• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN HUKUM TENAGA KERJA KONTRAK PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN HUKUM TENAGA KERJA KONTRAK PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1, No. 3, Agustus 2013 - 56

KEDUDUKAN HUKUM TENAGA KERJA KONTRAK PADA BADAN

LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM

dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Sarah Hayuna1, Husni2, Eddy Purnama3

1) Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala

Abstract, Article 33 (1) of the Government Regulation Number 23, 2005 regarding the Financial Management of Public Service Board states that Officials who are managers of the board and its officials may consist of civil servants and/or professional officials that are non-civil servants based on the need of the board that can be employed permanently or based on contract. In fact, practically, there are officials non civil servants of the Board discriminate and there is an inequal treatment of the local government compared to civil servants. The legal status of contracted employees at the Public Service Board of the Zainoel Abidin Public Hospital (RSUZA) Banda Aceh as contracted officials who are non-civil servants bound by working agreement in certain time and they are who are having functional official position. The existing of the work relationship is based on the regulation of State Official Act and Labor Act; hence there is possible that the violation towards the rights of contracted officials in regard with they are only bound for certain time and there is also cut of working relationship by one side. The protection forms preventively namely official status protection for contracted officials, protection on training and skill rights, protection on welfare, protection on strike right, and right to create workers union in defending colleagues rights and protection on fired action.

Key words: Contracted Employees and Regional Public Service Board

ABSTRAK, Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum menyebutkan pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga professional Non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU, dimana tenaga professional non PNS tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Dalam praktik adanya pegawai non PNS BLUD menimbulkan diskriminasi dan kesewenang-wenangan pemerintah daerah dibandingkan dengan pegawai negeri sipil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pegawai kontrak pada BLUD Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin Banda Aceh diikat melalui hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu dan pegawai tetap non PNS yang memegang jabatan fungsional sesuai dengan keahliannya. Adanya hubungan kerja tersebut didasar pada ketentuan UU Kepegawaian dan UU Ketenagakerjaaan sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap hak pegawai kontrak dari kemungkinan dilakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Bentuk perlindungan hukum secara preventif antara lain perlindungan atas status kepegawaian bagi tenaga kerja kontrak, perlindungan atas hak mendapatkan pelatihan dan keterampilan, perlindungan atas Kesejahteraan Pegawai, perlindungan atas hak mogok dan hak membentuk serikat pekerja dalam membela kepentingan rekan sejawat dan perlindungan atas tindakan PHK.

Kata Kunci: Tenaga Kerja Kontrak dan Badan Layanan Umum Daerah

PENDAHULUAN

Pegawai negeri merupakan unsur yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara khususnya dalam pelayanan publik oleh isntransi pemerintah.

instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada

masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan

produktivitas, efiensi dan efektivitas.

Instansi pemerintah tersebut disebut sebagai Badan Layanan Umum (BLU), dan diharapkan dapat menjadi contoh kongkrit yang menonjol dan penerapan manajemen keuangan berbasis hasil (kinerja). BLU merupakan instansi pemerintah dan termasuk kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan memiliki perbedaan dengan instansi pemerintah lainnya dalam bentuk pengelolaan keuangan. BLU diberikan

(2)

57 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

kewenangan untuk mengelola sendiri keuangannya berupa pendapatan atas jasa yang dilakukannya tanpa perlu disetorkan terlebih dahulu ke dalam kas negara/daerah.

Bentuk kewenangan lain yang diberikan kepada BLU di luar keuangan adalah BLU diperbolehkan merekrut pegawai non Pegawai Negeri Sipil (PNS) secara tetap maupun kontrak. Perekrutan pegawai non PNS ini bukan hanya untuk tingkat pegawai biasa namun juga untuk tingkat pejabat pengelola BLU. Pemimpin dan pejabat BLU dapat diisi dari tenaga-tenaga professional sesuai kebutuhan BLU tersebut.

Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyebutkan pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga professional Non PNS sesuai dengan kebutuhan BLU, dimana tenaga professional non PNS tersebut dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Dalam praktik adanya pegawai non PNS BLUD menimbulkan diskriminasi dan kesewenang-wenangan pemerintah daerah dibandingkan dengan pegawai negeri sipil.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris dan yuridis normatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data diperoleh, baik dari bahan hukum primer,

sekunder, serta informasi dari para ahli dianalisis secara kualitatif.

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Dalam menelaah kedudukan dan perlindungan hukum terhadap pegawai kontrak non PNS pada Badan Layanan Umum khususnya pada RSUZA Banda Aceh tidak terlepas dari sistem yang diartikan sebagai suatu rangkaian susunan berkesinambungan yang saling terkait, teratur dan menyeluruh (global). Sistem dapat pula diartikan sebagai rangkaian kenyataan, prinsip, peraturan, mulai dari perencanaan, tata caranya, jalan pelaksanaan pekerjaannya sampai pada fungsinya (Inu Kencana Syafiie, 1999 : 9)

Menurut Musanef sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan

agar dalam menjalankan tugas dapat teratur. Di samping itu sistem juga merupakan suatu

tatanan dari hal-hal yang paling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk suatu kesatuan dan satu keseluruhan (Musanef, 1989 :7) Inue Kencana Sjafii juga mengatakan bahwa sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian, yang kait mengkait satu sama lain. Bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk sistem dari rangkaian selanjutnya, begitulah seterusnya sampai pada bagian terkecil (Inue Kencana Syafiie, 1992: 102).

Selanjutnya Ridwan, HR (2007 : 28) mengutip pendapat Bagir Manan dan Kuntana Magnar, mengemukanan bahwa :

(3)

Volume 1, No. 3, Agustus 2013 - 58 sebagai alat kelengkapan negara dapat

diartikan secara luas (in the broad sense) dan dalam arti sempit (in the narrow sense). Pemerintah dalam arti luas mencakup segala alat kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara lain yang bertindak untuk dan atas nama negara, sedangkan dalam pengertian sempit, pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif.

P. Nicolai yang dikutip Ridwan HR (2007: 102), juga mengemukakan bahwa :

Kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.

Berdasarkan asas legalitas wewenang bagi pemerintah berasal dari perundang-undangan, yang diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Dalam penulisan ini, pemerintahan adalah suatu sistem pelayanan yang memiliki kekuasaan penuh dan memiliki seluruh kegiatan yang bisa dilakukan (Taliziduhu Ndraha, 2003 : 57).

Kemudian dalam menganalisis perlindungan hukum pegawai kontrak digunakan teori tentang perlindungan hukum yang diciptakan sebagai suatu sarana atau instrument untuk mengatur hak dan kewajiban subyek hukum agar masing-masing subyek hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Disamping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi

subyek hukum (Ridwan HR, 2007: 280).

F.H. Van Der Burg sebagaimana dikutip Ridwan HR (2007 :280).mengatakan bahwa :

Kemungkinan untuk memberikan perlindungan hukum merupakan hal penting ketika pemerintah bermaksud untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu terhadap sesuatu, yang oleh karena tindakan atau kelalaiannya itu melanggar (hak) orang-orang atau kelompok tertentu).

Menurut Philipus M. Hadjon (1994: 4) perlindungan hukum adalah :

Selalu berkaitan dengan kekuasaan ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha.

Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum dalam melakukan tindakan hukum sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum terhadap warga negara, apalagi dalam negara hukum modern yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan warga negara. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan hukum pemerintah. Bentuk perlindungan yang harus diberikan pemerintah kepada warga negara sekurang-kurangnya adalah perlindungan hak asasi manusia (Miriam Budiardjo, 1982: 57-58).

Philipus M Hadjon mengemukakan bahwa ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Pada

(4)

59 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang difinitif, artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan diskresi (Philipus M Hadjon, 1987: 2).

Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengkedepankan diri sebagai negara hukum, namun seperti disebutkan Paulus E. Lotulong, masing-masing negara mempunyai cara dan mekanisme sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum itu diberikan (Paulus E. Lotulong, 1993: 282).

Sementara itu, apabila dikaitkan dengan konsep kepegawaian, maka pegawai kontrak yang dimaksud dalam penelitian adalah juga merupakan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, walaupun tidak termasuk sebagai pegawai negeri. Oleh karena itu, perlu pula diberikan pengertian pegawai negeri agar mudah dibedakan dengan pegawai kontrak.

Pegawai negeri adalah pelayan umum atau

public servant (Jimly Asshiddiqie, 2007:384).

Sedangkan J. H. A. Logeman dalam “over de

theorie van een stellig staatsrecht”) sebagaimana

dikutip Sudibyo Triatmodjo berpendapat bahwa pegawai negeri adalah tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas publik dengan negara. Hubungan dinas publik itu terjadi jika seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah dari pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan tertentu dengan mendapatkan penghargaan berupa gaji dan beberapa keuntungan lain. Jadi seseorang yang mempunyai hubungan dinas publik dengan negara, yang berarti dia menjadi pegawai negeri, tidak akan menolak dan menerima tanpa syarat pengangkatannya dalam suatu jabatan yang ditentukan pemerintah. (Sudibyo Triatmodjo, 1983 : 27).

Berdasarkan dua pendapat tersebut di atas, Muchsan (1982: 18). berpendapat bahwa hubungan dinas publik pada pegawai negeri merupakan perbuatan hukum bersegi satu (sepihak/unilateral) karena kehendak pemerintah lebih menonjol daripada pihak pegawai yang bersangkutan, bahkan pemerintah dapat memaksakan kehendaknya agar dilakukan oleh pegawai tersebut. Sekalipun ada pegawai atau pejabat yang diangkat tidak secara tetap atau dalam jangka waktu tertentu yang terkesan mirip dengan perjanjian kerja, namun itu lebih merupakan kehendak sepihak dari pemerintah untuk melakukan hal tersebut.

(5)

Volume 1, No. 3, Agustus 2013 - 60 negara atau pelaksana dari birokrasi negara

tersebut menjadikan kedudukan pegawai negeri menjadi strategis dalam mencapai tujuan negara. Menurut Eko Prasodjo (2006: 5) bahwa :

Baik buruknya suatu birokrasi negara sangat dipengaruhi oleh kualitas kepegawaian negaranya. Untuk itu perhatian terhadap pegawai negeri menjadi hal yang penting. Hal ini disebabkan kepegawaian negara merupakan faktor dinamis birokrasi yang memegang peranan penting dalam semua aspek pelayanan publik dan penyelenggara pemerintahan.

Dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam UU Kepegawaian pemerintah telah mengeluarkan berbagai ketentuan PP No 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, UU No 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian termasuk dalam hal ini PP No 53 Tahun 2010.

HASIL PENELITIAN

Status Hukum Tenaga Kerja Kontrak pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin (BPK-RSUZA) Banda Aceh, beralamat di Jl. Tgk. H. M. Daud Beureuh No. 118 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 174.728 m2. Sesuai dengan peraturan Gubernur Aceh Nomor 04 Tahun 2010 tentang Status Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menjalankan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), RSUD dr. Zainoel Abidin telah menerapkan PPK-BLUD secara bertahap. Dengan menimbang fleksibilitas PPK-BLUD yang belum diatur maka telah dilakukan

perubahan Pergub Aceh nomor 04 Tahun 2010 menjadi Peraturan Gubernur Aceh nomor 67 tahun 2010.

Setelah memenuhi berbagai persyaratan substantif, teknis, dan administratif secara memuaskan sesuai dengan peraturan peundang-undangan, maka pada tanggal 20 desember 2011, Gubernur Aceh telah menetapkan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menjadi Satuan kerja Perangkat Aceh yang menerapkan status PPK-BLUD secara penuh dalam keputusan Gubernur Aceh nomor 445/685/2011.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin beroperasi sebagai unit kerja Pemerintah Aceh untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan pendelegasian kewenangan oleh Pemerintah Aceh. Dengan kata lain, RSUDZA merupakan bagian perangkat daerah dalam pencapaian tujuan Pemerintah Aceh yang tidak terpisah dari Pemerintah Aceh sebagai instansi induk. Satuan Kerja Perangkat Aceh ini mengelola penyelenggaraan layanan kesehatan dan pendidikan kesehatan sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Dalam struktur Pemerintah Aceh, RSUDZA merupakan lembaga Teknis Daerah yang memberikan Pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat dan sebagai Pusat Rujukan serta pendidikan.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin dipimpin oleh seorang Direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui SEKDA, Tugas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin adalah melaksanakan pelayanan pengobatan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui

(6)

61 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat (emergency) dan tindakan medik.

Guna melaksanakan tugas pelayanan kesehatan BLUD RSUZA Komite Klinik yang memegang peran penting dari operasional rumah sakit merupakan kelompok jabatan fungsional yang pegawainya diisi dari pegawai PNS dan non PNS atau pegawai kontrak. Kebijakan yang diambil Pemerintah Aceh dengan memberikan peluang kepada PNS dan juga pegawai kontrak non PNS yang memiliki keahlian profesi tertentu yang dibutuhkan dalam mengelola dan menjalankan Badan Layanan Umum RSUDZA Banda Aceh.

Adanya kebijakan ini merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang jasa pelayanan kesehatan. Adanya kebutuhan tenaga kerja kontrak profesonal tersebut dilakukan dengan melakukan kontrak kerja dengan tenaga kerja professional guna memenuhi kebutuhan pelayanan publik di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugas Badan Layanan Umum RSUDZA Banda Aceh. Hal ini dilakukan oleh Direktur RSUDZA sesuai dengan kewenangan yang diberikan PP No. 23 Tahun 2005 dan Pergub No. 26 Tahun 2011 tentang Pola Tata Kelola RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Kebijakan ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) PP No 23 Tahun 2005 yang memberikan kesempatan kepada PNS dan pegawai kontrak non PNS untuk menjabat sebagai pejabat pengelola tetapi hanya dalam jabatan fungsional sedangkan jabatan struktural tetap hanya kepada pegawai

negeri sipil. Menurut pejabat dari Biro Organisasi dan Pemerintahan Provinsi Aceh kebijakan ini diambil karena instansi pemerintah daerah Aceh yang juga menerapkan PPK-BLUD dan RSUDZA merupakan sebagai lembaga teknis daerah. Oleh karena itu, kepala rumah sakit umum daerah harus diangkat oleh kepala daerah dari PNS yang memenuhi syarat. Oleh karena RSUDZA merupakan lembaga struktural maka jabatan yang ada dalam RSUDZA merupakan jabatan struktural yang harus diisi dari kalangan PNS.

Pada RSUDZA Banda Aceh terdapat empat jenis tenaga kerja dengan status sebagai pegawai negeri sipil daerah sebanyak 896 orang, tenaga kerja titipan sebanyak 7 orang, DPK sebanyak 1 orang, pegawai Dikbud dan Kemenkes yang diperbantukan 68 orang dan 5 orang, 16 orang pegawai tidak tetap dan 472 orang pegawai kontrak. Dalam penulisan ini yang dibahas adalah mengenai pegawai kontrak yang dibandingkan dengan pegawai negeri sipil daerah yang merupakan pegawai tetap.

Dalam penyelenggaraan instansi pemerintahan khususnya yang menyangkut pegawai kontrak non PNS di instansi Pemerintah Aceh khususnya pada RSUDZA juga menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan umum Daerah (PPK-BLUD) yang diatur dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 67 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Status Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin. Selain itu, didasarkan pada Pergub No. 26 Tahun 2011 tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum

(7)

Volume 1, No. 3, Agustus 2013 - 62 Daerah dr. Zainoel Abidin.

Adanya pegawai tetap non PNS dan pegawai kontrak non PNS pada BLU/BLUD karena bentuk hubungan kerja yang berdasarkan perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan haruslah dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa status hukum pegawai kontrak pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai pegawai kontrak non pegawai negeri sipil yang diikat melalui hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu sehingga dikatakan bukan pegawai tetap non PNS. Selain itu, juga terdapat adanya pegawai tetap non PNS yang memegang jabatan fungsional sesuai dengan keahliannya. Adanya hubungan kerja tersebut didasar pada ketentuan UU Kepegawaian dan UU Ketenagakerjaaan, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pegawai kontrak mengingat pegawai kontrak dimaksud hanya diikat selama jangka waktu tertentu dan tidak tertutup pula kemungkinan dilakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Lain halnya apabila pegawai non PNS yang bersangkutan merupakan pegawai tetap yang statusnya jelas karena menduduki jabatan fungsional tertentu.

Perlindungan Hukum yang Diberikan Pemerintah Aceh terhadap Pegawai Kontrak pada RSUZA Banda Aceh

Perlindungan hukum terhadap pegawai non PNS di RSUDZA dapat dilihat dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pola Tata Kelola Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin. Kedua peraturan tersebut memberikan perlindungan terhadap hak-hak dari pegawai kontrak non PNS di RSUD dr. Zainoel Abidin tersebut. Adapun hak-hak yang dilindungi dalam kedua ketentuan tersebut sebagaimana diuraikan sebagai berikut. a. Perlindungan atas status kepegawaian bagi

tenaga kerja kontrak

b. Perlindungan atas hak mendapatkan pelatihan dan keterampilan

c. Perlindungan atas Kesejahteraan Pegawai d. Perlindungan atas hak mogok dan hak

membentuk serikat pekerja dalam membela kepentingan rekan sejawat.

e. Perlindungan atas tindakan PHK

Selain dari berbagai bentuk perlindungan hukum yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan dalam praktik terdapat pula beberapa ketentuan di RSUDZA yang belum memberikan perlindungan secara hukum namun tetap diupayakan melalui pelaksanaan antara lain:

a. Perlindungan atas hak untuk mendapat perlakuan yang adil dalam penyelenggaraan operasional RSUDZA.

b. Perlindungan atas hak untuk mendapat imbalan yang adil, seorang pegawai kontrak non PNS bergelar sarjana non kedokteran yang baru masuk dengan PNS golongan III/a dengan masa kerja 0 tahun di RSUDZA yang secara pendidikan sama dan

(8)

63 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

pekerjaan juga sama tetapi dalam gaji berbeda. Padahal apabila dibandingkan gaji dan tunjangan pegawai non PNS dengan pegawai PNS akan terlihat perbedaan yang besar diantara keduanya.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa pada dasarnya ketentuan perundang-undangan yang ada telah menetapkan adanya perlindungan hukum terhadap pegawai kontrak non PNS sejak sebelum terjadinya suatu permasalahan dalam hubungan kerja antara pegawai kontrak dengan BLUD. Jadi dalam hal ini ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat, tidak memiliki kedudukan yang istimewa dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.

Pemerintah dapat saja melakukan kontrak standar dalam melakukan perjanjian termasuk dalam perjanjian kerja, namun selama menempuh jalur perdata, tindakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, tidak melanggar larangan bertindak sewenang-wenang, tidak terjadi penyalahgunaan wewenang, dan memperhatikan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Ketidakkonsistenan dalam menerapkan hukum perdata jelas dapat menyebabkan kerugian bagi pihak yang lain. Akibatnya, Pegawai kontrak Non PNS di

RSUDZA dapat saja menjadi pihak yang dirugikan dan dilanggar hak-haknya apabila pemerintah yang diwakili BLUD atau pejabat RSUD dr. Zainoel Abidin tidak konsisten dalam menjalankan ketentuan perundang-undangan.

Selanjutnya apabila ditelaah dari perlindungan hukum secara represif dilakukan setelah terjadi sengketa atau perselisihan antara BLUD dengan pegawai kontrak non PNS termasuk pada RSUDZA. Perlindungan hukum represif terhadap pegawai non PNS dilakukan dalam kerangka hukum perdata karena hukum yang dipakai di RSUDZA terkait pegawai non PNS adalah hukum ketenagakerjaan. Ketentuan yang berlaku ketika terjadi perselisihan ketenagakerjaan adalah UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dalam undang-undang tersebut perselisihan hubungan industrial meliputi perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.

Perselisihan hubungan industrial wajib didahului diselesaikan melalui perundingan bipartit dengan jangka waktu paling lama 30 hari. Apabila gagal maka perselisihan tersebut dibawa ke dinas tenaga kerja untuk diselesaikan secara mediasi, atau konsiliasi, atau arbitrase. Dalam hal penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi gagal maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Namun

(9)

Volume 1, No. 3, Agustus 2013 - 64 demikian, terkait dengan penyelesaian

perselisihan antara pegawai kontrak non PNS dengan Pejabat Pengelola di RSUDZA sejauh ini belum ada yang diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang tersebut tetapi lebih diutamakan penyelesaian melalui musyawarah dengan terlebih dahulu menyampaikan teguran kepada yang bersangkutan oleh pejabat yang berwenang.

Kemudian apabila pegawai kontrak non PNS yang terlibat dalam persoalan hukum apabila berkenaan dengan pelayanan kesehatan dalam lingkungan kerja diupayakan untuk mendapatkan pembelaan/ perlindungan hukum dari RSUDZA. Sedangkan apabila terlibat dalam persoalan hukum di luar lingkup kerja tidak mendapatkan pembelaan/ perlindungan hukum dari RSUDZA bahkan yang bersangkutan dapat saja diberhentikan sementara dan tidak diberikan gaji karena telah mencemarkan nama baik instansi.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hukum pegawai kontrak pada BLUD Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin Banda Aceh sebagai pegawai kontrak non pegawai negeri sipil yang diikat melalui hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu sehingga dikatakan bukan pegawai tetap non PNS. Selain itu, juga terdapat adanya pegawai tetap non PNS yang memegang jabatan fungsional sesuai dengan keahliannya. Adanya

hubungan kerja tersebut didasar pada ketentuan UU Kepegawaian dan UU Ketenagakerjaaan, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pegawai kontrak mengingat pegawai kontrak dimaksud hanya diikat selama jangka waktu tertentu dan tidak tertutup pula kemungkinan dilakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Lain halnya apabila pegawai non PNS yang bersangkutan merupakan pegawai tetap yang statusnya jelas karena menduduki jabatan fungsional tertentu. Perlindungan Hukum yang Diberikan Pemerintah Aceh terhadap Pegawai Kontrak pada RSUZA Banda Aceh apabila ditelaah dari ketentuan yang ada pada dasarnya telah diatur secara detail dalam ketentuan yang dijadikan dasar adanya hubungan kerja pegawai kontrak pada BLUD baik secara preventif maupun secara represif. Adapun bentuk perlindungan hukum secara preventif antara lain perlindungan atas status kepegawaian bagi tenaga kerja kontrak, perlindungan atas hak mendapatkan pelatihan dan keterampilan, perlindungan atas Kesejahteraan Pegawai, perlindungan atas hak mogok dan hak membentuk serikat pekerja dalam membela kepentingan rekan sejawat dan perlindungan atas tindakan PHK akan tetapi hal tersebut belum berjalan maksimal karena masih saja terjadi pelanggaran atas hak pegawai kontrak khususnya yang menyangkut peningkatan status dari kontrak menjadi pegawai tetap atau bahkan yang dijanjikan belum sepenuhnya terrealisasi.

SARAN

Disarankan kepada pegawai kontrak non PNS di lingkungan RSUD dr Zainoel Abidin Banda

(10)

65 - Volume 1, No. 3, Agustus 2013

Aceh untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang dibebankan kepadanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku guna menghindari dari tindakan pengenaan sanksi disiplin. Kepada Direktur RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh selaku pejabat pengelola disarankan agar dalam kontrak kerja dengan pegawai kontrak non PNS juga diatur adanya kemungkinan peningkatan status pegawai sebagai bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja kontrak dan menambah motivasi pegawai kontrak. termasuk berupaya mengajukan usul peningkatan status mengingat kebutuhan BLUD akan tenaga professional sangat besar untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Kepada Pemerintah Daerah Aceh selaku pemilik RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh disarankan agar dapat mengambil kebijakan dengan membuka peluang bagi tenaga kerja kontrak untuk mengisi formasi pegawai pada RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh khususnya yang telah lama bekerja guna peningkatan kinerja pegawai yang bersangkutan dan jaminan peningkatan status sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung dan mengoptimalkan produktivitas dalam pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Eko Prasodjo, “Reformasi Kepegawaian (Civil Service

Reform) di Indonesia”, dalam Reformasi Birokrasi, The Habibie Centre, Jakarta, 2006.

Inu Kencana Syafiie, at.al, Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta, 1999.

---, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Eresco, Bandung, 1992.

---, Sistem Administrasi Negara RI, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.

Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara

Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer,

Jakarta, 2007.

Mahfud MD, Mohd., Hukum Kepegawaian Indonesia, Liberty, Yogyakarta,1988.

Marbun, SF. dan Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok

Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,

2000.

Mas’ud Said, M., Birokrasi di Negara Birokratis:

Makna, Masalah, dan Dekonstruksi Birokrasi Indonesia, UMM Press, Malang, 2009.

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1982.

Muchsan, Hukum Kepegawaian Pengangkatan dalam

Pangkat Pegawai Negeri Sipil, Suatu Tinjauan dari Segi Yuridis, Bina Aksara, Jakarta, 1982.

Musanef, Sistem pemerintahan di Indonesia, Haji Masagung, Jakarta, 1989.

Padmuji, S., Teori Sistem dan Pengeterapannya dalam

Management, Ikhtisar Baru Van Hove, Jakarta,

1981.

Paulus E. Lotulong, Beberapa Sistem tentang Kontrol

Segi Hukum terhadap Pemerintah, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 1993.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat

di Indonesia, Bina Imu, Surabaya,1987.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Sastra Djatmika, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, 1990.

Sudibyo Triatmodjo, Hukum Kepegawaian mengenai

Kedudukan Hak dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Taliziduhu Ndraha, Kybernologi Sebuah Rekonstruksi

Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Nur Budiyanto, Profil Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Menuju Indonesia Baru, Majalah Empirika, Vol.

III, No. 1, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2002

Philipus M Hadjon, “Perlindungan Hukum Dalam

Negara Hukum”, Makalah disampaikan pada

symposium tentang politik, hak asasi dan pembangunan hukum dalam rangka Dies Natalis XV/Lustrum VIII, Universitas Airlangga, 3 November 1994.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang

Disiplin Pegawai Negeri

Peraturan Gubernur No. 26 Tahun 2011 tentang Pola Tata Kelola RSUD dr. Zainoel Abidin Banda A ceh

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, dapat disimpulkan terdapat perbedaan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi bermain alat musik melodis antara yang memperoleh pembelajaran

Beberapa penelitian yang juga melakukan perbandingan pengukuran radiografi yang diperoleh dengan konvensional dan digital selama perawatan endodontik,

a) Yuwono (1995:3), mengemukakan bahwa pelestarian berarti suatu tindakan pengelolaan atau manajemen suatu satuan wilayah perkotaan atau perdesaan sebagai suatu

Judul PenuIisan Tugas Akhir : TINJAUAN HUKUM MENGENAI KECELAKAAN KERJA YANG DIALAMI OLEH TENAGA KERJA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BADAN PENYELENGGARA JAMINAN

Sub Dinas Pendidikan Dasar dan Taman Kanak-Kanak sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Peraturan Daerah ini, mempunyai tugas melaksanakan kegiatan yang berkaitan

e. Banyaknya Jama’ah yang ikut berpartisipasi memberikan bantuan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan KBIH As-Shodiqiyyah. Seringnya melaksanakan kegiatan-kegiatan

Indikator Perkembangan Sosial Emosional Kesadaran Diri Manajemen Diri Kesadaran Sosial Kemampuan Membangun Hubungan Pengambilan Keputusan Yang Bertanggungjawab Tidak

Penelitian yang dilakukan dalam mengkaji Pengaruh Perkembangan Kawasan Permukiman Terhadap Wilayah peri-urban , dengan mengambil studi kasus di Kecamatan Mijen,