• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Seismologi Episenter, Hiposenter Dan Magnitudo Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Seismologi Episenter, Hiposenter Dan Magnitudo Lokal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM SEISMOLOGI

EPISENTER, HIPOSENTER DAN MAGNITUDO LOKAL

Oleh:

RURRY ELSA LORENZA (12314016) ROSLIANI WIDIA PAMUNGKAS (12314028)

HARITSARI DEWI (12314030)

ASISTEN :

FADHLIRAMADHANAATARITA (12313028) ZAKARIASOFYANLAKSAMANA (12313070)

LABORATORIUM SEISMOLOGI, PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

EPISENTER, HIPOSENTER, DAN MAGNITUDO LOKAL

RURRY ELSA LORENZA N. (12314016) ROSLIANI WIDIA PAMUNGKAS (12314028)

HARITSARI DEWI (12314030) ABSTRAK

Hiposenter atau focus adalah titik di dalam bumi tempat bermulanya gempa bumi. Episenter adalah proyeksi hiposenter pada permukaan bumi. Dalam praktikum ini, episenter dan hiposenter ditentukan dengan metode lingkaran dan metode inversi. Metode lingkaran menggunakan selisih waktu tiba gelombang P dan S yang terekam pada stasiun gempa. Perpotongan garis bagi ketiga lingkaran adalah episenter. Metode inversi gradient atau metode pemodelan ke depan (forward modeling) menggunakan data waktu tempuh gelombang dengan menentukan data observasi dan parameter terlebih dahulu yang kemudian diiterasi terus menerus sampai mendekati nol. Magnitude lokal adalah ukuran logaritmik dari kekuatan gempa bumi atau ledakan yang berdasarkan pengukuran instrument yang dikembangkan oleh Richter. Magnitudo local dapat ditentukan dari amplitude maksimum sinyal yang tercatat di seismogram dan jarak episenter ke stasiun. Gempa mikroseismik bermagnitudo kurang dari sama dengan 3 SR

Kata kunci: hiposenter, episenter, inversi, lingkaran, magnitude local.

ABSTRACT

The hypocenter or focus is the actual point where earthquakes begin. The epicenter is the point on the earth’s surface that is directly above the hypocenter. Epicenter and hypocenter can be determined by triangulation method and inversion method. Triangulation method used the difference between the arrival times of the first P and the first S arrivals to calculate a distance to the epicenter. The distances from each station are then plotted on a map as circles and when 3 or more circles are plotted they should intersect at a point or at least in a small area around the epicenter. Inversion method or forward modeling determine the epicenter and hypocenter by using travel time with some parameters and observed data which is then iterated until the value is around zero. Local magnitude is a logarithmic scale of an earthquake developed by Richter and based on the instrument. Local Magnitude can be obtained from the maximum amplitude of a signal recorded on seismogram and the distance between epicenter and station. The magnitude of microseismic earthquakes are less than 3 Richter Scale.

Key words: hipocenter, epicenter, inversion, triangulation, local magnitude.

(3)

Gempabumi merupakan suatu fenomena alam sebagai manifestasi perilaku bumi yang bersifat dinamis yang mengubah kenampakan permukaan bumi seperti sekarang ini. Gempabumi adalah peristiwa pelepasan energi secara tiba-tiba oleh kulit bumi yang patah untuk kembali ke keadaan semula akibat adanya gaya tegangan dan regangan yang sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi. Energi yang release itu disebarkan ke segala arah dalam bentuk gelombang seismik dan dapat disebabkan oleh pergerakan lempeng, aktivitas vulkanik, ledakan nuklir, atau yang lainnya.

Seismologi merupakan suatu pembelajaran yang efektif untuk mengetahui lebih dalam mengenai pembangkit, penjalaran dan perekaman gelombang elastik didalam bumi. Salah satu pembangkit gelombang yang dapat bersifat merusak adalah gempa bumi, oleh sebab itu diperlukan kajian mendalam mengenai segala hal yang berkaitan dengan gempabumi. Lokasi gempa bumi dapat mengidentifikasi adanya struktur bawah pemukaan. Di samping itu, penentuan loaksi kejadian gempa dengan picking arrival time (penentuan waktu tiba) gelombang gempa secara manual atau otomatis dapat memberikan gambaran mengenai aktivitas tektonik di bawah permukaan bumi.

Laporan praktikum ini akan

membahas mengenai bagaimana

menentukan episenter dan hiposenter gempabumi dengan metode dasar yakni metode lingkaran dan metode inversi gradien serta menentukan nilai magnitudo dari suatu gempabumi

LATAR BELAKANG

Salah satu motivasi dalam studi gempabumi adalah ingin mengetahui kerusakan yang diakibatkan oleh gempa-gempa besar yang banyak menimbulkan korban jiwa dan melumpuhkan perekonomian. Resiko gempa sendiri terhadap kehidupan manusia dapat dikurangi dengan usaha-usaha mempelajari parameter fisisnya. Jika gempabumi berada di dasar lautan maka dapat menyebabkan timbulnya gelombang tsunami yang menghantam ke daratan. Karena itu ketika terjadi gempabumi, perlu ditentukan parameter-parameter dari gempa, yaitu : waktu tiba gelombang (origin time), episenter dan hiposenter gempa, kedalaman gempa, kekuatan gempa (magnitudo) dan intensitasnya.

Metode mikroseismik atau microearthquake (yang kemudian populer dengan nama gempa mikro) adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya gempa-gempa kecil (<=3 SR). Metode ini dapat menunjukkan sebaran zona-zona kejadian gempa melalui letak hiposenter dan episenter. Penentuan pusat suatu gempa sendiri dimulai oleh pembacaan seismogram yang mengandung beberapa informasi penting yaitu waktu kedatangan gelombang P,S,L dan R serta rata-rata kecepatannya. Infomasi inilah yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan jarak penjalaran gelombang dari pusat gempa ke stasiun serta berapa kedalaman suatu fokus gempa. Selain itu, diperlukan juga data posisi stasiun dan model kecepatan gelombang seismik. Sedangkan untuk penentuan magnitudo gempa memerlukan pengukuran amplitude, dan periode atau lamanya gelombang tersebut tercatat di suatu stasiun. Kemudian episenter dan hiposenter gempa tadi dapat ditentukan secara manual dengan beberapa

(4)

metode sederhana yang akan dibahas lebih lanjut pada laporan praktikum ini.

TEORI DASAR

Hiposenter adalah titik kejadian

gempabumi di fokus (bagian dalam bumi), sementara episenter adalah proyeksi dari hiposenter di permukaan bumi. Definisi tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 1. Gambaran titik hiposenter F dengan kedalaman h, jarak episenter Δ dan jarak hiposenter D. S adalah stasiun pengamatan dan E adalah titik episenter.

Metode yang digunakan untuk menentukan posisi episenter dan hiposenter gempabumi bermacam-macam dan terus berkembang sampai saat ini. Metode yang cukup sederhana dalam penentuan episenter yakni metode lingkaran, baik untuk kasus dua atau tiga stasiun. Metode ini didasarkan pada satu asumsi atau anggapan bahwa gelombang seismic merambat dalam lapisan homogen isotropis sehingga dianggap kecepatan gelombangnya konstan dalam perambatannya.

a. Metoda Lingkaran

Metode ini merupakan metode paling sederhana dalam menentukan episenter, yakni hanya menggunakan selisih waktu tiba gelombang P dan gelombang S yang terekam pada masing-masing stasiun gempa.

Estimasi Waktu Terjadi Gempa (Origin Time) Menggunakan Diagram Wadati Data yang diperlukan adalah waktu tiba gelombang P (tP) dan waktu tiba gelombang

S (tS). Dengan memplot tP tarhadap tP-tS

dari semua data yang dipicking dari semua stasiun, maka kita kita akan dapat menentukan waktu terjadi gempa t0 seperti

yang terlihat dalam gambar (2) yang merupakan titik potong garis regresi terhadap sumbu ordinatnya. Estimasi garis regresi ini dapat dengan mudah dilakukan dengan memakai metode least square untuk polinom orde satu. Cara seperti ini bisa dimengerti karena berdasarkan rumus.

Selanjutnya jarak hiposenter dapat dihitung dengan rumus sederhana berikut:

Gambar 2. Contoh diagram Wadati

Penentuan Episenter Untuk Kasus Tiga Stasiun

Buat lingkaran dengan pusat posisi masing-masing stasiun dengan jari-jari D. Pada daerah yang dibatasi oleh perpotongan ketiga lingkaran, tarik ketiga garis dari titik-titik perpotongannya sehingga

(5)

diperoleh suatu segitiga. Perpotongan garis bagi ketiga sisi segitiga tersebut adalah episenter gempa yang dicari.

Gambar 3. Estimasi episenter untyuk kasus tiga stasiun

Penentuan Kedalaman Gempa Dari gambar (1), kedalaman gempa dengan mudah dirumuskan, yaitu

Alternatif lain, kedalaman juga bisa dihitung dengan hubungan trigonometri.

b. Metoda Inversi Gradien

Dalam metode inverse ini, kita harus menentukan dulu data observasi yang kita pakai dan parameter yang kita inginkan. Dalam kasus penentuan lokasi gempa, data yang digunakan adalah data waktu tempuh gelombang, misalnya gelombang P. Data ini bisa ditulis sebagai suatu kumpulan data observasi � = (t1obs, t2obs, ... ,tnobs) dari n

stasiun gempa. Parameter yang ingin kita tentukan (biasa disebut parameterisasi model) adalah lokasi gempa � = (x, y, z). Sekarang bagaimana kita menentukan parameter tersebut dari data observasi. Ide dasar dari masalah inversi adalah perhitungan secara modeling (t1cal, t2cal, ... ,

tncal) sebagai fungsi dari parameter �,

mendekati data observasi �. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

Perhitungan waktu tempuh gelombang modeling ini tentu saja membutuhkan struktur kecepatan, dalam hal ini kecepatan gelombang P. Untuk kasus medium homogen dengan kecepatan konstan α, tcal dapat dirumuskan sebagai berikut :

tical=fi( ´m)=t0+

(xi−x) 2 +(yiy)2+(z iz) 2

dimana (xi ,yi, zi) adalah koordinat stasiun

ke i. Perhitungan ini disebut proses permodelan kedepan. Prosedur dasar dalam pemecahan masalah non-linier ini adalah dengan cara linierisasi persamaan diatas dan m dihitung secara iterasi.

c. Perhitungan Magnitudo Lokal Magnitudo lokal dari suatu gempa dapat dihitung dengan menerapkan perumusan asli dari Richter

PENGOLAHAN DATA I. Langkah Pengerjaan

A. Penentuan Episenter dan Hiposenter dengan Metode Lingkaran

1. Menghitung jarak hiposenter (D) dengan t0 dan tp dari

diagram wadati pada praktikum sebelumnyadan Vp yang sudah

ditentukan. Rumus menghitung jarak hiposenter adalah sebagai berikut D=Vp(tpt0)

2. Memilih 3 stasiun yang akan diplot

3. Membuat lingkaran dengan pusat posisi masing-masing stasiun dengan jari-jari D

(6)

4. Pada perpotongan 3 lingkaran, tarik ketiga garis dari titik-titik perpotongannya sehingga diperoleh suatu segitiga

5. Dari segitiga tersebut, buat garis bagi ketiga sisi segitiga sebagai episenter gempa yang dicari

6. Untuk mencari hiposenter,

gunakanlah rumus

h2=D2−∆2 dengan h adalah kedalaman, D adalah jarak hiposenter, dan ∆ adalah jarak episenter ke stasiun.

B. Penentuan Episenter dan Hiposenter dengan Metode Inversi Gradien

1. Menentukan data observasi dan parameter. Data observasi berupa data waktu tempuh gelombang P yang bisa ditulis seperti ´d=(t1 obs , t2 obs , …. , tn obs )

dari n stasiun gempa. Parameter yang ditentukan adalah lokasi gempa

´

m=( x , y , z)

2. Menentukan waktu tempuh gelombang modeling dengan rumus sebagai berikut

tical =fi( ´m)=t0+

(xix) 2 +(yiy)2+(ziz)2 dimana (xi,yi,zi) adalah koordinat stasiun ke i. m´ dihitung secara iterasi dengan langkah sebagai berikut,

1. Tentukan nilai awal

´ m0

=(x0, y0, z0, t

0) yang bisa

diperkirakan dari metoda lingkaran.

2. Proses linierisasi dilakukan dengan cara ekspansi Taylor dari persamaan t cal di sekitar nilai awal.

3.

Lakukan koreksi atau pembaruan nilai awal di langkah 1 dari solusi persamaan inversinya

x1=x0+∆ x0

(7)

z1=z0+∆ z0

t01=t00+∆ t00

4. Jadikan hasil langkah 3 sebagai nilai awal baru dan ulangi langkah 1 sampai 3 secara

iterasi sehingga didapat jumlah selisih data observasi dengan kalkulasi.

C. Penentuan Magnitudo Lokal

1. Plot tp terhadap ts-tp dari semua data

2. Hitung jarak hiposenter D untuk semua stasiun dan tabelkan

3. Tentukan episenter dan hiposenter dengan metode lingkaran kasus tiga stasiun 4. Tentukan episenter dan hiposenter dengan metode lingkaran dari semua stasiun 5. Bandingkan dan analisa dua kasus tersebut

6. Pemograman metoda inversi gradient 7. Hitunglah magnitude lokalnya. D.

II. Data dan Berita Seismo

E. Event 1 F. St as iu n G. U T M X H. U T M Y I. Tp J. To K. T r a v el ti m e L. D M. D N. A m pl O. Ma gni tud e Q. ( k m ) R. ( k m ) S. (s) T. (s ) U. (s ) V. ( k m ) W. (k X. (µm) Z. n n _e 3 1 4 7 AA. 785. 8 AB. 921 3 . 1 3 AC. 58. AD. 56.32 4 2 9 AE. 2.27 2 7 1 AF.1 1 . 3 6 3 6 AG. 7. AH. 49.15 77 5 AI. 1.5 94 36 AJ. c0 5 0 1 AK. 788. 1 2 AL. 920 1 . 4 4 AM. 58. AN. 56.32 4 2 9 AO. 2.41 7 7 1 AP.1 2 . 0 8 8 6 AQ. 10 AR. 49.01 42 3 AS. 1.9940 6

(8)

AT.n n _e 3 0 6 9 AU. 791. 3 3 5 AV.9 1 9 8 . 0 5 AW. 59. AX. 56.32 4 2 9 AY.2 . 9 4 7 7 1 AZ. 14.7 3 8 6 BA. 12 BB. 26.86 30 5 BC. 1.9861 8 BD. Event 2 BE. Stasi u n BF.U T M X BG. UT M Y BH. T BI. To BJ. T r a v e l t i m e BK. D BL. De BM.Ampl BN. Magni tud e BP.( k m ) BQ. (km ) BR. (s) BS.(s) BT.( s ) BU. (km ) BV. (k BW.(µm) BY. nn_e 3 1 4 7 BZ. 785. 8 CA. 921 3 . 1 3 CB. 5. CC. 3.19711 606 CD. 1.88 3 8 8 CE. 9.41 9 4 2 CF. 6 CG. 14.52 51 2 CH. 0.8298 2 CI. n n _ e 3 0 5 8 CJ. 7 8 9 . 3 0 7 CK. 919 9 . 2 4 CL. 5. CM. 3.19711 606 CN. 2.35 7 8 8 CO. 11.7 8 9 4 CP. 10 CQ. 0.038 86 2 CR. -1.1 30 5 CS.n n _ e 3 0 6 8 CT.7 9 5 . 7 0 6 CU. 919 9 . 5 4 CV. 5. CW. 3.19711 606 CX. 2.68 4 8 8 CY. 13.4 2 4 4 CZ. 11 DA. 15.36 97 3 DB. 1.5809 1 DC. DD. Event 3 DE. Sta DF.U T DG. UT DH. tp DI. t 0 DJ. Trave l DK. D DL. d DM. Ampl DN. Magnit

(9)

M X M Y Time DP.( m ) DQ. (m) DR. (s) DS. (s) DT. (s) DU. (km) DV. ( DW.(µm) DY. e3 DZ. 795 7 0 6 EA. 919 9 5 3 8 EB. 5. EC. 3.14 9 3 2 8 ED. 2.629 EE.1 3 . 1 4 3 3 6 EF. 1 EG. 5.841 EH. 1.1163 EI. e3 EJ. 7 7 7 8 2 2 EK. 919 9 1 7 1 EL. 6. EM. 3.14 9 3 2 8 EN. 3.348 EO. 16.7 3 8 3 6 EP. 1 EQ.9.941 ER. 1.7145 ES. e3 ET.7 8 5 8 0 0 EU. 921 3 1 3 3 EV. 4. EW. 3.14 9 3 2 8 EX. 1.848 EY.9 . 2 3 8 3 6 2 EZ. 6 FA.7.14 1 FB.0.5 FC. FD. Event 4 FE.S t a s i u n FF. U T M X FG. UT M Y FH. tp FI. t0 FJ. Trave l Time FK. D FL. d FM. Ampl FN. Magnit FP. ( m ) FQ. (m) FR.(s) FS. (s) FT. (s) FU.(km) FV. ( FW.(µm) FY.e 3 0 6 8 FZ.7 9 5 7 0 6 GA. 9199 5 3 8 GB. 28. GC. 25.39 6 3 5 GD. 2.737 GE. 13.68 3 2 6 GF. 1 GG.30.928 GH. 1.8626 GI. e 3 0 7 1 GJ. 7 7 7 8 2 2 GK. 9199 1 7 1 GL. 28. GM. 25.39 6 3 5 GN. 3.39 GO. 16.94 8 2 6 GP. 1 GQ.32.238 GR. 2.2254

(10)

GS. e31 4 7 GT. 7858 0 0 GU. 9213 1 3 3 GV. 27. GW. 25.39 6 3 5 GX. 1.92 GY. 9.598 2 5 7 GZ. 6. HA.28.828 HB. 1.1668 HC. HD. Event 5 HE. Sta HF.U T M X HG. UT M Y HH. tp HI. t 0 HJ. Trav el Time HK. D HL. d HM.Ampl HN. Magnitu do HP.( m ) HQ. (m) HR. (s) HS. (s) HT. (s) HU. (km) HV. ( HW. (µm) HY. e3 HZ. 795 7 0 6 IA. 9 1 9 9 5 3 8 IB. 60 IC. 5 6 . 7 7 8 9 3 ID. 3.34 3066 535 IE. 1 6 . 7 1 5 3 3 IF. 1 IG. 2. 07 42 87 8 IH. 0.76 4395 052 II. e3 IJ. 7 7 7 8 2 2 IK. 9 1 9 9 1 7 1 IL. 61 IM.5 6 . 7 7 8 9 3 IN. 4.23 6066 535 IO. 2 1 . 1 8 0 3 3 IP. 1 IQ. 0. 73 22 33 8 IR. 0.78 0688 795 IS. e3 IT. 7 8 5 8 0 0 IU. 9 2 1 3 1 3 3 IV. 59 IW.5 6 . 7 7 8 9 3 IX. 2.58 3066 535 IY. 1 2 . 9 1 5 3 3 IZ. 6 JA. 0. 21 80 46 1 JB. 0.83 0579 018 JC. JD. Event 6 JE. Sta JF. UT M X JG. U T M Y JH. tp JI. t 0 JJ. Trav el Time JK. D JL.de JM. Ampl JN. Mag nitud o JP. ( m ) JQ. ( m ) JR. (s) JS. (s ) JT. (s) JU. ( k m JV. (k JW.(µm)

(11)

) JY. e3 JZ. 7 9 5 7 0 6 KA. 919 9 5 3 8 KB. 42 KC. 24.1 4 1 9 7 KD. 18.2270 3432 KE. 18.2 2 7 0 3 KF. 9. KG. 3.075 56 05 KH. 0.65816 7004 KI. e3 KJ. 7 7 7 8 2 2 KK. 919 9 1 7 1 KL. 42 KM. 24.1 4 1 9 7 KN. 17.9650 3432 KO. 17.9 6 5 0 3 KP. 9 KQ. 5.434 48 14 KR. 0.88886 7433 KS. e3 KT. 785 8 0 0 KU. 921 3 1 3 3 KV. 44 KW. 24.1 4 1 9 7 KX. 20.3090 3432 KY. 20.3 0 9 0 3 KZ. 12 LA. 2.961 39 58 LB. 1.05439 8832 LC. LD. Eve n t LE.H LF. Episenter LG. (x,y) LH. Hiposenter LI. (x,y,z) LJ. Mag nitu do LK. 1 LL.7.6 14 28 7 LM. (792.5 ; 9210.3) LN. (792.5;9210.3;7. 614287) LO. 1.8582 LP. 2 LQ. 7.0668 64 LR. (790.6 ; 9209.2) LS.(790.6;9209.2;7.066864 ) LT. 1.18 040 1 LU. 3 LV.7.7 17 63 4 LW. (789.2;9 208) LX. (789.2; 9208; 7.717634 ) LY.1.13 053 4 LZ.4 MA. 8.2222 47 MB. (789.3;9 207.9) MC. (789.3; 9207.9; 8.222247) MD. 1.75162 2 ME. 5 MF. 11.899 21 MG. (791.125 ;9209.875) MH. (791.125;9209.8 75; 11.89921) MI.0.23 816 8 MJ. 6 MK. 15.677 64 ML. (786.75; 9200.375) MM. (786.75;9200.37 5; 15.67764) MN. 0.86174 4 MO. MP. MQ.

(12)

MR.

MS. E

vent

MT. 3 Lingkaran MU. Inversi

MW. Xo MX. Yo MY. Zo MZ. Xo NA. Yo NB. Zo NC. 1 ND. 792.5 NE. 9210.3 NF.7.614 287 NG. 789.3 NH. 9208.2 NI. 5.7 NJ. 2 NK. 790.6 NL. 9209.2 NM. 7.066864 NN. 792.6 NO. 9209.3 NP.2.0 NQ. 3 NR. 789.2 NS. 9208 NT. 7.717634 NU. 789.3 NV. 9208 NW. 0.4081 NX. 4 NY. 789.3 NZ. 9207.9 OA. 8.222247 OB. 789.2 OC. 9208 OD. 0.3686 OE. 5 OF.791.1 25 OG. 9209.875 OH. 11.89921 OI. 789. 9 OJ. 9208 OK. 3.186 OL. 6 OM. 786.75 ON. 9200.375 OO. 15.67764 OP.787. 8 OQ. 9203 OR. 10.58 OS.

OT. DISKUSI DAN

PEMBAHASAN

OU. Pada metoda garis

berat tiga lingkaran, data yang digunakan adalah data waktu tiba gelombang P dan S dari beberapa stasiun pencatat yaitu minimal tiga stasiun pencatat, didapat data episenter (x,y) dan hiposenter (x,y,z) dari 6 event ini. Episenter dan hiposenter event pertama berkoordinat (792.5;9210.3;7.614287), event kedua berkoordinat (790.6;9209.2;7.066864), event ketiga berkoordinat (789.2; 9208; 7.717634), event keempat berkoordinat (789.3; 9207.9; 8.222247), event kelima berkoordinat (791.125;9209.875; 11.89921), dan event keenam berkoordinat (786.75;9200.375; 15.67764). Pada penggunaan praktis, metode ini dilakukan dengan cara berulang-ulang mencoba membuat lingkaran ketiga

sehingga didapatkan titik E yang terbaik. Dengan demikian metode ini kurang dapat diandalkan, karena kualitas penentuannya tergantung pada ketelitian penggambaran ketiga lingkaran stasiun. Sedangkan pada metode inversi hasil koordinatnya akan berbeda dengan metode pertama (dapat dilihat pada tabel diatas). Metode inversi menggunakan data waktu tiba gelombang P dan gelombang S dengan anggapan yang digunakan adalah bahwa bumi terdiri dari lapisan datar yang homogen isotropik, sehingga waktu tiba gelombang gempa yang karena pemantulan dan pembiasan untuk setiap lapisan dapat dihitung. Berdasarkan sebaran kedalaman (hiposenter) dari metode tiga lingkaran,kedalaman berkisar antara 7 km sampai 16 km, sedangkan dengan metode inversi didapat kedalaman lebih dangkal sekitar 0.3 km sampai 11 km dengan mempertimbangkan faktor adaptive

(13)

damping. Input data untuk menjalankan program ini adalah posisi seismometer, waktu tiba dan struktur kecepatan dengan posisi sumber yang terletak di tengah dan terkepung jaringan seismometer/ penerima merupakan posisi ideal dalam penentuan koordinat hiposenter (Andri, 2006). Event-event ini bermagnitudo dibawah 3 SR yaitu sebagai berikut, event 1 adalah 1.8582 SR, event 2 adalah 1.180401 SR, event 3 adalah 1.130534 SR, event 4 adalah 1.751622 SR, event 5 adalah 0.23168 SR, dan event 6 adalah 0.861744 SR. Terlihat bahwa semakin jauh jarak antara episenter dari stasiun pencatat, semakin kecil magnitudo yang didapat, hal ini dikarenakan adanya faktor atenuasi dan geometrical spreading.

OV. KESIMPULAN

1. Posisi hiposenter dan episenter sangat bergantung pada kebenaran nilai waktu tempuh tP, selisih waktu

tP dan tS, posisi seismometer dan

struktur kecepatan lapisan..

2. Data episenter dan hiposenter berbeda antara metode satu dengan yang lain, dikarenakan metode tiga lingkaran hanya menentukan lokalisasi saja sedangkan dengan metode inversi digunakan Adaptive Damping untuk merelokalisasi ulang ke bentuk yang lebih baik untuk menghasilkan episenter dan hiposenter sebenarnya.

3. Besarnya magnitude sangat dipengaruhi oleh Amplitudo gelombang yang bergantung pada lapisan penyusun permukaan tanah.

4. Gempa mikroseismik bermagnitudo kurang dari sama dengan 3 SR 5. Semakin jauh jarak antara episenter

dari stasiun pencatat, semakin kecil magnitudo yang didapat karena adanya faktor atenuasi dan geometrical spreading.

OW. DAFTAR PUSTAKA

OX. Afnimar.2009.Seismologi.B andung: Penerbit ITB.

OY. Petunjuk Pelaksanaan

Praktikum Seismologi 2014.

OZ. Kennet, B.L.N., (1995), Seismic Traveltime Table, American Geophysical Unio.

PA. Puspito, Nanang T., ‘Struktur Kecepatan Gelombang Gempa dan Koreksi Stasiun Seismologi di Indonesia’ JMS Vol.1.No.2,Oktober 1996

PB. Ucapan terimakasih

PC. Puji syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, Kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Seismologi ‘Gelombang Seismik dan Analisis Seismogram’ ini. Kami juga menyampaikan terimakasih kepada asisten praktikum dan dosen yaitu Pak Afnimar karena atas segala bantuan dari segi apapun kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini.

PD. Kritik dan saran

kami harapkan agar laporan kami bisa menjadi lebih baik lagi.

(14)

PE. PF. PG. PH. PI. PJ. PK. PL. PM. PN. PO. PP. PQ. PR.

(15)

Posisi stasiun berdasarkan koordinat UTM dalam satuan km

Waktu tiba gelombang P (t observasi) pada masing2 stasiun

Model awal yang diperoleh dari data metode 3 lingkaran

Bagian inversi

Perhitungan tobs dan tcal

Jacobian

Damping factor

rms PS.

PT.Lampiran PU. Script Inversi

PV.

PW.

PX.

PY.

(16)

QA. QB. QC. Hasil Inversi QD. 1. Event 1 QE. QF. 2. Event 2 QG. QH. QI. QJ. QK. QL. QM. QN. QO. QP. QQ. QR. QS. 3. Event 3 QT. QU. QV. QW. QX.

(17)

QY. QZ. RA. RB. RC. RD. RE. RF. 4. Event 4 RG. RH. RI. RJ. RK. RL. RM. RN. RO. RP. RQ. RR. RS. RT. RU. 5. Event 5 RV. RW. RX. RY. RZ. SA. SB. SC. SD. SE. SF. SG. SH. 6. Event 6 SI. SJ. SK.

Gambar

Gambar 2. Contoh diagram Wadati
Gambar 3. Estimasi episenter untyuk kasus tiga stasiun

Referensi

Dokumen terkait

Pada kegiatan ekplorasi migas, untuk dapat mengetahui lapisan reservoir minyak bumi dapat digunakan metode seismik seperti gambar di atas, yaitu dengan mengirimkan gelombang

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data seismik yang berupa data waktu tiba dan arah gerakan pertama gelombang P dari gempabumi kuat yang terjadi

waktu yang digunakan oleh ikan untuk mulai pingsan yaitu pada ikan jantan. adalah 1.31.66.s sedangkan pada ikan betina adalah

Kolom berpacking ini berfungsi untuk memperlama waktu kontak antar cairan dan membuat bentuk aliran menjadi lapisan-lapisan (layer) bukan.. Proses pengamatan terhadap sampel

Distribusi hiposenter awal berdasarkan penentuan waktu tiba gelombang P dan S, dan durasi, baik dari sinyal waktu maupun spektrogram masih belum realistis

Data yang digunakan adalah data amplitudo komponen horizontal (Utara-Selatan dan Timur- Barat) dan komponen vertikal serta selisih waktu tiba gelombang P dan

Kemudian larutan A ditambahkan KI dan amilum larutan yang dihasilkan adalah tetap berwarna bening, lalu Ditambahlan dengan CCl4 larutan terpisah menjadi 3 lapisan dengan lapisan

Rumus perhitungan NDVI yaitu: Keterangan: II METODE Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Spatial Model Language, atau Bahasa spasial merupakan metode dalam pemodelan