PERSEPSI SUAMI ISTRI TERHADAP PERBEDAAN PENGHASILAN PADA
KELUARGA PETANI DI DESA MONGAN POULA KECAMATAN
SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
ARTIKEL
NOVIRA MUDAHAR
NPM: 09070064
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
PERSEPSI SUAMI ISTRI TERHADAP PERBEDAAN PENGHASILAN PADA
KELUARGA PETANI DI DESA MONGAN POULA KECAMATAN
SIBERUT UTARA KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
Novira Mudahar
1Drs. Ardi Abbas, MT
2Ikhsan Muharma P,M.Si ³
Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang persepsi suami istri terhadap perbedaan penghasilan
pada keluarga petani di Desa Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Keplauan
Mentawai. Sesuai dengan pokok permasalahan atas maka tujuan (1). Mendeskripkan
persepsi suami istri terhadap perbedaan penghasilan pada keluarga petani di Desa Mongan
Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Teori yang digunakan adalah struktur fungsional Talcont Parsons. Jenis penelitian ini
menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah
Informan sebanyak 10 orang. Jenis data primer dan skunder. Pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang
digunakan adalah reduksi data, sajian data, dan verification (penarikan kesimpulan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :(1). Pengetahuan suami istri terhadap perbedaan
penghasilan yaitu dengan adanya kemampuan yang dimiliki oleh ibu rumah tangga untuk
bekerja diluar rumah sehingga mendapatkan penghasilan sendiri.(2). Persepsi istri terhadap
pekerjaan adalah untuk menambah penghasilan pada kebutuhan keluarga.(3). Persepsi suami
terhadap pekerjaan isri adalah tetap mendukung pekerjaan istri diluar rumah dan untuk
menambah penghasilan pada keluarga.(4) makna bekerja bagi istri adalah ekonomi,
kemandirian, bahwa wanita juga bisa mencari uang, dan aktivitas ibu rumah tangga bisa
mengatur waktu untuk keluarga dan tidak melupakan perannya sebagai ibu dan istri dalam
rumah tangga.
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
2. Pembimbing I Dosen Universitas Andalas Padang
3. Pembimbing II Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI
Sumatera Barat
PERCEPTION OF HUSBAND WIFE INCOME DIFFERENCES IN THE FARMERS
FAMILY IN THE VILLAGE MONGAN POULA DISTRICT
NORTH SIBERUT MENTAWAI ISLANDS
Novira Mudahar
1Drs. Ardi Abbas, MT
2Ikhsan Muharma P,M.Si ³
Program Studi Pendidikan Sosiologi
STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
This study examines perceptions of the husband and wife to differences in family
income of farmers in the village of Mongan Poula Keplauan District of North Siberut
Mentawai district. In accordance with the above subject matter, the purpose of (1).
Mendeskripkan perception couple of differences in family income of farmers in the village of
Mongan Poula District of North Siberut Mentawai Islands.
The theory used is functional structure Talcont Parsons. This research uses a
qualitative approach with descriptive type. The sampling technique used purposive sampling
by number Informants many as 10 people. Types of primary and secondary data. The
collection of data through observation, interviews, and documentation. While the analysis of
the data used is data reduction, data presentation, and verification (conclusion).
The results showed that: (1). Knowledge of husband and wife to the difference in
income is with the ability possessed by housewives to work outside the home to earn their
own income. (2). The wife's perception of the work is to increase the income of the family's
needs. (3). Husband's perception of the work isri is still supporting the wife's employment
outside the home and to add income to the family. (4) The meaning of work for the wife is
the economy, self-reliance, that women can also seek money, and the activity of housewives
can set the time for the family and not forget her role as mother and wife in the household.
1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat.
2. Pembimbing I Dosen Universitas Andalas Padang
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya (keluarga inti/ batih). Pada umumnya sebuah keluarga tersusun dari orang-orang yang saling berhubungan darah dan atau perkawinan meskipun tidak selalu saling berbagi atap (rumah), meja makan, makanan, uang, bahkan emosi dapat menjadi faktor untuk mendefinisikan sekelompok orang sebagai suatu keluarga. Dalam kamus sosiologi keluarga diartikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi (Soekanto, 1985: 191). Berdasarkan definisi di atas suatu keluarga terbentuk melalui perkawinan, yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera.
Perilaku yang dilakukan oleh suami istri dalam upaya untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, sejahtera dipandang sebagai perilaku kekeluargaan. Ini juga dapat diartikan sebagai perilaku dalam kehidupan bersama yang didasari semangat saling pengertian, kebersamaan, rela berkorban, asih dan asuh serta tidak ada maksud untuk menguntungkan diri pribadi dan merugikan anggota lain dalam keluarga tersebut (Linton, 1984:54).
Seorang suami sebagai ayah maupun istri sebagai ibu dalam suatu keluarga memiliki kewajiban bersama untuk berkorban guna kepentingan bersama pula. Kedudukan ayah ataupun ibu dalam keluarga memiliki hak yang sama untuk ikut melakukan kekuasaan demi keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Status suami istri dalam keluarga adalah sama nilainya, maksudnya masing-masing diartikan cakap dalam bertindak. Suatu keluarga akan berdiri kuat, kokoh dan berwibawa apabila masing-masing dari anggota keluarga yang ada dalam keadaan seimbang, selaras dan serasi.
Perbedaan posisi antara suami dan istri dalam keluarga pada dasarnya disebabkan oleh faktor biologis. Secara badaniah, istri berbeda dengan laki-laki. Alat kelamin istri berbeda dengan alat kelamin laki-laki. Istri memiliki sepasang buah dada yang lebih besar, suara istri lebih halus. Istri melahirkan anak dan sebagainya. Selain itu, secara psikologis, laki-laki akan lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif, sedangkan secara psikologis istri akan
lebih emosional, lebih pasif, lebih sumitif (Budiman, 1985: 1).
Perbedaan secara biologis tersebut pada akhirnya menghasilkan perbedaan tugas di dalam lingkungan keluarga, istri yang cenderung lebih emosional, atau lebih melihat segala sesuatu dari sudut perasaan disinilah sangat sesuai dengan tugasnya untuk merawat, mengasuh dan mendidik anak. Istri memang dilahirkan dengan naluri keibuan, dengan naluri ini seorang istri diserahi tanggung jawab untuk mengasuh anak.
Oleh karena itu, istri memilih tanggung jawab pada ranah domestik karena ia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Kaum pria memiliki tanggung jawab pada ranah publik karena ia bertanggung jawab untuk mencari nafkah bagi keluarga. Keadaan ini pada akhirnya memposisikan kaum istri berada di bawah kaum pria di dalam sebuah keluarga. Selain itu keunggulan kaum pria yang cenderung rasional pada akhirnya memposisikan kaum pria di atas istri karena kaum pria dipandang akan lebih bersifat tenang dalam mengambil keputusan di dalam keluarga (Williams, 1995:471).
Keberhasilan suatu keluarga dalam membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia dan sejahtera tidak terlepas dari peran seorang istri yang begitu besar. Baik dalam
membimbing dan mendidik anak,
mendampingi suami, membantu pekerjaan suami bahkan sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.
Namun demikian kebanyakan dari
masyarakat masih menempatkan seorang ayah sebagai subyek, sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Sedangkan istri lebih sebagai obyek dengan kewajiban mengurus anak di rumah. Oleh karenanya terdapat pembagian kerja antara suami dan istri, suami memiliki areal pekerjaan publik karena kedudukan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Sedangkan istri memiliki areal pekerjaan domestik yang dapat diartikan oleh sebagian masyarakat yang menyatakan secara sinis bahwa seorang istri hanya memiliki tiga fungsi yaitu dapur, sumur dan kasur (Suhendi dan Wahyu, 2001:44).
Faktor sosial budaya seperti yang dikemukakan di atas kadangkala menjadi penghalang ruang gerak bagi istri, akibatnya kesempatan bagi kaum istri dalam dunia bisnis tidak dapat dilegitimasi dari masyarakat. Tidak adanya legitimasi dari masyarakat terhadap
kesempatan bagi para kaum istri dalam dunia bisnis. Pada akhirnya membuat kaum istri sulit untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat terutama dalam areal pekerjaan publik (Soekanto, 2009 :46 ).
Berdasarkan struktur sosial istri yang dikonsepkan oleh faktor sosial di atas maka kita akan mulai mempertanyakan mengapa istri mendapatkan fungsi rumah tangga atau pekerjaan domestik? Pemberian fungsi rumah tangga bagi para istri lebih disebabkan karena kaum istri harus melahirkan. Ini adalah fungsi yang diberikan dalam kepada mereka dan fungsi ini tidak dapat diubah.
Sesuai dengan anggapan umum
masyarakat, seorang istri atau seorang ibu dianggap tabu atau menyalahi kodratnya sebagai seorang istri apabila sering keluar rumah. Terlebih lagi apabila keluar rumah tanpa memperhatikan alasan mengapa dan untuk apa perbuatan itu dilakukan (Sajogyo, 1997:124). Namun jika kita mau lihat dari fakta yang ada di lapangan sering kali kaum ibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga. Fakta ini terutama dapat terlihat pada keluarga pra sejahtera, banyak dari para ibu yang ikut mencari nafkah tambahan bagi keluarga. Para keluarga prasejahtera peran ibu tidak hanya dalam areal pekerjaan domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan terjadi karena penghasilan sang suami sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Para istri lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat informal seperti petani, berdagang dan lain sebagainya dalam upaya mencari nafkah tambahan bagi keluarga.
Sesuai dengan anggapan umum
masyarakat, seorang istri atau seorang ibu dianggap tabu atau menyalahi kodratnya sebagai seorang istri apabila sering keluar rumah. Terlebih lagi apabila keluar rumah tanpa memperhatikan alasan mengapa dan untuk apa perbuatan itu dilakukan (Sajogyo, 1997:124). Namun jika kita mau lihat dari fakta yang ada di lapangan sering kali kaum ibu menjadi penyelamat perekonomian keluarga. Fakta ini terutama dapat terlihat pada keluarga pra sejahtera, banyak dari para ibu yang ikut mencari nafkah tambahan bagi keluarga. Para keluarga prasejahtera peran ibu tidak hanya dalam areal pekerjaan domestik tetapi juga areal publik. Ini dimungkinkan
terjadi karena penghasilan sang suami sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Para istri lebih banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat informal seperti petani, berdagang dan lain sebagainya dalam upaya mencari nafkah tambahan bagi keluarga.
Rumah tangga petani adalah salah satu contoh nyata dari keluarga prasejahtera yang ada di masyarakat. Istri petani ternyata memiliki peranan yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya. Menurut beberapa peneliti, wanita lebih berat pekerjaannya dari pada kaum laki-laki, paling tidak dalam jumlah jam kerjanya (Budiman, 1985:126). Tapi pada umumnya laki-laki lebih banyak pada sektor produktif, sementara
wanita sektor domestik yang tidak
menghasilkan. Hal ini memang sangat mendukung masalah yang diteliti, bahwa wanita (istri) tidak hanya bekerja di sektor domestik melainkan juga bekerja di sektor ekonomi dan sosial layaknya seorang istri.
Masyarakat di desa Mangan Poula adalah salah satu daerah dimana para istri bekerja sebagai non petani, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga. Berbagai pekerjaan yang dilakukan oleh para istri petani seperti usaha berdagang makanan dan PNS ( Pegawai Negeri Sipil ). Berdasarkan observasi diketahui ada lima keluarga yang diduga pendapatan istri yang lebih besar atau banyak dari pada pendapatan suami. Kelima mereka tersebut tiga orang bekerja sebagai guru, (SD, MTSN, dan SMA) dan dua bekerja sebagai pedagang kebutuhan harian. Akibat dari perbedaan penghasilan ini pandangan istri terhadap suami dapat diasumsikan berbeda juga. Pendapatan istri berkisar antara Rp. 1.000.000-,sampai Rp. 4.000.000-, perbulan. Informan Mina memiliki pendapatan paling tinggi dibandingkan yang lain. Sedangkan pendapatan suami berkisar Rp. 600.000-Rp. 750.000 perbulannya, keseluruhan informan penelitian istri memiliki pendapatan lebih besar dari pada pendapatan suami mereka. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan istri kurang menghargai suami, suami dianggap lebih rendah di mata masyarakat. Semua pandangan tersebut perlu dilakukan penelitian terhadap kebenarannya.
JENIS DATA DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 mei s/d 17 juni 2015, tempat penelitian di Desa Mongan Poula Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Adapun alasan memilih lokasi ini karena daerah ini masih adanya perbedaan pendapatan istri dan suami . Data primer adalah data yang diambil langsung dari informan penelitian. Sedangkan data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2011:193). Data primer juga merupakan segala data-data yang bersumber dari kata-kata dan tindakan dari kata-kata orang atau yang di wawancarai
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dan tipe penelitian ini adalah bertipe deskritif.
Metode pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive
sampling (Moleong 2014 : 97). Dalam
penelitian ini, penelitian menggunakan data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi dokumen. Model analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis data Miles dan Huberman.
HASIL PENELITIAN
1. Pengetahuan Suami/ Istri Terhadap Perbedaan Penghasilan
Tidak heran kalau pada saat ini banyak kita lihat dan dengar banyak para istri yang bekerja, termasuk istri petani. Banyak alasan-alasan yang membuat hal tersebut terjadi, namun masih sedikit yang dapat diketahui oleh istri-istri tentang pengetahuan istri bekerja, baik cara kerjasama, waktu bekerja maupun resiko kerja yang akan dilaluinya.
Pada informan diperoleh keterangan bahwa menurut informan secara keseluruhan setiap istri/ wanita punya keinginan yang berbeda-beda. Apalagi di masyarakat sekarang peran wanita semakin besar dan bahkan ada
pendapat bahwa wanita mempunyai
kemampuan yang sama dengan pria. Makanya tidak heran kalau banyak wanita sekarang yang bekerja meski mereka sudah bersuami. Dimana kalau di zaman dahulu mungkin para wanita khususnya yang sudah menjadi istri pasti hanya menjadi ibu rumah tangga saja, karena bagi mereka masalah ekonomi keluarga sudah menjadi tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga. Jadi hanya suami yang
berkewajiban mencari nafkah. Tapi kini, di zaman emansipasi wanita dimana wanita juga punya hak yang sama seperti pria sehingga para suami tidak sepenuhnya berhak melarang istri yang ingin bekerja karena mereka memiliki pendapatan juga, bahkan dalam hal ini semua informan penelitian istri memiliki pendapatan yang lebih besar
dari pada
suaminya.
2. Persepsi Istri Terhadap Pekerjaan
Berbagai persepsi istri muncul sejalan dengan berjalannya roda perekonomian
keluarga, kenyataannya bahwa suami yang
bekerja sebagai petani tidak mampu
memenuhi semua kebutuhan hidup. Hal ini
membuat sebagian istri petani bekerja,
tujuannya untuk menambah perekonomian
keluarga.
Bahkan,
pendapatan
yang
diperoleh istri lebih besar dari pendapatan
suaminya
3.
Persepsi Suami Terhadap Pekerjaan
Istri
Berbagai pandangan suami yang muncul
sejalan dengan berputarnya roda
perekonomian keluarga, dan suami pun menyadari bahwa pendapatan istrinya yang lebih besar dari pada pendapatannya sendiri, dan kurang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
4. Makna Bekerja Bagi Suami Istri
Maka akan pekerjaan itu diperoleh para wanita/ istri ketika mereka berinteraksi dengan orang lain seperti dengan teman kerjanya ataupun keluarganya. Ketika proses interaksi itu berjalan, bersamaan dengan itu berlangsung pula proses sosialisasi. Istri petani, mengalami proses osialisasi akan pekerjaannya melalui lingkungan kehidupan sosialnya. Sosialisasi yang baik akan pekerjaant tersebut menjadikan wanita tidak ragu dalam lingkungan pekerjaannya itu.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan Suami dan Istri terhadap
Perbedaan Penghasilan
Pengetahuan mengenai istri bekerja bagi istri petani di desa Mongan Poula secara keseluruhan didapatkan bahwa para istri menganggap istri yang bekerja dengan pendapatan yang lebih besar dari pada pendapatan suami itu biasa saja. Apalagi untuk zaman sekarang, kebutuhan untuk rumah
tangga makin sulit untuk dipenuhi, termasuk istri yang bersuami seorang petani.
Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh istri, mereka bisa bekerja hampir di semua sektor. Dimana tidak hanya laki-laki saja yang bisa melakukan pekerjaan tersebut, istri tidak hanya mengurusi urusan dalam rumah tangga.
2. Persepsi Suami dan Istri terhadap Pekerjaan
Persepsi istri mengenai suami yang bekerja sebagai petani membuat sebagian istri harus bekerja. Bagi istri di Desa Mongan Poula secara keseluruhan didapatkan bahwa wanita beranggapan setiap wanita punya hak
untuk membantu dalam perekonomian
keluarga. Para istri berpandangan bahwa dengan adanya pendapatan istri yang lebih besar dari pada suami adalah hal biasa, dimana istri tetap menghormati suami dengan tidak sewenang-wenangnya kepada suami dan menganggap suami adalah pemimpin dalam keluarga dan tidak boleh di lawan karena para istri menganggap itu merupakan dosa besar sesuai dengan ajaran agama yang mereka terima. Namun tidak semua istri yang bersikap demikian, karena istri menganggap suami haruslah bertanggung jawab terhadap kebutuhan keluarga dan memiliki tugas utama untuk menafkahi keluarga. Pandangan ini
mempengaruhi tindakan istri dengan
pendapatan yang lebih besar dari pada suami. Tindakan tersebut seperti memarahi suami dan tidak menghormati suami sebagai kepala rumah tangga lagi.
3. Makna Bekerja terhadap Suami Istri
Para istri bekerja tersebut memiliki pekerjaan yang mereka geluti berdasarkan
kemampuan yang mereka miliki dan
disesuaikan juga dengan fasilitas yang telah mereka miliki sebelumnya. Secara keseluruhan wanita di Desa Mongan Poula beranggapan bahwa pekerjaan yang dia geluti atau kerjakan saat sekarang sangat penting bagi mereka, dengan pekerjaan tersebut maka mereka dapat membantu perekonomian keluarga. Istri petani memaknai pekerjaan yang mereka lakukan
sebagai wujud kemandirian ekonomi,
aktualisasi diri dan sebagai tambahan penghasilan keluarga. Wujud kemandirian secara ekonomi dapat dilihat dengan adanya istri yang memiliki ijazah pendidikan sehingga mereka ingin mencari pekerjaan dengan melamar sebagai PNS agar bisa mandiri dan tidak terlalu tergantung kepada suami. Aktualisasi diri yang dilakukan istri dianggap
sebagai alat untuk menghilangkan rasa bosan di rumah, sehingga istri lebih baik bekerja. Makna sebagai tambahan penghasilan keluarga sangat jelas karena kebutuhan keluarga yang makin tidak terpenuhi oleh suami membuat istri untuk bekerja juga agar bisa membantu dan mengurangi beban suami sebagai pencari nafkah bagi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. 1985. Beberapa Masalah
Penting yang Berhubungan dengan Wanita di Pedesaan. Yogyakarta:
Rajawali.
Linton, Ralp. 1984. Antropologi Suatu
Penyelidik Tentang Manusia.
Bandung: Jemmars.
Moleong, Laxy J. 2007. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Sugiono. 2012. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung : Alfabeta. CV.
Sajogyo, Pudjiwati. 1984. Kerjadan Wanita,
Suatu Tinjauan Antropologi,
Sosiologis Ekonomis. Jakarta: Rajawali