam penelitian ini adalah: bagaimana penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, bagaimana keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, dan bagaimana kendala yang dihadapi dalam penyelesaian mediasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

researc

DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta

h) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di

dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

judicial process). Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan

menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Pedoman Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 05/JUKNIS/

pada tanggal 31 Mei 2007, telah menjadi Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. kebijakan mediasi dapat digunakan untuk mengikat dan secara langsung menjadi dasar pelaksanaan (dasar hukum Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata). Manfaat dan karakteristik melalui penyelesaian sengketa non litigasi, antara lain: Mengurangi kemacetan ntuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion) di lembaga peradilan. Melibatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) untuk memberdayakan pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya. Memperlancar akses masyarakat memperoleh keadilan (acces to justice). Memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan saling menguntungkan (win-win solution). Penyelesaian perkara lebih cepat dan biaya murah. Bersifat tertutup dan rahasia (confidential). Lebih tinggi kemungkinan dilaksanakannya kesepakatan bersama sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa di masa depan masih dimungkinkan terjalin dengan baik. Mengurangi merebaknya “permainan kotor” dalam lembaga peradilan. Mampu memenuhi segitiga kepuasan (triangle satisfaction) yaitu substansi, prosedural dan kepuasan psikologis.

(6)

ABSTRACT

The disputed of mediation to setteled the case of land as an options, has its dvantages if been compared throughout the court has not so attractive in terms of time, c

ch that was analitical law whether law as it wr

tation Mechanism issued in Jaka

ey words : Mediation, Alternative dispute resolution in the field of Land. a

ost and mind or energy. Inspite it, lacking of trust to the independence of judiciary and administrative of law, placed the court of law was the last options to setteled the resolution of conflict. Equal position and efforts has been flashed by the mediation by the parties to contemp the result of negotiation without any forced and pressured. The main problems in these research was : how does the application by using the mediation process to dispute the land conflict ( study case at The Land Office of Deli Serdang); Howcome the succesfull of mediation to setteled up the land disputes ( study case at The Land Office of Deli Serdang); What was the obstacles encountered in the completion od mediation.

Juridicial Normative has been used as a method in this research. Normative method evaluation known as doctrinal resear

itten in the book, or the law is decided by the judge through judicial process. Research of normative laws based on secondary data and emphasizes the steps of speculative-theoritical and analysis normative-qualitative.

The Technical Guidelines of National Land Agency of Republic of Indonesia Number : 05/JUKNIS/DV/2007 about Mediation Implemen

rta on May 31, 2007, has been the Mechanism Implementation of Mediation. Decison of mediation could be used as a binding dan directly implementation ( legal basic of Article 1338 and Article 1320 Civil of Law). The benefits and characteristic through the non-letigation dispute resolution, among others : reduced the traffic congestion to reduce the court congestion in the judiciary enforced. Involved the in involvement of community (decentralization law) to empower the dispute of parties in the case conflict. Public facilities acces to justice (acces to justice). Provide the opportunities achievment of dispute resolution that produces mutual deision (win-win solution). Cheaper of coast and faster to settled the dispute. Closed and secret (confidential). Higher possibility to execution of an agreement with the relationship of parties in the future established still godd and well done. Reducing the sperading of “fouls play” in the judiciary . Able to filled the satisfaction triangle (triangle satisfaction) of the substance, procedural and psyhological satisfaction.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat da

ulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar

Magister

esis ini adalah: “ MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF

PENYEL

semua pi

n kasih karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan

tepat pada waktunya.

Tesis ini dit

Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul T

ESAIAN SENGKETA DI BIDANG PERTANAHAN STUDI KASUS

DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG”. Di dalam

menyelesaikan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa

pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang

terhormat para pembimbing : Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, Prof. Dr. Syafruddin

Kalo, SH, M.Hum, Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum. Dimana di tengah-tengah

kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,

petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

(8)

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis

DTM&H, SpA(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, atas kesempatan

menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. H. Bismar Nasution, S.H., M.H., sebagai Ketua Program studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. M. Yamin Lubis, SH, MS, CN, sebagai Penguji penulis, yang telah

meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,

bimbingan, saran kepada penulis.

5. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., sebagai Penguji yang telah

meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan,

bimbingan, saran kepada penulis.

6. Bapak/Ibu Guru Besar dan Staff Pengajar Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang mendidik dengan penuh

rasa kasih sayang dan senantiasa memberi semangat dan dorongan kepada

penulis dalam menyelesaikan penulisan Tesis ini.

7. Staff Administrasi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Juli, Fitri, Fika, Bu Ganti, Bu Niar, Udin, Herman, Hendra

(9)

8. Bapak Alexander Ketaren, SH dan Abangda Benny Dinata yang selalu

mengarahkan dan membantu penulis baik moriil maupun materiil selama

mengikuti Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

9. Kepada Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

10.Teristimewa dan terima kasih saya kepada Alm. Bapak dan Ibunda Tercinta,

Mertua serta Istri Tercinta dan Anak-anakku Tersayang Novanto, Anggita dan

Regina yang selalu mendukung setiap langkah penulis dalam pendidikan

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat dan

menyampaikan permintaan yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat

kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang bertujuan

serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan Tesis ini.

Medan, Maret 2010

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Aswin Tampubolon

Tempat/Tanggal Lahir : Siborongborong, 07 Nopember 1969

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Badan Pertanahan Nasional

Alamat : Jl. Menteng VII Gg Sitinjo No.31 A Medan

Pendidikan : SD Negeri Siborongborong Tamat Tahun 1982

SMP Negeri 1 Siborongborong Tamat Tahun 1985

SMA Negeri 1 Siborongborong Tamat Tahun 1988

Akademi Pertanahan Nasional Tamat Tahun 1991

Strata Satu (S1) Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 1997

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….……… i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 14

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II : PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG ………. 26

A. Pengaturan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Dalam Hukum Nasional…….…………. 26

(12)

BAB III : KEBERHASILAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR

PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG…...……….. 60

A. Perkembangan Kelembagaan Penyelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesia... 60

B. Keberhasilan Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Pertanahan (Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang) ...……….. 75

BAB IV : KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENYELESAIAN MEDIASI ...………...……… 80

A. Karakteristik Resolusi Konflik Non-Litigasi... 80

B. Kendala Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Mediasi…....… 90

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN…..……….. 95

A. Kesimpulan…...………... 95

B. Saran………...……….. 98

(13)

Pilihan penyelesaian sen ngan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengad

gketa melalui cara perundi

ilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/ tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan. Masalah utama dalam penelitian ini adalah: bagaimana penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, bagaimana keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, dan bagaimana kendala yang dihadapi dalam penyelesaian mediasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

researc

DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta

h) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di

dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

judicial process). Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan

menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Pedoman Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 05/JUKNIS/

pada tanggal 31 Mei 2007, telah menjadi Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. kebijakan mediasi dapat digunakan untuk mengikat dan secara langsung menjadi dasar pelaksanaan (dasar hukum Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata). Manfaat dan karakteristik melalui penyelesaian sengketa non litigasi, antara lain: Mengurangi kemacetan ntuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion) di lembaga peradilan. Melibatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) untuk memberdayakan pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya. Memperlancar akses masyarakat memperoleh keadilan (acces to justice). Memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan saling menguntungkan (win-win solution). Penyelesaian perkara lebih cepat dan biaya murah. Bersifat tertutup dan rahasia (confidential). Lebih tinggi kemungkinan dilaksanakannya kesepakatan bersama sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa di masa depan masih dimungkinkan terjalin dengan baik. Mengurangi merebaknya “permainan kotor” dalam lembaga peradilan. Mampu memenuhi segitiga kepuasan (triangle satisfaction) yaitu substansi, prosedural dan kepuasan psikologis.

(14)

ABSTRACT

The disputed of mediation to setteled the case of land as an options, has its dvantages if been compared throughout the court has not so attractive in terms of time, c

ch that was analitical law whether law as it wr

tation Mechanism issued in Jaka

ey words : Mediation, Alternative dispute resolution in the field of Land. a

ost and mind or energy. Inspite it, lacking of trust to the independence of judiciary and administrative of law, placed the court of law was the last options to setteled the resolution of conflict. Equal position and efforts has been flashed by the mediation by the parties to contemp the result of negotiation without any forced and pressured. The main problems in these research was : how does the application by using the mediation process to dispute the land conflict ( study case at The Land Office of Deli Serdang); Howcome the succesfull of mediation to setteled up the land disputes ( study case at The Land Office of Deli Serdang); What was the obstacles encountered in the completion od mediation.

Juridicial Normative has been used as a method in this research. Normative method evaluation known as doctrinal resear

itten in the book, or the law is decided by the judge through judicial process. Research of normative laws based on secondary data and emphasizes the steps of speculative-theoritical and analysis normative-qualitative.

The Technical Guidelines of National Land Agency of Republic of Indonesia Number : 05/JUKNIS/DV/2007 about Mediation Implemen

rta on May 31, 2007, has been the Mechanism Implementation of Mediation. Decison of mediation could be used as a binding dan directly implementation ( legal basic of Article 1338 and Article 1320 Civil of Law). The benefits and characteristic through the non-letigation dispute resolution, among others : reduced the traffic congestion to reduce the court congestion in the judiciary enforced. Involved the in involvement of community (decentralization law) to empower the dispute of parties in the case conflict. Public facilities acces to justice (acces to justice). Provide the opportunities achievment of dispute resolution that produces mutual deision (win-win solution). Cheaper of coast and faster to settled the dispute. Closed and secret (confidential). Higher possibility to execution of an agreement with the relationship of parties in the future established still godd and well done. Reducing the sperading of “fouls play” in the judiciary . Able to filled the satisfaction triangle (triangle satisfaction) of the substance, procedural and psyhological satisfaction.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus-kasus yang menyangkut sengketa di bidang pertanahan dapat

dikatakan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan untuk

meningkat di dalam kompleksitas permasalahannya maupun kuantitasnya

seiring dinamika di bidang ekonomi, sosial, dan politik.

Mengingat permasalahan pertanahan yang muncul dewasa ini dimana

secara kwalitas maupun kwantitas semakin meningkat memerlukan penanganan

yang sistematis. Berbagai upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui

proses litigasi (peradilan) yang ada dianggap belum mampu menyelesaikan

sengketa yang ada, sehingga berbagai upaya alternatif penyelesaian sengketa

pertanahan seperti mediasi, fasilitasi dan lainnya kemudian mengemuka dengan

sasaran untuk meminimalisir sengketa pertanahan yang sarat dengan

kepentingan, baik untuk kepentingan pembangunan maupun masyarakat

sendiri.

Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik

maupun sengketa. Konflik, menurut definisi Coser adalah sebagai berikut:

(16)

competition for status, power, or scarce resources”.1 Jika konflik itu telah

nyata (manifest), maka hal itu disebut sengketa.2

Untuk mengantisipasi konflik pertanahan yang berkembang, kualitas

maupun kwantitas yang sudah tidak relevan dengan ketentuan

Perundang-undangan yang diperlukan adanya kebijakan undang-undang baru yang

mengatur tentang konflik pertanahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan

ilmu pengetahuan di bidang penologi dan viktimologi yang dapat memberikan

perlindungan hukum sesuai dengan rasa keadilan hukum masyarakat3

Secara sepesifik dan praktis untuk menyelesaikan konflik pertanahan

dan menghindari pandangan aparat penegak hukum yang terlalu berpegang

pada dalil dan konsep hukum secara positivistis dan legalistis serta kurang

memperhatikan dan mengembangkan hukum yang hidup dalam masyarakat

(living law), perlu dikembangkan peradilan model inter-face sebagai

konsekwensi karakter konflik pertanahan yaitu suatu model peradilan yang

memadukan pertimbangan ilmu pengetahuan sosial terhadap fakta yang

mengandung nilai norma dan pertimbangan yuridis formal dari suatu peraturan

perundang-undangan yang secara sosiologis kurang mengikuti perubahan sosial

1

Moore, Konflik dan sengketa tanah di Indonesia, 1996, http://www. iains.com/detail-artikel.php, , hal 16 diakses tanggal 11 Juli 2009

2

Moore, Ibid., hal. 17.

3

(17)

serta pengembangan makna perbuatan melawan hukum materil (materiele

wederrechtlijkheid)4

Tipologi kasus-kasus di bidang pertanahan secara garis besar dapat

dipilah menjadi lima kelompok, yakni:5

1. Kasus-kasus berkenaan dengan penggarapan rakyat atas tanah-tanah

perkebunan, kehutanan, dan lain-lain;

2. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan landreform;

3. Kasus-kasus berkenaan dengan ekses-ekses penyediaan tanah untuk

pembangunan;

4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah;

5. Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat.

Tipologi sengketa pertanahan yang ditangani oleh Badan Pertanahan

Nasional (BPN) dapat dikelompokkan menjadi 8 (delapan) terdiri dari masalah

yang berkaitan dengan :

1. Penguasaan dan pemilikan tanah,

2. Penetapan hak dan pendaftaran tanah,

3. Batas atau letak bidang tanah,

4. Pengadaan tanah,

5. Tanah obyek landreform,

6. Tuntutan ganti rugi tanah partikelir,

7. Tanah Ulayat,

4

H. Hambali Thalib, Prof, Dr, SH, M.H, ibid, hal 190

5

(18)

8. Pelaksanaan Putusan Pengadilan,6.

Berbagai sengketa pertanahan itu telah mendatangkan berbagai dampak

baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara ekonomis, sengketa itu

telah memaksa pihak yang terlibat untuk mengeluarkan biaya. Semakin lama

proses penyelesaian sengketa itu, maka semakin besar biaya yang harus

dikeluarkan. Dalam hal ini dampak lanjutan yang potensial terjadi adalah

penurunan produktivitas kerja atau usaha karena selama sengketa berlangsung,

pihak-pihak yang terlibat harus mencurahkan tenaga dan pikirannya, serta

meluangkan waktu secara khusus terhadap sengketa sehingga mengurangi

curahan hal yang sama terhadap kerja atau usahanya.

Dampak sosial dari konflik adalah terjadinya kerenggangan sosial di

antara warga masyarakat, termasuk hambatan bagi terciptanya kerja sama di

antara mereka. Dalam hal terjadi konflik antar instansi pemerintah, hal itu akan

menghambat terjadinya koordinasi kinerja publik yang baik. Dapat juga terjadi

penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkenaan

pelaksanaan tata ruang. Di samping itu, selama konflik berlangsung, ruang atas

suatu wilayah dan atas tanah yang menjadi objek konflik biasanya berada

dalam keadaan status quo sehingga ruang atas tanah yang bersangkutan tidak

dimanfaatkan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas sumber daya

lingkungan yang dapat merugikan kepentingan banyak pihak.

6

(19)

Penyelesaian terhadap kasus-kasus terkait sengketa perdata, pada

umumnya ditempuh melalui jalur pengadilan dengan dampak sebagaimana

diuraikan di atas. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan

landreform menunjukkan perlunya peningkatan penegakkan hukum di bidang

landreform sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang melandasinya.

Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini

mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka

pengadilan yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/

tenaga. Di samping itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga

peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan

merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa.

Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan kedudukan

dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan

bersama tanpa tekanan dan paksaan.

Menurut data dari BPN RI bahwa Operasi Tuntas Sengketa Tahap I s/d III

tahun 2009 yang ditugaskan kepada Kanwil BPN Provinsi Sumatera Utara sebanyak

90 sengketa terdiri dari tahap I sejumlah 30 sengketa, tahap II sejumlah 30 sengketa

dan tahap III sejumlah 30 sengketa.7 Dan berdasarkan analisis peta sebaran masalah

7

(20)

ada sepuluh Provinsi yang berperingkat terbanyak dalam segi jumlah permasalahan,

dan Sumatera Utara menduduki posisi ke empat dengan jumlah sengketa 11,68 %.8

Sebagai contoh, jumlah kasus sengketa tanah yang ada di Wilayah Provinsi

Sumatera Utara dalam 5 (lima) tahun terakhir dengan rincian sebagai berikut:

1. Tahun 2004 jumlah sengketa 99 Kasus, konflik 59 kasus dan perkara 240

kasus

2. Tahun 2005 jumlah sengketa 166 Kasus, konflik 64 kasus dan perkara 297

kasus

3. Tahun 2006 jumlah sengketa 169 Kasus, konflik 179 kasus dan perkara 421

kasus

4. Tahun 2007 jumlah sengketa 165 Kasus, konflik 279 kasus dan perkara 328

kasus

5. Tahun 2008 jumlah sengketa 132 Kasus, konflik 208 kasus dan perkara 292

kasus9

Sedangkan jumlah kasus sengketa di BPN Deli Serdang tahun 2004 sejumlah

15 sengketa dan 15 konflik. Pada tahun 2005 sejumlah 30 sengketa dan 17 konflik.

Pada tahun 2006 sejumlah 30 sengketa dan 14 konflik. Pada tahun 2007 sejumlah 57

sengketa dan 66 konflik serta pada tahun 2008 sejumlah 9 sengketa dan 20 konflik.10

8

Keputusan Kepala BPN RI Nomor: 11 tahun 2009 tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI menangani dan menyelesaikan sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan tahun 2009.hal 7

9

Profil Kantor BPN Provinsi Sumatera Utara 2009

(21)

Dari berbagai sengketa yang berkaitan dengan masalah pertanahan yang

terjadi di Sumatera Utara, pada dasarnya dapat dilihat adanya sengketa yang timbul di

antara warga masyarakat, sengketa antara warga masyarakat dengan perusahaan

perkebunan, dan sengketa antara warga masyarakat dengan instansi ataupun lembaga

pemerintah.

Sengketa-sengketa pertanahan di daerah ini sebenarnya timbul bukan saja

karena dampak proses reformasi yang sedang berjalan, tetapi beberapa sengketa

sudah terjadi, dan benih-benih persengketaan itu memang sudah ada jauh sebelum era

reformasi dimulai. Kalau pada saat rezim Orde Baru berkuasa masyarakat diliputi

rasa takut untuk menanyakan, menuntut, ataupun menggugat pihak yang sedang

berkuasa, tidak demikian halnya pada masa ini.

Dilaksanakannya proses reformasi di segala bidang, mempunyai dampak

positif bagi warga masyarakat, terutama dalam hal kebebasan berfikir secara kritis

dan mengeluarkan pendapatnya, serta keberanian menuntut dan menggugat kepada

pihak penguasa untuk mempertahankan ataupun mengembalikan hak-hak yang

dipunyainya. Keadaan ini tercermin dari banyaknya kasus pertanahan yang muncul ke

permukaan, yang dilaporkan kepada pihak penguasa, baik pemerintah daerah maupun

BPN. Untuk mengatasi dan menyelesaikan kasus-kasus pertanahan ini di Sumatera

Utara telah lahir lembaga/organisasi yang menamakan dirinya Gerakan Rakyat

Reformasi Agraria (GERAG). Dalam kegiatannya organisasi ini mewakili kelompok

masyarakat untuk menuntut dan mendesak kepada pihak penguasa untuk dapat segera

(22)

penyelesaiannya.11 dengan cara mengirimkan surat yang ditujukan kepada Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang isinya mengusulkan keikutsertaan

perwakilan masyarakat sebagai anggota tim penyelesaian masalah tanah di Sumatera

Utara pada tanggal 26 September 1988.

Hasilnya adalah, pada tanggal 17 Desember 1998 Gubernur Kepala Provinsi

Sumatera Utara dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara

No.593.05/2814/K Tahun 1998 membentuk Tim Terpadu Penelitian dan Pemecahan

Masalah Tanah Garapan Penduduk di Areal HGU PTPN II dan Perkebunan Swasta di

Propinsi Sumatera Utara. Surat Keputusan ini merupakan penyempurnaan Surat

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 593.05/1392/K

Tahun 1998 tanggal 15 Agustus 1998 tentang Tim Penertiban Permasalahan Tanah

Garapan Penduduk di areal HGU PTPN II dan lainnya di Provinsi Sumatera Utara.

Dalam Tesis ini ada beberapa kasus tanah di Provinsi Sumatera Utara yang dapat

diselesaikan melalui jalan Mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Deli Serdang, antara lain:

Misalnya, sengketa tanah bekas Hak Milik No. 609/ Bakaran Batu, yang

merupakan perubahan dari Sertifikat Hak Milik No. 1/ Desa Bakaran Batu, terdaftar

atas nama Sabam Siahaan, seluas 16.599 m2, antara ahli waris Alm. Sabar Siahaan

dengan Erick Raharjo/ Bun Yu telah tercapai penyelesaian dengan membagi tanah

dimaksud, masing-masing ¼ bagian dari luas tanah (seluas 5.194 m2) menjadi milik

11

(23)

ahli waris Alm. Sabar Siahaan dan ¾ bagian dari luas tanah (seluas 11.405 m2)

menjadi milik Erick Raharjo/ Bun Yu.

Sengketa tanah Hak Milik Nomor 1278/ Desa Sigara-gara, terdaftar atas

nama Robert Marpaung, seluas 18.005 m2, yang terletak di Desa Sigara-gara,

Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, antara Sdr. Jansen Tarigan dengan

Abdul Hariel Nasution dan Sengketa tanah Hak Milik Nomor 1892/ Mulia Rejo,

terdaftar An. Keuskupan Agung Medan dengan Nomor 1893/ Mulia Rejo, terdaftar

An. Dokter Kianto Nazar dan Sumady Yusuf, terletak di Jalan Binjai Km. 11, Desa

Mulia Rejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, antara Sdr. Leedert

Joseph Lopulisa dengan Sdri. Lisa Imelda Lopulisa dan pemegang hak tersebut di

atas, dimana atas sengketa tersebut telah tercapai kesepakatan bersama antara para

pihak yang bersengketa.12

Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan/ litigasi, di dalam sistem

hukum nasional dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan/ non

litigasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Salah satu alternatif

penyelesaian sengketa diselesaikan melalui proses mediasi yang merupakan proses

penyelesaian berdasarkan prinsip win-win solution yang diharapkan penyelesaiannya

secara memuaskan dan diterima semua pihak.

12

(24)

Salah satu fungsi Deputi Bidang Pengkajian dan Penyelesaian Sengketa dan

konflik pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 345 Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 adalah

pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan melalui

bentuk mediasi, fasilitasi, dan lainnya.

Pengaturan mengenai mediasi secara tertulis di Indonesia, awalnya terdapat

di dalam hukum acara perdata yaitu HIR Pasal 130 dan Rbg 154 telah mengatur

tentang lembaga perdamain, di mana Hakim yang mengadili wajib terlebih dahulu

mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa secara

adjudikasi. Namun dalam pelaksanaannya kurang berhasil. Untuk memberdayakan

pasal tersebut, maka dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1

Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dalam Pasal 130 HIR dan

Pasal 154 Rbg. Untuk melengkapinya, dikeluarkan pula Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, karena memang

lembaga mediasi bukanlah lembaga litigasi melainkan berada di luar pengadilan.

Seperti diumpamakan oleh Lawrence M. Friedman, bahwa pengadilan formal

bagaikan restoran mewah di tengah-tengah masyarakat yang juga membutuhkan pizza

dan hamburger untuk makanan murah dan cepat saji.13

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA RI) Nomor 1

Tahun 2008, menyebutkan bahwa mediasi sudah dimasukkan ke dalam proses

13

(25)

peradilan formal dalam Pasal 2 ayat (1) yang menegaskan bahwa semua perkara

perdata yang diajukan ke pengadilan wajib didahulukan penyelesaian melalui

perdamaian dengan bantuan mediator. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2008 tentang Proses Mediasi harus memerlukan beberapa tahapan di antaranya adalah

tahapan mengajukan pendaftaran perkara, penetapan hakim majelis. Dalam sidang

pertama hakim mewajibkan para pihak yang berperkara menempuh mediasi terlebih

dahulu sebelum sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya dan memilih para mediator

dengan menunjukkan dan menetapkan mediator sekaligus menyerahkan fotocopy

berkas perkara kepada para mediator. Dalam penyerahan perkara kepada mediator,

di luar pengadilan diberi waktu 20 (dua puluh) hari sejak dimintakan hakim untuk

berdamai dan apabila tercapai kesepakatan di luar pengadilan, maka para pihak

merumuskan kesepakatan secara tertulis dan memberitahukan hasil kesepakatan itu

kepada hakim untuk memenuhi pengukuhan kesepakatan sebagai akta perdamaian

oleh hakim.14

14

Runtung Sitepu, “Pemberdayaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia”, Disampaikan dalam pidato pengukuhan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Hukum

(26)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis

merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus di

Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang?

3. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam penyelesaian mediasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan mediasi dalam sengketa pertanahan studi kasus

di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

2. Untuk mengetahui keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa

pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

(27)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua

kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi di

bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui dinamika

masyarakat dan seluruh proses mekanismenya, khususnya masalah mediasi

sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang pertanahan. Selain itu

penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan

pranata peraturan hukum dalam kasus mengenai alternatif penyelesaian

sengketa pertanahan.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat

penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, dan advokat)

serta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maupun Badan

Pertanahan Nasional (BPN) serta mediator, sehingga aparat penegak hukum

dan para pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tanah mempunyai

(28)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di

perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang

“Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang pertanahan (studi

kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang)” belum pernah dilakukan

dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa

topik penelitian tentang Penyelesaian sengketa tanah namun jelas berbeda

dengan penelitian ini Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan

asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian

ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas

masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan

dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum.

Kebutuhan terhadap ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya

suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari

hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya

menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam

masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia

(29)

Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana

pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan

manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori

ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni “Law as A Tool as Social

Engineering”15. Dimana hukum harus diusahakan bersifat antisipatif, sehingga

tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan

iklim usaha yang kondusif melalui penyelesaian sengketa pertanahan melalui

mediasi.

Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran

mengenai keadilan (justice), Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah

untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of the justice to secure from

enjury).16 Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum ternyata tidak

hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur

kehendak (the element of will).17 Maka teori hukum perlindungan dan kepentingan

bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga

dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu

yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu

15

Roscoe Pound, “Social Control Through Law: Jural Postulets”, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice (1965), hal.280.

16

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, disampaikan pada “Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara”, (Medan: Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 17 April 2004), hal. 4-5.

17

(30)

ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari

penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan

berkurangnya penderitaan.18

Akan tetapi menurut John Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang,

contohnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan

ada tingkat perekonomian kuat. Jadi negara harus bertindak sebagai penyeimbang

terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus

melindungi hak dan kepentingan pihak yang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga

bahwa ketidakmerataan dalam pemberian perlindungan kepada orang-orang yang

tidak beruntung itu.19 Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat,

tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, jabatan,

kedudukan, dan lain-lain. Teori ini sangat penting terutama dalam penyelesaian

sengketa pertanahan yang menggunakan mediasi sebagai alternatif

penyelesaiannya

Dalam hal mediasi merupakan cermin dari utilitarianisme. Teori tersebut

untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832)20. Teori

utilitarianisme menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik

secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau

mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

18

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79.

19

O.K. Thariza, “Teori Keadilan: Perspektif John Rawls”, Dikutip dari http//okthariza.multiply.com/journal/item, Diakses tanggal 5 Mei 2009.

20

(31)

Teori utilitarianisme ini juga mendapat dukungan dari Thomas Hobbes

(1588-1679).21 Filsafat Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip

utilitas. Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi

undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman

sebagai hal yang bermanfaat. Hal ini dapat dipahami dari salah satu fungsi

mediasi tersebut yaitu untuk tercapainya penyelesaian sengketa pertanahan.

Hukum adalah salah satu kaidah sosial yang digunakan oleh manusia untuk

menata diri mereka agar tertib dan berkeadilan. Masih banyak tatanan lain yang

hidup, berkembang dan sampai hari ini digunakan oleh masyarakat, seperti tatanan

adat, sosial, moral dan juga agama. Bersama dengan hukum, sekalian tatanan itu

bekerja menciptakan harmoni dan keteraturan perikehidupan manusia.

Meminjam bahasa Satjipto Rahardjo, model penyelesaian sengketa dengan

cara kompromi dan perdamaian merupakan ciri khas Indonesia (distinctly

Indonesian).22 Oleh karena itu, menghadapi kecenderungan makin banyaknya

sengketa tanah yang telah, sedang dan bakal terjadi di masa mendatang dan cacat

penyelesaian sengketa di pengadilan, maka pendekatan penyelesaian sengketa yang

berbasiskan budaya setempat dapat dimajukan sebagai alternatif. Salah satu

kemungkinan yang dapat dikemukakan sebagai doktrin atau asas alternatif itu adalah

menyatakan bahwa Indonesia lebih mengunggulkan “supremacy of moral/ justice”

21

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius , 1982), hal. 63.

22

(32)

daripada “supremacy of law”. Dalam supremacy of moral/ justice, nilai-nilai yang

dimajukan dalam penyelesaian sengketa adalah perdamaian, moral dan keadilan,

empati, kebenaran dan komitmen.23 Dengan asas baru tersebut, kebekuan,

penyelesaian sengketa secara litigasi dapat didobrak dan digantikan dengan cara-cara

lain yang lebih segar, efisien dan berkeadilan, yakni dengan memberikan tekanan

yang istimewa terhadap aspek moral daripada aspek perundang-undangan semata.

Penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa secara alternatif juga didukung

oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Demikian pula Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Nomor 2

Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menegaskan bahwa setiap

perkara perdata yang masuk di pengadilan diwajibkan untuk diselesaikan melalui

proses mediasi sebelum disidangkan.

Dari paparan terlihat bahwa penyelesaian non-litigasi sengketa tanah

mendapatkan habitus yang cocok di Indonesia (khususnya Jawa) di mana budaya

rukun (harmoni), saling menghormati dan komunalisme lebih menonjol dari pada

budaya saling sengketa dan individualisme-liberalisme.

Dari berbagai sengketa yang berkaitan dengan masalah pertanahan yang

terjadi di Sumatera Utara, pada dasarnya dapat dilihat adanya sengketa yang timbul di

antara warga masyarakat, sengketa antara warga masyarakat dengan perusahaan

23

(33)

perkebunan, dan sengketa antara warga masyarakat dengan instansi ataupun lembaga

pemerintah.

Sengketa-sengketa pertanahan di daerah ini sebenarnya timbul bukan saja

karena dampak proses reformasi yang sedang berjalan, tetapi beberapa sengketa

sudah terjadi, dan benih-benih persengketaan itu memang sudah ada jauh sebelum era

reformasi dimulai. Kalau pada saat rezim Orde Baru berkuasa masyarakat diliputi

rasa takut untuk menanyakan, menuntut, ataupun menggugat pihak yang sedang

berkuasa, tidak demikian halnya pada masa ini.

2. Konsepsional

Dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan mediasi adalah proses

penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau

lebih yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga (mediator) untuk

mendapatkan suatu hasil yang saling menguntungkan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses

pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai

penasihat.24 Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia

mengandung tiga unsur penting, yakni:

1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang

terjadi antara dua pihak atau lebih;

24

(34)

2. pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang

berasal dari luar pihak yang bersengketa;

3. pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai

penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan

keputusan.

Sengketa Petanahan adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat dan

atau persepsi antara orang perorangan dan atau badan hukum (privat atau

publik) mengenai status penguasaan atau pemilikan, atau penggunaan dan

pemanfaatan atas bidang tanah tertentu atau pihak tertentu (Keputusan Kepala

Badan Pertanahan Nasional No. 34 tahun 2007, Petunjuk Teknis No. 05/

Juknis/D.V/2007).

Alternatif penyelesaian sengketa adalah penyelesaian sengketa melalui

jalur non pengadilan yang pada umumnya ditempuh melalui cara-cara

perundingan yang dipimpin atau diprakarsai oleh pihak ketiga yang netral atau

tidak memihak25

Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa

atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni

penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,

atau penilaian ahli.26

25

Maria SW Sumardjono, Mediasi Sengketa Tanah, Jakarta, Kompas. 2008. Hal.4

26

(35)

Mediator adalah orang/pejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan permasalahannya.27

G. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah dan secara

kepustakaan. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur

berpikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi

(empiris), karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian

empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif.28

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode

penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis

didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law is decided by the judge

through judicial process).29 Penelitian hukum normatif berdasarkan data

27

BPN RI Petunjuk Teknis Nomor: 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi

28

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Rineka Cipta, 1994), hal. 105.

29

(36)

sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan

analisis normatif-kualitatif.30

Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh

dari penelitian kepustakaan (library research), sebagai suatu teknik

pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan

perundang-undangan, buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan

pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis.

Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar

mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya. Uraian ataupun

gambaran sengketa pertanahan di Sumatera Utara didasarkan pada pengamatan, data,

dan informasi yang diperoleh dari Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara di

Medan dan Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang

merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.31 Logika keilmuan

yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin

ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang

objeknya hukum itu sendiri. Penelitian hukum ini dikatakan juga penelitian

yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan, yang

30

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2003), hal. 3.

31

(37)

dilakukan secara vertikal dan horizontal. Ditelaah secara vertikal berarti akan

dilihat bagaimana hirarkisnya, sedangkan secara horizontal adalah sejauh mana

peraturan perundang-undangan yang mengatur pelbagai bidang itu mempunyai

hubungan fungsional secara konsisten.

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tujuan penelitian deskriptif

adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau

kelompok tertentu.32 Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini

menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan

pelaksanaanya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan

peraturan perundang-undangan dalam kasus tanah di Indonesia.

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian berasal dari data sekunder yang dapat dibedakan

menjadi bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, yang

digunakan dalam penelitian ini.

a. Bahan Hukum Primer terdiri dari :

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan

dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang otoritasnya di

32

(38)

bawah undang-undang adalah peraturan pemerintah, peraturan presiden atau

peraturan suatu badan hukum atau lembaga negara. Putusan pengadilan

merupakan konkretitasi dari perundang-undangan seperti Petunjuk Teknis

BPN RI nomor : 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan

Mediasi Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007.

b. Bahan Hukum Sekunder:

Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku

teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar

atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks

karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan

pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi

tinggi.33

c. Bahan hukum tertier :

Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus

hukum, kamus kesehatan, majalah dan jurnal ilmiah.34

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan

tersier sebagai sumber penelitian.

33

Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2005), hal 141.

34

(39)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder

melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur,

tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, dan putusan-putusan

pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. 35

4. Analisis Data

a. Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan

kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke

dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem

hukum tersebut. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan

perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan dan dianalisis

berdasarkan metode kualitatif.

5. Alat Pengumpulan Data

a. Dilakukan melalui studi dokumen dokumen sengketa, perkara dan konflik

di Kantor Pertanahan Deli Serdang

b. wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini oleh Pejabat di Kantor

Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

35

(40)

BAB II

PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG

A. PENGATURAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DALAM HUKUM NASIONAL

Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani

dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif

telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009

Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan

Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem

penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala

Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis

Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

Salah satu metode penyelesaian kasus pertanahan ditetapkan melalui

Mediasi dimana mekanisme Pelaksanaan Mediasi diatur di dalam Petunjuk

Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor :

05/JUKNIS/D.V/2007 (Keputusan Kepala BPN RI No.34 Tahun 2007) tentang

Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 31

Mei 2007. Putusan mediasi juga bisa bersifat mengikat dan dapat langsung

dilaksanakan (landasan hukumnya Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata).

Penyelesaian sengketa tanah (atau sengketa perdata pada umumnya)

(41)

pengadilan dan diluar pengadilan. Meskipun, UUPA sama sekali tidak menyebut

bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tanah, kecuali ketentuan pidana Bab III

Pasal 57 ayat (1) yang menyebutkan ancaman pidana untuk yang melanggar Pasal 15

UUPA selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000

(sepuluh ribu rupiah). Ayat (2) menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan

peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 19, 22, 24, 26 ayat 1, 46,

47, 48, 49, ayat 3, dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran

peraturan perundang-undangannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3

(tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000. Jika melihat ketentuan

pasal ini, adanya ancaman pidana menunjukkan jika sengketa tanah terjadi akan

diselesaikan melalui pengadilan. Tidak adanya ketentuan tentang penyelesaian

sengketa tanah ini dalam UUPA dan karakteristik penyelesaian sengketa di

pengadilan biasa yang sering mengecewakan pencari keadilan, mendorong berbagai

kalangan mengusulkan pentingnya pengadilan mendorong berbagai kalangan

mengusulkan pentingnya pengadilan khususnya agraria. Tentu saja, ketentuan ini

tidak menutup kemungkinan penyelesaian sengketa tanah secara non-litigasi.

Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian alternatif sengketa tanah perlu

dikedepankan, yaitu:

1. ketidakpuasan terhadap peran pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tanah

yang terlalu formal, lama, mahal dan tidak berkeadilan;

2. perlu tersedianya mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih fleksibel

(42)

3. mendorong masyarakat untuk ikut menyelesaikan sengketa tanah secara

partisipatif; dan

4. memperluas akses untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat.

Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah merupakan istilah asing yang

masih perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Beberapa istilah dalam

bahasa Indonesia telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai pihak.

Beberapa diantaranya yang telah dapat diindentifikasi adalah: penyelesaian sengketa

alternatif36, alternatif penyelesaian sengketa (APS)37, mekanisme alternatif

penyelesaian sengketa (MAPS)38 dan pilihan penyelesaian sengketa (PPS)39.

Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR

diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan

alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian

tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang

36

Perhatikan Erman Rajagukguk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan (Jakarta: Chandra Pratama, 2000); Perhatikan juga Ali Budiharjo dkk, Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta: Cyber Consult, 1999); Baca juga Suyud Margono, ADR & Arbitrase. Proses Pelembagaan dan Aspek-Aspek

Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000).dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan

Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84 37

Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; Baca juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengeadilan (Negoisasi, Mediasi,

Konsultasi dan Arbitrase) (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001), hlm. 25-26. dalam Runtung

Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84

38

Lihat Takdir Rahmadi, Mekanisme alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Konteks

Masyarakat Indonesia Masa Kini, makalah disajikan dalam Seminar Sehari Alternatif Penyelesaian

Sengketa Dalam Kasus-Kasus Tanah, Perburuhan dan Lingkungan, Diselenggarakan Oleh Studi dan Advokasi Masyarakat bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat IKADIN, di Jakarta, 11 Agustus 1994. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84

39

(43)

menjadi acuan (alternative to litigation), maka seluruh mekanisme penyelesaian

sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi

apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme

penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan

ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya,

karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan

solusi menang-kalah (win-lose).

Sebelum mencari padanan istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia terlebih

dahulu diperlukan penyamaan persepsi tentang konsep dan pemahaman terhadap

ADR tersebut.

Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR

diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan

alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian

tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang

menjadi acuan (alternative to litigation), maka seluruh mekanisme penyelesaian

sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi

apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme

penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan

ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya,

karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan

(44)

Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu

penganut dari pandangan yang kedua, karena undang-undang tersebut memisahkan

secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa.

Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif

dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran

istilah-istilah lainnya.

Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk

memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela

dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian

penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk

memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa.

Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian

sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang

potensial untuk menghindari biaya tinggi, keterlambatan dan ketidakpastian yang

melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki

komunikasi di antara pihak-pihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan

kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat

tuntas (tidak semu).

Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif

tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2

(45)

alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari

pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari

penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa

yang dihadapi.

Perlu diketahui bahwa menurut W. Moore dan James Creighton ada beberapa

pertanyaan lanjutan yang harus dijawab sebagai bahan pertimbangan bagi

pihak-pihak untuk menggunakan pola penyelesaian sengketa alternatif, yaitu:40

1. Berapa besar kekuatan relatif yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat, dan

bagaimana pentingnya persengketaan ini bagi setiap pihak? Sumber kekuatan

meliputi:

a. Kekuasaan atau wewenang formal, yaitu wewenang yang diberikan secara

legal untuk menetapkan kebijakan, menyusun peraturan, memberi izin dan

lain-lain.

b. Keahlian atau kekuatan informasi, yaitu memiliki akses atau hubungan dengan

orang-orang yang berilmu atau memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh

orang lain.

c. Kekuatan prosedural, yaitu kontrol terhadap prosedur pengambilan keputusan.

d. Kekuatan asosiasi, yaitu kekuatan yang berasal dari berasosiasi dengan

orang-orang yang berkuasa.

40

Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negoisasi, Mediasi,

Konsultasi dan Arbitrase) (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001), hlm. 41-43. dalam Runtung

(46)

e. Kekuatan dari penguasaan sumber daya, yaitu kemampuan untuk

menyebabkan sesuatu yang berbahaya atau menolak mementahkan manfaat

dari penyelesaian sengketa.

f. Kekuatan yang diperoleh dari mengusahakan orang lain, yaitu kemampuan

untuk menimbulkan ketidakenakan bagi pihak lain.

g. Kekuatan habitual atau yang diperoleh dari kebiasaan, yaitu kekuatan atau

kekuasaan dari berlakunya status quo atau sebagaimana biasa sesuatu

dilakukan.

h. Kekuatan moral, yaitu kemampuan untuk meningkatkan konflik dalam sudut

pandang nilai sumber kekuatan lainnya.

i. Kekuatan pribadi, yaitu atribut-atribut pribadi atau keahlian yang

memperbesar sumber-sumber keahlian lainnya.

2. Memperhitungkan kekuatan relatif dan komitmen dari tiap pihak apabila

persengketaan ini terus berlangsung sampai sekarang. Prosedur manakah yang

kelihatannya paling baik untuk penyelesaiannya?

3. Dengan mempertimbangkan kekuatan relatif dan komitmen yang diberikan oleh

satu pihak, jika persengketaan tersebut harus berlangsung sampai sekarang,

hasil-hasil atau akibat substantive apa yang paling mungkin terjadi dan berapa besar

peluang relatif (relative probabilities)?

4. Dengan mempertimbangkan perkiraan atau ramalan anda dalam pertanyaan

(47)

diterapkan saat ini dan bagaimana suatu persengketaan akan diselesaikan.

Keuntungan dan biaya-biaya tersebut bisa mencakup:

a. Biaya proses (staf, waktu, penundaan, biaya hukum dan lain-lain);

b. Dampak terhadap hubungan antara anda/ organisasi anda dan pihak-pihak

lain;

c. Keuntungan finansial atau liability;

d. Resiko peningkatan/ penurunan yang diakibatkan oleh hasil penyelesaian yang

tidak bisa diterima;

e. Menetapkan prosedur hukum;

f. Dampak-dampak politik;

g. Dukungan internal/ moral.

5. Apakah penggunaan prosedur yang ditetapkan sudah dicarikan pembenarannya

(dijustifikasi)?

6. Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa mana yang paling sesuai untuk

menangani persengketaan ini?

Moore menggolongkan tipologi mediator menjadi tiga kategori,41 yaitu:

1. Mediator jaringan sosial (social network mediator) yaitu mediator yang dipilih

karena adanya jaringan atau hubungan sosial. Jika terjadi sengketa tanah antar

tetangga, para pihak akan memilih seseorang yang dikenal baik oleh keduanya

untuk menengahi sengketa dan memberikan saran pemecahannya. Para pihak

41

(48)

percaya bahwa jika yang memediasi adalah orang yang dikenal keduanya akan

menjamin proses perundingan berjalan lancar. Dengan kata lain, mediator

hubungan sosial berasal dari orang yang dikenal dan dipercaya oleh para pihak.

2. Mediator otoritatif (authoritative mediator) adalah mediator yang dipilih karena

yang bersangkutan memiliki otoritas atau kewenangan. Kewenangan ini dapat

dibaca sebagai pihak yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan memerintah,

seperti mediator dari pejabat, anggota legislatif dan sejenisnya. Pemilihan

mediator yang ‘berwenang’ ini biasanya dijadikan sebagai strategi untuk

mengikat pihak-pihak yang bersengketa agar tidak main-main dan melaksanakan

hasil-hasil perundingan. Selain itu, para pihak juga berharap adanya tindak lanjut

dari pemerintah bila memang obyek yang dipersengketakan berupa kebijakan dari

pihak yang berwenang.

3. Mediator independen (independent mediator) yaitu mediator yang dipilih karena

professional. Para pihak memilihnya bukan karena hubungan sosial, atau karena

memiliki otoritas tetapi semata-mata karena yang bersangkutan memiliki

keahlian, integritas, berpengalaman dan profesional. Mediator independen ini di

negara-negara maju biasanya berkumpul pada asosiasi-asosiasi, lembaga

perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga non-geverment yang memang berprofesi

(49)

B. PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

Mediasi akan bekerjasama secara meyakinkan bila dilaksanakan secara

pribadi dan rahasia. Kerahasian akan membantu mediator untuk membangun

kepercayaan dan mengembangkan laporan konstruktif dengan pihak-pihak.

Kerahasian juga akan membuat aman bagi pihak-pihak untuk memberikan informasi,

juga akan menciptakan kondisi aman di mana pihak-pihak dapat mengemukakan

kebutuhan dan kepentingannya tanpa kekhawatiran akan dirugikan. Oleh karenanya

kerahasian harus tetap dijaga dalam mediasi.

Untuk itu sebelum memulai sebuah proses maka hal terpenting harus

dilakukan oleh mediator adalah untuk menanamkan kepercayaan para pihak terhadap

dirinya. Agar para pihak benar-benar percaya sepenuh hati bahwa mediator yang

netral (tidak memihak), dapat menjaga kerahasian dan mempunyai kemampuan

menyelesaikan sengketa mereka dengan tuntas.

Bermacam-macam cara dilakukan mediator untuk menanamkan kepercayaan

tersebut. Salah satu diantaranya adalah dengan memperkenalkan diri dan melakukan

penelusuran interkoneksi dengan para pihak. Mungkin dari segi hubungan

kekeluargaan, pendidikan, agama, profesi, hobi dan apa saja yang dirasa dapat

memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan.

Seorang mediator hendaklah tetap bersikap netral, berbicara dengan bahasa

Referensi

Dokumen terkait

Adapun Prosedur pelayanan di Kantor Pertanahan Kab Deli Serdang berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang- undangan, dan Sesuai dengan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pertimbangan para pihak untuk menyelesaikan sengketa batas tanah melalui jalur mediasi di Kantor Badan Pertanahan

Pengadilan Negeri setempat. Kedua , para pihak sepakat untuk tidak sepakat artinya mediasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan tidak berhasil, Kantor Pertanahan

Muhammad Budi Santoso, NIM: C100110136, PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERINDIKASI OVERLAPPING DENGAN CARA MEDIASI OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL (Study Kasus di

Adapun Prosedur pelayanan di Kantor Pertanahan Kab Deli Serdang berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang- undangan, dan Sesuai dengan

Adapun Prosedur pelayanan di Kantor Pertanahan Kab Deli Serdang berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang- undangan, dan Sesuai dengan

Berdasarkan hasil penelitian, Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat dalam upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi adalah sebagai mediator yang

Efektifitas mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo tercapai melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan