• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi 1. Pengertian

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolahmenjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (PERMENKES No. 42, 2013).

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk ke dalam tubuh maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman (Mulyani, 2013). Imunisasi merupakan upaya yang sederhana dan efektif untuk melindungi anak terhadap penyakit yang berbahaya (IDAI, 2008).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008).

Tubuh tidak dapat membuat kekebalan terhadap penyakit infeksi seperti TBC, polio, Hepatitis B, difteria, batuk rejan, tetanus, campak. Namun, dengan imunisasi tubuh dapat membentuk kekebalan (antibodi)

(2)

terhadap penyakit infeksi tersebut. Imunisasi memberikan perlindungan 95% apabila diberikan dengan cara yang tepat (IDAI, 2008).

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Mulyani, 2013). Imunisasi dasar lengkap meliputi BCG 1 kali, polio empat kali, hepetitis B tiga kali, DPT tiga kali, dan campak satu kali (IDAI, 2008).

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa imunisasi adalah memasukkan vaksin (melalui suntikan dan mulut) ke dalam tubuh agar terlindungi dari penyakit tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan pada seseorang.

2. TujuanImunisasi

Program imunisasi yang dilakukan adalah untuk memberikan kekebalan kepada bayi sehingga bisa mencegah penyakit dan kematian serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering terjangkit. Secara umum tujuan imunisasi yaitu dapat menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada bayi dan balita, imunisasi sangat efektif untuk mencegah penyakit menular serta melalui imunisasi tubuh tidak akan mudah terserang penyakit menular (Mulyani, 2013).

Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Hidayat, 2008).

Dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi bertujuan agar tidak mudah terserang penyakit, mencegah penyakit menular, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi dan balita serta mengurangi kecacatan akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.

3. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek

(3)

samping, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis maupun kesalahan program, koinsidens, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan (PERMENKES No. 42, 2013).

Setiap tindakan medis apapun bisa menimbulkan resiko bagi pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi. Reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut sebagai KIPI(kejadian ikutan pasca-imunisasi) atau AEFI(adverse events following immunization)(Mulyani, 2013).

4. ImunisasiDasar yang Diberikan pada usia toddler (1-3 tahun) a. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit yaitu difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan bakteri corynebacterium diphteria. Penyakit ini bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran pernapasan bagian atas. Pertusis atau sering disebut batu rejan merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman bordetella pertusis. Batuk ini mencapai 1-3 bulan dan sangat mudah menular melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini (Mulyani, 2013).

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman clostridium tetani. Bakteri tersebut berada di tanah, debu, dan kotoran hewan yang memaski tubuh manusia melalui luka sekecil tusukan jarum dan tidak menular.Tetanus adalah penyakit yang menyerang sistem saraf dan seringkali menyebabkan kematian.Vaksin DPT merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah ada yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pemebntukan zat anti (toksoid) (Hidayat, 2008).

Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibody dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh antibody yang cukup. Daya proteksi vaksin

(4)

difetri cukup baik yaitu sebesar 80-90% daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi pertusis tetapi lebih rendah. DPT 4 diberikan 1 tahun setelah DPT-3 (Mulyani, 2013).

Efek samping DPT akan memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi akan menangis hedat karena kesakitan selama kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensfalopati, dan shock. Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang demam, memiliki kelainan penyakit, atau kelainan saraf baik yang berupa keturunan atau bukan, mudah kejang (Mulyani, 2013).

b. MMR

Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan terhadap penyakit campak (measles), gondong, parotisepidemika (mumps), dan campak jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah virus campak strain edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain dan virus gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan untuk bayi usia di bawah 1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal yang masih ada. Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.

(5)

c. JadwalImunisasi

Tabel 2.1

Jadwal Imunisasi dasar sesuai umur Jenis

vaksin

Umur Pemberian Imunisasi

Bulan Tahun Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12 BCG Polio 0 1 2 3 4 5 Hep B 1 2 DPT 1 2 3 4 5 6 Campak 1 2

Sumber :Buku Imuisasi Untuk Anak (Mulyani, 2013) Tabel 2.2

Jadwal Imunisasi ulangan/Booster sesuai umur Vaksinasi Jadwal Pemberian

Usia

Ulangan/Booster Imunisasi untuk melawan

BCG Waktu lahir - Tuberkulosis

Hepatitis B Wakulahir-dosis 1 1bulan-dosis 2 6bulan-dosis 3

1 tahun pada bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis

Hepatitis B

DPT dan Polio 3 bulan-dosis 1 4 bulan-dosis 2 5 bulan-dosis 3 18 bulan-booster 1 6 tahun-booster 2 12 tahun-booster 3 Difteria, Pertusis,

Tetanus, dan polio

Campak 9 bulan - Campak

(6)

Tabel 2.3

Jadwal Imunisasi sesuai umur

15-18 bulan MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan

Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (T atau PRP-OMP)

18 bulan DPT-4 DPT-4 diberikan 1 tahun setelah DPT-3 Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DPT-4

2 tahun Hepatitis A Vaksin Hepatitis A direkomendasikan pada umur >2tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan

2-3 tahun tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3 tahun

Sumber :Buku Imuisasi Untuk Anak (Mulyani, 2013) B. Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2005).Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan sesorang. Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi (Ramaiah, 2003).

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dati ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak

(7)

menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahann fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010)

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu pertanda berupa emosi yang tidak menyenangkan karena adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.

2. Penyebab kecemasan

Penyebab kecemasan pada anak usia toddler menurut Wong (2009), yaitu:

a. Perpisahandengankeluarga

Batita belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang memadai dan memiliki pengertian yang terbatas terhadap realita. Hubungan anak dengan ibu adalah sangat dekat, akibatnya perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenal olehnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam dkk, 2008).

b. Berhadapan dengan lingkungan dan orang asing

Lingkungan yang asing, kebiasaan yang berbeda menimbulkan perasaan cemas pada anak. dengan timbulnya perasaan cemas dan takut pada anak akan dapat memacu anak menggunakan mekasnisme koping dan mempengaruhi perkembangan anak (Wong, 2009).

c. Ketakutan akan prosedur-prosedur tindakan yang akan dilakukan Reaksi anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti reaksi terhadap tindakan yang sangat menyakitkan. Berdasarkan hasil pengamatan, saat dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, atau suhu akan membuat anak sangat cemas (Nursalam dkk, 2008). Kecemasan tersebut sering dialami anak akibat ceera tubuh dan nyeri. Respon anak terhadap cedera dan nyeri yang

(8)

ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangannya (Hockenberry & Wilson, 2009). Reaksi batita terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi, namun jumlah variabel yang mempengaruhi responnya lebih kompleks dan bermacam-macam. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringai wajah, menangis, mengatupkan gigi, mengigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan yang agresif seperti menggigit, menendang, memukul, atau berlari (Nursalam dkk, 2008).

3. Faktor pencetus kecemasan

Menurut Wong (2008) faktor yang mempengaruhi kecemasan pada usia toddler meliputi:

a. Faktor psikososial

Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh Ibu, adalah terutama rentan terhadap kecemasan yang berhubungan dengan perpisahan. b. Faktor belajar

Kecemasan dapat di komunikasikan dari orang tua kepada anak-anak dengan modeling langsung. Jika orang penuh ketakutan, anak-anak memungkinkan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru, terutama pada lingkungan baru. Beberapa orang tua tampaknya mengajari anak-anaknya untuk cemas dengan melindungi mereka secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang diharapkan atau dengan membesar-besarkan bahaya.

c. Faktor genetik

Intensitas cemas perpisahan dialami oleh anak individual kemungkinan memiliki dasar genetik. Penelitian keluarga telah meunnjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan gangguan kecemasan adalah rentan terhadap gangguan pada masa anak-anak.

(9)

4. Kecemasan pada anak usia toddler

Rasa cemas pada usia toddler seperti kehilangan orang tua yang dikenal sebagai ansietas perpisahan, ansietas terhadap orang asing, suara-suara yang keras, dan binatang besar (Cahyaningsih, 2011). Sebagian besar stres yang terjadi pada bayi di usia pertengahan sampai anak pada pra sekolah khususnya anak yang berumur 6 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan (Nursalam, 2005)

Walaupun terkesan biasa, namun keberhasilan mengatasi kecemasan dan ketakutan dimasa kecil akan berdampak besar dikemudian hari. Anak yang kurang berhasil mengatasi ketakutan-ketakutan dimasa kecil biasanya cenderung menjadi penakut dan kurang percaya diri di kemudian hari. Sebaliknya, anak yang dapat mengatasi ketakutan masa kecilnya biasanya tumbuh menjadi berani dan punya percaya diri (Mushoffa, 2009).

5. Alat ukur kecemasan

a. Children’s Manifest Anxiety Scale(CMAS)

CMAS merupakan instrument yang dirancang untuk mengukur kecemasan anak dan remaja. Untuk anak lebih dari 9,5 tahun dapat dilakukan berkelompok. Terdiri dari 37 item yang masing-masing membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Tujuan adanya instrumen ini adalah menciptakan pengukuran yang obyektif untuk kecemasan anak secara berkelompok, menjaga waktu minimum agar penilaian valid dan akurat, menciptakan item yang cocok untuk anak SD, mencakup aea kecemasan dari berbagai multidimensi, meningkatkan norma-norma dan informasi yang beragam dari kelompok anak-anak, menjamin bahwa item tes bagus. Instrumen CMAS dikatakan valid dan reliabel.

b. Spence Children’s Anxiety Scale(SCAS)

SCAS merupakan alat untuk mengukur dalam menentukan peningkatan kecemasan pada anak dengan total 114 skor dan dibagi menjadi 3 tingkat kecemasan atau kecemasan ringan dengan

(10)

skor 1-38, kecemasan sedang dengan skor 39-76 dan kecemasan berat dengan skor 77-144.

c. Pediatric Anxiety Rating Scale(PARS)

PARS digunakan untuk menilai kecemasan pada anak usia 6-17 tahun. Terdiri dari gejala dan tingkat kecemasan. Alat ukur ini diisi dengan melakukan wawancara kepada ibu dan anak kemudian dinilai dan diambil nilai tengah. Terdapat7 item dengan jumlah skor 35.

d. Faces Anxiety Scale(FAS)

Faces anxiety scale yang dikembangkan oleh McMurtry (2010) untuk mengukur kecemasan pada pasien anak yang sedang menjalani tindakan medis. Skala penilaian nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4. Skor 0 memberikan gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1 menunjukkan lebih sedikit kecemasan, skor 2 menggambarkan sedikit kecemasan, skor 3 menggambarkan adanya kecemasan, skor 4 menggambarkan kecemasan yaang ekstrim pada anak.

Gambar 2.1 Faces Anxiety Scale e. Modified Yale Preoperative Anxiety Scale (MYPAS)

MYPAS yang dikembangkan oleh Guaratini dkk (2006) untuk mengukur kecemasan anak usia 2 sampai 7 tahun yang akan menerima tindakan medis maupun operasi. Penilaian MYPAS terdiri dari 5 item yaitu aktiviitas, suara, ekspresi emosi, keadaan, dan interkasi anak terhadap keluarga dengan nilai terendah 5 dan nilai tertinggi 22.

(11)

6. Cara menurunkan kecemasan

Beberapa cara menurunkan kecemasan pada anak usia toddler menurut Mulyono (2008) antara lain:

a. Terapi bermain

Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan (Supartini, 2004). Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa dan merupakan aspek penting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Campbell & Glaser, 1995 dikutip dari Supartini, 2004). b. Terap musik

Musik dapat berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengar musik, gelombang listrik yang ada di otak pendengar dapat memperlambat atau dipercepat dan kinerja sistem tubuhpun mengalami perubahan. Bahkan musik mampu mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaan mampu membawa anda dalam mood yang baik dengan waktu singkat.

Musik juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo dan volumenya. Makin lambat tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun. Terapi musik membantu menurunkan kecemasan anak sebelum operasi. Mendengarkan musik bagi anak dapat membantu menyembuhkan ketakutan dan gelisah karena musik membantu menenangkan otot ketegangan otot.

c. Pendampingan

Menurut penelitian Piira dkk (2005) kehadiran orang tua pada saat dilakukan prosedur medis berpengaruh pada tingkat kecemasan

(12)

anak. kehadiran orang tua yaitu ayah dan ibu sangatlah besar artinya bagi perkembangan kepribadian seorang anak. orang tua cenderung bersikap lebih melindungi pada anaknya yang terkena penyakit (Gunarsa, 2008). Pendampingan oleh orang tua saat dilakukan tindakan medis berpengaruh pada respon penerimaan anak (Subkhan, 2011)

C. Pendampinganuntuk anak saat imunisasi

Imunisasi merupakan upaya yang sederhana dan efektif untuk melindungi anak terhadap penyakit yang berbahaya karena tubuh tidak dapat membuat kekebalan sendiri. Imunisasi diberikan secara diminum dan injeksi (IDAI, 2008). Injeksi adalah prosedur infasif yang mencakup memasukkan obat melalui jarum steril yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Teknik aseptik harus di pertahankan karena klien beresiko terhadap infeksi manakala jarm suntik menusuk kulit. Anak seringkali mengeluh merasakan nyeri pada saat dilakukan tindakan medis seperti pemasangan infus dan injeksi. Anak merasa takut bila mengahadapi sesuatu yang dapat mengancam integritas dan tubuhnya. Nyeri merupakan pengalaman yang umum dialami dan sangat mencemaskan bagi anak (Craven & Hirnle, 2000).

Pendampingananak saat dilakukan tindakan medis adalah salah satu cara menurunkan kecemasan, dikarenakan anak akan merasa aman apabila berada disamping orang tuanya (Piira dkk, 2005). Interaksi orang tua-anak merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kepribadian orang tua, sifat bawaan anak, kelahiran anak yang lain, tingkah laku setiap anggota keluarga dan pengaruh luar (Supartini, 2004).

Salah satumasalah orang tua yang bekerja yaitu menentukan pola asuh baye dan balita dengan rasa aman dan nyaman. Menitipkan anak pada kerabat terdekat merupakan alternative pertama yang dipilih yaitu nenek salah satunya (Hall &schmidt, 2002). Kakek nenek yang berperan sebagai pengasuh dari orangtua yang bekerja, dapat menurunkan risiko cedera

(13)

hingga separuhnya. Hal itu diungkapkan oleh sebuah penelitian yang didasarkan pada keyakinan anak lebih cenderung mengalami cedera saat diasuh oleh orang lain (Horsfall & Dempsey, 2015).

Anak usia toddler belum terbiasa untuk tidak bersama orang tua, mereka masih membutuhkan kehadiran orang tua jika berada dilingkungan yang tidak familiar. Umumnya mereka bersikap kurang kooperatif dan takut terhadap prosedur medis (Meadow & Newell, 2005).

Pendampingan oleh ibu sangatlah besar artinya bagi perkembangan kepribadian seorang anak. Orang tua cenderung bersikap lebih melindungi pada anaknya yang sedang dilakukan tindakan medis. Pendampingan anak selain dengan ibu berpengaruh pada kecemasan anak dikarenakan faktor kedekatan ibu dan anak dimana anak akan merasa lebih aman saat bersama ibunya (Gunarsa, 2008).

Kedekatan anak dengan neneknya ditentukan oleh jarak dan kedekatan fisik. Semakin sering anak bertemu dan berinteraksi dengan neneknya makan semakin dekat juga secara psikologis (Soendjojo, 2014). D. Kerangka Teori

Skema 2.1 KerangkaTeori

(Wong, 2004 &Mulyono, 2008)

Faktor penyebab kecemasan usia toddler:

1. Perpisahan dengan keluarga 2. Berhadapan dengan orang asing 3. Berada di lingkungan yang

asing

4. Ketakutan prosedur tindakan yang dilakukan (nyeri) Imunisasi anak usia toddler: 1. DPT-4 2. MMR Faktor yang menurunkan kecemasan: 1. Terapi bermain

2. Terapi musik Didampingi Ibu Didampingi nenek 3. pendampingan

(14)

E. KerangkaKonsep

Skema 2.2 KerangkaKonsep

Variabel Dependen Variabel Independen

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan anak 2. Variabel Independen (Variabel bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah anak usia toddler (1-3 tahun) yang diimunisasi dengan didampingi Ibu dan didampingi nenek. G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada perbedaan kecemasan anak usia toddler saat imunisasi yang didampingi Ibu dan didampingi nenek

Didampingi Ibu Kecemasan toddler Didampingi nenek

Gambar

Gambar 2.1 Faces Anxiety Scale

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa minyak dedak padi yang memiliki nilai viskositas yang tinggi bisa diturunkan dengan dicampurkan

1. Teori proselitisasi ; teori ini akan digunakan dalam menganalisis bagaimana kegiatan penyebaran Islam di Nusantara. Dengan berpatokan pada teori Snouck Hurgronje

 Menyiapkan alat mencatat.  Mencatat undangan rapat yang telah disebarkan melalui sms. pada lembaga pers) menyebar info ke anggotanya.  Selanjutnya informasi rapat

Inilah Berbagai Catatan Peristiwa Penting di Tahun 2014 yang Bisa Kita Petik

Sesuai dengan permasalahan dan solusi yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya maka dalam penelitian ini penulis akan membangun perangkat lunak informasi sumber

Variabel Dependen yaitu : dukungan suami dengan pemilihan jenis efek samping IUD dengan keikutsertaan akseptor IUD. Nama Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh hasil belajar IPS yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Think Pair Share

Sifat-sifat dasar operator akan disajikan sebagai dasar untuk pengembangan lanjutan, yang sebelumnya sebagian sudah disajikan di dalam beberapa tulisan antara