• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes Aegypti

Menurut Marcellus nyamuk Aedes aegypti mempunyai peranan penting dalam bidang kesehatan yaitu sebagai vektor DBD. DBD disebabkan oleh virus dan terdapat di daerah tropik. Cara penularanya adalah setiap kali nyamuk menusukkan kanalnya (ujung moncongnya) ke kapiler darah manusia untuk menghisapnya, maka nyamuk segera mengekskresi air liurnya yang mengandung anti koagulan (zat anti pembekuan darah) supaya darah mudah di sedot yang juga mengandung virus dengue, sehingga air liur yang tercemar virus tadi menular ke manusia yang menjadi korban gigitanya. Bila penderita digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk dan siap untuk ditularkan kepada orang lain.(9)

1. Taksonomi dan Morfologi

Aedes aegypti secara taksonomi dan morfologi disebutkan bahwa nyamuk Aedes aegypti (diptera Culicidae) sebagai black white mosquito, karena tubuhnya

ditandai dengan pita atau garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah.(10)

Menurut Richard dan Davis, kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum - Arthropoda Klas - Insecta Ordo - Diptera Familia - Culicidae Genus - Aedes

Spesies - Aedes aegypti

Aedes aegypti seperti juga serangga lainya yang termasuk ordo diptera,

(2)

telur, larva (jentik), pupa (kepompong), dan nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan dari telur menjadi dewasa di laboratorium yang bersuhu 27°C dan kelembapan udaranya 80°C kurang lebih 10 hari. Waktu 10 hari tersebut juga diperkirakan untuk keperluan pertumbuhan Aedes aegypti dari telur sampai dewasa di alam bebas.(11)

a. Stadium Telur

Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Telur Aedes aegypti berwarna hitam, sepintas lalu tampak bulat panjang dan berbentuk jorong (oval) menyerupai terpedo dengan ukuran ± 0,7 mm. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Di bawah mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampaknya ada garis-garis yang membentuk gambaran menyerupai sarang lebah.

Di alam bebas telur spesies nyamuk ini diletakkan satu persatu menempel pada dinding wadah/ tempat perindukan terlihat sedikit di atas permukaan air. Telur nyamuk Ae. aegypti tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85 % melekat di dinding TPA, sedangkan 15 % lainnya jatuh ke permukaan air.

Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti (22)

Di dalam laboratorium, terlihat jelas telur-telur ini diletakkan menempel pada kertas saring yang tidak terendam air sampai batas setinggi 2-4 cm di atas permukaan air. Di dalam laboratorium telur menetas dalam waktu 1 – 2 hari, sedangkan di alam bebas untuk penetasan telur diperlukan waktu yang kurang

(3)

lebih sama atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan yang mempengaruhi air di wadah / perindukan.(12)

b. Stadium Larva

Larva nyamuk Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).(12)

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu(tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaaan air.(12)

(4)

c. Stadium Pupa

Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengunyah yang berguna untuk berenang,. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.(12)

Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti (22)

d. Stadium Dewasa

Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.

Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan

metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha),

tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada

(5)

juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk : lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Ae. aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya.(12,13)

Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegypti Betina Dewasa (22)

2. Bionomi nyamuk Aedes aegypti

Telur, larva dan pupa nyamuk Ae. aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah. Survey yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya.(12)

Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangakap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya.(12)

Nyamuk Ae. aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan

(6)

terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar matahari langsung. Nyamuk Ae. aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00. Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia daripada hewan, menggigit dan menghisap darah beberapa kali pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum menghisap darah beberapa kali karena pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum kenyang, orang sudah bergerak, nyamuk terbang dan menggigit lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya.(13)

Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae.

aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh

inang, temperatur, kelembaban, kadar karbondioksida, dan warna. Khan melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegangi peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap dan ditempat-tempat lain yang terlindung.(13)

3. Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti

Ae aegypti di dalam air dengan suhu 20-400 C akan menetas menjadi larva

dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari.(12)

(7)

Gambar 2.5 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti (17) 4. Perilaku nyamuk Dewasa

Keluar dari kepompong nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa / darah. Nyamuk jantan menghisapcairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan nyamuk betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada darah binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul

(8)

09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Ae.aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah.(12,13).

Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air.

Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20º C sampai 420º C, dan bila tempat - tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.(13)

5. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypi tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis.

Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah + 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.(13)

6. Kepadatan Populasi

Pengamatan vektor dalam strategi pemberantasan DBD terutama ditujukan terhadap Ae. aegypti yang merupakan vektor utama. Keterangan yang harus dikumpulkan secara terus menerus adalah distribusi dan kepadatannya.

Indikator Breteau Index (BI) dapat membantu kita dalam mengambil keputusan waktu sebaiknya tindakan fogging dilakukan. Menurut kriteria WHO

(9)

1994, suatu wilayah dengan BI = 2 atau kurang termasuk wilayah yang aman DBD, sedangkan untuk wilayah dengan BI = 5 atau lebih termasuk potensial (berisiko), suatu waktu disitu akan berisiko terjadi penularan DBD.

Dengan demikian, kalau distratifikasikan berdasarkan BI-nya, maka BI = 5-20 termasuk risiko rendah, BI =5-20-35 termasuk risiko sedang, sedangkan BI = 35-50 termasuk risiko tinggi.

Maya Index adalah indikator baru yang digunakan untuk

mengidentifikasikan apakah sebuah area atau komunitas berisiko tinggi sebagai tempat perkembang biakan ( breeding sites ) nyamuk Ae. aegypti, didasarkan pada status kebersihan area tersebut dan ketersediaan tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembang biakan nyamuk.(14)

Tabel 2.1 Contoh Controlable sites dan Disposable sites(15)

Controlable sites Disposable sites

Ember Pot bunga Talang air Drum minyak Sumur Bak mandi Padasan Tempat minum burung

Bak air Tower Botol bekas Kaleng bekas Ban bekas Ember bekas Lubang pada bambu Pohon yang berlubang

Tempurung kelapa Genangan air Toples bekas

Gelas

Tempat perindukan dibedakan menjadi tiga yaitu tempat yang dapat dikontrol ( controlable sites ), sampah (disposable sites) dan tempat yang selalu terkontrol (undercontrolable sites ).

Undercontrolable sites merupakan tempat yang tidak mengandung larva Aedes. Tempat yang termasuk dalam controlable sites dan disposable sites dapat

dilihat pada tabel 2.1

Maya Index didapat dengan mengkombinasikan Hygiene Risk Index (HRI)

dan Breeding Risk Index ( BRI ), yang didefinisikan sebagai berikut

a. Breeding Risk Index ( BRI ), proporsi controlable sites di setiap rumah. controlable sites

HRI = ___________________________ Rata-rata kontainer tiap rumah

(10)

b. Hygiene Risk Index (HRI), proporsi disposable sites di setiap rumah. disposable sites

HRI = ___________________________ Rata-rata kontainer tiap rumah

Jumlah disposable sites yang tinggi, rumah dikategorikan kotor, demikian sebaliknya bila jumlah disposable sites rendah maka rumah dikategorikan bersih.

Controlable sites tinggi menunjukkan rumah tersebut berisiko tinggi sebagai

tempat perindukan nyamuk.

Sebaliknya bila controlable sites rendah, rumah tersebut berisiko

rendah untuk menjadi tempat perindukan nyamuk. Pada akhir-akhir ini banyak dipakai indeks pupa dengan pemikiran bahwa pupa hamper pasti menjadi nyamuk sedang larva indeks masih memungkinkan tidak menjadi larva. Perlu dipikirkan juga penggunaan ovitrap indeks dan virus indeks untuk lebih memberikan nilai kewaspadaan dini.(15)

B. Nyamuk Aedes Albopictus

Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest mosquito) yang

memperoleh makanan dengan cara menggigit dan menghisap darah berbagai jenis binatang, berkembangbiak di dalam lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu, dan buah kelapa yang terbuka.

Aedes albopictus termasuk dalam subgenus yang sama dengan Ae. aegypti

(Stegomyia). Klasifikasi Ae. albopictus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum - Arthropoda Klas - Insecta Ordo - Diptera Familia - Culicidae Genus - Aedes

(11)

Dalam musim penghujan relatif tersedia lebih banyak tempat yang cocok bagi habitat Aedes albopictus. Itulah sebabnya jumlah populasi Ae. albopictus sangat erat kaitanya dengan musim penghujan. Ae. albopictus merupakan nyamuk yang selalu menggigit dan menghisap darah manusia sepanjang hari mulai pagi sampai sore.

Waktu menggigit paling sedikit ialah pada saat tengah hari selama cuaca kering dan panas. Perbedaan waktu puncak aktivitas antara menggigit di dalam dan di luar rumah diduga disebabkan oleh perbedaan intensitas cahaya. Di daerah perhutanan periode puncak menggigit tidak begitu nyata dibandingkan dengan daerah yang tidak berhutan. Nyamuk ini pertama kali menyerang manusia pada tungkai, tetapi sering juga pada lengan.(16)

Jarak terbang nyamuk dewasa betina jenis ini berkisar antara 400 – 600 meter. Kesempatan berpindah tempat secara pasif bagi Ae. albopictus lebih terbatas sebab spesies ini hidup di luar rumah. Namun di sisi lain, kebiasaan mencari makan Ae.

albopictus memungkinkan spesies ini mentransmisikan virus Dengue dari kera ke

manusia dan sebaliknya. Perkawinan terjadi di udara, satu kali kopulasi sudah cukup untuk menyebarkan bibit telur. Perkawinan biasa terjadi sebelum atau segera setelah menghisap darah pertama kali.

Waktu bertelur sesudah menghisap darah dipengaruhi oleh temperatur. Waktu terpendek antara menghisap darah dan bertelur untuk pertama kali ialah 7 hari pada suhu 21 dan 3 hari pada suhu 28 . Penahanan telur yang sudah matang agaknya berhubungan dengan keadaan dasar tempat bertelur.

Pada percobaan, nyamuk betina condong untuk bertelur lebih dekat pada habitat dengan permukaan kasar, berwarna kelabu dan berefleksi rendah dari pada dengan permukaan licin, hitam, dan berefleksi tinggi. Hampir dua kali lebih banyak telur dikeluarkan pada intensitas cahaya rendah dari pada tempat yang sama sekali gelap.(16)

Telur dapat bertahan lama dalam keadaan kering dan temperatur rendah. Telur yang baru keluar dari induknya memerlukan peresapan air selama jangka waktu tertentu sebelum dapat bertahan lama terhadap pengeringan dan temperatur rendah. Di daerah panas Aedes albopictus bertahan dalam bentuk stadium telur.(16)

(12)

Dalam percobaan telur menetas dalam waktu 72 – 96 jam sesudah keluar dari induknya. Telur yang berumur sama tidak menetas saat bersamaan. Telur yang berumur sama dan diletakkan dalam suatu kontainer memerlukan waktu 3 – 12 hari untuk menetas. Telur yang masak (umur 4 – 7 hari) akan menetas segera sesudah berkontak dengan air. Lama penetasan dan lama siklus hidup tergantung pada waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi masak sesudah ditelurkan oleh induknya dan juga bergantung pada temperatur masa perkembangan selanjutnya.(16)

Larva dapat hidup dalam air jernih dan air hujan, begitu pula dalam kontainer alamiah atau buatan hanya dengan membutuhkan sedikit makanan. Besar dan perkembangan larva dipengaruhi oleh temperatur dan persediaan makanan. Makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung hidrat arang.

Stadium pupa tidak lama, rata-rata berumur 2 ½ hari. Dalam percobaan

penyelidikan di laboratorium ternyata nyamuk dewasa dapat hidup maksimal selama 10 hari, umurnya di alam tidak diketahui, tetapi pasti lebih pendek. Sepuluh hari setelah nyamuk menghisap darah manusia yang kebetulan menderita infeksi dengue, virus ditemukan dalam kelenjar ludahnya sehingga dapat dimengerti bahwa hanya nyamuk betina yang telah berumur 10 hari ke atas dapat menyebarkan virus dengue.(16,17)

C. Ekologi Vektor

Transmisi virus dengue dari manusia ke manusia yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti) yang terinfeksi oleh arboviruses. Itulah sebabnya virus dengue disebut sebagai arthropod-borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian.(17)

Penyakit DBD melibatkan 3 organisme yaitu Virus Dengue, Nyamuk Aedes dan Host Manusia. Secara alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu

(13)

maupun populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor musim, lingkungan biologik dan lingkungan fisik.(18)

1. Musim

Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada musim panas meskipun ditemukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian menurun sejalan dengan menurunya curah hujan.(18)

Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitanya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua faktor tersebut meningkatkan aktivitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus dengue. Itulah sebabnya di daerah tropik pola kejadian DBD umumnya sejalan dengan pola musim penghujan.(19)

2. Lingkungan Biologik

Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan halaman. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan, berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk.

Pada tempat-tempat yang demikian di daerah pantai akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan dimungkinkan akan terjadi sepanjang tahun di tempat tersebut.

3. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang mempengaruhi penularan penyakit DBD adalah tempat-tempat penampungan air, seperti tempat-tempat perindukan nyamuk Ae aegypti. Berbagai macam tempat penampungan air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar, dll), berdasarkan letak tandon air

(14)

(putih, hijau, coklat, dll), berdasarkan volume tandon air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt, dll), berdasarkan letak tandon air (di dalam rumah, atau di luar rumah), berdasarkan penutup tandon air (ada atau tidak ada), berdasarkan pencahayaannya (terang atau gelap).

Ketinggian tempat, di daerah pantai kelembaban udara akan mempengaruhi umur nyamuk, di dataran tinggi suhu udara mempengaruhi pertumbuhan virus di tubuh nyamuk, di tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae. aegypti.

Kecepatan angin, akan mempengaruhi juga suhu udara dan pelaksanaan

fogging, suhu udara akan mempengaruhi juga terhadap perkembangan virus di

dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti. Tata guna tanah tidak kalah pentingnya terhadap penyebaran penyakit DBD dimana menentukan jarak dari rumah ke rumah. Rumah sempit, pencahayaan kurang, lebih disenangi nyamuk Ae. aegypti, pestisida yang digunakan akan dapat mempengaruhi kerentanan nyamuk, sedangkan kelembaban udara mempengaruhi umur nyamuk.(18,19)

D. Ovitrap (Penangkap Telur Nyamuk)

1. Pengertian

Menurut WHO ovitrap yaitu : Ovitraps are devices used to detect the presence

of Ae. aegypti and Ae. albopictus. Beberapa pengertian ovitrap berdasarkan

penelitian sebelumnya adalah tandon air buatan yang sengaja dibuat untuk keperluan survey entomologi yang biasanya terbuat dari potongan bambu atau container lain yang mudah didapat (bekas kaleng susu dicat hitam, gelas plastik, tempurung kelapa atau lainya) yang diberi lubang ± 1 cm dari tepi atas untuk menggantungkan ovitrap pada paku dan untuk mencegah air agar tidak meluap serta diberi padel yang berupa potongan bambu atau kain yang berwarna gelap untuk tempat meletakkan telur bagi nyamuk. (6,7)

Sedangkan menurut beberapa penelitian yang lain ovitrap adalah peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus jika kepadatan populasi nyamuk rendah dan survey larva menunjukkan hasil yang tidak produktif (misal Breteau Index kurang dari 5), seperti dalam kondisi yang normal.(8)

(15)

Dari beberapa pengertian ovitrap di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

Ovitrap adalah: Suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae.aegypti dan Ae. albopictus dengan cara menangkap telur nyamuk dalam upaya

pemberantasan vektor DBD dan survey entomologi. 2. Model monitoring Ovitrap

Beberapa model yang dikembangkan untuk memonitor atau mengamati, menganalisis dan mengevaluasi data tempat penempatan ovitrap agar lebih memahami kondisi Aedes pada suatu daerah yang digunakan sebagai tujuan pengamatan, yaitu antara lain :

a) Model Hotspot

Model hotspot ovitrap dikembangkan untuk menampilkan, mengidentifikasi tempat utama ovitrap yang mempunyai lokasi terhadap tingkat kepadatan untuk angka setiap minggu selama periode waktu yang ditentukan. Contohnya, kita mengelompokkan kepadatan populasi lebih besar dari pada hanya dengan 1 larva atau 1 pupa atau per ovitrap, dan periode waktu selama 4 minggu untuk mengidentifikasi perindukan ovitrap secara konsisten untuk waktu selama 4 minggu tersebut. Model ini khususnya digunakan untuk mengidentifikasikan area yang mempunyai tingkat kepadatan Aedes tinggi secara konsisten selama beberapa waktu dan menjadi perhatian lebih. Dapat juga digunakan untuk suatu ukuran jika dengan tujuan mengontrol area tersebut efektif atau berhasil.

b) Model Query

Model query dikembangkan untuk membangkitkan atau menghasilkan dan menampilkan grafik bar total kepadatan perindukan ovitrap, untuk banyaknya area yang diseleksi selama periode waktu didefinisikan dengan minggu. Dengan model ini, tim pengamat dimungkinkan untuk membuat pertanyaan keadaan penempatan ovitrap di area selama periode waktu tertentu.

c) Model Inactive ovitrap

Model Inactive ovitrap dikembangkan untuk mengidentifikasi tempat

ovitrap secara minimal atau tanpa tempat penempatan selama periode waktu

(16)

suatu kebutuhan ovitrap untuk diganti ke lokasi yang lain dimana tempat penempatan dapat dideteksi untuk mempromosikan lebih efisien penggunaan

ovitrap.(20)

3. Cara Pembuatan Ovitrap dan Ovistrip

Cara membuat ovitrap yaitu dengan menyediakan bahan-bahan sebagai berikut: tabung berwarna gelap dengan diameter kurang lebih antara ±10 cm dan tinggi kurang lebih antara ±10 cm. Kemudian bahan – bahan dirangkai sebagai berikut : tabung diisi dengan air kira-kira 3/4 volume tabung dan sebagai pelengkap perangkap telur (Ovistrip), dibuat potongan pita kertas saring (kertas koran) yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran perangkap.

Pita kertas saring / kertas koran (Ovistrip) dipasang melingkar dalam tampungan yang sebagian atau separuhnya terendam air. Pita kertas ini bermanfaat untuk menempelkan telur, sehingga memudahkan untuk dilakukan pengamatan. Kemudian ovitrap di tempatkan pada tempat yang akan dilakukan untuk penelitian.(21)

4. Cara Kerja, Fungsi Ovitrap dan Ovistrip

Cara kerja dan fungsi ovitrap adalah menangkap telur nyamuk aedes yang berada pada ovistrip untuk kemudian di analisa dan di hitung jumlahnya di laboratorium.(17,21)

Pada hari ke 5 – 6 atau bisa sampai seminggu kita harus amati keberadaan telur atau jentik aedes yang terperangkap dalam ovitrap. Ditemukannya telur atau jentik aedes menandakan bahwa dilingkungan kita masih terdapat atau berkeliaran nyamuk Aedes.

Setelah dilakukan pengamatan telur / jentik, maka air harus dibuang ditempat yang kering atau dimusnahkan, jangan diselokan atau air mengalir karena memungkinkan jentik menjadi nyamuk dewasa. Ovitrap dibersihkan dan selanjutnya dapat digunakan lagi.(21)

Penerapan Ovitrap ini bila kita lakukan secara serius, seksama dan membudaya dimasyarakat, maka kemungkinan besar populasi nyamuk Aedes dapat dikendalikan karena dengan kontrol ketat setiap minggu maka

(17)

jentik-jentik yang dihasilkan tidak akan menjadi nyamuk dewasa, dengan demikian regenerasi nyamuk Aedes akan terhambat.(20)

Gambar 2.6 Ovitrap terlihat dari atas (21)

A

(18)

C

Keterangan :

A = Batas atas ovistrip

B = Ketinggian air adalah ¾ tabung Ovitrap C = Batas bawah ovistrip

Gambar 2.7 Susunan dan Komposisi Ovitrap E. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa penjelasan yang dipaparkan di atas dalam tinjauan pustaka maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :

Lingkungan Biologik

(19)

Lingkungan Fisik Musim Kepadatan Populasi Nyamuk Ae. aegypti Siklus Gonotropik Jenis Bahan Ovistrip Jumlah Telur Ae. aegypti Karet Ban Warna Merah Kain Kantong Terigu Kain Tetron Warna Merah Jumlah telur

Ae. aegypti yang

terperangkap

Gambar 2.8 Skema Kerangka Teori (9,11,12,17,18, 19) F. Kerangka Konsep

Dari kerangka teori yang ada maka kerangka konsepnya adalah :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Jenis Bahan Ovistrip : 1. Karet Ban Warna Merah 2. Kain Kantong Terigu 3. Kain Tetron Warna Merah

Jumlah Telur

Ae. aegypti Yang

(20)

Variabel Terkendali

Gambar 2.9 Skema Kerangka Konsep

Waktu Pencahayaan Kelembaban Udara Letak Ovitrap Suhu Air pH Air Jenis Air G. Hipotesis

Ada pengaruh berbagai jenis bahan media untuk bertelur (ovistrip) terhadap jumlah telur Ae. aegypti yang terperangkap.

Gambar

Gambar 2.1 Telur Aedes aegypti  (22)
Gambar 2.2 Larva Aedes aegypti  (22)
Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti  (22)
Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegypti Betina Dewasa  (22)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Bab kedua, merupakan tinjauan umum terkait dengan strategi pengusaha tahu untuk menghadapi persaingan antar pengusaha, meliputi: pengertian strategi, persaingan,

Kajian Salasiah Hanin Hamjah & A’dawiyah Ismail (2012) dalam artikelnya yang menyatakan bahawa tekanan sering berlaku kepada kaum wanita kerana wanita berkerjaya perlu

Sesuai dengan Reeves (1985) hasil penelitian ADF hijauan rumput benggala mengakibatkan efek yang sama, yang berarti bahwa jumlah dinding sel yang terbentuk pada populasi

Ekonomi yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia adalah berupa program Diplomatic Tour, yaitu memperkenalkan provinsi ± provinsi di Indonesia kepada para

Konflik pemahaman agama yang cukup jauh antara aliran syariat structural dan aliran syariat radikal menyebabkan kedua aliran ini berseteru, Aliran syariat kultural

Oleh sebab itu dalam pengembangan karier auditor khususnya pada Inspektorat Daerah Kabupaten Karimun diperlukan adanya pengembangan karier jabatan fungsional auditor,

“Klasifikasi Player Mobile Legend Berdasarkan Statistik Permainan Pemain Menggunakan Metode K-Nearest Neighbors ” beserta seluruh isinya adalah karya saya sendiri dan bukan

Suatu  perusahaan  baru  yaitu  perusahaan  lemari  membutuhkan  SDA  berupa  kayu  jati.  Untuk  mendapatkan  kualitas  lemari  yang  bagus,  tentunya