• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kementerian Pekerjaan Umum ( PU ) memiliki inisiatif untuk menerapkan konsep Kota Hijau (Green Cities) di berbagai kota. Beberapa faktor yang melatar belakangi penerapan konsep kota hijau, antara lain pertumbuhan kota yang begitu cepat dan keterlibatan terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau. Beberapa tahun terakhir, permasalahan perkotaan semakin berat karena hadirnya fenomena perubahan iklim, yang menuntut masyarakat untuk memikirkan secara lebih seksama dan mengembangkan gagasan cerdas yang dituangkan ke dalam kebijakan dan program yang lebih komprehensif sekaligus realistis sebagai solusi perubahan iklim.

Misi kota hijau sebenarnya tidak hanya sekedar ‘menghijaukan’ kota. Kota hijau dengan visi yang lebih luas yaitu kota yang ramah lingkungan, memiliki misi antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan penggunaan transportasi massal yang ramah lingkungan dengan bahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor ( berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong,becak ) , menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan baik secara lingkungan, energi dan ekonomi secara seimbang.

Beberapa tahun belakangan ini diberbagai belahan dunia sedang menggalakan konsep smart city salah satunya di Indonesia. Konsep smart city ini kini menjadi impian banyak kota karena dianggap sebagai solusi dalam mengatasi kemacetan, kejahatan, sampah ataupun pemantau kondisi lingkungan di suatu tempat. Perjalanan menuju konsep smart city ini juga

(2)

2 sudah mulai berjalan . Dukungan aplikasi yang terus berkembang serta terciptanya ekosistem kreatif di bidang teknologi, merupakan langkah awal menuju kota pintar. Sebuah kota dengan dukungan teknologi pintar dalam menunjang aktivitas sehari-hari tentu akan semakin memudahkan manusia. Smart city memiliki beberapa indikator, salah satunya smart mobility. Menurut Alberti dan Elisa ( 2011 ) smart mobility adalah sebuah kota cerdas dengan smart mobility yang memiliki pergerakan yang " mudah " dan memiliki ketersediaan sarana yang inovatif dan berkelanjutan dengan transportasi umum, mempromosikan penggunaan kendaraan dengan dampak lingkungan yang rendah.

Kabupaten Boyolali merupakan salah kota di Provinsi Jawa Tengah yang berada di antara kota Solo dan Semarang. Luas wilayahnya 1.015 km

² dengan jumlah penduduk sekitar 950.000 jiwa.1 Perkembangan di bidang

ekonomi dan social di Kabupaten Boyolali sangat baik dan pemerintah Kabupaten Boyolali memiliki rencana merancang kawasan perkantoran terpadu untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.

Fokus dari rancangan tersebut adalah keberadaan alun – alun yang merupakan pengikat bangunan kantor bupati, gedung DPRD, dan masjid. Alun – alun menjadi pusat tata hijau kawasan lahan hijau terluas. Sistem pembangunan kantor pemerintah yang terpadu untuk mengurangi mobilitas antar dinas dan dapat ditempuh dengan sepeda atau jalan kaki sesuai dengan konsep arsitektur hijau.

Kawasan yang memiliki luas lahan 12 ha merupakan area hijau yang sejuk sehingga mungkin untuk direncanakan sebagai daerah bebas kendaraan bermotor. Jalan lingkar kawasan dibangun mengelilingi kompleks sebagai tepi batas luar kawasan. Jalan lingkar inilah yang menjadi penghubung kompleks dengan jalan utama ( Kusumawanto dan Syafii, 2011 ) 2.

1https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Boyolali diakses tanggal 25 oktober 2015

2 Kusumawanto A, Astuti B Z, Arsitektur Hijau dalam Inovasi Kota, Gadjah Mada University Press,

(3)

3 Jalan lingkar tersebut terhubung dengan kantong – kantong parkir untuk memarkir kendaraan bermotor yang digunakan. Ketersediaan kantong parkir di pinggir jalan dapat mengurangi polusi udara dan suara. Jarak kantong parkir kendaraan ke bangunan yang dituju adalah 200 m sesuai dengan standar pedoman perencanaan jalur pejalan kaki.

Fasilitas pejalan kaki di kawasan tersebut dirancang yang menjadi jalur pejalan kaki yang saling berhubungan satu sama lain. Selain itu, untuk meningkatkan kenyamanan pejalan kaki dibangun fasilitas jalur pejalan kaki beratap agar terhindar dari hujan dan panas. Dengan demikian, diharapkan pegawai di kawasan tersebut berjalan kaki dalam mobilitas antar gedung.

Urban Modeling Interface (UMI) adalah merupakan software baru yang berbasis Rhinoceros yang dikembangkan oleh Sustainable Design Lab di Massachusetts Institute of Technology. Software ini berfungsi untuk melihat kondisi termal, pengunaan energi, dan mobilitas di suatu kawasan dengan output datanya menampilkan bentuk 3 dimensi. Mobilitas pada urban modeling interface untuk melihat bikeability dan walkability dengan outputnya berupa walkscore ( angka ). Walkability pada urban modeling interface untuk melihat konektivitas pejalan kaki ke fasilitas. Penggunaan Urban Modeling Interface (UMI) diharapkan menjadi pembaharuan dalam meneliti walkability di suatu kawasan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi pada kawasan tersebut, antara lain :

1) Permasalahan walkability yang dihadapi di komplek perkantoran pemerintah kota Boyolali yang belum efektif.

2) Walkability pada kawasan baru komplek perkantoran pemerintah kabupaten Boyolali yang belum tercapai.

(4)

4 1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan permasalahan tersebut di atas, maka muncul pertanyaan penelitian :

a) Bagaimana kondisi eksisting walkability kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali ?

b) Faktor – faktor apa yang perlu ditingkatkan pada walkability di kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali ?

c) Bagaimana arahan pengembangan walkability kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali ?

1.4 Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.4.1 Tujuan

a) Mengkaji kondisi walkability di kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali

b) Menyusun rekomendasi berupa urban design guidelines penataan kawasan perkantor pemerintah Boyolali yang nyaman.

c) Menyusun strategi untuk mewujudkan green cities dan smart city di Boyolali

1.4.2 Sasaran

a) Menciptakan kondisi yang nyaman dalam berjalan kaki di kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali . b) Membuat model sistem pedestrian yang ideal di kawasan

perkantoran pemerintah kabupaten Boyolali

c) Menjadikan kawasan walkable sebagai bagian dari strategi greencities dan smart city.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah Kabupaten Boyolali dalam mengelola pedestrian dan meningkatkan saran prasarana. Manfaat untuk peneliti urban design dapat menemukan ide – ide baru dan

(5)

5 menjadi model percontohan temuan urban design guidelines pada kawasan perkantoran pemerintah Kabupaten Boyolali sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap kajian walkability dan dapat menjadi pertimbangan dalam mendesain kawasan tersebut.

1.6 Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian yang mengarah ke walkability dengan menggunakan UMI ( Urban Modeling Interface) dan di Boyolali belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian terletak pada metode dan lokus yang digunakan.

1. Ivan Gunawan, 2009, tesis yang berjudul “ Model jalur pedestrian di jalan Sudirman Yogyakarta berdasarkan aspek kenyamanan ruang jalan “ meneliti tentang kenyamanan pejalan kaki dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya.

2. Ria Sulida Hutabarat, 2011, disertasi yang berjudul “Walkability Planning in Jakarta “ meneliti kondisi dan perbedaan pedestrian di Jakarta dengan kota – kota di barat. Metode yang digunakan yaitu validasi lapangan jaringan pejalan kaki, pengamatan streetscape yang terstruktur, jumlah lalu lintas, pemetaan aktivitas pejalan kaki, survei pejalan kaki dan wawancara dengan pembuat kebijakan. 3. Lana Wiyananti, 2013, Penelitian Australia Award yang berjudul “

Walkability and Pedestrian Facilities in Indonesian Cities “. Penelitian ini untuk mengetahui kondisi infrastruktur pedestrian dengan menggunakan metode survei kawasan – dilakukan pada jam sibuk, wawancara responden di setiap kawasan (gender, umur, pekerjaan, penghasilan, karakter perjalanan, preferensi transportasi) , analisis kebijakan dan institusi.

4. Lukluk Zuraida Jamal, 2013, tesis yang berjudul “Walkability pada Kawasan Berbasis Transit Oriented Development Studi Kasus: Kawasan Stasiun Lempuyangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif-kuantitatif yang terdiri atas tiga tahap.

(6)

6 Tahap 1 dilakukan dengan metode interview terhadap sejumlah penumpang di Stasiun lempuyangan guna mengetahui jangkauan walkarea. Tahap 2 adalah analisa kualitatif terhadap kualitas ruang terbangun dalam walkarea berdasarkan variabel utama 3D; Design & Network (Desain & Jaringan), Distance -to transit (Jarak Tempuh), dan Destination Accessibility (Aksesibilitas Tujuan). Analisa tahap 2 selanjutnya dilakukan dengan pengukuran kuantitatif terhadap sejumlah jalur pilihan pejalan kaki guna mengetahui nilai dari walkarea stasiun. Pada tahap 3 dilakukan perbandingan walkarea dan dari walkarea eksisting terhadap beberapa walkarea lainnya.

5. Daniel Yudha Wiharjo, 2014, tesis berjudul The Governance Of Pedestrian Facilities Development In Yogyakarta Special Region, penelitian ini menggunakan metode diskripsi yang dikombinasikan dengan metode penjelasan (explanatory research). Metode deskribsi digunakan untuk menggambarkan kolaborasi yang terjadi pada proses penyediaan fasilitas pejalan kaki. Selain itu penelitian ini juga menggambarkan kondisi fisik dari fasilitas pejalan kaki yang ada di Kawasan Perkotaan Yogyakarta. Kemudian dari penggambaran tersebut, didapatkan penjelasan bagaimana kolaborasi antar pihak-pihak yang bertanggungjawab dapat mempengaruhi realisasi penyediaan fasilitas pejalan kaki.

6. Bonifasia Yuniar Rifani, 2014, skripsi yang berjudul Pengaruh Desain Kawasan Terhadap Walkability Wisatawan di Jalan Prawirotaman – Tirtodipuran Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas desain kawasan pada koridor wisata Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran, Yogyakarta berdasarkan persepsi wisatawan dan mengidentifikasi pengaruh desain kawasan terhadap walkability wisatawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deduktif kuantitatif dengan pengumpulan data melalui observasi dan kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara

(7)

7 accidental pada wisatawan yang berjalan kaki di Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran sejumlah 101 responden. Analisis kualitas desain kawasan dilakukan dengan statistika deskriptif, sedangkan pengaruh desain kawasan dilakukan dengan analisis faktor.

7. Ari Nova Firnanda, 2015, skripsi, Kajian Penilaian Kondisi Jalur Pedestrian dengan Menggunakan Indeks Walkability (Kenyamanan Pejalan Kaki ) Di Kawasan Pendidikan Yogyakarta. Penelitian ini memiliki tujuan melakukan inventarisasi sarana dan prasarana jalur pedestrian, melakukan penilaian tingkat walkability serta melakukan uji validasi hasil penilaian tingkat walkability. Metode kajian penilaian kondisi jalur pedestrian untuk kawasan pendidikan Yogyakarta adalah inventarisasi dan skoring sarana dan prasarana jalur pedestrian serta penilaian dan uji validasi indeks walkability . Perolehan data jaringan jalur pedestrian, sarana dan prasarana jalur pedestrian, jaringan jalan, dan penggunaan lahan didapat dari kegiatan interpretasi visual citra dan survei lapangan yang digunakan untuk inventarisasi dan penilaian tingkat walkability . Uji validasi penilaian tingkat walkability dilakukan melalui kegiatan wawancara untuk mendapatkan persepsi pejalan kaki pada segmen jalur pedestrian sampel di masing-masing kelas indeks walkability . 8. Skolastika Yori Sabatea Witapradipta, 2016, tesis, Walkability di

Kawasan Perkantoran Pemerintah Kabupaten Boyolali . Penelitian ini memiliki tujuan mengkaji walkability dan merekomendasikan urban design guideline. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode wawancara, observasi, dan simulasi. Langkah pertama dalam penelitian yaitu metode wawancara untuk mengetahui pola pergerakan pegawai, kemudian menggunakan metode observasi yang dilakukan pada hari kerja dan hari libur juga berdasarkan indicator walkability . Metode terakhir yang digunakan yaitu simulasi dimana metode ini saling melengkapi terhadap metode observasi. Simulasi walkability menggunakan plugin urban

(8)

8

modeling interface ( UMI ) yang dimodelingkan menggunakan rhinoceros terlebih dahulu.

1.7 Kerangka Pemikiran

Gambar

Gambar 1. 1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan