• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulisan proposal skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulisan proposal skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan proposal skripsi ini juga tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul proposal skripsi ini.

Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul proposal skripsi ini, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang semiotik, salah satunya pendapat Pierce. Selain itu digunakan sumber bacaan lainnya. Adapun buku-buku sumber bacaan lain yang digunakan dalam memahami dan mendukung penulisan proposal skripsi adalah :

1. Hoed, Benny (2011) yang berjudul Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, dalam buku ini dijelaskan tentang pengertian semiotika dan cakupan-cakupan ilmu semiotika menurut pendapat beberapa ahli/tokoh, salah satunya Ferdinand de Seasure, Roland Barthes, Julia Kristeva, Jacques Derida, Charles Sanders Pierce, Marcel Danesi & Paul Perron. Penulis menggunakan buku ini karena dalam buku tersebut berisi tentang semiotik dan penulis merasa buku itu penting untuk pengerjaan skripsi ini.

2. Zoest, Aart Van (1993) yang berjudul semiotika tentang tanda, cara

kerjanya dan apa yang kita lakukan dengannya. Dari buku ini penulis

(2)

4. Ginting Suka Sada Kata yang berjudul Ranan Adat, Orat Nggeluh, Rikut

Bicara Kalak, Ope Tubuh Seh Idilo Dibata, buku ini menjelaskan tentang

upacara adat yang ada di Etnik Karo. Salah satunya Upacara Mengket rumah

Mbaru. Buku yang menggunakan bahasa daerah ini sangat penting bagi

penulis yaitu sebagai pedoman untuk membuat daftar pertanyaan saat penelitian.

5. Tarigan Sarjani yang berjudul Mutiara Hijau Budaya Karo (Sastra Klasik,

Seni & Adat, Serta Pemerintahannya), yang menjelaskan tentang Upacara

adat etnik Karo, perumpamaan Karo, Ose-Ose, Merga Silima, Tutur Siwaluh,

Rakut Sitelu, dan lain sebagainya. Adapun kontribusi yang penulis kutip dari

buku ini ialah penjelasan tentang tutur siwaluh pada masyarakat Karo.

6. Sempa Sitepu dkk yang berjudul Pilar Budaya Karo, berisi tentang upacara adat etnik karo dan sistem kekerabatan etnik karo, dan lain sebagainya. Oleh karena itu adapun kontribusi buku ini terhadap skripsi peneliti adalah bagaimana sistem kekerabatan etnik Karo.

7. Sitepu Anton menulis tesis yang berjudul Nyanyian Katoneng-Katoneng

Dalam Konteks Kerja Mengket Rumah : Kajian Semiotik Dan Musikologi.

Dalam tesis ini Anton Sitepu sebenarnya lebih cenderung menjelaskan bangunan melodi nyanyian katoneng-katoneng dalam kerja mengket rumah, karena Anton Sitepu adalah lulusan dari Penciptaan dan Pengkajian Seni pada tahun 2015. Dengan membaca tesis ini, penulis sedikit memahami bagaimana upaca mengket rumah mbaru itu. Karena dalam tesis ini sedikit dibahas mengenai mengket rumah mbaru.

(3)

8. Naibaho Tumbur (2012) dalam skripsinya yang berjudul Upacara

Sulang-Sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial. Alasan

penulis menggunakan skripsi ini dalam kepustakaan yang relevan karena skripsi ini membahas tentang semiotik juga.

9. Tarigan Girson (2008) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Cawir Metua

pada Masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat. Hasil penelitian ini

menunjukkan banyaknya makna tersirat dari setiap simbol yang digunakan pada upacara adat kematian cawir metua pada masyarakat Karo di Kabupaten Langkat. Sehingga penulis membuat skripsi ini dalam kepustakaan yang relevan. Selain membahas tentang simbol atau semiotik, lokasi dan etnik yang dikaji juga sama, sehingga penulis merasa ini sangat penting untuk penyelesaian skripsi ini.

10. Sinaga Roniuli (2012) dalam skripsi Upacara Adat Sulang-Sulang Pahompu

Simalungun : Kajian Semiotik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara Sulang-Sulang Pahompu Simalungun memiliki sumbangsih makna yang memang yang berbeda dengan makna simbol yang sebenarnya dan setiap simbol yang dipakai memiliki nilai budaya yang dianggap luhur dan sudah menjadi salah satu status kebudayaan milik Simalungun.

2.1.1 Upacara Mengket Rumah Mbaru

Dalam etnik Karo, ada beberapa pesta budaya/pesta adat yang disebut

(4)

adalah Pesta Memasuki Rumah Baru, yang dikenal dengan sebutan Mengket

Rumah baru. Pesta ini tergolong sebagai pesta sukacita dan mulia karena pesta ini

menggambarkan kesuksesan tuan rumah (penyelenggara pesta).

Setiap etnik Karo (keluarga Karo), hanya satu kali saja menyelenggarakan upacara Mengket Rumah Mbaru. Walaupun mereka sanggup mendirikan lebih dari satu rumah, namun pesta memasuki rumah baru yang disebut hanya sekali dilaksanakan, sedangkan untuk rumah-rumah yang lainnya, dilaksanakan pesta yang disebut Sumalin jabu, (salah satu bentuk pesta memasuki rumah baru tanpa pelaksanaan tata cara peradatan lengkap) ataupun mungkin hanya dalam bentuk syukuran saja.

2.1.2 Sistem Kekerabatan pada Etnik Karo

Dalam kesempatan ini penulis akan membicarakan tentang sistem kekerabatan pada Etnik Karo. Sistem kekerabatan Etnik Karo bertumpu pada

Rakut Sitelu. Rakut Sitelu merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

dalam setiap upacara, dan merupakan suatu hal yang mendasari kehidupan bermasyarakat etnik Karo.

Rakut sitelu tersebut adalah kunci dari segala kegiatan adat-istiadat dan

mewadahi musyawarah dalam setiap upacara adat termasuk upacara Mengket

Rumah Mbaru. Ketiga unsur tersebut juga sering disebut rakut sitelu atau sangkep nggeluh yang terdiri dari :

(5)

Fungsi senina/sembuyak dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas-tugas sangkep nggeluh yaitu ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan sebagai unsur sangkep baik dalam musyawarah maupun dalam kegiatan atau pelaksanaan suatu pekerjaan berat atau ringan.

Sedang tugas khusus dalam kelompoknya ialah sebagai berikut :

1. Saling menyintai, mengasihi, tolong-menolong, asuh-asuh antara sesamanya.

2. Menciptakan kerukunan, kekompakan, dan keakraban antara sesamanya. 3. Berupaya selalu kompak dalam setiap kegiatan adat dari pihak

kalimbubunya.

4. Berusaha menjaga nama baik kelompoknya, menghormati kelompok

kalimbubu dan anak beru termasuk masyarakat lainnya.

5. Mengadakan pembagian harta warisan atas dasar adat kekeluargaan melalui pertimbangan yang cukup matang dan penuh keadilan.

2. Kalimbubu adalah pihak yang anak perempuannya dikawini oleh pihak laki-laki.

Fungsi dan tugas kalimbubu

1. Fungsi kalimbubu dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas-tugas sangkep nggeluh, dalam hal ini terutama sebagai penasehat, memberi arahan, menjaga keserasian, menunjukkan rasa cinta kasih, menggugah semangat dan kepeloporan.

2. Tugas khusus (intern) sama dengan tugas sembuyak/senina yang telah dijelaskan di atas.

(6)

3. Anak beru adalah pihak laki-laki yang menikahi putri pihak kalimbubu. Fungsi dan tugas Anak Beru

1. Fungsi anak beru dalam sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas

sangkep, yaitu memberi saran, memberi usul, menganalisa dan melaksanakan

seluruh volume tugas berdasarkan hasil musyawarah sangkep nggeluh di dalam berbagai kegiatan adat.

2. Tugas khusus (intern) sama dengan tugas sembuyak/senina.

Tapi ketiga unsur di atas masih dapat diperinci fungsinya yang disebut dengan

tutur siwaluh atau delapan sistem kekerabatan sehingga membuat kedudukan

seseorang menjadi lebih jelas. Tarigan (2012 : 46) mengatakan bahwa Tutur

siwaluh ialah perkenalan. Siwaluh artinya ialah hubungan perkenalan itu

mempunyai dasar sebanyak delapan macam. Jadi tutur siwaluh ialah dasar hubungan kepamilian ada delapan macam, yaitu :

1. Sembuyak, ialah saudara kandung, satu ayah dan satu ibu Ialah bila ayah bersaudara kandung

Ialah bila keturunan dari dua ibu satu ayah

2. Senina, ialah bila keturunan dari nenek saudara kandung 3. Senina sipemeren, ialah keturunan dari ibu saudara kandung 4. Senina siparibanen, istri saudara kandung

5. Anak beru, ialah anak sidiberu artinya bahwa seluruh anak.

Anak beru ialah anak perempuan dari satu keluarga tapi pengertiannya dalam

(7)

yang diturunkan oleh pihak sembuyak, senina, senina siparibanen, senina

sipemeren.

6. Anak beru menteri ialah hubungan kekeluargaan dari seluruh anak perempuan

dari pihak beru sukut, sembuyak, senina, senina siparibanen, senina

sipemeren.

7. Kalimbubu, ialah hubungan kekeluargaan dari istri sukut, sembuyak, senina, senina sipemeren, senina siparibanen

8. Puang kalimbubu, ialah hubugan kekeluargaan dari yang diakibatkan oleh

kalimbubu kita, (pihak istri).

2.1.3 Pengertian Semiotika

Kata semiotika berasal dari kata Yunani semion, yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu tanda. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian anda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest 1993: 1).

Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu harus dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili, dan menyajikan.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada dalam kehidupan masyarakat. Semiotik memiliki dua aspek, yaitu penanda (signfier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu

(8)

yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu sendiri yaitu artinya.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda. (Barthes, 1988:179)

Haliday (1992:16), mengatakan semiotik mulanya muncul dari konsep tanda yang berhubungan dengan istilah semaion (penanda) dan semianomenon (petanda) yang digunakan dalam ilmu Yunani kuno.

Sudjiman (1996:3) mengatakan semiotika mulanya dari konsep tanda, istilah tersebut berasal dari bahasa yunani semion yang berarati tanda-tanda terdapat di mana-mana, kata adalah tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera dan sebagainya.

De Saussure (dalam Hoed 2011:3) mengatakan bahwa, menggunakan istilah signifiant (signifier, ing,; penanda ,ind.) untuk segi bentuk tanda, dan

(9)

dua aspek, yaitu penanda (signfier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu sendiri yaitu artinya.

Dari beberapa pendapat di atas yang menjelaskan tentang pengertian semiotik penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda dan mengkaji tentang makna yang terkandung dalam sebuah tanda di mana tanda-tanda ini dianggap sebagai fenomena sosial dan hubungan antara masyarakat dan kebudayaan.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam proposal skripsi ini akan terjawab.

Secara etimologi, teori berasal dari bahasa yunani theoria yang berarti kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Subagyo (1991:20), mendefinisikan bahwa teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematika dalam gejala sosial maupun nature yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraks dari pengertian tau hubungan dari proposisi atau dalil. Ada pendapat lain, FN Kerlinger dalam bukunya Foundations of

(10)

Behavioral Research (1993) teori adalah sebuah set konsep atau contruct yang

hubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.

Saussure (1916:2), mengatakan kita dapat menerima suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai akibat dari psikologi umum, yang kemudian kita sebut sebagai semiologi. Semiologi mengajarkan kita suatu tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang mengaturnya.

Menurut Danesi dan Perron (dalam Hoed 2011 : 23) penelitian semiotik mencakup tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari lingkungannya (the world), yakni yang bersangkutan dengan “tubuh”-nya, “pikiran”-nya, dan “kebudayaan”-nya. Semiosis pada dasarnya menyangkut segi “tubuh” (fisik), setidak tidaknya pada tahap awal. Kemudian melalui representasi berkembang kegiatan di dalam “pikiran” dan selanjutnya, bila dilakukan dalam rangka kehidupan sosial, menjadi sesuatu yang hidup dalam “kebudayaan” sebagai signifying order. Dari sini, kita akan memahami bahwa ada hubungan yang erat antara “semiosis”, “representasi”, dan “signifying order”, yakni antara kemampuan sejak lahir manusia untuk memproduksi dan memahami tanda (semiosis), kegiatan dalam kognisi manusia untuk mengaitkan representamen dengan pengetahuan dan pengalamannya(representasi), serta sistem tanda yang hidup dan diketahui bersama kebudayaan masyarakatnya (signifying order).

Ketiga ranah tersebut sejajar dengan teori Peirce tentang proses representasi dan representamen. Representasi tanda menyangkut hubungan antara

(11)

representamen dan objeknya. Dalam teori semiotik Peirce, representasi tanda tidak sama kadarnya. Pada tahap awal, tanda baru hanya dilihat sifatnya saja-yakni bahwa itu adalah tanda-dan disebut “qualisign”. Pandangan Danesi dan Perron ini bersangkutan dengan “tubuh” atau “semiosis dasar”. Kemudian pada tahap yang lebih lanjut, representasi tanda sudah berlaku untuk tempat dan waktu tertentu, misalnya, menunjukkan sesuatu dengan jari: disini, disana) yang disebut “sin(gular) sign”. Dalam pandangan Danesi dan Perron ini sudah berkaitan dengan “pikiran” manusia. Akhirnya sejumlah tanda berfungsi berdasarkan konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut dengan “legisign”. Yang terakhir ini disebut oleh Danesi dan Perron sebagai “the signifiying order”. Proses pemaknaan standa sudah berlaku secara sosial.

Dalam melihat kebudayaan sebagai signifiying order, kita dapat membedakan empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan, yaitu :

1. Jenis tanda (ikon, indeks, dan lambang);

2. Jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan); 3. Jenis teks (percakapan, grafik, lagu/lirik, komik, dan lukisan), dan

4. Jenis konteks/situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial, historis, dan kultural).

Jenis- jenis Tanda

Ditinjau dari relasinya, Pierce (dalam Hoed, 2011:24) membedakan tanda sebagai berikut :

(12)

1. Ikon (icon), adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum (penanda), tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan suatu yang lain. Sehinga dapat dipahami ikon juga merupakan tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri yang sama dengan yang dimaksudkan.

2. Indeks (index), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung dari adanya sebuah denotatum (penanda). Dengan kata lain tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya.

3. Simbol/ Lambang (symbol), adalah tanda di mana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan matematika merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak di mana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti. Kajian ini dilihat berdasarkan penandaan dan pemaknaan di mana penandaan (konsep Pierce) dikaji lewat jenis ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan berdasarkan konsep Roland Barthes, pemaknaan tanda yang dikaji dengan menggunakan : 1. Makna Denotatif

Kata denotatif berasal dari kata denotasi (denostation) yang berarti tanda, petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang langsung dari suatu tanda,

(13)

yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual, baik yang non-verbal (garis, bidang, warna, tekstur, dan lain-lain), maupun bersifat verbal atau sudah berwujud (menggambarkan manusia, binatang, dan bentuk representatif lainnya).

2. Makna Konotatif

Kata konotatif berasal dari kata konotasi (connotation) yang berarti pengertian tambahan atau arti kedua yang tersirat diluar arti denotatif tadi. Serta konotasi adalah merupakan istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai dari kebudayaannya. (http//googleweblight.2014.arifbudi.lecture.ub.ac.id)

Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji

Upacara Mengket Rumah Mbaru pada masyarakat Karo adalah teori semiotika.

Saussure (1974:1) mengatakan bahwa tanda memiliki tiga aspek yaitu : 1. Aspek itu sendiri;

2. Aspek material dan tanda. Aspek material ini dapat berupa bunyi, tautan huruf menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini disebut dengan signifier;

3. Konsep, konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna suatu denotataum atau objek yang disebut dengan signified.

Tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Yang dapat menjadi

(14)

tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi kehidupan sehari-hari kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra, lukisan dan patung.

Berdasarkan objeknya, Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang sesuai dengan tanda itu sendiri.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976) disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatau hal, atau mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih melambangkan kesucian, warna merah melambangkan keberanian, dan padi melambangkan kemakmuran.

Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya dapat menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya.

Pierce juga membagi klasifikasi simbol menjadi tiga jenis yaitu: 1. Rhematic symbol atau symbolik rheme

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi)

3. Argument

1. Rhematic symbol atau symbolic rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, di jalan kita melihat lampu

(15)

merah lantas kita katakan berhenti. Mengapa kita katakan demikian, ini terjadi karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang mengatakan “Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak dan serta merta kita pergi. Padahal dari ungkapan tersebut yang kita kenal hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat menafsirkan proposisi itu dan seseorang segera dapat menitipkan pilihan atau sikap.

3. Argument yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. (http//googleweblight.2014 klasifikasi symbol blog shop.com)

Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Peirce. Di mana setiap tanda memiliki makna yang bersifat arbitrer atau mana suka.

Sesuai dengan teori di atas etnik Karo juga memberi makna pada setiap tanda bersiat arbitrer. Mereka menentukan makna dari sebuah tanda sesuai dengan situasi dan apa yang ingin meraka utarakan yang sesuai dengan adat istiadatnya. Etnik Karo menyesuaikannya dengan bentuk dan kebiasaan mereka sehari-hari.

Referensi

Dokumen terkait

Aspek teknis yaitu tinggi bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), dan 6Koefisien Lantai Bangunan (KLB) pada proyek Perumahan Puri Indah Marsawa lebih kecil dari

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki percaya diri tinggi memperoleh keterampilan proses sains biologi siswa lebih baik dengan skor 118,3

Maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan mengevaluasi penggunaan asam valproat sebagai obat antiepilepsi pada pasien epilepsi anak di Rumah Sakit

Azwar (1986) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya

Alasan paling mendasar dari pemakaian metafora pada koran ataupun pada ranah lain adalah untuk memudahkan pemahaman, menguatkan makna/ kesan, dan

sterilisasi dan pertumbuhan mikroorganisme pada makanan kaleng agar dapat diselesaikan secara numerik dengan metode beda

Rerata penerapan standar proses keperawatan di puskesmas dengan rawat inap di Kabupaten Cilacap termasuk kategori yang tidak baik menurut rentang nilai Arikunto

keuntungan usaha budidaya udang vanname secara finansial ditinjau dari sistem tambak yang digunakan, serta untuk mengetahui sensitivitas usaha budidaya udang