• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Kata “Methodist” berasal dari kata “Method” yang artinya cara, jadi arti dari kata Methodist adalah banyak atau macam cara dalam tata cara beribadah (tidak monoton). Gereja Methodist Indonesia (GMI) adalah sebuah gereja yang pengikutnya terdiri atas berbagai kelompok etnis yaitu: Tionghoa, Batak Toba, Jawa, Nias, Simalungun, Pak-pak dan Batak Karo. Gereja Methodist Indonesia adalah suatu gereja Kristus (yang mengikuti ajaran Kristus). Gereja Methodist berawal dari kesadaran teologis yang diprakarsai seorang pendeta Inggris bernama Jhon Wesley. Jhon Wesley berasal dari keluarga protestan, ayah dan ibunya adalah seorang pendeta. Ajaran Methodist yang diperkenalkan oleh Wesley adalah ajaran yang lahir karena kesadaran teologis, bukan berlatar belakang konflik seperti gereja Kristen lainnya.

Jhon Wesley memulai ajarannya berawal dari pembenahan dirinya sendiri, Hukum dan ajaran protestan diterima dan dilaksanakannya secara keras. Praktek teologi ini dijalankan oleh Wesley sejak lulus dari bangku kuliah di Universitas Oxford Inggris. Teologi yang sudah tertanam dalam diri Jhon Wesley semakin berkembang ditambah dengan kebaktian dan perjamuan yang sering dilaksanakan oleh keluargannya di rumah Wesley sendiri.

Dampak dari pelaksanaan kebaktian dari acara perjamuan yang sering dilaksanakan di rumah Jhon Wesley adalah sebuah pandangan tentang keagamaan yang berbunyi ”bahwa rahmat Allah tidak didapatkan dengan melaksanakan peraturan-peraturan, maupun hukum-hukum agama, atau penyempurnaan diri sendiri

(2)

tapi turun kepada kita dengan kepercayaan kepada Kristus”1

1. Anugrah Tuhan yang diberikan kepada seluruh dunia, sanggup memenuhi keseluruhan keperluan manusia.

. Dengan demikian manusia akan memperoleh hidup aman dan damai.

Filosofi teologi yang diterima Jhon Wesley semakin berkembang dengan menggali ajaran teologi dasar agama Kristen, sehingga kesempurnaan dapat diperoleh oleh Wesley, yang sampai saat ini masih kekal dalam ajaran Methodist, yaitu:

2. Alkitab tidak mengenal keselamatan, selain keselamatan dari dosa, dan kehidupan suci adalah kasih sayang serta kepercayaan terhadap Allah2

Ajaran dan pandangan Jhon Wesley tentang agama dituangkan dalam bentuk metode-metode keagamaan dan pola hidup sehari-hari, sehingga diterima oleh kelompok masyarakat lainnya. Jumlah pengikut dari ajaran Wesley semakin berkembang dan akhirnya menjadi organisasi gereja bernama Methodist.

.

Gereja Methodist Indonesia adalah organisasi gereja yang berdiri sendiri sama seperti gereja lainnya. Masing-masing organisasi gereja yang mempunyai corak dan ciri yang berlainan yang berlatar belakang dari perbedaan misi zending (organisasi penginjilan) dan kondisi lokal seperti misi zending Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dengan konsep suku Batak Toba, sedangkan Methodist disebarkan oleh misi zending Amerika Serikat dengan konsep Nasional3

Penelitian ini membahas tentang gereja Methodist Indonesia yang disebarkan oleh Jhon Russel misi zending dari New York Amerika Serikat. Jhon Russel menilai bahwa pada babakan awal tahun 1900-an penyebaran agama Kristen di Indonesia sangat minim, terlebih ajaran Methodist belum pernah disebarkan, oleh karena itu

.

1

Benjamin Munte, 2003. Training Dasar Rohani Kristen, Medan: GKII. hlm. 1

2

Gereja Methodist Indonesia, 1973. Disiplin Gereja Methodist Indonesia 1973, Tebing Tinggi: Depot buku Methodist. hlm. 2

3

Richard Daulay, 1994. Kekristenan dan Kesukubangsaan. Yogyakarta,: Taman Pustaka Kristen. hlm. 4

(3)

misi zending Malaysia Annual Confrence (MAK) memfokuskan misi ke daerah Hindia-Belanda yang sebelumnya sudah aktif dalam penginjilan di Malaysia. Misi zending MAK mirip dengan misi zending lainnya dalam proses penginjilan. Selain mengembangkan Methodist dari sudut teologia, mereka juga melakukan pelayanaan dalam bentuk pembukaan sekolah, yakni bertujuan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan rohani dan kebutuhan pendidikan dalam kehidupan masyarakat.

Sebagai penginjilan awal, Jhon Russel memfokuskan kegiatannya dalam bidang kerohanian (penyebaran agama Metodist). Inilah yang melatarbelakangi ajaran Methodist dapat diterima dengan cepat di Hindia-Belanda. Sedangkan langkah pertama, Russel membagi wilayah Hindia-Belanda menjadi dua bagian besar pelayanaan, yaitu daerah Jawa dan sekitarnya yang berpusat di Singapura, dan pulau Sumatra berpusat di Palembang. Pada tahun 1922 kedua pelayanan Methodist ini sudah mampu menyebarkan agama Kristen kepada suku Tionghoa, Sunda, Dayak, Batak Toba dan Simalungun. Mereka yang sudah bergabung dengan misi Methodist ini dinamakan dengan konfrensi misi (Mission Conference). Nama ini dipakai hingga tahun 19404

Di wilayah Sumatera Utara, khususnya di pematang Siantar penginjilan yang dilakukan oleh Methodist tergolong sukses dalam mendapatkan respon masyarakat yang menjadi pengikut ajaran Methodist. Pengikut Methodist dari usaha pelayanan

.

Sejak tahun 1927, penginjilan Methodist kelompok I, yang berkonsentrasi untuk wilayah Jawa dan sekitarnya dipindahkan ke wilayah Sumatera Utara. Pemberhentian penginjilan di wilayah Jawa itu sendiri berlangsung hingga waktu yang cukup lama yaitu hingga tahun 1964.

4

Tim Penulis Buku-Buku, 1973. Methodist Indonesia Disiplin Gereja Methodist Indonesia, Tebing Tinggi: Depot Buku Methodist. hlm.5

(4)

yang dilakukan oleh penginjilan dominan etnis Simalungun, Batak Toba dan Tionghoa yang sudah lama bermukim di pematang Siantar.

Etnis Batak Toba dan Tionghoa berkembang sangat pesat menjadi pengikut Methodist. Banyak masyarakat Tionghoa akhirnya meninggalkan kepercayaan lamanya dan menjadi pengikut Methodist, demikian juga etnis Batak Toba meninggalkan kepercayaan lamanya yaitu Parmalim (kepercayaan suku Batak Toba) dan beralih kepercayaan menjadi pengikut gereja Methodist. Kedua kelompok etnis ini masing-masing ikut bergabung dalam Methodist dan saling mendekatkan diri dengan etnisitas masing-masing, yang akhirnya menimbulkan sebuah persaingan yang tidak sehat, misalnya seperti penggunaan bahasa, pada saat melaksanakan kebaktian. Bahasa yang dipakai dalam prosesi kebaktian kelompok Batak adalah bahasa batak Toba, demikian juga etnis Tionghoa yang memakai bahasa Tionghoa dalam bahasa prosesi kebaktiannya.Akibat perbedaan corak kebaktian antara Methodist Tionghoa dengan Methodist Batak Toba, akhirnya menimbulkan dua distrik, yaitu distrik Tionghoa dan distrik Batak Toba.

Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ternyata membawa perubahan besar terhadap Methodist di Indonesia yaitu gerakan Methodist yang semakin lama semakin berorientasi ke arah lokal, pada tahun 1964 nama pengikut Methodist yaitu Misi Methodist berubah menjadi Gereja Methodist Indonesia(GMI). Proses perubahan terjadi melalui gerakan-gerakan untuk memenuhi beberapa persyaratan kemethodisan.

Walaupun ada perbedaan yang jelas dalam Methodist, tetapi hal ini tidak menjadi penghalang dalam hal pengembangan jemaat. Ini tidak terlepas dari usaha masing-masing distrik untuk meningkatkan jumlah jemaatnya. Di sisi lain gereja Methodist Indonesia melakukan beberapa gerakan dalam membangun jemaatnya baik

(5)

dalam bentuk kuantitas (pelayanan) maupun dari segi kualitas melalui pembukaan depertemen-depertemen sosial dan depertemen pendidikan. Misi sosial yang dilakukan oleh gereja Methodist Indonesia sangat beragam dan sangat menyentuh aspek kehidupan manusia.

Walaupun gereja Methodist Indonesia telah terbentuk, tetapi distrik dalam organisasi ini masih terbagi atas dua bagian, yaitu distrik Batak Toba dan Tionghoa. Perkembangan jemaat Methodist sangat pesat dari kelompok suku yang ada di Sumatera Utara. Suku yang bertambah ini pada dasarnya lebih banyak mengikuti distrik Batak Toba. Hal ini dipengaruhi oleh bahasa dan budaya yang identik, seperti etnis Karo dan Simalungun. Etnis lokal yang lebih dominan masuk ke dalam kelompok Batak Toba, sehingga perkembangan terlihat lebih cepat di pihak distrik Batak Toba.

Perjalanan Gereja Methodist Indonesia yang terbentuk di pematang Siantar dan mengalami perkembangan pesat, selalu didahului dengan proses sejarah yang unik. Banyak usaha yang dilakukan oleh gereja Methodist Indonesia untuk menjaga eksistensinya, hal inilah yang menjadi alasan penulis tertarik dalam memilih topik ini menjadi judul tulisan skripsi saya. Penulis juga tertarik mengetahui lebih lanjut tentang Methodist. Judul yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah

Pembentukan Dan Perkembangan Gereja Methodist Indonesia Di Pematang Siantar 1960-1985. Penelitian ini akan dilangsungkan sebab bukti-bukti yang akan

digunakan untuk menjawab permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini masih dapat diperoleh.

Batasan waktu yang diangkat dalam penelitian ini mengambil tahun1960, sebagai awal penelitian dan 1985 sebagai batas akhir penelitian. Tahun 1960 sebagai periode awal dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh tematis pembentukan pengikut

(6)

Methodist sebagai gereja lokal, yang dinamakan dengan gereja Methodist Indonesia. Tahun 1985 sebagai batas akhir,berlatarbelakang dari penyatuan dua distrik di tubuh gereja Methodist Indonesia. Sejak tahun1983 Gerja Methodist Indonesia menjadi satu distrik dan pengelolanya.

1. 2 Rumusan Masalah

Untuk mengarahkan dan sekaligus menjadi batasan-batasan dalam penelitian berikutnya penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut;

1. Bagaimana proses terbentuknya Gereja Methodist Indonesia di Pematang Siantar

2. Mengapa terjadi konflik antara distrik Batak Toba dengan distrik Tionghoa di Pematang Siantar

3. Bagaimana pemecahan masalah antara distrik Toba dengan distrik Tionghoa di Pematang Siantar

4. Apa dampak dari konflik distrik Toba dengan distrik tionghoa dalam kaitan perkembangan gereja Methodist di Pematang Siantar

1. 3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Pada dasarnya salah satu yang tak kalah pentingnya dari suatu penulisan skripsi ini adalah penekanan pada tujuan dan manfaat yang tentunya dapat memberikan penjelasan seperti yang diharapkan baik oleh penulis sendiri maupun bagi pembaca skripsi ini agar dapat dikembangkan pada masyarakat luas.

1. Penulisan bertujuan untuk mengetahui pembentukan Gereja Methodist Indonesia di Pematang Siantar.

(7)

2. untuk mengetahui perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Pematang Siantar

3. untuk mengetahui konflik antara distrik Batak Toba dan distrik Tionghoa di Pematang Siantar.

4. untuk mengetahui proses pemecahan (penyelesaian) konflik antara distrik Batak Toba dan distrik Tionghoa.

5. Mengetahui sejauh mana proses pengembangan jemaat Gereja Methodist Indonesia di Pematang Siantar.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat :

1. Sebagai bahan refrensi untuk penelitian berikutnya.

2. Memberikan penjelasan terhadap masyarakat tentang pembentukan dan perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Pematang Siantar, khususnya bagi masyarakat Pematang Siantar.

3. Menjadi sebuah karya tulis (skripsi) sebagai persyaratan memperoleh sarjana sastra jurusan Sejarah.

1. 4 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dibuat untuk mendekatkan peneliti dengan informasi tertentu yang tentunya relevan dengan topik atau objek yang diteliti. Pendapat yang berbeda-beda yang menyangkut sejauh mana tinjauan pustaka perlu dilaksanakan. Adapun realisasi tindakan ini yaitu dengan memberikan prioritas kepada sejumlah buku atau artikel yang memberikan gagasan yang representtatif dengan objek yang diteliti5

Seorang penulis sejarah harus dilengkapi dengan perlengkapan pendekatan multidimensional yaitu konsep dan teori ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi,

.

5

James A. Black, Dean. J. Champion, 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, E. Koswara, Etc(Terj), Bandung: Refika Aditama, hlm. 94

(8)

politikologi, ekonomi, psikologi.Untuk mengungkap peristiwa sejarah yang lebih mendalam6

Richard Daulay (1996) dalam bukunya berjudul “Kekristenan Dan Kesukuan

Bangsa: Sejarah Perjumpaan Methodisme Dengan Orang Batak dan Orang Tionghoa di Indonesia” menjelaskan: untuk membantu pengkajian tentang gereja

Methodist Indonesia, tidak telepas dari misi zending dan penginjilan-penginjilan yang akhirnya membentuk organisasi gereja setelah masyarakat lokal banyak yang menerima penginjilan tersebut.Misi zending yang datang ke Indonesia pada dasarnya berasal dari Eropa, misi zending yang membawa ajaran Methodist ke Indonesia berasal dari misi zending Amerika Serikat. Gambaran tentang kemethodisan di Indonesia dijelaskan pimpinan pusat Methodist gereja Methodist dalam buku yang berjudul: ”Disiplin Gereja Methodist Indonesia”. Gereja Methodist adalah gereja yang pada dasarnya sama dengan gereja lokal lainnya. Firman Tuhan diajarkan, dan sakramen-sakramen dilaksanakan sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam gereja protestan lainnya. Gereja Methodist adalah gereja gereja protestan yang tidak langsung dari reformasi, melainkan mekar dari gereja Inggris oleh Jhon Wesley, dengan proses yang cukup panjang. Latar belakang dari Jhon Wesley adalah keluarga yang Kristen protestan Inggris. Ayah dan ibunya adalah pendeta

. Adapun buku yang di kemukakan dalam mendukung penelitian ini yang relevan dengan tema penelitian ini adalah:

7

Tommi Purba (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Sejarah Pembentukan

dan Perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Medan “ menjelaskan sejauh

mana perkembangan Gereja Methodist Indonesia di Medan dan bagaimana sejarah berdirinya Gereja Methodist Indonesia di Medan

.

6

Sartono Kartodirjo, 1980. Beberapa kecenderungan Dari Study Sejarah di Indonesia Dalam

Sejarah Indonesia Dalam Monograf, Yogyakarta: Jurusan Sejarah dan Geografi Sosial IKIP Sanata

Dharma. hlm. 9

7

Gereja Methodist Indonesia, 1973. Disiplin Gereja Methodist Indonesia,Tebing Tinggi: depot buku Methodist, hlm 1-2

(9)

Berkat penginjilan-penginjilan yang sangat gigih dari kelompok misi zending Methodist, maka perkembangan dari sekte ini sangat pesat di berbagai negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika serikat, sedangkan ke Indonesia ajaran Methodist disebarkan pada tahun 1905, yang bentuknya adalah misi zending. Pertumbuhan jumlah jemaat Methodist yang sangat cepat yang mengakibatkan terbentuknya gereja Methodist yang berorientasi dengan suasana lokal8

Penganut Methodist di Pematang Siantar pada dasarnya lebih berkembang di dalam dua suku, yaitu etnis Batak toba dan etnis Tionghoa. Gagasan menuju terbentuknya gereja lokal yaitu gereja Methodist Indonesia dominan dipengaruhi oleh ke dua etnis. Membentuk gereja Methodist Indonesia menjadi dua distrik,masing-masing dengan orientasi etnisitas yaitu Batak dan Tionghoa. Dua distrik yang dulunya terlihat renggang akhirnya bersatu kembali tepatnya pada tahun 1983, perjalanan itu ditempuh dengan berbagai usaha

.

9

8

Ibid.hlm.5 9

Richard Daulay, op. cit. hlm 256

.

1. 5 Metode Penelitian

Dalam penulisan sejarah yang ilmiah pemakaian metode sejarah sangatlah penting. Sejumlah sistematika penelitian yang terangkum dalam metode sejarah sangat membantu setiap peneliti dalam merekonstruksi objek masa lampau.

Penelitian yang baik sangat dipengaruhi oleh data maupun informasi. Untuk mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan dan relavan dengan pokok permasalahan harus melewati proses yang selektifitas setidaknya akan membantu memperoleh bahan-bahan yang kualitatif, adapun prosedural dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode sejarah di antaranya:

(10)

a. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang memberikan penjelasan tentang geraka Methodist di Pematang Siantar, melalui metode:

1. penelitian kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan berbagai sumber tertulis seperti buku, majalah, surat kabar, notulen, bulletin, dan hasil laporan penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini.

2. penelitian lapangan yaitu menggunakan metode wawancara terhdap pelakun atau orang yang mengetahui tentang terbentuknya gereja Methodist di Siantar dan metode kuisioner untuk memperoleh keseragaman pernyataan dari berbagai informan.

b. Kritik sumber, untuk memeriksa keabsahan data melalui:

1. kritik intern, yang ditujukan untuk memperoleh dokumen yang kredibel dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis. Menganalisis buku-buku, atau dokumen yang berkaitan dengan gereja Methodist Indonesia dengan metode membandingkan dengan sumber yang lainnya.

2. kritik ekstern, untuk memperoleh data yang otentik, dengan cara menyesuaikan dengan jiwa zaman.

c. Interpretasi untuk menganalisis dan penafsiran data dengan menggunakan metode komperatif (perbandingan) dengan penelitian sebelumnya. Metode ini digunakan untuk memastikan hasil penelitian

(11)

ini dengan cara menyeragamkan dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya.

d. Historiografi yaitu, menyusun fakta menjadi hasil penelitian yang bentuknya adalah karya tulis sejarah yang deskriptif analisis. Dari fakta-fakta tentang gereja Methodist Indonesia yang sudah diuji dengan metode sejarah, yang ditulis berdasarkan kronologi waktu.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah fokus penelitian, tempat dan lokasi yang berbeda, dan penelitian ini membahas tentang apa preferensi para

Menurut latar belakang yang sebelumnya telah diuraikan, jika ada perbedaan hasil penelitian (research gap) mengenai komitmen organisasi, budaya organisasi dan

Sedangkan perbedaan penelitian yang akan diteliti penulis adalah penulis lebih fokus meneliti tentang pendapat ulama tentang praktik akad Grab-Food, sedangakan

mengendalikan kondisi tersebut, diperlukannya kesamaan visi dan misi aparat Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang terdapat

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 116 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Pejabat diplomatik dan konsuler asing serta organisasi internasional yang akan melakukan kunjungan resmi ke daerah untuk bertemu dengan pejabat di daerah harus mendapatkan