• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Toxoplasma Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Toxoplasma Lengkap"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB 1

SINOPSIS

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma

gondii

 Di berbagai bagian dunia jumlah populasi yang

terinfeksi dapat mencapai 95% terutama yang

penduduknya biasa makan daging mentah.

Bentuk kista Toxoplasma yang mengandung

bradizoit dapat ditularkan melalui makanan.

Kucing berperan penting dalam penularan

toksoplasmosis

Tiga cara penularan yang terpenting adalah

melalui makanan, zoonotik (dari hewan ke

manusia) dan kongenital (dari ibu hamil ke

janin).

Penderita dengan gangguan sistem imun,

misalnya penderita dengan HIV akan

mengalami toksoplasmosis dengan gejala klinis

berat

Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii

dapat mengalami keguguran, bayi lahir mati,

atau bayi yang lahir mengalami kecacatan fisik

maupun mental.

(3)

T

oksoplasmosis adalah penyakit menular zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyebabnya adalah Toxoplasma gondii yang merupakan parasit golongan protozoa yang dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas, termasuk manusia. Kucing liar maupun kucing jinak adalah hospes definitif Toxoplasma yang dapat mengalami infeksi sistemik maupun infeksi usus. Hewan-hewan lainnya dan manusia bertindak selaku hospes perantara dimana parasit dapat menyebabkan infeksi sistemik berupa pembentukan kista jaringan.

TOXOPLASMA GONDII

Toxoplasma gondii adalah organisme mikroskopis yang panjangnya sekitar 3-5 mikron. Organisme ini termasuk parasit protozoa satu sel, dengan spesifitas hospes yang sangat rendah, sehingga Toxoplasma gondii dapat menginfeksi hampir semua jenis hewan berdarah panas termasuk unggas dan sangat sering menginfeksi manusia. Toksoplasmosis dilaporkan sebagai penyakit kosmopolit yang tersebar luas di seluruh dunia. Seperti hal Apicomplexa lainnya, Toxoplasma adalah parasit obligat intraseluler. Pada semua spesies parasit, infeksi Toxoplasma umumnya bersifat subklinis meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis yang ringan yang tidak khas. Infeksi dapat menimbulkan penyakit yang berat pada hewan atau manusia yang sedang hamil atau berada dalam keadaan imunitas yang rendah (immunocompromised).

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang sangat penting baik di Indonesia maupun di dunia karena infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan abortus (keguguran), lahir mati atau kecacatan jasmani, kemunduran mental, dan kebutaan pada bayi yang dilahirkannya. Penelitian darah pada wanita usia subur di Jakarta Selatan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari 90% perempuan yang diperiksa menunjukkan serum dengan antibodi yang positif terhadap Toxoplasma gondii (Salma,2002).

(4)

Gambar 1. Transmission Electron Micrograph (TEM) Toxoplasma gondii di dalam sel

(http://www.sciencephoto.com/images/90360)

SEBARAN TOXOPLASMA

Toxoplasma merupakan salah satu penyebab penyakit zoonosis yang

terluas penyebarannya di dunia. Infeksi primer pada sebagian besar manusia maupun hewan menyebabkan terbentuknya antibodi yang akan tetap positif seumur hidup hospes sehingga seroprevalensinya akan terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur hospes. Prevalensi toksoplasmosis pada ibu hamil di Jakarta tahun 1991 menunjukkan bahwa 14,3% serum yang diperiksa positif terhadap Toxoplasma gondii, dan dari perempuan yang menderita abortus, 67,8% menunjukkan seropositif terhadap parasit ini.

(5)

Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta menunjukkan keadaan yang lebih buruk, lebih dari 90% perempuan usia subur yang diperiksa menunjukkan serum positif terhadap Toxoplasma gondii. Penelitian tersebut juga melaporkan bahwa ibu yang mengalami abortus menunjukkan prevalensi toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan yang mengalami kelahiran mati bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%.

Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada perempuan hamil menunjukkan antibodi anti-toksoplasma IgG sebesar 38,3% dan pada ibu yang mengalami abortus sebesar 50%. Pada ibu yang melahirkan bayi meninggal (still birth) IgG positif 65,5% dan pada anak dengan kelainan kongenital positif 40,2%.

Sebaran Toxoplasma gondii pada Manusia

Karena toksoplasmosis di berbagai negara bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan, sulit memprakirakan prevalensi infeksi parasit ini pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 15.000 kasus toksoplasmosis klinis dilaporkan setiap tahunnya di USA, namun jumlah kasus toksoplasmosis yang sebenarnya di negeri ini adalah sekitar 225.000 penderita. Sebanyak 50% penularan toksoplasmosis di USA diduga terjadi melalui makanan (food borne infection).

 Penelitian tahun 1988-1994 di Amerika Utara pada orang yang berumur di atas 12 tahun, sekitar 22.5% diantaranya menunjukkan seroprevalensi (positif) terhadap Toksoplasma gondii. Di dunia, seroprevalensi berkisar antara 0-100% tergantung pada kondisi negara, keadaan geografis dan sifat hidup etnis penduduknya.

 Sekitar 40 sampai 400 bayi yang lahir setiap tahunnya di Canada ternyata terinfeksi Toxoplasma sebelum dilahirkan.

(6)

Meskipun pada pemeriksaan serologi sekitar 15-40% kucing terinfeksi Toxoplasma gondii, namun hanya sekitar 1% kucing yang mengeluarkan ookista parasit ini di dalam tinjanya.Hal ini tergantung bagaimana cara kucing mendapatkan makanannya dan apakah kucing dipelihara di dalam rumah ataukah di luar rumah. Infeksi Toxoplasma pada kucing atau hewan lainnya lebih sering terjadi jika hewan dipelihara di luar rumah, memperoleh makanan di luar rumah atau sering mendapatkan daging mentah sebagai makanannya.

Toksoplasmosis dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas termasuk manusia dan primata, mamalia ( misalnya kucing, anjing, rodensia, sapi, babi, karnivora ) dan unggas.

FAKTOR RISIKO INFEKSI

Risiko manusia dan hewan terinfeksi dengan Toxoplasma gondii ditentukan berdasar antara lain adanya kucing sebagai sumber penularan, adanya pencemaran tanah dan air oleh kista parasit, iklim yang sesuai dengan kelangsungan hidup parasit, kebiasaan hidup penduduk terutama kebiasaan makan daging dan makanan mentah atau kurang masak.

 Faktor-faktor risiko penularan Toxoplasma karena adanya kucing yang dipelihara di dalam rumah mudah dikendalikan melalui upaya pencegahan penyakit menular yang lazim dikerjakan. Suatu penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa dengan selalu membersihkan kotak kotoran (litter box) kucing, infeksi parasit ini pada manusia banyak menurun jumlahnya. Akan tetapi penelitian di berbagai negara Eropa ternyata menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penularan Toxoplasma dengan memelihara kucing atau kebiasaan hidup yang selalu berdekatan dengan kucing.

 Pencemaran air dan tanah dengan tinja kucing sulit dicegah, sehingga menyebabkan terjadinya infeksi ookista parasit melalui makanan misalnya sayuran dan buah yang tidak dicuci bersih dan tidak dimasak

(7)

Lipas (kecoa) dan lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanik dalam penularan Toxoplasma, karena serangga-serangga ini membawa ookista infektif yang berasal dari tinja kucing yang menimbulkan pencemaran pada makanan atau bahan makanan, air atau alat-alat masak di dapur.

 Paparan tangan dengan tanah dan air yang tercemar tinja kucing pada waktu berkebun atau pada waktu membersihkan litterbox kucing atau kotak pasir dapat juga menyebabkan terjadinya infeksi Toxoplasma.

 Mengkonsumsi daging mentah atau yang kurang matang merupakan salah satu faktor risiko yang penting pada infeksi Toxoplasma. Begitu juga halnya orang yang selalu mengolah atau menangani daging mentah (misalnya penjual daging atau pekerja abattoir/pemotongan hewan) lebih sering terpapar parasit ini.

 Risiko-risiko terinfeksi Toxoplasma lainnya terutama terkait dengan kelompok-kelompok etnis yang mempunyai kebiasaan hidup yang menyebabkan adanya hubungan dengan makan daging mentah atau kurang matang (steak atau sate), paparan dengan tanah dan kebiasaan dalam memelihara kucing.

DAUR HIDUP TOXOPLASMA

Siklus hidup parasit ini terdiri dari dua fase yaitu fase intestinal atau enteroepitelial dan fase extraintestinal. Fase intestinal hanya terjadi pada golongan kucing (baik kucing liar maupun yang domestik) dan menghasilkan ookista (oocyst) yang ditemukan di dalam tinja kucing. Fase extraintestinal dapat terjadi pada semua hewan yang terinfeksi (termasuk kucing) dan menghasilkan takizoit (tachyzoite) dan bradizoit (bradyzoite) atau zoitokista (zoitocyst). Toksoplasmosis dapat ditularkan karena termakan ookista (yang

(8)

berasal dari tinja kucing) atau terinfeksi bradizoit (yang berasal dari daging mentah atau yang dimasak kurang matang).

Pada infeksi akut toksoplasmosis parasit terdapat dalam bentuk takizoit (tachyzoite) yang dapat memperbanyak diri dengan cepat. Pada penderita dengan daya tahan tubuh atau imunitas normal, parasit akan membentuk kista yang mengandung bentuk bradizoit (bradyzoite) yang lambat dalam memperbanyak diri. Bradizoit akan tetap bertahan hidup pasif dalam keadaan “istirahat” (dorman) sepanjang hidup penderita. Jika kucing memakan daging yang yang mengandung kista yang berisi bradizoit, atau tertelan ookista yang dikeluarkan oleh kucing sakit lainnya, di dalam usus kucing akan terbentuk gamet jantan dan gamet betina. Gamet-gamet ini kemudian akan menghasilkan ookista, dan terus menerus dikeluarkan dalam tinja kucing selama beberapa minggu. Ookista ini dapat mencemari lingkungan dan benda-benda yang ada di lingkungan, misalnya tanah, kotak pasir, buah-buahan, dan sayuran. Hanya keluarga kucing yang dapat menghasilkan ookista. Semua jenis binatang berdarah panas dapat terinfeksi oleh bradizoit dan ookista. Seekor kucing yang menderita toksoplasmosis akut dalam waktu dua minggu dapat mengeluarkan 20 juta ookista tidak berspora (unsporulated oocysts). Dalam waktu 1-5 hari ookista akan membentuk spora dan menjadi dua sporokista (sporocysts) yang masing-masing mengandung empat sporozoit (sporozoite) yang merupakan stadium infektif Toxoplasma gondii, yang bersama tinjanya mencemari lingkungan hidup manusia. Pada keadaan lingkungan yang panas dan lembab ookista dapat bertahan tetap infektif sampai satu tahun lamanya, sedangkan di dalam air kista tersebut dapat tetap infektif sampai enam bulan.

Jika ookista termakan hewan hospes berdarah panas, termasuk manusia, sporozoit akan keluar dari kista lalu memasuki sel-sel usus dan kemudian membelah diri secara aseksual dan membentuk takizoit (tachyzoite).Takizoit akan menyebar ke semua bagian tubuh, memasuki sel-sel jaringan dan memperbanyak diri di dalamnya sehingga sel-sel tersebut akan pecah. Takizoit akan berkembang menjadi bradizoit (bradyzoite) yang kemudian

(9)

dan juga di beberapa organ. Kista dapat tetap hidup sampai terjadi kematian hospes tanpa menimbulkan gejala-gejala klinis. Jika hospes termakan oleh hewan lain, di dalam usus bradizoit akan keluar dari kista dan proses pembentukan kista jaringan yang baru akan berulang kembali.

Jika hospes perantara (intermediate host) dimakan oleh kucing, bradizoit akan memasuki sel-sel epitel usus kucing, dan melewati lima tahap reproduksi aseksual merogeni (merogeny) diikuti pembentukan mikrogamon (microgamonts) dan makrogamon (macrogamonts). Mikrogamon akan membelah diri membentuk mikrogamet berflagela yang kemudian membuahi makrogamon. Makrogamon yang telah dibuahi akan membentuk dinding dan menjadi ookista yang tidak berspora, yang berukuran sekitar 10 mikron x 12 mikron yang kemudian dikeluarkan bersama tinja kucing.

Jika kucing termakan kista jaringan, 97% kucing yang terinfeksi untuk pertama kali akan membentuk ookista, biasanya dalam waktu 3-10 hari. Hanya 20% kucing yang termakan ookista akan menderita toksoplasmosis, dengan periode prepaten selama 18 hari atau lebih.

INFEKSI TOXOPLASMA

Hewan karnivora sering terinfeksi Toxoplasma gondii karena termakan bradizoit yang terdapat di dalam kista jaringan mangsanya, seperti yang yang terjadi pada manusia karena makan daging mentah atau kurang matang, terutama daging babi, domba atau daging kambing. Kista Toxoplasma jarang ditemukan pada daging unggas atau daging sapi. Dengan pengelolaan hewan ternak yang baik prevalensi infeksi Toxoplasma pada hasil peternakan komersial menjadi sangat menurun. Sumber penularan kista umumnya berasal dari hewan-hewan liar misalnya babi, kanguru, dan hewan buruan lainnya serta dari peternakan unggas yang tidak dikelola dengan baik.

Ookista hanya dikeluarkan oleh kucing. Ookista tak berspora yang baru dikeluarkan bersama tinja kucing masih tidak infektif. Baru sesudah berada di lingkungan dengan kadar oksigen, kelembaban dan temperatur tertentu, ookista akan membentuk spora. Ookista berspora merupakan stadium

(10)

Toxoplasma yang sangat resisten dan tahan terhadap pengaruh lingkungan. Dengan termakan sejumlah kecil, misalnya sepuluh ookista, hospes perantara sudah dapat terinfeksi, sedangkan infeksi pada kucing baru terjadi jika kucing memakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi kemudian mampu menghasilkan puluhan sampai ratusan juta ookista dalam tinjanya.

Takizoit adalah stadium yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam jaringan hewan yang aktif menderita toksoplasmosis, misalnya di dalam susu kambing, domba, sapi, dan kadang-kadang juga ditemukan pada telur ayam. Takizoit yang infektif ini mudah dimatikan dengan mudah misalnya dengan pasteurisasi dan memasaknya, termasuk takizoit yang ada di dalam telur.Toxoplasma juga dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan tranfusi darah meskipun hal ini jarang terjadi.

Penularan Toxoplasma di dalam uterus hanya terjadi pada infeksi primer pada ibu hamil, yang menyebabkan terjadinya parasitemia di dalam plasenta yang kemudian akan menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada manusia, domba dan kambing, dan kadang-kadang juga terjadi pada tikus, kucing dan anjing. Seorang perempuan yang terpapar Toxoplasma 4-6 bulan sebelum hamil akan mendapatkan kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit ini di kemudian hari. Pada manusia, risiko terjadinya infeksi Toxoplasma pada janin akan meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan; pada trimester pertama 10-25% dan pada trimester ketiga 60-90%. Akan tetapi kecacatan kongenital yang terjadi lebih berat jika infeksi Toxoplasma terjadi pada kehamilan yang lebih muda.

GEJALA DAN TANDA INFEKSI

Gejala klinis toksoplasmosis yang timbul disebabkan oleh adanya kerusakan seluler akibat pembelahan diri takizoit yang umumnya terjadi di otak, hati, paru, otot rangka dan mata. Infeksi yang disebabkan oleh ookista umumnya lebih berat akibatnya daripada infeksi yang disebabkan oleh kista jaringan yang termakan. Infeksi toksoplasmosis dipengaruhi oleh adanya

(11)

infeksi lain, misalnya HIV/AIDS atau karena adanya penggunaan pengobatan yang bersifat imunosupresif.

Toksoplasmosis pada manusia

Sekitar 15% penderita dengan infeksi Toxoplasma menunjukkan gejala klinis, misalnya demam ringan dan limfadenopati sehingga mirip dengan gejala klinis mononukleosis atau penyakit Hodgkin. Tanda-tanda toksoplasmosis dapat berlangsung selama 1-12 minggu yang pada penderita imunokompeten jarang berlangsung berat. Gejala klinis yang terjadi berupa toksoplasmosis mata (ocular toxoplasmosis) dalam bentuk retinitis (sebesar 0.2-0.7%), yang umumnya berhubungan dengan adanya toksoplasmosis kongenital. Pada infeksi yang lebih berat, gejala klinis toksoplasmosis umumnya disebabkan adanya kaitan dengan ensefalitis, hepatitis, miositis, atau pneumonia. Terjadinya ensefalitis Toxoplasma, 40% ada kaitannya dengan adanya infeksi AIDS/HIV, dan 10% diantaranya berakibat kematian bagi penderita.

Sekitar 10% infeksi toksoplasmosis kongenital pada janin menyebabkan terjadinya keguguran (abortus) atau kematian janin. Pada saat terjadinya persalinan, 10-23% tanda-tanda infeksi kongenital dapat terlihat, misalnya berupa hidrosefalus, hepatosplenomegali, mikrosefali, atau ukuran bayi yang lahir lebih kecil dari ukuran normal. Sebagian tanda-tanda ini bisa ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi prenatal. Sekitar 67-80% tanda-tanda klinik infeksi toksoplasmosis kongenital tidak terlihat pada waktu bayi dilahirkan. Pada anak dengan infeksi toksoplasmosis kongenital sepertiga diantaranya menunjukkan adanya toksoplasmosis mata.

Toksoplasmosis pada hewan

Pada anjing dan kucing, infeksi primer sistemik dengan Toxoplasma dapat menunjukkan adanya demam ringan dan limfadenopati, tetapi bisa juga tanpa gejala (asimtomatik). Pada infeksi yang berat, hewan penderita dapat mengalami demam tinggi, letargi, tidak mau makan atau anoreksia, dan tanda-tanda yang menunjukkan adanya pneumonia, hepatitis, miositis, atau

(12)

ensefalitis. Perjalanan penyakit dapat berlangsung lambat, tetapi toksoplasmosis dapat juga berlangsung cepat dan menimbulkan kematian. Kerusakan mata akibat toksoplasmosis pada kucing lebih sering terjadi daripada toksoplasmosis pada anjing. Anak anjing dan anak kucing sering menderita infeksi berat sehingga menyebabkan terjadinya lahir mati atau mati sebelum mampu menyusu ke induknya.

Infeksi klinis pada domba dan kambing jauh lebih banyak terjadi dibanding dengan infeksi pada kucing dan anjing terutama terkait dengan masalah reproduksinya. Infeksi Toxoplasma pada unggas sering juga terjadi, tetapi jarang menunjukkan gejala klinis.

DIAGNOSIS PENYAKIT

Sekali terinfeksi Toksoplasma, manusia maupun hewan akan membentuk antibodi protektif yang berperan seumur hidup pada hospes, kecuali jika hospes mengalami gangguan sistem imun yang berat (immunocompromised) dan tidak mampu membentuk respon imun humoral. Adanya Toxoplasma di dalam jaringan atau cairan tubuh dapat diketahui dengan menggunakan PCR atau pemeriksaan biologi pada mencit.

Diagnosis toksoplasmosis pada manusia

Terdapat beberapa uji serologi untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis pada manusia dan untuk menbedakan antara infeksi akut yang baru terjadi dan infeksi laten yang sudah lama terjadi. Titer IgM dalam serum menunjukkan terjadinya infeksi baru, sedangkan adanya IgG yang bertahan lebih lama di dalam serum menunjukkan bahwa pernah terjadi infeksi Toxoplasma di masa lalu. Meskipun demikian kedua tipe antibodi tersebut biasanya baru dapat ditemukan dalam waktu 1-2 minggu sesudah terjadi infeksi.

Beberapa produk kit IgM terhadap Toxoplasma ternyata menunjukkan adanya hasil positif palsu (false-positive) sehingga penilaian hasil pemeriksaan

(13)

Penggunaan MAT (Modified latex Agglutination Test) yang sangat peka dalam dalam mendeteksi IgG dapat juga dimanfaatkan untuk membantu membedakan infeksi akut dan kronis berdasar reaktivitasnya dengan aseton terhadap (versus) formalin-fixed antigen.

Pemantauan serologi pada perempuan hamil tidak selalu dianjurkan di USA dan Canada. Hal ini berbeda dengan yang dianjurkan di berbagai negara Eropa. Di USA dan Canada risiko terinfeksi Toxoplasma sangat rendah jika dibandingkan dengan di Eropa. Diagnosis terjadinya infeksi in utero dilakukan dengan memeriksa DNA Toxoplasma pada cairan amnion, yang jika positif diteruskan dengan pemeriksaan ultrasonografi janin untuk melihat adanya kecacatan kongenital.

Diagnosis toksoplasmosis pada hewan

Berbeda dengan pada manusia, perkembangan dan keberadaan IgM pada kucing yang terinfeksi toksoplasmosis sering berubah-ubah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai patokan terjadinya infeksi Toxoplasma. Selain itu kucing yang terinfeksi kadang-kadang baru membentuk IgG 4-6 minggu sesudah infeksi, jadi sesudah kucing tidak lagi mengeluarkan ookista dalam tinjanya. Kucing dengan seropositif IgG mungkin tidak mengeluarkan ookista. Pada infeksi ulang kucing dengan parasit, ookista tidak banyak dikeluarkan karena kucing sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi baru. Kucing dengan seronegatif mungkin mengeluarkan ookista dalam tinjanya dan jika terinfeksi Toxoplasma akan menimbulkan gejala klinis yang nyata.

Kucing hanya mengeluarkan ookista dalam tinjanya selama 1-3 minggu sesudah infeksi pertama oleh Toxoplasma, sehingga pemeriksaan tinja kucing sebenarnya kurang bermanfaat.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS

Pengobatan toksoplasmosis pada manusia

Obat yang biasa digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada manusia adalah kombinasi pirimetamin dan sulfonamid. Pengobatan ini

(14)

sebaiknya tidak diberikan pada perempuan hamil karena dapat menimbulkan gangguan pada sintesis asam folat janin.

Untuk mengobati ibu hamil dengan toksoplasmosis, digunakan spiramisin yang dapat menurunkan beratnya penyakit pada toksoplasmosis kongenital dan akibat kecacatan yang timbul dimasa akan datang, tetapi tidak mengurangi risiko terjadinya infeksi. Pengobatan yang dilakukan secara dini pada infeksi toksoplasmosis prenatal pada anak juga menunjukkan berkurangnya kejadian kecacatan dan mencegah terjadinya kecacatan dikemudian hari.

Penderita dengan transplantasi terutama transplantasi jantung sebaiknya dikelola dengan memberikan terapi pencegahan dengan pirimetamin-sulfonamid selama enam minggu untuk mencegah terjadinya infeksi Toxoplasma gondii pada penderita.

Pada penderita AIDS dengan seropositif Toxoplasma, untuk mencegah terjadinya reaktivasi penyakit toksoplasmosis penderita dapat diberi pengobatan pencegahan menggunakan Pirimetamin-Dapson, Trimetoprim-Sulfametoksasol atau Fansidar.

Pengobatan toksoplasmosis hewan

Klindamisin dan kombinasi Pirimetamin-Sulfonamid dapat diberikan pada anjing dan kucing yang menderita toksoplasmosis. Obat ini seperti halnya antikoksidial lainnya misalnya monensin dan toltrazuril diberikan untuk mengurangi jumlah ookista yang dikeluarkan oleh kucing jika hewan tersebut terinfeksi dengan Toxoplasma atau jika hewan tersebut mengalami imunosupresi.

PENGENDALIAN INFEKSI

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepemilikan kucing dengan risiko terjadinya infeksi toksoplasmosis. Jika

(15)

kebersihan dan sanitasi, ibu-ibu hamil dan orang-orang dengan gangguan sistem imun tetap boleh memelihara kucingnya. Meskipun demikian orang-orang yang berisiko tinggi terhadap infeksi toksoplasmosis (yaitu ibu hamil dan mereka yang rendah daya tahan tubuhnya) sebaiknya sedapat mungkin tetap menghindari paparan dengan tinja kucing dan kotak kotoran kucing (cat litter).

Jika seekor kucing diketahui mengeluarkan ookista bersama tinjanya, sebaiknya kucing diasingkan sementara dari lingkungan tempat tinggal kita dan diobati dengan baik sampai tidak lagi mengeluarkan ookista. Kucing juga harus tetap dirawat dan dibersihkan dengan teratur karena ookista mungkin masih ada yang melekat pada bulu-bulunya.

Memasak dengan menggunakan microwave, menggarami atau mengasapi daging belum tentu dapat membunuh semua stadium infektif Toxoplasma yang terkandung di dalamnya. Membekukan daging pada suhu minus 12o Celsius selama lebih dari 24 jam dapat membunuh hampir semua kista jaringan Toxoplasma, tetapi kista berspora masih mampu bertahan hidup pada suhu minus 20o Celsius sampai 28 hari lamanya.

Mencuci bersih perlengkapan dapur dan permukaan benda-benda yang terpapar daging mentah dengan sabun dan mencucinya dengan air mendidih dapat membunuh semua takizoit maupun bradizoit Toxoplasma. Setiap orang sebaiknya selalu mencuci tangan segera sesudah terpapar dengan tinja kucing, tempat kotoran kucing (litter-box).

Pada suhu kamar proses sporulasi terjadi antara 1-5 hari, sedangkan pada udara yang bersuhu dingin ookista membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membentuk spora. Pada suhu 11o Celsius proses pembentukan spora membutuhkan waktu sekitar 3 minggu lamanya. Sesudah membentuk spora, ookista dapat bertahan lebih lama di lingkungan luar dan tahan terhadap paparan berbagai macam desinfektan. Karena itu cara terbaik untuk melakukan dekontaminasi benda-benda misalnya litter-box adalah dengan

(16)

memasaknya atau merendamnya dengan air mendidih. Ookista berspora akan mati dengan pemanasan pada suhu 55-60o Celsius selama 1-2 menit.

Tinja dan kotoran kucing harus dibuang setiap hari ke dalam jamban (WC) atau membungkusnya rapat-rapat di dalam kantong plastik dan membuangnya ke tempat sampah, atau membakarnya pada insenirator. Kucing harus dijauhkan dari kotakpasir tempat anak bermain agar hewan tersebut tidak buang air di tempat bermain anak-anak yang dapat menjadi sumber penularan toksoplasmosis.

PENCEGAHAN PENULARAN TOKSOPLASMOSIS

Penyuluhan pada kelompok berisiko tinggi tertular toksoplasmosis yaitu ibu hamil dan orang-orang dengan sistem imun yang rendah (immunocompromised) bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan dan penyebaranToxoplasma. Untuk mencegah terjadinya penularan dan penyebaran Toxoplasma gondii tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

 Semua jenis daging harus dimasak sampai suhu internal (di bagian dalam daging) mencapai di atas 67o Celsius.

 Buah dan sayuran harus dikupas dan dicuci bersih sebelum dimakan.  Semua benda yang pernah terpapar daging mentah atau buah dan

sayur yang belum dicuci harus dibersihkan.

 Hindari paparan dengan litter kucing dan tanah kebun, atau gunakan sarung tangan dan selalu mencuci tangan sebersih mungkin sesudahnya.

 Jangan memberi daging mentah pada kucing.

 Kucing harus selalu dipelihara dan berada di dalam rumah agar tidak terinfeksi Toxoplasma karena makan tikus atau mangsa kecil lainnya yang berada di luar rumah.

(17)

SARIPATI

 Manusia tertular stadium infektif Toxoplasma gondii yang terdapat dalam bentuk kista jaringan yang terdapat di dalam daging yang kita makan dalam keadaan mentah atau kurang matang dalam memasaknya. Misalnya dalam bentuk steak atau sate yang dipanggang setengah matang. Kista Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam tinja kucing dapat mencemari lingkungan, misalnya tanah kebun. Jika manusia atau hewan makan makanan, buah atau sayuran yang tercemar tanah yang mengandung kista Toxoplasma, maka akan terjadi penularan parasit tersebut.

 Infeksi Toxoplasma pada manusia umumnya hanya menimbulkan gejala klinis sangat ringan atau tanpa gejala (asimtomatis). Pada orang yang berada dalam keadaan sistem imun yang tidak sempurna (compromised) misalnya pada penderita AIDS, atau orang yang sedang mendapatkan pengobatan kortikosteroid dalam jangka panjang, Toxoplasma gondii dapat menyebabkan perubahan patologis dan gejala klinis yang berat, misalnya hepatitis, pneumonia, kebutaan dan kelainan neurologis yang berat.

 Toksoplasmosis dapat ditularkan secara transplasental dari ibu ke janin yang dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan, bayi lahir mati, atau anak lahir dengan kecacatan mental dan atau fisiknya. Seorang perempuan hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii untuk pertama kalinya, dan menularkan parasitnya pada bayi yang dikandungnya harus segera diobati. Tanpa pengobatan terhadap toksoplasmosis yang dideritanya, parasit dapat menyebabkan kerusakan pada mata dan jaringan otak bayi.

 Infeksi toksoplasmosis kongenital terjadi pada 1-5 dari setiap 1000 kehamilan, dengan 5-10% diantaranya berakhir dengan abortus,

(18)

8-10% menimbulkan kerusakan jaringan otak pada janin, dan 10-13% bayi akan mengalami gangguan penglihatan. Meskipun 58-70% ibu yang terinfeksi toksoplasmosis melahirkan bayi dalam keadaan normal, sebagian kecil bayi tersebut di kemudian hari akan mengalami retinochorioiditis yang aktif, atau terjadi kemunduran mental (mental retardation). Tingginya infeksi kongenital di suatu tempat tergantung pada keadaan sosial ekonomi penduduk, letak geografi daerah dan kebiasaan hidup penduduknya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat angka kejadian toksoplasmosis kongenital adalah sekitar 1:5000 dari angka kelahiran, di Perancis 1:3000 dan di Panama 1:300 dari angka kelahiran.

Gambar 2. Ibu hamil dan kucing

( URL:http://pregnancy.about.com/b/2010)

 Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, toksoplasmosis mungkin tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Jika timbul gejala, umumnya gejalanya ringan, mirip flu atau hanya terjadi pembesaran kelenja limfe. Meskipun demikian kadang-kadang terjadi

(19)

gangguan pada mata, timbulnya gejala klinis akibat kerusakan jaringan oleh parasit dan infeksi serta keradangan jantung atau otak.

 Infeksi Toxoplasma gondii pada umumnya berlangsung secara tersembunyi (latent), dan parasit dalam keadaan pasif. Sepertiga sampai separuh penduduk dunia (sekitar 2 miliar orang) menderita infeksi laten toksoplasmosis. Pada orang dewasa yang dalam keadaan imunokompeten, toksoplasmosis hanya menimbulkan gejala mirip flu dan kadang-kadang terjadi limfadenopati.

Jika daya tahan tubuh atau imunitas/kekebalan tubuh penderita menurun (imunocompromised), misalnya karena menderita kanker dan keganasan, menderita penyakit autoimun, mendapatkan tranplantasi organ dengan pengobatannya, atau menderita AIDS, maka toksoplasmosis yang laten akan berkembang menjadi aktif. Penderita akan mengalami parasitemia umum yang dapat menimbulkan kerusakan pada otak, hati, paru dan organ-organ lainnya, dan tidak jarang juga bisa menimbulkan kematian penderita.

 Anak-anak yang menderita toksoplasmosis kongenital atau anak dan orang dewasa yang terinfeksi toksoplasmosis sesudah dilahirkan dapat mengalami kekambuhan gejala-gejala penyakitnya, misalnya penyakit matanya. Jika terjadi infeksi Toxoplasma gondii pada orang dengan imunitas normal, maka baik respon imun humoral maupun CMI (cell mediated immune response) akan terjadi. CMI bersifat protektif, sedangkan respon humoral mempunyai nilai diagnostik.

 Diagnosis toksoplasmosis ditentukan dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis jaringan, mengisolasi parasit dengan biopsi dari tonsil atau kelenjar limfe, melakukan pemeriksaan dan uji darah, dan pemeriksaan amniosentesis.

 Pengobatan yang dilakukan segera sesudah diagnosis toksoplasmosis ditetapkan secara dini dapat mencegah penularan Toxoplasma gondii

(20)

dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya, sehingga akibat-akibat infeksi kongenital dapat dihindari. Infeksi akut diatasi dengan memberikan pirimetamin atau sulfadiazin. Spiramisin dapat digunakan senagai obat pengganti yang memuaskan hasilnya.

 Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis, berbagai tindakan dapat dilakukan oleh ibu hamil, yaitu:

o Menghindari paparan dengan tinja kucing yang terdapat di kotak tinja (litterbox), kotak pasir atau tanah kebun.

o Mencuci tangan sesudah mengolah daging segar yang masih berdarah, jangan sampai mata terpapar air daging yang menempel di tangan.

o Mencuci tangan sebelum makan.

o Menggunakan sarung tangan ketika berkebun.

o Buah dan sayur harus dicuci bersih, terutama jika dimakan segar/mentah.

o Daging yang dimakan sebaiknya dalam keadaan benar-benar matang.

o Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap Toxoplasma. Jika terjadi infeksi akut pada perempuan hamil sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan lanjutan dan pengobatan untuk melindungi janin yang dikandung.

(21)

BAB. 2

SEJARAH

TOKSOPLASMOSIS

 ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS  MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP  PENULARAN TOXOPLASMA

 TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA  TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN  DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS  PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS  PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

(22)

S

ejarah penelitian Toxoplasma gondii dan toksoplasmosis sudah dimulai sejak awal abad 19 dan terus berkembang, baik dari sudut kedokteran manusia maupun veteriner, karena parasit ini termasuk parasit zoonosis. Meskipun hanya dikenal satu spesies Toxoplasma gondii, tetapi galur (strain) yang ditemukan pada berbagai jenis hewan, baik hewan liar maupun hewan domestik yang banyak dipelihara manusia, menyebabkan sejarah epidemiologi toksoplasmosis menjadi sangat panjang.

ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS

Penyebab toksoplasmosis adalah Toxoplasma gondii, suatu spesies protozoa yang paling banyak ditemukan pada manusia. Parasit ini termasuk parasit zoonosis yang dapat hidup di dalam tubuh berbagai jenis hewan berdarah panas dan dapat menular ke manusia. Toksoplasma gondii pertama kali dipelajari oleh Nicolle dan Manceux pada tahun 1908 berdasar penelitiannya atas parasit-parasit yang mereka temukan di dalam darah, hati, dan limpa binatang gundi (Ctenodactylus gundi), sebangsa rodensia mirip hamster yang terdapat di Afrika Utara. Binatang ini juga digunakan dalam penelitian leismaniasis pada laboratorium Charles Nicolle di Institure Pasteur di Tunis.

Gambar 3. Ctenodactylus gundi

(23)

Mula-mula Nicolle mengira bahwa yang ditemukannya adalah parasit Piroplasma atau Leishmania. Akhirnya diyakininya bahwa ia menemukan organisme baru yang dinamainya Toxoplasma gondii. Karena bentuknya mirip busur panah dan ditemukan pertama kali pada binatang rodensia gundi, maka parasit yang baru ditemukan tersebut diberi nama Toxoplasma gondii. Pada tahun 1908 Splendore menemukan parasit yang sama pada kelinci (rabbit) di Brazil yang mula-mula juga dikiranya Leishmania, tetapi tidak diberinya nama. Selama 30 tahun berikutnya, organisme mirip Toxoplasma gondii dapat diisolasi dari berbagai hospes, terutama spesies unggas yang untuk pertama kali dapat diisolasi dalam keadaan hidup oleh Sabin dan Olitsky (1937) dan dapat dibuktikan identik dengan isolat Toxoplasma gondii pada manusia.

Gambar 4. Charles Nicolle

(URL: http://www.toxo100.org/html)

Upaya pencegahan terhadap infeksi Toxoplasma gondii melibatkan sistem imun yang kompleks, termasuk innate immunity dan specifik immunity. Pada sekitar tahun 1940 antibodi humoral yang ditemukan ternyata dapat membunuh takizoit Toxoplasma gondii yang berada ekstraseluler, tetapi tidak mampu memberantas takizoit yang intraseluler.

(24)

Dalam waktu 50 tahun berikutnya, imunitas protektif terhadap Toxoplasma yang diteliti ternyata sebagian besar dirangsang oleh sel-sel imun limfoid.

MeskipunToxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia dan menginfeksi berbagai jenis hospes, hanya ada satu spesies saja yang ada. Infeksi Toxoplasma gondii pada berbagai jenis hewan ternyata menunjukkan gejala-gejala klinis pada masing-masing hospes yang berbeda-beda, bahkan sebagian besar tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Hal tersebut belum dapat dijelaskan mekanismenya. Karena itu antara tahun 1980 dan 1990 berbagai penelitian genetik dilakukan dan dikembangkan untuk menentukan perbedaan genetik berbagai isolat Toxoplasma gondii dari manusia maupun hewan yang berasal dari berbagai daerah geografis yang berbeda. Salah satu penelitian oleh Dubey dan kawan-kawan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa suatu isolat Toxoplasma gondii yang asimtomatik pada ayam di Brazil ternyata bersifat virulen terhadap tikus.

Tabel 1. Sejarah penemuan Toxoplasma gondii agen penyebab toksoplasmosis (J.P.Dubey, 2008)

Penemuan agen penyebab Kepustakaan/laporan

Protozoa ditemukan pada rodensia

(Ctenodactylus gundi ) di Tunisia Nicolle dan Manceaux (1908) Protozoa ditemukan pada kelinci di

Brazil Splendore (1908)

Pemberian nama: Toxoplasma gondii Nicolle dan Manceaux (1908) Isolasi pertama T.gondii dari hewan,

dalam keadaan hidup Sabin dan Olitsky (1937) Isolasi T.gondii dari manusia Wolf dkk. (1939). Pembuktian bahwa T.gondii manusia

dan T.gondii identik Sabin (1941) Pathogenesis of toxoplasmosis,

including hydrocephalus Penelitian patogenesis toksoplasmosis, termasuk

Frenkel dan Friedlander (1951)

(25)

MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP

Terdapat tiga bentuk atau stadium Toxoplasma gondii, yaitu stadium takizoit ( tachyzoite), stadium bradizoit (bradyzoite) yang di dalam jaringan akan membentuk kista, dan stadium sporozoit (sporozoite) yang terbentuk di dalam ookista (oocyst) yang terdapat di dalam usus kucing dan hanya dikeluarkan oleh kucing melalui tinjanya.

Takizoit

Takizoit yang berbentuk bulan sabit adalah stadium yang ditemukan pertama kali pada binatang gundi oleh Nicolle dan Manceaux pada tahun 1909. Stadium ini juga disebut sebagai trofozoit (trophozoite), bentuk proliferatif, atau bentuk endozoit (endozoite). Melalui proses yang disebut endodyogeny stadium parasit ini membelah diri dari satu menjadi dua takizoit.

Bradizoit dan kista jaringan

Istilah bradizoit (brady berarti lambat) diberikan oleh Frenkel (1973) terhadap stadium Toxoplasma yang berbentuk kista di jaringan. Bradizoit juga disebut sebagai sistozoit (cystozoite). Menurut Dubey dan Beattie (1988) bradizoit harus disebutkan sebagai kista jaringan (tissue cysts) untuk menghindari salah pengertian dengan ookista dan pseudokista. Jacobs, Remington, dan Melton (1960) untuk pertama kali menemukan sifat biologis kista, bahwa dinding kista dapat dirusak oleh pepsin atau tripsin, tetapi organisme dalam bentuk kista ini ternyata kebal atau resisten terhadap getah lambung (pepsin-HCl), sedangkan takizoit segera akan mati jika terpapar getah lambung. Hal ini menunjukkan bahwa kista jaringan berperan penting pada siklus hidup Toxoplasma gondii karena hospes karnivora dapat tertular parasit ini jika termakan daging yang terinfeksi. Mereka juga berhasil menemukan cara untuk mengisolasi Toxoplasma gondii dalam keadaan hidup dari jaringan hewan penderita toksoplasmosis kronis.

(26)

Gambar 5 . J.P.Dubey meneliti Toxoplasma gondii (http://www.ars.usda.gov/is/)

Dubey dan Frenkel (1976) melakukan penelitian mendalam tentang perkembangan kista jaringan dan bradizoit dan menjelaskan ontogeni dan morfologinya. Mereka menemukan bahwa pada mencit kista jaringan terbentuk 3 hari sesudah inokulasi hewan tersebut dengan takizoit. Kucing menghasilkan ookista dalam masa prepaten yang pendek, sekitar 3 sampai 10 hari, sesudah termakan kista jaringan atau bradizoit, sedangkan jika termakan takizoit atau ookista masa prepaten terjadi lebih lama, sekitar 18 hari. Penelitian Dubey dan Frenkel ini membuktikan bahwa bradizoit dan kista jaringan merupakan bagian integral dari siklus hidup Toxoplasma gondii, tidak tergantung pada imunitas hospes. Tidak ada satu galur/strain dari parasit ini yang secara alami tidak membentuk kista jaringan.

Stadium seksual dan aseksual

Menurut laporan Dubey dan Frenkel (1972) stadium-stadium ini terjadi di dalam enterosit usus kucing. Stadium enteroepitelial aseksual yang

(27)

pada parasit Coccidia lainnya. Morfologi bentuk ini berbeda morfologinya dari bentuk takizoit dan bradizoit yang juga terbentuk di dalam usus kucing. Tiga hari sesudah infeksi terjadi perbanyakan diri Toxoplasma gondii secara cepat, sedangkan seluruh siklus parasit telah lengkap dalam waktu 66 jam sesudah kucing termakan kista jaringan.

PENULARAN TOXOPLASMA

Penularan kongenital

Ketika sedang meneliti seorang bayi yang menderita hidrosefalus, epilepsi, dan anomali mata, Janku pada tahun 1923 menemukan kista parasit di dalam retina penderita yang ternyata kemudian adalah kista Toxoplasma gondii. Siklus hidup Toxoplasma gondii diketahui mekanismenya sejak tahun 1970. Infeksi kongenital Toxoplasma gondii pada bayi manusia mula-mula dijelaskan oleh Wolf, Cowen, dan Page pada tahun 1939. Sesudah itu toksoplasmosis kongenital juga dilaporkan terjadi pada berbagai spesies hewan, terutama domba, kambing, dan rodensia. Pada beberapa galur mencit yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii, toksoplasmosis kongenital dapat berlangsung berulang-ulang, sampai 10 generasi.

Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa Toxoplasma gondii merupakan penyebab penting ensefalitis pada bayi dan dapat ditularkan secara kongenital (Kook dkk., 1999).

Karnivorisme

Hewan-hewan pemakan daging ( karnivora) lebih sering mengalami infeksi dengan Toxoplasma dibanding hewan pemakan tanaman (herbivora). Juga prevalensi toksoplasmosis jauh lebih sering terjadi pada domba dibandingkan dengan prevalensinya pada kuda dan sapi. Penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa toksoplasmosis lebih banyak dilaporkan dari daerah-daerah yang penduduknya biasa makan daging mentah (Desmond dkk.,1965). Kean, Kimball, dan Christenson (1969) yang melakukan penelitian pada kelompok mahasiswa kedokteran yang diberi

(28)

hamburger yang dimasak kurang matang menunjukkan kejadian toksoplasmosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang mengkonsumsi hamburger yang dimasak matang. Hal ini menunjukkan bahwa karnivorisme mempunyai peran penting dalam penularan toksoplasmosis.

Penularan fecal-oral

Penularan toksoplasmosis secara kongenital dan karnivorisme dapat dijelaskan sebagai cara penularan penyakit ini, tetapi tidak bisa menjelaskan bagaimana penularan toksoplasmosis pada vegetarian dan herbivora yang tidak makan daging. Hutchison, seorang biologis dari Universitas Strathclyde di Glasgow, adalah penemu pertama bahwa infektivitas Toxoplasma gondii ada hubungannya dengan tinja kucing. Pada percobaan awalnya, Hutchinson memberi makan kucing yang terinfeksi cacing Toxocara cati dengan kista Toxoplasma gondii, lalu mengumpulkan tinja kucing yang mengandung telur cacing tersebut. Tinja kucing yang diapungkan pada larutan seng sulfat 33% dan disimpan dalam air kran selama 12 bulan ternyata dapat menyebabkan terjadinya toksoplasmosis pada kucing lain. Hal ini merupakan penemuan baru, karena bentuk takizoit dan bradizoit Toxoplasmosis gondii (dua bentuk yang dikenal pada waktu itu) akan mati jika disimpan di dalam air. Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan terhadap tinja kucing hanya menemukan telur cacing Toxocara cati dan ookista dari Isospora. Ia mengulangi percobaannya dengan dua kucing yang terinfeksi T.cati dan dua kucing yang tidak diinfeksi dengan T.cati. Toxoplasma gondii ternyata hanya ditularkan oleh kucing yang terinfeksi T.cati. Karena itu Hutchinson menduga bahwa T.gondii hanya dapat ditularkan melalui perantaraan telur cacing nematoda.

Teori ini kemudian terbantah, ketika penelitian-penelitian oleh Sheffield dan Melton (1969) dan Frenkel, Dubey dan Miller (1969) menunjukkan bahwa infeksi T.gondii tidak ada kaitannya dengan adanya telur T.cati. Toxoplasma gondii yang infektif juga ditemukan pada tinja kucing yang tidak terinfeksi

(29)

Gambar 6. Toxocara cati URL: http://generalhealth.blog.com)

Akhirnya, pengetahuan tentang siklus hidup Toxoplasma gondii menjadi lengkap dengan ditemukannya fase seksual parasit ini di dalam usus halus kucing. Ookista Toxoplasma gondii, yang terbentuk pada proses skizogoni dan gametogoni, dapat ditemukan di dalam tinja kucing dan dapat ditentukan sifat biologinya dan dijelaskan morfologinya (Dubey, Miller,dan Frenkel 1970).

Dari berbagai spesies hewan coba yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii, hanya golongan kucing yang dapat menghasilkan ookista (Dubey, Miller dan Frenkel 1972). Ookista yang mencemari lingkungan dapat menyebabkan terjadinya beberapa epidemi penyakit pada manusia. Studi seroepidemiologi di pulau-pulau yang terisolasi di Pasifik, Australia, dan Amerika Serikat yang tidak ada populasi kucingnya, menunjukan bahwa kucing hanya berperan penting pada penularan alami Toxoplasma gondii (Bowie dkk.1997; de Moura dkk. 2006; Teutsch dkk.1979). Percobaan vaksinasi kucing dengan mutan hidup galur T.gondii pada delapan peternakan babi di USA berhasil menurunkan penularan infeksi T.gondii pada tikus dan babi (Mateus-Pinilla dkk.1999), memperkuat peran kucing dalam penularan alami Toxoplasma gondii.

(30)

Tabel 2. Sejarah Penelitian Penularan Toxoplasma gondii

Penemuan/Penelitian Laporan/Publikasi Ilmiah

Toksoplasmosis Kongenital

 Penularan toksoplasmosis kongenital pada manusia dapat ditunjukkan

Wolf et al. (1939)  Penularan toksoplasmosis

berulang terjadi pada tikus rumah Beverley (1959)  Penularan toksoplasmosis

kongenital juga terjadi pada hewan liar (rusa ekor putih).

Dubey et al. (2008)

Karnivorisme: penularan melalui daging hospes perantara

Penularan pada hewan karnivora Weinman and Chandler (1954) Penularan melalui daging juga terjadi

pada manusia. Desmonts et al. (1965)

Penularan Fecal—oral

Penularan oleh bentuk T.gondii yang

terdapat pada tinja dapat dibuktikan. Hutchison (1965) Penemuan adanya fase koksidia

Toxoplasma. Hutchison et al. (1970, 1971), Frenkel et al. (1970), Dubey et al. (1970a,b), Sheffield and Melton (1970).

Dikenal adanya hospes definitif dan hospes perantara Toxoplasma.

Ookista hanya dikeluarkan oleh golongan kucing.

Frenkel et al. (1970), Miller et al. (1972), Jewell et al. (1972) Epidemi toksoplasmosis terjadi

melalui ookista secara oral / inhalasi dilaporkan pertama kali.

Teutsch et al. (1979)

(31)

karnivorisme pada kucing dan termakannya ookista secara fecal-oral yang terjadi pada hospes lainnya. Babi dan mencit dan mungkin juga manusia dapat terinfeksi hanya termakan hanya satu ookista, sedangkan kucing baru terinfeksi jika termakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi hanya satu bradizoit, dapat menghasilkan berjuta-juta ookista, tetapi dengan termakan per oral 100 bradizoit, belum tentu kucing terinfeksi parasit ini (Dubey dkk.1996, Dubey 2001, 2006).

Penelitian-penelitian tentang parasit ini lebih berkembang luas di seluruh dunia, sesudah dapat dibuktikan melalui pemeriksaan serologi yang lebih maju, bahwa Toxoplasmosis gondii merupakan parasit zoonosis yang dapat ditularkan dari berbagai jenis hewan ke manusia.

TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA

Toksoplasmosis kongenital

Tiga orang akhli patologi, Wolf, Cowen dan Paige , USA, menemukan dan mempelajari Toxoplasma gondii pada seorang anak perempuan yang dilahirkan dalam keadaan cukup umur (full term) secara caesar, pada 23 Mei 1938 di Babies Hospital, New York (Wolf dkk. 1939). Pada umur 3 hari bayi mengalam kejang-kejang, dan pada pemerksaan dengan oftalmoskop ditemukan makula pada kedua matanya. Pada umur satu bulan bayi meninggal dunia dan kemudian dilakukan otopsi. Juga dilakukan pemeriksaan posmortem atas jaringan otak, sumsum tulang belakang, dan mata sebelah kanan. Pada lesi ensefalomielitis dan retinitis ditemukan parasit Toxoplasma gondii bebas dan intraseluler. Pada hewan coba yang diinokulasi dengan jaringan jenasah, didapatkan Toxoplasma gondii hidup. Sabin membuat suatu ringkasan tentang gejala klinis toksoplasmosis kongenital berupa hidrosefalus, atau mikrosefalus, kalsifikasi intraserebral, dan korioretinitis yang sekarang digunakan sebagai patokan gejala-gejala klinis dari toksoplasmosis kongenital.

Toksoplasmosis dapatan

Pada tahun 1941 Sabin melaporkan kejadian toksoplasmosis yang diderita oleh seorang anak laki-laki berumur 6 tahun dari Cincinnati,USA. Anak

(32)

yang tidak menunjukkan keluhan dan gejala klinis apapun terkena pukulan tongkat basebal. Dua hari kemudian ia menderita sakit kepala dan kejang-kejang sehari kemudian. Pada hari ke tujuh ia dibawa ke rumah sakit tanpa gejala klinik yang jelas, tanpa kelainan apaun kecuali adanya pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) dan pembesaran limpa. Sesudah itu ia menunjukkan gejala-gejala neurologis dan akhirnya meninggal dunia pada hari ke-30 sejak sakitnya. Pemeriksaan histopatologis dan bioassay juga dilakukan pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang. Karena adanya dugaan infeksi virus polio, dilakukan inokulasi jaringan homogen korteks serebral pada mencit. Dari inokulasi mencit dapat diisolasi Toxoplasma gondii yang kemudian diberi nama sebagai isolat galur/strain RH, yang diambil dari singkatan nama anak yang yang meninggal dunia tersebut. Kemungkinan besar bahwa anak tersebut menderita toksoplasmosis dapatan yang baru dialami, yang tidak ada hubungannya dengan trauma kepala yang dideritanya.

Kasus ini merupakan sejarah toksoplasmosis yang sangat menarik, karena Toxoplasma gondii strain RH yang diisolasi dari anak tersebut kemudian dibiakkan berulang-ulang pada mencit di berbagai laboratorium di seluruh dunia. Sesudah melalui biak ulang yang panjang, keganasan strain parasit pada mencit telah menjadi tetap (stabil) dan kemampuan untuk menghasilkan ookista pada kucing akhirnya hilang (Dubey, 1977; Frenkel, Dubey, dan Hoff, 1976).

Pada tahun 1940, Pinkerton dan Weinman menemukan Toxoplasma gondii di dalam jantung, limpa, dan jaringan lainnya berasal dari seorang penderita berumur 22 tahun yang meninggal dunia pada tahun 1937 di Lima, Peru. Pinkerton dan Henderson pada tahun 1941 dapat mengisolasi Toxoplasma gondii dari darah dan jaringan berasal dari dua orang berumur 50 dan 43 tahun yang meninggal dunia di St.Louis,USA. Siim pada tahun 1958 menekankan kenyataan bahwa limfadenopati adalah satu gejala yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan pada orang dewasa. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Beverley dan Beattie pada tahun 1958 atas 30

(33)

terjadi kejadian luar biasa (KLB) toksoplasmosis akut di USA (Teutsch dkk.1979), di Canada (Bowie dkk.1997) dan di Brazil (de Moura dkk.2006).

Toksoplasmosis mata

Sebelum tahun 1950, hampir semua kasus toksoplasmosis mata dikaitkan dan diakibatkan oleh penularan kongenital (Holland,2003). Dari penderita dengan toksoplasmosis dapatan posnatal yang sebelumnya tidak menunjukkan adanya jaringan parut retinokoidal, 7 tahun sesudahnya 8,3% menunjukkan trjadinya lesi retina (Holland, 2003). Pada KLB toksoplasmosis di Canada tahun 1995 yang diduga terjadi akibat pencemaran air, 20 dari 95 penderita toksoplasmosis akut menderita toksoplasmosis mata (Burnett dkk.1998).

Tabel 3. Sejarah Penelitian Toksoplasmosis pada manusia

Penelitian/Penemuan

Publikasi Ilmiah/Laporan

Toksoplasmosis Kongenital Kasus toksoplasmosis kongenital

dibuktikan dan dilaporkan untuk pertama kali

Wolf dkk. (1939)

Gejala klinis khas toksoplasmosis kongenital ditetapkan(hidrosefalus ataumikrosefalus, korioretinitis, dan kalsifikasi intraserebral)

Sabin (1942)

Toksoplasmosis dapatan Laporan toksoplasmosis pertama

pada anak Sabin (1941)

Laporan toksoplasmosis fatal Pinkerton dan Weinman (1940) Gejala utama toksoplasmosis

dapatan: limfadenopati Siim(1956), Beverly dan Beattie (1958) Penderita AIDS peka terhadap

penuularan toksoplasmosis Luft dkk.(1983) Toksoplasmosis kronis Kista ditemukan pada sediaan

autopsi, menunjukkan adanya infeksi kronis yang asimtomatik.

Plaut (1946), Kean dan Grocott (1947)

(34)

Sebelum terjadi epidemi AIDS pada orang dewasa tahun 1980an, toksoplasmosis saraf pada orang dewasa jarang dilaporkan, dan umumnya hanya terbatas pada penderita-penderita kanker yang mendapatkan pengobatan kemoterapi atau penderita-penderita yang sedang mendapatkan transplantasi jaringan. Pada tahun 1983 Luft dkk. melaporkan bahwa ensefalitis yang dipicu toksoplasmosis akut, akan bersifat fatal jika tidak diobati. Hampir semua kasus toksoplasmosis akut yang terjadi akibat reaktivasi toksoplasmosis kronis dipicu oleh adanya hambatan imunitas intravaskuler akibat infeksi AIDS. Banyak penderita-penderita ini pada awalnya diduga menderita limfoma.

TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN

Mello (1910) di Turin, Italia, melaporkan untuk pertama kalinya terjadinya toksoplasmosis viseral akut yang mematikan pada seekor anjing berumur 4 bulan. Sesudah itu toksoplasmosis pada anjing banyak dilaporkan dari Cuba, Perancis, Jerman, India, Irak, Tunisia, Rusia, dan USA (Dubey dan Beattie 1988). Toksoplasmosis pada kucing untuk pertama kalinya baru dilaporkan tahun 1942 dari Middletown, USA.

Sebagian besar kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii tidak menunjukkan gejala. Toksoplasmosis pada kucing biasanya terjadi jika sistem imun kucing mengalami gangguan sehingga tidak mampu mencegah penyebaran takizoit. Hal ini terjadi pada waktu kucing masih bayi, kucing terinfeksi feline leukemia virus (FELV) atau terinfeksi feline immunodeficiency virus (FIV).

Gejala klinik yang sering terjadi pada kucing yang menderita toksoplasmosis antara lain adalah demam, tidak ada nafsu makan, dan mengalami letargi. Jika infeksi menyerang paru, kucing mengalami pneumonia yang mengganggu pernapasan dan dapat menimbulkan gejala klinis yang berat. Toksoplasmosis yang menyerang mata menimbulkan keradangan retina, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya tidak normal,

(35)

gangguan koordinasi, sangat peka terhadap sentuhan, berubah perilakunya, gangguan mengunyah dan menelan makanan, kejang-kejang, kencing dan beraknya tidak terkendali.

Sebagian besar toksoplasmosis pada kucing dapat disembuhkan menggunakan antibiotika klindamisin. Obat lain yang dapat digunakan adalah pirimetamin dan sulfadiazin yang dapat menghambat reproduksi Toxoplasma gondii. Pengobatan harus diberikan sedini mungkin, dan tetap diberikan selama beberapa hari sesudah gejala klinis menghilang. Pada infeksi akut pengobatan dimulai sejak titer antibodi yang tinggi diketahui pada uji serologi yang pertama kali dilakukan.

Toksoplasmosis pada biri-biri mendapatkan perhatian luas di seluruh dunia karena dampak ekonominya. William Hartley, J.L.Jebson dan D.Mc Farlane dari New Zealand menemukan organisme yang mirip Toxoplasma gondii di dalam plasenta dan janin domba yang mengalami abortus yang tidak jelas penyebabnya, yang disebut sebagai abortus New Zealand tipe II.

Hartley dan Marshall (1957) akhirnya berhasil menemukan Toxoplasma gondii dari janin abortus tersebut. Dubey dan Beattie (1988) kemudian membuat ringkasan tentang toksoplasmosis pada domba dan dampaknya pada bidang pertanian dan agrikultur. Berjuta-juta domba di seluruh dunia mati akibat toksoplasmosis. Penemuan dua organisme, Neospora caninum dan Sarcocystis neurona memperbaharui informasi tentang sebaran distribusi Toxoplasma gondii. Ternyata sapi dan kuda yang resisten terhadap toksoplasmosis dapat mengalami abortus akibat infeksi N. caninum (sapi) atau infeksi S. neurona yang menimbulkan ensefalomielitis yang fatal pada kuda di Amerika (Dubey 2003; Dubey dkk.2001). Banyak kasus-kasus neosporosis pada anjing yang salah didiagnosis sebagai toksoplasmosis. Sebelum ditemukannya ookista T.gondii, tidak satu orangpun yang menduga bahwa lingkungan perairan juga bisa mengalami pencemaran dengan T.gondii, dan bahwa mamalia perairan pemangsa ikan dapat juga terinfeksi parasit ini. Cole dkk.(2000) berhasil mengisolasi T.gondii dalam keadaan hidup dari anjng laut di USA. Sesudah itu beberapa laporan tentang kematian

(36)

mamalia perairan yang disebabkan akibat toksoplasmosis dapat ditemukan di kepustakaan.

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS

Pemeriksaan laboratorium dan inokulasi hewan coba

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan bentuk takizoit Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam sel leukosit, sumsum tulang, limpa, paru atau jaringan otak. Selain itu pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan atas jaringan yang terinfeksi parasit ini.

Kultur jaringan dan inokulasi intraperitoneal pada hewan coba, dapat dilakukan misalnya pada mencit, dengan bahan pemeriksaan berupa darah atau cairan tubuh (body fluid). Mencit harus diujicoba lebih dahulu untuk memastikan adanya Toxoplasma di dalam cairan peritoneum 6-10 hari pasca inokulasi.

Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis toksoplasmosis.

Sabin-Feldman dye test. Pengembangan penelitian serologi, dye test, oleh Albert Sabin dan Harry Feldman pada tahun 1948 merupakan penemuan besar terkait dengan toxoplasmosis. Uji serologi ini sangat sensitif dan spesifik tanpa menunjukkan adanya hasil yang semu atau palsu (false results) pada manusia. Penelitian-penelitian serologi telah membuka lebar-lebar studi epidemiologi insiden infeksi dengan Toxoplasma gondii di seluruh dunia yang menunjukkan tingginya prevalensi dan luasnya sebaran parasit ini pada manusia di banyak negara.

(37)

Antibodi IgM. Remington dkk. (1968) untuk pertama kali memanfaatkan

penemuan antibodi IgM di dalam darah talipusat atau serum janin untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital, karena antibodi IgM tidak dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgG dapat menembusnya. Sesudah itu Remington (1969) menemukan modifikasi Uji Antibodi Fluoresen Tidak Langsung (Indirect Fluorescent Antibody Test) dan ELISA untuk mendeteksi IgM di dalam darah talipusat (Naot dan Remington, 1980). Desmont, Naot dan Remington (1981) mengembangkan modifikasi kombinasi IgM-ELISA dengan uji aglutinasi (IgM-ISAGA) untuk mengeliminasi keharusan pemakaian konjugat enzim. IgM ternyata terbukti mempunyai kegunaan pada program penentuan diagnosis toksoplasmosis (Remington dkk.2006).

Direct Agglutination Test (DAT). Uji aglutinasi langsung yang sederhana

ini memiliki kegunaan dalam membantu mengarahkan diagnosis serologi toksoplasmosis pada manusia dan hewan lainnya. Penggunaan uji ini tidak memerlukan peralatan yang canggih, dan tidak menggunakan konjugat. Uji ini kemudian dikembangkan oleh Fulton (1965) dan diperbaiki oleh Dubey dan Desmond (1987) dan dikenal sebagai Modified Agglutination Test (MAT), yang banyak digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis pada hewan.

Pemeriksaan DNA

Penggunaan DNA untuk mendeteksi Toxoplasma gondii dari takizoit tunggal menggunakan gen B1 pada polymerase chain reaction (PCR) pertama kali dilaporkan oleh Burg dkk. (1989). Uji PCR kemudian dikembangkan menggunakan berbagai gen target yang berbeda dan terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis klinis.

(38)

Tabel 4 . Sejarah Diagnosis Toksoplasmosis

Penemuan/Penelitian Laporan Ilmiah

Sabin-Feldman dye test Sabin dan Feldman (1948) Toxoplasma skin test digunakan untuk survai Frankel (1948)

Pemeriksaan untuk mendeteksi IgM dalam darah

talipusat Remington dkk.(1968); Desmonts dkk.(1981) Penemuan Uji Aglutinasi Langsung yang sederhana Desmonts&Remington (1980);

Dubey dan Desmonts (1987) Pertama kali validasi uji serologi menggunakan

parasit hasil isolasi sebagai standard Dubey dkk.(1995); Dubey (1997) PCR digunakan untuk mendeteksi DNA T.gondii

menggunakan gen B1

Burg dkk. 1989.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS

Sejarah pengobatan toksoplasmosis dimulai pada tahun 1942 ketika Sabin dan Warren yang melaporkan efektivitas sulfonamid pada toksoplasmosis tikus, sedangkan pada tahun 1953 Eyles dan Coleman menunjukkan adanya sinergisme kombinasi sulfonamid dengan pirimetamin. Kombinasi terapi ini pada waktu ini merupakan terapi standard toksoplasmosis untuk manusia (Remington dkk.2006).

Sifat spiramisin (spiramycin) yang mempunyai efek antiplasmosis pada mencit ditemukan oleh Garin dan Eyles (1958). Karena spiramisin bersifat tidak toksis dan tidak menembus plasenta, obat ini digunakan untuk pengobatan pencegahan pada perempuan hamil penderita toksoplasmosis, untuk mencegah penularan parasit ke janin yang dikandungnya (Desmond dan Couvreur 1974). Penemuan klindamisin (clindamycin) yang juga bersifat antitoksoplasmosis digunakan untuk penderita yang alergi terhadap sulfonamid (Araujo dan Remington 1974).

(39)

Tabel 5 . Sejarah Penemuan Obat Anti-Toxoplasma

Penelitian/Penemuan

Laporan/Tulisan Ilmiah

Sulfonamid efektif terhadap T.gondii Sabin dan Warren (1942)

Pirimetamin bersifat sinergis dengan

sulfonamid memberantas takizoid yang

sedang membelah diri.

Eyles dan Coleman (1953)

Folic acid dan Ragi meningkatkan

aktivitas sulfadiazin dan pirimetamin Frenkel dan Hitchings (1957)

Spiramisin bersifat anti-toxoplasma Garin dan Eyles (1958)

Klindamisin bersifat anti-toxoplasma Mc Master dkk.(1973); Araujo dan Remington (1974)

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN TOKSOPLASMOSIS

Pemeriksaaan selama kehamilan

Desmond dan Couvreur (1974) di Paris melakukan penelitian serologi

pada perempuan hamil dan mengamati terjadinya serokonversi selama proses kehamilan pada ibu dan selama terjadinya penularan T.gondii pada janin. Darah diambil pada saat kunjungan pertama, bulan ketujuh, dan pada saat kelahiran bayi. Desmond memberikan pengobatan pencegahan pada ibu yang mengalami serokonversi selama terjadi proses kehamilan.

Penelitian-penelitian ini dan penelitian-penelitian sesudahnya membantu meningkatkan penyebaran program pencegahan toksoplasmosis pada ibu hamil.

(40)

Pada pemantauan selama 15 tahun penelitian menunjukkan bahwa:

Perbaikan higiene dan sanitasi

Sesudah siklus hidup T.gondii dipahami pada tahun 1970, hal ini memungkinkan untuk menganjurkan perempuan hamil dan orang-orang yang peka terhadap infeksi toksoplasmosis untuk menghindari paparan dengan ookista (Frenkel dan Dubey 1972). Penelitian-penelitian juga dilakukan untuk mencari cara memberantas T.gondii yang terdapat di dalam daging yang terinfeksi melalui pembekuan dan pemanasan serta radiasi (Kotula dkk.1991, Dubey dkk. 1986,1990).

Vaksinasi

Tujuan vaksinasi selain untuk menghambat pembiakan parasit di

1.Infeksi toxoplasmosis yang pada dua trimester

pertama paling sering menimbulkan kelainan

berat pada janin;

2.Tidak semua ibu yang terinfeksi T.gondii

menularkannya pada janinnya;

3.Perempuan yang mengalami seropositif

sebelum hamil tidak menularkan infeksinya

pada janin;

4.Pengobatan dengan spiramisin mengurangi

terjadinya penularan kongenital, tetapi tidak

menghambat proses penyakit pada bayi.

(41)

pembentuan kista parasit (bradizoit). Hal ini sangat penting untuk memberikan perlindungan imunitas pada ibu hamil dan mencegah penyebaran parasit untuk mencegah penularan pada janin agar tidak terjadi toksoplasmosis kongenital. Pada waktu ini belum ada obat yang dapat membunuh Toxoplasma gondii yang terdapat dalam bentuk kista jaringan sehingga dapat menyembuhkan infeksi parasit ini. Vaksinasi yang dilakukan terhadap domba menggunakan kista hidup strain Toxoplasma gondii yang tidak ganas dapat mengurangi kematian janin dan secara komersial vaksin ini sudah diperdagangkan (Wilkins dan O’Connel, 1983).

Penggunaan vaksin hidup belum memungkinkan diproduksi karena belum aman untuk digunakan dan banyak menimbulkan efek samping, pendek waktu efektivitasnya dan belum dapat diproduksi dalam jumlah besar karena membutuhkan dana besar. Karena itu sampai sekarang vaksin untuk mencegah toksoplasmosis pada manusia belum tersedia di pasaran.

(42)

BAB 3

BIOLOGI

TOXOPLASMA

 TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII  SEBARAN PADA DUNIA HEWAN  STADIUM TOXOPLASMA

 SIKLUS HIDUP  PATOFISIOLOGI  VIRULENSI PARASIT

(43)

K

elas Toxoplasmida yang termasuk subfilum Sporozoa terdiri dari tiga keluarga (famili) yang memiliki kekerabatan yang berdekatan, yaitu Toxoplasmidae, Besnoitiidae, dan Sarcocystidae. Masing-masing keluarga memiliki satu genus, begitu juga halnya dengan famili Toxoplasmidae yang hanya mempunyai satu genus, yaitu genus Toxoplasma.

TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII

Menurut Mc Gill (2008), Toxoplasma gondii yang berada pada kerajaan hewani atau kingdom Animalia (pada taksonomi yang lain dimasukkan dalam kingdom Protista) merupakan anggota subkingdom Protozoa. Bersama dengan Plasmodia penyebab malaria, parasit ini termasuk dalam filum Apicomplexa .

SEBARAN PADA DUNIA HEWAN

Kingdom

: Protista

Phylum

: Apicomplexa

Class

: Toxoplasmida

Subclass

: Coccidiasina

Order

: Eucoccidiorida

Family

: Toxoplasmidae

Genus

: Toxoplasma

(44)

Genus Toxoplasma tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) dan banyak menginfeksi berbagai mamalia berdarah panas, termasuk manusia, sapi, domba, babi, anjing, serigala, kucing, dan rodensia. Parasit ini juga ditemukan pada unggas dan reptil. Sarcocystis yang termasuk keluarga Sarcocystidae dan juga banyak tersebar luas di dunia jarang ditemukan pada manusia, tetapi dapat ditemukan pada primata terutama kera, sapi, domba, kambing, babi, kuda, rodensia, unggas terutama bebek liar, reptil, dan ikan. Infeksi lebih jarang ditemukan pada sapi dibandingkan pada babi dan domba. Sarcocystis sangat jarang ditemukan pada karnivora.

Toxoplasma boleh dikatakan tidak mempunyai hospes khusus, meskipun dengan melalui berkali-kali subkultur (passage) suatu strain Toxoplasma dapat beradaptasi dari satu hewan ke hewan lainnya. Strain-strain Toxoplasma cepat berubah sifatnya jika dilakukan subkultur di laboratorium.

Semua parasit anggota kelas Toxoplasmida hidup intraseluler obligat di dalam inti sel, meskipun parasit ini dapat juga ditemukan dalam waktu yang tidak lama di dalam sirkulasi darah dan limfe dalam bentuk zoit. Toxoplasma hidup di dalam semua jenis sel berinti, tetapi terutama ditemukan di dalam sel-sel retikuloendotel, otot dan sistem saraf pusat dan cabang-cabangnya, terutama di retina.

STADIUM TOXOPLASMA

Terdapat tiga bentuk Toxoplasma gondii, yaitu sporozoit, takizoit, dan bradizoit.

1. Sporozoit (sporozoite) . Stadium ini terdapat di dalam ookista. Ookista

yang terdapat di dalam tinja kucing berukuran garis tengah antara 10-13 mikron. Ookista mengandung dua sporokista yang masing-masing

(45)

mengandung 4 sporozoit. Hanya kucing yang mengeluarkan ookista Toxoplasma bersama tinjanya.

Gambar 7. Ookista berspora Toxolasma gondii (Sumber : CDC/ DPDx).

2. Takizoit (tachyzoite). Stadium ini berbentuk bulan sabit, berukuran 3x6

mikron, terbungkus di dalam selaput dan membentuk kista yang berukuran garis tengah antara 10-100 mikron (ookista yang terdapat di dalam tinja kucing berukuran garis tengah 10-13 mikron). Pada stadium akut toksoplasmosis, takizoit melakukan invasi jaringan dan memperbanyak diri di dalam sel.

(46)

Gambar 8. Takizoit Toxoplasma gondii di dalam makrofag peritoneum dari limbah peritoneum (URL: http://cal.vet.upenn.edu)

Gambar 9.

Takizoit

intraseluler Toxoplasma gondii

(URL:http://www.microbeworld.org/images/stories)

3. Bradizoit (bradyzoite). Bentuk yang terdapat pada fase laten

toksoplasmosis yang dialami oleh penderita dengan imunokompeten, berada di dalam bentuk kista berukuran antara 10-100 mikron di dalam jaringan otot dan saraf. Janin yang terinfeksi dari ibu yang menderita toksoplasmosis yang tidak menunjukkan gejala pada waktu dilahirkan, dapat menunjukkan gejala toksoplasmosis beberapa bulan atau beberapa tahun sesudahnya.

(47)

Gambar 10. Bradizoit di dalam kista jaringan

(Sumber: Lindsay, Auburn University ; Mc Gill , 2008 ) .

Gambar 11. Bradizoit di dalam pseudokista Toxoplasma dalam sel miokard penderita miokarditis

(URL: http://jpkc.gdmc.edu.cn/blx/bledu/english/images/9/86.jpg)

Gambar 12. SEM (Scanning Electron Micrograph) menunjukkan

bradizoit di dalam kista jaringan di otak

(Sumber: David Ferguson, Oxford University. http://cmgm.stanford.edu)

SIKLUS HIDUP

Gambar

Gambar 1. Transmission Electron Micrograph (TEM) Toxoplasma gondii di dalam sel
Gambar 2. Ibu hamil dan kucing ( URL:http://pregnancy.about.com/b/2010)
Gambar 3. Ctenodactylus gundi
Gambar 4. Charles Nicolle (URL: http://www.toxo100.org/html)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni rupa murni yang dikembangkan dari beragam unsur seni rupa Nusantara dan mancanegara. Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni

Hipoksia bisa terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh yang bisa dikarena kan kadar oksigen yang rendah di udara, saluran pernafasan yang terganggu, dan ke tidak ma

Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi

Nilai-nilai edukatif dalam tasawuf yang diterapkan pada Thariqah Qodiriyyah Wa Naqsabandiyyah di Pondok Pesantren At-Taqwa Cabean Pasuruan.. Kedamaian dan

Mahasiswa diminta untuk menjelaskan istilah yang belum dimengerti pada skenario “masalah”, mencari masalah yang sebenarnya dari skenario, menganalisis masalah tersebut dengan

Dalam hal ini jumlah PPh pasal 21 yang terutang akan di tanggung oleh perusahaan atau pemberi kerja yang bersangkutan. Dari sisi pegawai, gaji yang diterima

Oleh karena itu, kepentingan nasional dari Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam dapat di artikan sebagai faktor penting untuk melaksanakan program Heart of Borneo sebagai

Hewan ini dibagi dalam 5 kelompok, yaitu: satu kelompok sebagai kontrol negatif terdiri dari 3 ekor mencit yang diberi aquades , satu kelompok sebagai kontrol positif terdiri