SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
ARIFIN FAFAN KUSUMA NIM. C2B009022
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ii Nomor Induk Mahasiswa : C2B009022
Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Judul Skripsi : NILAI-NILAI MODAL SOSIAL YANG
TERKANDUNG DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA (STUDI KOTA SOLO )
Dosen Pembimbing : Darwanto, SE., MSi
Semarang, 26 Februari 2015 Dosen Pembimbing,
iii Nomor Induk Mahasiswa : C2B009022
Fakultas/Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ IESP
Judul Skripsi : NILAI-NILAI MODAL SOSIAL YANG
TERKANDUNG DALAM PERKEMBANGAN PARIWISATA (STUDI KOTA SOLO )
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 5 Maret 2015 Tim Penguji :
1. Darwanto, SE., M.Si (…...)
2. Prof.Dr.H.Purbayu Budi Santosa, MS (...)
3. Evi Yulia Purwanti, SE,M.Si (...)
Mengetahui, Pembantu Dekan I,
iv
Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (studi : Kota Solo), adalah tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan universitas batal saya terima.
Semarang, 26 Februari 2015 Yang Membuat Pernyataan,
v
Community opinion so as to establish or build and participate in the development of tourism. This study used a qualitative research methodology by conducting semi-structured interviews, focus Group Discussion and observations made in the field.
This study shows that the mechanism of social capital in Community participation Solo awoke from expectations that lead to cooperative behavior as seen from the cognitive aspects such as the notion that society considers that the development of tourism has a positive impact (what the people feel) in the economic recovery. Expectations will be a better quality of life through the development of tourism can encourage people in the form of tourism in a way to express and organize through the container form to facilitate Community participation in tourism development. This container serves as the activity contributes to the development of tourism that can be linked (what the people do), it is part of the structural aspects of social capital. Cognitive aspects and structural aspects of social capital are able to bring people together with the government to cooperate in the legal framework in the form Calendar of events in the development of tourism in the city of Solo.
vi
tentang bagaimana anggapan masyarakat sehingga mampu membentuk atau membangun dan berpartisipasi dalam perkembangan pariwisata. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara semi-terstruktur, focus group discusion dan pengamatan yang dilakukan di lapangan.
Penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme modal sosial dalam partisipasi masyarakat Kota Solo terbangun dari ekspektasi yang mengarah pada perilaku kerjasama hal ini terlihat dari aspek kognitif berupa anggapan masyarakat yang menilai bahwa perkembangan pariwisata mempunyai dampak positif (what the people feel ) dalam perbaikan ekonomi. Ekpektasi akan kualitas hidup yang lebih baik melalui perkembangan pariwisata mampu mendorong masyarakat dalam membentuk pariwisata dengan cara mengekspresikan dan mengorganisasikan melalui wadah berupa komunitas untuk memfasilitasi partisipasinya dalam perkembangan pariwisata. Wadah ini berfungsi sebagai aktivitas dalam berperan untuk perkembangan pariwisata sehingga dapat tersalurkan (what the people do), hal tersebut merupakan bagian dari aspek struktural dalam modal sosial. Aspek kognitif dan aspek stuktural dalam modal sosial tersebut mampu membawa masyarakat bersama pemerintah bekerja sama dalam kerangka kerja legal berupa Calender of event dalam mengembangkan pariwisata di Kota Solo.
vii
limpahan karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (Studi : Kota Solo)”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa bimbingan, bantuan dan dorongan tersebut sangat berarti dalam penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut di atas penulis menyampaikan hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas segala limpahan karunia, rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis.
2. Dr. Suharnomo, M,Si selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro Semarang.
3. Drs. Bagio Mudakir, MSP, selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan
sepenuhnya kepada penulis dan memberikan motivasi kepada penulis selama
belajar di Fakultas Ekonomika da Bisnis Universitas Diponegoro.
4. Darwanto, SE., M. Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan
segala kemudahan, nasihat, penuh kesabaran dalam membimbing, dan saran yang
tulus, dan pengarahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
viii
6. Orang tua tercinta, Bapak (Ahmad Fauzi) dan Ibu (Eni Sulistyani) yang
senantiasa memberikan yang terbaik. Do’a yang tulus, kasih sayang dan cinta
yang melimpah, bimbingan, dorongan serta perhatian yang sangat mendalam.
7. Saudaraku tercinta ( Gian Prayogo dan Anggi Fani S.) yang selalu memberikan
dorongan dan motivasi.
8. Kakakku tercinta mas Thesa dan mbak Lia yang selalu memberikanku semangat
serta ponakan kecilku yang membanggakan Satria Aliv Eka.
9. Seluruh pegawai di lingkungan FEB Universitas Diponegoro, seluruh informan
di Kota Solo, BPS Propinsi Jawa Tengah, serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata dan dinas terkait lainnya.
10. Untuk Marchelia Putri S.pi, terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi,
dan sarannya kepada saya.
11. Untuk sahabatku (Osi, Lukman, Chencen, Bagus, Beny, Ahmad dan Oki )
terimakasih buat motivasi dan sarannya, sudah ada ketika aku lagi butuh kalian,
Bangga punya sobat dan saudara seperti kalian.
12. Buat Teman-teman jurusan IESP 2009, Dinar, Aji, Tony, Galang, Eka, Rudi, Nissan, Agung beserta anak Kontrakan dan semua yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, terima kasih untuk semua kisah dan pengalaman bersama
ix
14. Buat teman-teman kantor KJPP GEAR, Andro, Tihas, mas Indra, Om han, Om Azis, Agus, Mas Dika, Kharisun terima kasih telah memberikan banyak
pembelajaran hidup buat saya.
15. Buat teman-teman pendaki petualang Kemping Ceria (Riza, Rima, Daus, Dimas, Meike, Laras, Panggih) dan Komunitas Bijipala (Ochan, Ceper, Azis, Sugeng,
Zari,dll) terima kasih atas petualanganya selama ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dan menghargai setiap kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa mendatang. Akhir kata, mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semarang, 26 Februari 2015 Penulis,
x
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12
1.4 Sistematika Penulisan ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 14
2.1 Landasan Teori... 14
2.1.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata ... 14
2.1.1.1 Jenis- Jenis Pariwisata... 16
2.1.1.2 Wisata Budaya ... 18
2.1.1.3 Warisan Budaya ... 19
2.1.1.4 Atraksi Wisata... 20
2.1.2 Teori Kelembagaan dengan pendekatan Modal Sosial... 22
2.1.3 Konsep Partisipasi Masyarakat melalui Modal Sosial... 23
2.1.4 Kaitan Teori Kelembagaan dengan Pariwisata ... 25
2.1.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata ... 26
2.1.6 Konsep Modal Sosial dalam Penelitian Ini ... 27
2.2 Penelitian Terdahulu ... 30
2.3 Kerangka Pemikiran... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3.1 Desain Penelitian... 38
3.1.1 Pemilihan Desain Penelitian ... 39
3.1.2 Pendekatan Penelitian ... 40
3.1.3 Reabilitas dan Validitas Data... 40
3.1.4 Studi Kasus ... 41
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 43
xi
3.4 Metode Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI... 54
4.1 Deskripsi Objek Penelitian... 54
4.2 Analisis Data ... 55
4.2.1 Peran Kelembagaan dan Stakeholder terhadap Perkembangan Pariwisata ... 55
4.2.1.1 Peran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo... 56
4.2.1.2 Peran Stakeholder... 57
4.2.2 Nilai–Nilai Modal Sosial dalam Perkembangan Pariwisata... 61
4.2.2.1 Anggapan Masyarakat Mengenai Pariwisata ... 61
4.2.2.2 Masyarakat Membentuk Perkembangan Pariwisata ... 69
4.2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Perkembangan Pariwisata ... 75
4.3 Nilai Modal Sosial dalam Partisipasi Masyarakat ... 79
4.4 Modal Sosial yang menjebatani (bridging Social Capital) di Kota Solo... 83
4.5 Diskusi ... 84
4.5.1 Nilai Modal Sosial dalam Partisipasi Masyarakat ... 85
4.5.2 Mekanisme Peran Modal Sosial dalam Perkembangan Pariwisata... 85
BAB V Kesimpulan dan Saran ... 93
5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran... 94
5.3 Keterbatasan ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 96
xii
Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu... 34 Tabel 2.2 : Kerangka Pemikiran... 38 Tabel 3.1 : Informan Penelitian... 45 Tabel 4.1 : Anggapan Masyarakat dalam Berpartisipasi untuk perkembangan
Pariwisata... 68 Tabel 4.2 : Nilai-nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam perkembangan
xiii
xiv
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang berperan dalam proses pembangunan wilayah dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan suatu daerah maupun masyarakat. Pariwisata mempunyai peranan penting dalam mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan perluasan kesempatan kerja. Peran tersebut, antara lain ditunjukan oleh konstribusi kepariwisataan dalam penerimaan devisa Negara yang dihasilkan oleh kunjungan wisatawan, nilai tambah PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut telah dinyatakan dalam Peraturan Presiden Repubik Indonesia Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) 2010-2014
Sektor pariwisata mempunyai pengaruh terhadap perekonomian nasional. Dalam hal ini pariwisata mempunyai efek pengganda yang ditimbulkan dari aktivitas pariwisata baik yang sifatnya langsung berupa penyerapan tenaga kerja disektor pariwisata maupun dampak tidak langsung berupa berkembangnya kegiatan ekonomi pendukung pariwisata seperti penginapan, rumah makan, jasa penukaran uang, pemandu wisata (guide) , tour operator, artshop , transportation dan lain-lain.
seiring dengan aktivitas industri yang mampu menggerakan sektor-sektor ekonomi daerah. Pariwisata juga menawarkan jenis produk dan wisata yang cukup beragam, mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah , wisata buatan, hingga beragam wisata khusus. Salah Wahab (2003) dalam bukunya “Tourism Management” pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, standart hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi industry-industri klasik yang sebenarnya sebagai industry kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.
Spilane (1987) menyatakan bahwa peranan pariwisata dalam pembangunan negara pada garis besarnya berintikan tiga segi, yaitu segi ekonomis (sumber devisa pajak-pajak), segi sosial ( penciptaan lapangan pekerjaan), dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawa-wisatawan asing). Dalam segi ekonomis pariwisata dapat bermanfaat sebagai sumber devisa pajak melalui hotel-hotel yang dibangun, tumbuhnya perekonomian yakni melalui usaha-usaha yang mendukung pariwisata. Dari segi sosial dapat dilihat melalui pertukaran nilai-nilai sosial yang masuk. Sedangkan dalam segi budaya mempunyai pengaruh yaitu memperkenalkan budaya kepada wisatawan asing agar dikenal secara internasional serta transfer kebudayaan sehingga mampu mengembangkan sektor pariwisata di daerah tersebut.
Tengah ( Kalimantan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali) dan Wilayah timur yang meliputi daerah Sulawesi, Irian Jaya, Nusa Tenggara dan Kepulauan Halmahera oleh Ditjen Pariwisata pada tahun 1991. Prioritas pengembangan pariwisata ditetapkan di 10 ( sepuluh ) daerah tujuan wisata nasional yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan oleh Ditjen Pariwisata pada tahun 1999.
Penetapan kebijakan pemerintah dalam pembangunan pariwisata didasarkan atas 2 pokok pikiran :
1. Tersedianya parasarana sarana dan fasilitas-fasilitas lainnya serta besarnya potensi kepariwisataan di daerah yang bersangkutan.
2. Asas pemerataan pembangunan sehingga pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan serempak tanpa mengabaikan potensi sumber-sumber yang dimiliki tiap daerah.
Pemusatan kepariwisataan juga tidak lepas dari banyaknya potensi dan obyek kepariwisataan di pulau Jawa dan Bali sendiri. Obyek wisata itu dapat berupa potensi alam seperti pegunungan, laut, sungai hutan dan perkebunan; potensi iklim seperti suasan sejuk dan panas, udara yang segar; potensi peninggalan purbakala seperti candi, bangunan-bangunan tradisional misalnya istana, keraton serta warisan budaya seperti kesenian, kerajinan traditional dan budaya. Belum termasuk dalam hal ini berbagai sarana hiburan dan rekreasi modern yang melimpah di Jawa dan Bali.
Tabel 1.1
Banyaknya Pengunjung Daya Tarik Wisata Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2012
Sumber : BPS Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2012
Tabel 1.1 menunjukan bahwa jumlah kunjungan wisatawan asing dan wisatawan nusantara tahun 2012 dapat dilihat bahwa Kota Solo mempunyai total kunjungan tertinggi no 2 dengan kunjungan 2.133.848 wisatawan setelah kota Magelang di Jawa Tengah. Hal ini menunjukan bahwa Kota Solo mempunyai potensi pariwisata yang cukup bagus untuk mewujudkan visit Jawa Tengah.
Kota Solo memiliki banyak potensi pariwisata ini bisa dilihat dari banyaknya obyek wisata yang terdapat di Kota Solo terutama wisata budaya. Di kota ini berdiri 2 (dua) Kerajaan Mataram yaitu Keraton Kasunanan Solo Hadiningrat dan Istana Mangkunegaran. Selain itu, kota ini juga memiliki obyek wisata Taman Sriwedari yang di dalamnya terdapat Museum Radya Pustaka, Pasar Antik Triwindu, Kampung Batik Laweyan dan Kebon Binatang Satwataru Jurug. Belum lagi wisata belanja karena sebagai kota penghasil batik yang cukup disegani banyak sekali dijumpai di sudut-sudut kota butik-butik batik dan kerajinan traditional dengan Pasar Klewernya sebagai sentra perdagangan tekstil terbesar di Jawa Tengah.
Suasana malam Kota Solo diramaikan dengan berbagai makanan khasnya seperti nasi liwet, Tengkleng, serabi dan lain-lainnya. Solo juga mendapat julukan sebagai kota yang tidak pernah sepi untuk dikunjungi baik siang maupun malam karena roda kehidupan yang terus berputar dengan segala aktivitasnya
syawalan, grebeg besar. Pemerintah Kota Solo juga melakukan upaya-upaya demi meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik dengan cara untuk terus mengadakan event-event yang bertaraf Internasional, seperti: Solo Batik Carnival, SIPA, dsb. Upaya yang dilakukan pemerintah Kota Solo pada
tahun 2008-2012 dapat dinilai berhasil dalam meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung untuk berpariwisata di Kota Solo.
Kota Solo merupakan kota yang memiliki banyak obyek wisata sekaligus digemari oleh wisatawan asing dan wisatawan lokal karena mayoritas obyek wisata yang berada di Kota Solo merupakan obyek wisata yang memiliki unsur sejarah dan seni budaya, sehingga bagi wisatawan asing maupun wisatawan lokal yang ingin mengenal budaya Indonesia khususnya budaya Jawa akan mengunjungi Kota Solo. Peraturan Daerah Solo, nomor 2 (2010) menyebutkan Kota Solo memiliki 15 buah obyek dan daya tarik wisata diantaranya wisata Sejarah seperti, Karaton Kasunanan Solo, Pura Mangkunegaran, Musium Radyapustaka; Wisata Kuliner seperti jajanan khas Solo; Wisata belanja seperti Pasar Klewer, Pasar Antik Triwindu ; Wisata Alam seperti Taman Satwaru Jurug, Taman Balekambang, Taman Sriwedari dan didukung kemudahan fasilitas seperti hotel, transportasi, dan biro perjalanan.
Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa kepariwisataan adalah kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan, pemerintah daerah dan pengusaha. Wardiyanta (2006:49-50) juga mengemukakan bahwa kepariwisataan memiliki dua aspek yang cukup penting yaitu aspek kelembagaan dan aspek substansial. Aspek substansial berupa sebuah aktivitas manusia sedangkan sisi kelembagaannya, pariwisata merupakan lembaga yang dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan rekreatifnya. Fungsi kepariwisataan sebagai sebuah lembaga dapat dilihat dari sisi manajemennya. yaitu perkembangannya melalui proses perencanaan, pengelolaan hingga pemasaran kepada wisatawan.
Konsep modal sosial mempunyai dimensi yang multispektrum, setidaknya terdapat empat cara pandang terhadap modal sosial. Salah satu cara pandang modal sosial yang dikemukakan oleh Woolcock dan Narayan dalam Yustika (2006:200) adalah pandangan sinergi (synergi view) pandangan ini kurang lebih berupaya untuk mengintegrasikan konsep jaringan (network) dan kelembagaan (institusional). Evans dalam Yustika (2006:206) menyimpulkan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat/warga Negara (citizen) didasarkan atas dasar prinsip komplementarist dan kelekatan (complementarity and embeddedness). Merujuk pada hubungan yang saling menguntungkan antara aktor publik dengan privat yang diwujudkan dalam kerangka kerja legal yang melindungi hak-hak asosiasi dapat diartikan bahwa spirit of Java yang diusung sebagai slogan Kota Solo yang menciri khaskan sifat keramah-tamahan serta sikap gotong-royong (trust) ini sebagai modal dalam penguatan modal budaya yang diusung. Sehingga melalui modal ini dimungkinkan dapat menguatkan modal budaya yang diusung sebagai branding pariwisata yang ada di Solo. Branding yang diusung tersebut perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat, Sehingga mampu bersama-sama dalam mengembangkan pariwisata di Kota Solo.
mengarah kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan, Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkaji nilai modal sosial yang terkandung dalam partisipasi masyarakat untuk mewujudkan perkembangan pariwisata di Kota Solo.
Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam membangun perkembangan pariwisata. Nilai modal sosial yang terkandung dalam partisipasi masyarakat merupakan salah satu yang membentuk pengembangan pariwisata, selain itu perlu adanya peran kelembagaan yang sebagai payung aturan demi kepentingan bersama. Tindakan bersama dari partisipasi masyarakat dan kelembagaan bisa sebagai katalisator penggerak sektor pariwisata sehingga dapat berkembang secara terus-menerus agar dapat merangsang tumbuhnya perekonomian di Kota Solo. Dari uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana modal sosial dapat berperan dalam pengembangan pariwisata di Kota Solo dalam mewujudkan visit Jawa Tengah. Oleh karena itu
penulis mengambil judul “Nilai-Nilai Modal Sosial yang Terkandung dalam Perkembangan Pariwisata (Studi Kota Solo)”.
1.2 Rumusan Masalah
keramah-tamahan masyarakat serta masih menjunjung tinggi budaya Jawa yang adi luhur. Sektor pariwisata di Kota Solo merupakan salah satu kota yang bisa dikatakan berhasil untuk memajukan pariwisata di Jawa tengah hal ini bisa ditunjukan pada Tabel 1.2 yang menggambarkan dalam waktu lima tahun terakhir jumlah wisatawan memiliki peningkatan setiap tahunnya meskipun pada tahun 2012 wisatawan mancanegara mengalami penurunan. Hal ini tentunya ditunjang dengan adanya peran pemerintah maupun lembaga yang turut berperan aktif dalam peningkatan sektor pariwisata di kota ini.
Partisipasi masyarakat tidak bisa terpisahkan dari ekonomi pariwisata. Nilai modal sosial yang tertanam merupakan salah satu yang membentuk pengembangan pariwisata, selain itu perlu adanya peran kelembagan yang sebagai payung aturan demi kepentingan bersama. Tindakan bersama dari partisipasi masyarakat dan kelembagaan bisa sebagai katalisator penggerak sektor pariwisata dapat berkembang secara terus-menerus agar dapat merangsang tumbuhnya perekonomian di Kota Solo. Dari uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana modal sosial di masyarakat berperan dalam pengembangan pariwisata di Kota Solo?
Untuk dapat menggali pertanyaan tersebut terdapat tiga sub bab pertanyaan yang sudah ditetapkan, yakni :
1) Bagaimana anggapan masyarakat mengenai perkembangan pariwisata?
3) Bagaimana masyarakat berpartisipasi dan bekerjasama dalam pengembangan pariwisata?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui anggapan masyarakat dalam perkembangan pariwisata sebagai basis tindakan
2. Mengetahui serta mengidentifikasi dalam membentuk serta membangun pariwisata di Kota Solo
3. Mengidentifikasi masyarakat dalam berpartisipasi dan menjalin kerjasama dalam pengembangan pariwisata.
4. Mengidentifikasi peran modal sosial dalam pariwisata Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi kelembagaan yang bersangkutan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penyusun kebijakan sebagai bahan masukan bagi pengembangan kepariwisataan di Kota Solo.
2. Bagi Pemerintah, diharapkan dapat berperan serta dalam mendukung serta mengembangkan sektor pariwisata di Kota Solo ke depannya 3. Bagi peneliti lain dan akademik, sebagai tambahan informasi dan
1.4 Sistematika penulisan
Untuk mencapai maksud dan tujuan penulisan studi ini, secara keseluruhan pembahasan dibagi menjadi 5 (lima) Bab sebagai berikut;
Bab I. adalah pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang mengenai Nilai-nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata , dilanjutkan dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II. Tinjauan Pustaka. Bab ini berisikan teori-teori yang berhubungan dengan judul penelitian mengenai kepariwisataan, partisipasi masyarakat, modal sosial, peran kelembagaan.
Bab III. adalah Metode Penelitian. Bab ini menjabarkan mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, unit analisis penelitian, data penelitian dan teknik analisis data. Selain itu, tentang bagaimana menguji validitas data dalam penelitian kualitatif.
Bab IV. adalah Hasil dan Pembahasan. Bab ini menguraikan tentang peran modal sosial dalam masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata yang ada di Kota Solo serta mengidentifikasi dampak yang terjadi terhadap ekonomi lokal melalui perkembangan pariwisata di Kota Solo, strategi yang tepat dalam mengembangkan sektor pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo
14 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian dan Batasan Pariwisata
Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain. Pengertian pariwisata secara luas dapat dilihat dari beberapa definisi sebagai berikut:
• A.J. Burkart dan S. Medlik, pariwisata berarti perpindahan orang untuk
sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut (Soekadijo, 2000:3).
• Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapf, pariwisata dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat bahwa mereka tidak tinggal di situ untuk melakukan suatu pekerjaan yang penting yang memberikan keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara (Soekadijo, 2000:12).
• World Tourism Organization (WTO), pariwisata adalah kegiatan seseorang
yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya.
• Undang-undang No. 9 Tahun 1990, kepariwisataan merupakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan pengusahaan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata, usaha jasa pariwisata, serta usaha-usaha lain yang terkait.
Pengunjung dapat dikatagorikan menjadi 2 katagori yaitu wisatawan dan ekskursionis. Norval mengatakan bahwa wisatawan ialah setiap orang yang datang dari suatu negara asing, yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membelanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat (Soekadijo, 2000:13).
Komisi Ekonomi Liga Bangsa-bangsa tahun 1973 menyebutkan motif-motif yang menyebabkan orang asing dapat disebut wisatawan. Mereka yang termasuk wisatawan adalah :
• Orang yang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang (pleasure),karena
alasan keluarga, kesehatan dan sebagainya.
• Orang yang mengadakan perjalanan untuk mengunjungi pertemuanpertemuan
atau sebagai utusan (ilmiah, administratif, diplomatik,keagamaan, atletik dan sebagainya).
• Orang yang mengadakan perjalanan bisnis.
• Orang yang datang dalam rangka pelayaran pesiar (sea cruise), Kalau ia tinggal
Akan tetapi istilah wisatawan tidak meliputi orang-orang berikut:
• Orang yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha disuatu
negara.
• Orang yang datang untuk menetap.
• Penduduk daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu,akan
tetapi bekerja di negara tetangganya.
• Pelajar, mahasiswa dan kaum muda di tempat-tempat pemondokan dan di
sekolah-sekolah.
• Orang yang dalam perjalanan melalui sebuah negara tanpa berhenti di situ,
• meskipun di negara itu lebih dari 24 jam.
Ekskursionis adalah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang
dikunjunginya, tanpa bermalam. Hal tersebut juga meliputi orang-orang yang
mengadakan pelayaran pesiar (cruise passanger). Di dalamnya tidak termasuk
orang-orang yang secara legal tidak memasuki sesuatu negara asing, seperti misalnya orang-orang
yang dalam perjalanan menunggu di daerah transit di pelabuhan udara.
2.1.1.1 Jenis-jenis Pariwisata
Pendit (1999:42) mengatakan bahwa wisata berdasarkan jenis-jenisnya dapat
dibagi ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Wisata Alam, yang terdiri dari:
a. Wisata Pantai (Marine tourism), merupakan kegiatan wisata yang
ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing,
menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana
b. Wisata Etnik (Etnik tourism), merupakan perjalanan untuk mengamati
perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang menarik.
c. Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak
dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara
di pegunungan, keajaiban hidup binatang (margasatwa) yang langka, serta
tumbuh-tumbuhan yang jarang terdapat di tempat-tempat lain.
d. Wisata Buru, merupakan wisata yang dilakukan di negeri-negeri yang
memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh
pemerintah dan digalakkan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.
e. Wisata Agro, merupakan jenis wisata yang mengorganisasikan perjalanan
ke proyek-proyek pertanian, perkebunan, dan ladang pembibitan di mana
wisata rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk
tujuan studi maupun menikmati segarnya tanaman di sekitarnya.
2. Wisata Sosial-Budaya, yang terdiri dari:
a. Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya seperti tempat bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya tarik wisata utama di banyak negara.
seni dan kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun dengan temakhusus lainnya.
2.1.1.2 Wisata Budaya
Nuryanti (1997) mengatakan bahwa Secara fungsional pengertian wisata budaya merupakan suatu area atau wadah yang dipergunakan sebagai ajang untuk mengelola wujud dari keanekaragaman kebudayaan yang berkembang pada suatu tempat atau daerah, dimana mencakup wujud abstrak, aktifitas dan benda dengan misi pengembangan kebudayaan.
Wisata budaya berfungsi sebagai pusat segala kegiatan hiburan budaya yang mengandung nilai-nilai hidup, khususnya melalui kegiatan-kegiatan yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan seni dan budaya. Sebagai wadah pengembangan pariwisata dan peningkatan pengembangan kesenian yang terdapat di daerah-daerah, kebutuhan Taman Budaya harus selalu disesuaikan dengan kondisi serta situasi potensi budaya di daerah itu tanpa mengurangin pengembangan untuk waktu-waktu yang akan datang (Nuryanti, 1997:61).
dari masa lalu dan dipandang sebagai bagian dari tradisi kebudayaan suatu masyarakat (Nuryanti, 1997:61).
2.1.1.3 Warisan Budaya
Selain bersifat ekspansi yang elastis dan musiman, permintaan wisata juga dipengaruhi oleh beragamnya tipologi yang menggambarkan banyaknya motifasi wisatawan dan berbagai manfaat yang mereka peroleh dari perjalanan mereka, karena kurangnya penelitian yang memadai mengenai motivasi wisata,permintaan dapat diartikan dalam perilaku dan kecenderungan wisatawan (Nuryanti, 1997:63)
Pearce (1989:57) telah membagi pengaruh-pengaruh terhadap pilihan budaya sebagai faktor pendorong dan penarik. Dalam tinjauannya atas literatur
terdahulu mengenai motivasi wisata, Pearce menjelaskan ‘keinginan untuk
bepergian’ sebagai suatu faktor penarik. Implikasi selanjutnya mengabaikan semua daya tarik lain dari sebuah tempat wisata dan bukan merupakan wisata warisan budaya kecuali jika diasumsikan bahwa semua motivasi adalah bermacam faktor pendorong. Kebutuhan untuk melepaskan diri dari kebosanan dengan bermacam unsur warisan budaya, institusi, masakan dan ide bahwa perjalanan harus menjadi bagian penting dari sebuah kunjungan.
Faktor pendorong lainnya mencakup pelepasan dari gaya hidup yang monoton atau dari suasana hidup yang datar, penjelajahan tempat-tempat baru,penyegaran energi yang terbuang, relaksasi, gengsi, interaksi sosial dan
mempererat rasa persaudaraan dan persahabatan. Oleh sebab itu warisan budaya
2.1.1.4 Atraksi wisata
Hadinoto (1996:18) menjelaskan atraksi wisata adalah atraksi yang telah diidentifikasikan dalam suatu penelitian dan telah dikembangkan menjadi atraksi wisata berkualitas dan memiliki keterjangkuan baik. Menurut Gunn (1988:107) atraksi yang berada di daerah tujuan wisata tidak hanya disediakan bagi wisatawan untuk melihat, menikmatinya dan dapat terlibat di dalamnya,tetapi juga menawarkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisatanya. Atraksi wisata yang baik akan dapat mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, menahan wisatawan di tempat atraksi dalam waktu yang cukup lama dan memberikan kepuasan kepada wisatawan yang datang berkunjung.
Soekadijo (1997: 97) untuk mencapai hasil seperti itu, beberapa syarat harus dipenuhi yaitu: 1) Kegiatan (act) dan obyek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri harus dalam keadaan baik; 2) Atraksi wisata harus disajikan dihadapan wisatawan, maka penyajiannya harus tepat; 3) Atraksi wisata merupakan terminal dari suatu sistem pariwisata, oleh karena itu terintegrasi dengan akomodasi, transportasi, dan promosi serta pemasaran: 4) Keadaan ditempat atraksi harus dapat menahan wisatawan cukup lama; 5) Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi harus diusahakan supaya bertahan selama mungkin.
yang tidak ada di tempat asalnya. Pada dasarnya wisatawan ingin mendapat pengalaman atau pengetahuan baru dari perjalanannya. Cara lain untuk menahan wisatawan supaya tinggal lebih lama dalam satu obyek maupun atraksi wisata adalah dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk menghayati atau mencoba melakukan pekerjaan yang peristiwanya telah mereka saksikan.
Cara lain untuk membuat atraksi wisata yang baik adalah melalui pelestarian kesan. Semakin lama seorang wisatawan menikmati suatu obyek wisata akan semakin baik; oleh karena itu perlu diusahakan agar kesan yang diperoleh wisatawan dari obyek wisata itu dapat bertahan selama mungkin. Apabila wisatawan tersebut telah kembali ke tempat asalnya, kesan itu hendaknya tetap dapat bertahan, sehingga dalam angan-angan dapat merasakan lagi pesona obyek ataupun atraksi wisata yang pernah ia saksikan. Cara pelestarian kesan tersebut menurut Soekadijo (1997:73) yaitu mengikatkan kesan itu pada obyek yang tidak cepat rusak dan dapat dibawa pulang, sehingga setiap kali ia (wisatawan) melihat benda itu, ia akan teringat kembali kepada apa yang pernah disaksikannya. Berdasarkan uraian tentang obyek dan atraksi wisata tersebut di atas, kedua komponen tersebut merupakan komponen penting dalam kegiatan pariwisata, tanpa keduanya pariwisata tidak akan terjadi.
Atraksi wisata merupakan faktor yang paling menentukan yang akan menarik
wisatawan. Atraksi merupakan penyebab pertumbuhan. Atraksi merupakan yang
pertama kali menarik pengunjung ke suatu objek wisata, sehingga pembangunannya
direncanakan dan dikelola untuk kepentingan aktivitas dan kesenangan pengunjung.
Gunn (1994:89) menyatakan atraksi mempunyai dua fungsi utama; Pertama: atraksi memberikan daya tarik (entice), memikat (lure) dan merangsang
(stimulate) keinginan untuk mengadakan perjalanan. Wisatawan di daerah asalnya akan mempelajari tentang atraksi dari suatu tujuan wisata, sehingga pada akhirnya membuat keputusan pada yang paling menarik; Kedua: atraksi memberikan kepuasan kepada pengunjung, sebagai imbalan dari perjalanan.
2.1.2 Teori Ekonomi Kelembagaan dengan Pendekatan Modal Sosial
Yustika (2006:37) memaparkan bahwa, sampai saat ini terdapat berbagai variasi tentang definisi kelembagaan (institutions). Definisi yang bermacam-macam makna tersebut diperbolehkan sejauh konsep definisi kelembagaan tidak saling menegasi satu sama lain. Pengertian tersebut mencakup seluruh isi definisi kelembagaan sebagai aturan main (rules of the game) dalam masyarakat. Adapun karakteristik kelembagaan yang dipaparkan oleh North (1990) dalam Yustika (2006:43) mengatakan bahwa di dalam kelembagaan terdapat larangan-larangan (prohibitions) dan persyaratan-persyaratan (conditional permission).
yang dipaparkan oleh Yustika (2006:46), bahwa ekonomi kelembagaan berkecenderungan untuk memilih pendekatan induktif.
Yustika (2006:217) menyatakan bahwa modal sosial dalam kegiatan transaksi dapat menjadi basis sumber daya ekonomi (Economic resources). Dalam pengertian yang paling luas, modal sosial dapat menjadi alternatif yang paling mungkin untuk mengalokasikan kegiatan ekonomi secara efisien bila pasar (market) tidak sanggup mengerjakannya. Putnam dalam Yustika (2006:218)
menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan sarana bagi individu yang akan mengerjakan kerjasama secara sukarela untuk mengurusi barang publik/bersama. 2.1.3 Konsep Partisipasi Masyarakat melalui Modal Sosial (Social Capital) Pierre Bourdieu dalam Yustika (2006;192) mendefinisikan modal sosial sebagai agregate sumber daya aktual ataupun potensial yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet(durable) sehingga menginstitusionalisasi-kan hubungan persahabatan (acquaintance) yang saling menguntungkan. Melalui pemaknaan tersebut Bourdieu berkeyakinan bahwa jaringan sosial (Social network) tidaklah alami (natural given). Kedua hal tersebut dikonstruksi melalui
strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan kelompok (group relation) yang dapat dipakai sebagai sumber terpercaya untuk mencapai keuntungan(benefit).
maupun perusahaan- di dalam struktur tersebut (within the structure). Dari perspektif ini sama halnya dengan modal lainnya, modal sosial juga bersifat produktif, yakni membuat pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin diraih bila keberadaanya tidak eksis. Yustika (2006:191) mngemukakan bahwa modal sosial baru eksis bila ia berinteraksi dengan struktur sosial.
Terdapat banyak definisi modal sosial yang mengaburkan konsep tersebut. Menurut National Statistik dalam Hamka (2010) antara lain: energy sosial (sosial bond ), jiwa komunitas (Community spirit), kewajiban-kewajiban sosial (sosial
bonds), (civic virtue), jejaring komunitas (Community networks),”selubung”sosial
(social ozone), persahabatan jangka panjang (extended friendship), kehidupan komunitas (Community life), sumber sosial (sosial resources), jejaring informal dan formal (informal and formal networks), (good neighbourliness), perekat sosial (social glue). Dan konsep-konsep tersebut masih terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pragmatisnya.
2.1.4 Kaitan Teori Kelembagaan dengan Pariwisata
Aspek kelembagaan merupakan salah satu aspek yang penting dalam membangun industri pariwisata yang sukses. Wibowo (2007) beragumentasi bahwa kelembagaan lokal yang berangkat dari kemampuan masyarakat melalui kontribusi nilai-nilai modal sosial tersebut lahir dari budaya lokal dan dikembangkan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Nurhidayati (2012) mengatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan modal sosial, antara lain,adalah kekuatan internal. Kekuatan internal ini yang berwujud motivasi, kepedulian tokoh masyarakat/agama, dan peran pemerintah dalam menyediakan kelembagaan yang mengakomodasi kepentingan bersama wilayah-wilayah yang mengembangkan agrowisata.
badan yang bertanggung jawab menjalankan fungsi perencanaan, pengembangan, pemasaran, dan pembinaan kepariwisataan secara umum. Foster dalam Choirunissa (2010) mengklasifikasikan GTO adalah suatu Negara menurut hierarki wewenang, yaitu National Tourist Organization (NTO), regional tourist board (RTB), dan Local tourist organization (LTO). Organisasi dalam penelitian
ini berperan sebagai NTO di Indonesia adalah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar), Sedangkan RTB dan LTO dipegang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Solo.
Mill dalam Choirunnisa (2010) Kecakapan suatu Goverment Tourism Organization (GTO) dapa dilihat melalui beberapa indicator. Pertama, otoritas
memiliki kewenangan mengambil inisiatif melakukan perubahan. Kedua, dukungan penuh dari pemerintah bersama-sama dengan kemampuan mempengaruhi beragam departemen pemerintah yang mempunyai pengaruh pariwisata. Ketiga, dukungan dari pelaku bisnis swasta yang mempunyai kegiatan dalam bidang pariwisata. Keempat, anggaran yang cukup untuk melaksanakan tugas yang diembannya. Kelima, organisasi dijalankan oleh pegawai-pegawai yang berpengalaman.
2.1.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata
pemerintah dan masyarakat maupun antar golongan-golongan masyarakat itu sendiri. Dialog yang demikian akan melahirkan gagasan serta pandangan yang kuata agar pembangunan tetap memiliki gerak maju ke depan. Sebagai contoh: masyarakat di daerah tujuan wisata sangat mengharapkan terbinanya kelestarian usaha yang terkait dengan objek wisata dan kehidupan alam budaya mereka tidak menjadi rusak. Untuk itu pembangunan dan pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat setempat dan sekitarnya secara langsung.
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan aktivitas ekonomi penting yang jika dikembangkan dengan tepat dapat mengatasi sejumlah tantangan pembangunan, termasuk pengurangan kemiskinan, pengembangan ekonomi lokal, perdamaian dan keselarasan masyarakat, dan manajemen sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan (Damanik, 2006:46). Hausler dan Strasdas dalam Purnamasari (2011) mengatakan bahwa Community based tourism merupakan salah satu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal baik yang terlibat langsung pada industri pariwisata. Hal ini dilakukan dengan bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang lebih demokratis termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal.
2.1.6 Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)
Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan,
didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri).
Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok.
Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut.
Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian.
Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang
kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity
yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.
Mengikuti Colemen (1999), tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi fight for (berjuang untuk). Yaitu yang mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat fight againts yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbul-simbul dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar sense of solidarity (solidarity making).
mengikuti perkembangan dunia di luar kelompok masyarakatnya (outward looking).
Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging capital social) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di banyak dimensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkatkan dan bangsa menjadi jauh lebih kuat.
Persoalannya menurut Hasbullah (2006), fakta yang ada di negara-negara berkembang menunjukkan kecenderungan bahwa dampak positif modal sosial dari mekanisme outward looking tidak berjalan seperti yang diidealkan. Walaupun asosiasi yang dibangun oleh masyarakat dengan keaggotaannya yang hiterogen dan dibentuk dengan fokus dan jiwa untuk mengatasi problem sosial ekonomi masyarakat (problem solving oriented), akan tetapi tidak mampu bekerja secara optimal.
2.2 Penelitian Terdahulu
potensial berwisata; (iii) di sana ada elemen yang diperlukan untuk menerjemahkan ide global ke dalam konteks budaya lokal, melalui modal sosial dan budaya; (iv) masyarakat menanggung risiko investasi ekonomi sendiri serta modal untuk mewujudkan ide menjadi benda-benda fisik dan fasilitas; (v) pengembangan produk berorientasi pada aset lokal yang ada dan masyarakat tidak hanya bersifat pasif sebagai konsumen pariwisata, tetapi juga sebagai produsen, manajer, dan pemasar; dan (vi) proyek perumusan dan pengembangan dibuat dalam hal jaringan masyarakat lokal, dengan kecenderungan alami untuk fokus pada pasar lokal sebagai mode terdekatnya.
Samantha Jones (2005) mengemukakan bahwa dalam penelitian ini merupakan salah satu bukti yang mendukung hipotesis mengenai tingginya tingkat modal sosial khususnya dalam mewujudkan komitmen masyarakat dalam melakukan tindakan bersama pembangunan desa berperan sangat penting dalam pengembangan Kamp Ekowisata di Tumani, paling tidak sebagai wujud perlindungan hutan dengan menarik dana dari Badan Lingkungan Hidup Nasional, yang difasilitasi melalui pembangunan kamp. Lebih lanjut dukungan juga disediakan oleh Dinas Peternakan sebagai wujud atas kesatuan desa. Komponen modal sosial berdampak positif setidakanya tampak melalui modal sosial structural yang meningkat akibat dampak dari ekowisata kamp. Hal tersebut dapat dilihat melalui proyek yang terus di galakan yang membutuhkan kontribusi tenaga kerja serta anggota organisasi yang semakin meningkat.
bahwa faktor yang terkait dengan partisipasi masyarakat termasuk pengetahuan dan kepemimpinan dipercaya masyarakat lokal, norma-norma dan sosial jaringan antara masyarakat.
34
yang kuat dan kerjasama yang saling menguntungkan untuk perkembangan pariwisata yang berbasis masyarakat. Dengan demikian masyarakat dengan modal sosial yang tinggi bersama-sama dengan agen mampu untuk menginduksi pembangunan. 2. Douglas
Faktor psikologis dan perilaku menunjukan faktor-faktor yang memotivasi individu untuk terlibat dalam membangun modal sosial dan metode ini mampu mempertahankan serta meningkatkan keterlibatan dalam pengembangan masyarakat. Penelitian ini membahas bahwa jaringan merupakan jembatan(bridging) dalam meningkatkan askses untuk memberdayakan masyarakat.
• Pada umumnya usaha kecil masih memerlukan tambahan modal, namun mereka enggan memenuhi lewat lembaga keuangan formal seperti Bank, Koperasi.
35
kuantitatif edisi berikutnya. Modal sosial yang dibentuk di klaim dapat mengatasi pembiayaan dan mengorganisir acara budaya terkait dengan sejarah dan tradisi dari masyarakat sehingga dapat mengarah pada pengembangan sosial ekonomi dalam komunitas ini
Peran modal sosial dalam pengembangan pariwisata masyarakat; • Identifikasi: Struktur ( assosiasi, network, aktivitas )
Pemahaman ( nilai-nilai, kepercayaan, timbal balik)
• Variabel-variabel penting: hubungan kepercayaan→ timbal
balik dan pertukaran→ aturan dan norma-norma umum→ keterhubungan dalam jaringan dan kelompok(di luar
maupun di dalam)
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam menunjang proses penelitian agar tetap terarah pada fokus penelitian maka disusun suatu kerangka dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian identifikasi kasus yang bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata modal sosial. Nilai-nilai yang terkandung inilah sebagai basis tindakan yang berkaitan dengan tindakan bersama dalam perkembangan pariwisata di Kota Solo dalam rangka memberikan rekomendasi untuk pengambilan kebijakan pengembangannya.
Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran
Apa • Kegiatan bersama untuk mencapai kepentingan bersama • Kerjasama dan keinginan sebagai kesatuan, interaksi
masyarakat
Identifikasi • Struktur : asosiasi, jaringan, aktivitas–basis tindakan • Kognisi:norma, nilai, kepercayaan, timbal balik, anggapan
Bagaimana • Ikatan, menghubungkan keterkaitan jaringan di dalam dan
diluar kelompok/komunitas Variabel
penting
• Hubungan kepercayaan→ timbal balik dan
pertukaran→ aturan umum dan norma→ keterkaitan jaringan
38 3.1 Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan metodologi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Alamiah disini mempunyai arti bahwa penelitian kualitatif dilakukan dalam lingkungan yang alami tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Sangat tidak dibenarkan untuk memanipulasi atau mengubah latar penelitian (Moleong, 2005).
3.1.1 Pemilihan Desain Penelitian
Penelian ini mengacu pada pendapat Denzin dan Lincoln (1998) yang mengatakan bahwa desain penelitian meliputi lima langkah yang saling berurutan, yaitu:
1. Menempatkan bidang penelitian (Field of inquiry) dengan menggunakan pendekatan kualitatif/interpretative atau kuantitatif/verifikasional.
2. Pemilihan paradigma teoritis penelitian yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian.
3. Menghubungkan paradigm penelitian yang dipilih dengan dunia empiris lewat metodologi.
4. Pemilihan metode pengumpulan data. 5. Pemilihan metode analisis data.
3.1.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan nilai nilai modal sosial yang terkandung dalam perkembangan pariwisata. Denzin dan Lincoln (2009) penelitian kualitatif merupakan fokus perhatian dengan beragam metode yang mencakup pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap subjek kajiannya. Penelitian kualitatif mencakup penggunaan subjek yang dikaji dan kumpulan berbagai data empiris seperti studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, perjalanan hidup, wawancara, teks-teks hasil pengamatan historis, interaksional, dan visual, yang menggambarkan saat-saat dan makna keseharian dan problematic dalam kehidupan seseorang.
Pendekatan kualitatif dinilai tepat dalam penelitian ini karena penelitian ini dikembangkan dengan mengkaji berbagai aspek, seperti nilai, budaya, struktur organisasi serta aspek-aspek lainnya yang mempengaruhi perkembangan pariwisata di Kota Solo serta dampaknya bagi ekonomi lokal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam perspekttif interpretatif.
3.1.3 Reabilitas dan Validitas Data
mempelajari secara berulang-ulang sehingga menjadikan penelitian ini dapat dipercaya dan representable mungkin. Semua data empiris akan peneliti cantumkan sebagai lampiran dalam penelitian ini.
Bryman dalam Petra (2010) Validitas adalah kriteria lain yang perlu dipertimbangkan dalam keabsahan penelitian. Validitas berfokus pada integritas dan kebenaran dalam membentuk kesimpulan. Di dalam studi kasus ini peneliti mencoba menggali apakah modal social mampu berperan dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Namun, di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan desain eksplorasi untuk menemukan jawaban dalam pertanyaan penelitian ini. Kesimpulan ditarik dalam penelitian ini melalui pendekatan eksplorasi karena faktor-faktor lain dapat mempengaruhi hasil dari variabel dependent.
Bryman dalam Petra (2010) mengatakan bahwa validitas mengacu pada apakah hasil penelitan dapat digeneralisasikan dan diterapkan pada konteks lain. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pendekatan eksplorasi penelitian ini memberikan lebih pemahaman umum dari masalah ini dan karena itu dapat sebagai acuan dalam penelitian lain dalam konteks masyarakat yang serupa. Selain itu proses dalam wawancara berlangsung secara alami tanpa campur tangan peneliti.
3.1.4 Studi Kasus
Yin (1996) mengatakan bahwa studi kasus ini lebih banyak berkutat pada atau berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan “how” (Bagaimana) dan “why”
(apa/apakah), dalam kegiatan penelitian. Dikarenakan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan aspek partisipasi masyarakat dengan nilai modal sosial terhadap perkembangan pariwisata. maka diperlukan analisis yang mendalam untuk menelaah masalah atau fenomena yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata. Atas dasar tersebut, metode studi kasus digunakan dalam penelitian ini untuk menggali mengapa Kota Solo merupakan kota dengan tingkat wisatawan tertinggi no dua di Jawa Tengah walaupun tidak mempunyai wisata alam yang diunggulkan. Studi kasus ini merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini dalam rangka mengungkapkan fenomena dan permasalahan yang terkait dengan penelitian tersebut.
Creswell (1998) dalam Herdiansyah (2009) menyatakan bahwa studi kasus (case study) adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas (bounded system) pada suatu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai penggalian yang mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Studi kasus merupakan suatu model penelitian kualitatif tentang individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu. Secara lebih dalam, studi kasus merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens, terperinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena kontemporer (berbatas waktu).
1. Studi Kasus Intrinsik (Intrinsic Case Study)
Studi kasus ini dilakukan untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang suatu kasus tertentu. Studi atas kasus di lakukan karena alasan peneliti untuk mengetahui secara intrinsic suatu fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus. Bukan untuk alasan ekternal lainnya.
2. Studi Kasus Instrumental (Intrumental Case Study)
Studi kasus instrumental merupakan studi atas kasus untuk alasan ekternal, bukan karena ingin mengetahui hakikat kasus tersebut. Kasus hanya dijadikan sebagai sarana untuk memahami hal lain di luar kasus seperti untuk membuktikan suatu teori yang sebelumnya sudah ada. 3. Studi Kasus Kolektif (Collective Case Study)
Studi kasus ini dilakukan untuk menarik kesimpulan atau generalisasi atas fenomena atau populasi dari kasus-kasus tersebut. Studi kasus kolektif ingin membentuk suatu teori atas dasar persamaan dan keteraturan yang diperoleh setiap kasus.
3.2 Jenis dan Sumber Data
dan masyarakat sadar wisata di Kota Solo selain itu wawancara juga dilakukan oleh, dinas terkait (dinas pariwisata dan kebudayaan), pihak akademisi pengamat pariwisata (dosen ISI, UNS, & Universitas Pariwisata), aktor budaya yang berperan dalam pariwisata berbasis budaya, komunitas pariwisata, Pokdarwis . dan berbagai pihak yang telah dipilih menjadi informan.
Pengertian data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan ke masyarakat pengguna. Kuncoro (2009) menambahkan data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur, publikasi ilmiah yang berkaitan dengan pariwisata serta dari instansi terkait seperti dinas kepariwisataan dan kebudayaan, Pemerintah Kota Solo, serta Badan Pusat Statistik (BPS).
3.2.1 Informan Penelitian
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata), pihak akademisi pengamat pariwisata (Dosen, UNS, Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Sahid). Informan diambil berdasarkan strategi sampling bola salju (snowball sampling). Hal ini dikarenakan fenomena yang diteliti dapat berkembang menjadi lebih dalam dan lebih luas dari yang ditentukan sebelumnya sehingga disesuaikan dengan kebutuhan data yang telah diperoleh.
2 UPTD kawasan Solo Endang Kepala UPTD/mengelola kawasan Balekambang
3 Keraton Solo KGPH Puger BA Pengageng Musium dan Keraton Solo
4 Mangkunegaran Joko
staf pariwisata pura
mangkunegaran, pengawasan bidang purbakala
5 Yayasan Solo batik Ian wartawan, ketua 2 yayasan Solo Batik Carnival
7 Kelurahan Sondakan Bp Dardji Lurah Sondakan 8 Pokdarwis Sondakan Bp Andrea
Albisyah Hamsyah
Pengusaha,Ketua Pokdarwis Sondakan
9 Pelaku Seni Aris Suprapto Berdagang/Ketua Sanggar Tari pincuk
Lanjutan Tabel 3.1
11 ASSITA Vera Kristin sekretaris eksekutif DPC assita Solo
14 Masyarakat Lokal Azizah Pengusaha batik
15 Masyarakat lokal Widiyana Pengusaha kain Perca, anggota kelompok usaha kain perca 16 Masyarakat lokal Hernat Sarwani Pengrajin Wayang
17 Masyarakat Lokal Hari Lusanto Pengrajin blankon, Ketua Paguyuban pengrajin blankon 18 Masyarakat Lokal Suharni Anggota Solo Batik Carnival,
pengrajin baju karnaval
19 BPPIS Intan Permata sekretaris eksekutif badan promosi pariwisata Indonesia Solo
Sumber : Data Primer 3.2.2 Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Solo. Penentuan lokasi dilakukan dengan purposive sampling, dimana Kota Solo adalah salah satu kota yang berada pada
3.2.3 Batasan Permasalahan
Modal sosial mempunyai bermacam-macam definisi, namun dalam penelitian ini inti modal sosial terletak bagaimana kemampuan masyarakat melalui komunitasnya bekerja sama membangun jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut terbangun berdasarkan ekspektasi yang mengarah kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan antar komunitas. Ekspektasi ini merupakan aspek kognisi yang mewujud dalam budaya sipil (civic culture). Sedangkan aspek kognisinya terdiri atas norma, nilai, perilaku, dan
keyakinan. Budaya sipil disini dapat dimaknai sebagai kemampuan warga negara / masyarakat untuk mengekpresikan dan mengorganisasikan kepentingan melalui saluran-saluran yang tersedia. (Coleman dalam Yustika, 2006).
Penelitian ini menggali sinergi antara pemerintah dan masyarakat berdasarkan prinsip komplementarist dan kelekatan (complementarity and embeddedness) yang merujuk pada hubungan yang saling menguntungkan antara
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam sebuah penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan, kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya (Basrowi dan Suwandi, 2008). Ada beberapa metode pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif, yaitu wawancara, analisis dokumen, archival record, dan observasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara, analisis dokumen, dan observasi.
3.3.1 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewer) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaaan itu (basrowi dan Suwandi 2008). Adapun maksud dan tujuan diadakan wawancara antara lain untuk mengonstruksikan perihal orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi);dan memverifikasi mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.(Lincoln dan Guba, 1994).
mendukung perkembangan pariwisata, stakeholder yang berperan dalam perkembangan pariwisata, akedemisi, serta penduduk lokal yang mendapat dampak ekonomi dari perkembangan pariwisata.
Wawancara terbuka dilakukan secara individu antara pewawancara dan informan dengan durasi antara lima menit sampai dengan dua jam. Hasil wawancara disimpan menggunakan tape recorder dan handycam dan sebagian dari hasil wawancara tersebut dicatat di dalam buku catatan untuk pertanyaan-pertanyaan singkat. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam wawancara ini adalah seputar bagaimana partisipasi masyarakat serta jalinan kerjasama yang dibuat, peran terhadap perkembangan pariwisata, serta apa dampaknya bagi ekonomi lokal. Lebih lanjut, wawancara ini juga dilakukan untuk mengetahui anggapan informan mengenai pariwisata serta membentuk perkembangan pariwisata melalui wadah yang berupa komunitas.
3.3.2 Observasi
permasalahan yang ingin diteliti sehingga segala bentuk fenomena yang ada bukan hanya sebatas persepsi peneliti.
Dalam penelitian ini, observer berperan sebagai partisipan. Peneliti terjun langsung ke lingkungan dan turut berpartisipasi dalam kegiatan keseharian sekaligus mengamati segala bentuk aktivitas lingkungannya. Objek observasi akan difokuskan pada aktivitas yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam bentuk even, di mana hal tersebut berhubungan langsung dengan partisipasi yang terjadi untuk perkembangan pariwisata, dan bagaimana proses pengambilan keputusan dan tindakan atas aktivitas yang terjadi. Aktivitas observasi ini merujuk pada pendapat yang diungkapkan oleh Basrowi dan Suwandi (2008), di mana kegiatan observasi pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati secara garis besar hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti, lalu mengidentifikasi aspek-aspek penting yang menjadi pusat perhatian, dan dilanjutkan dengan membatasi objek pengamatan serta melakukan pencatatan selama kegiatan observasi dilakukan.
Selama proses observasi, setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk gambar atau foto menggunakan perangkat audiovisual. Selain bertujuan untukmeningkatkan kredibilitas penelitian, dokumentasi ini juga bertujuan untuk mempermudah proses penyampaian informasi dan menjadi bukti fisik yang mendukung hasil penelitian.
mendalam dan dokumentasi. Sebelum melakukan wawancara mendalam, penulis terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada informan agar terstruktur sedemikian rupa.
3.4 Metode Analisis Data
Pemilihan alat analisis data menjadi kendala yang dihadapi dalam penelitian kualitatif. Pada dasarnya, menganalisis data dilakukan selama proses pengumpulan data dilakukan. Mengacu kepada teknik analisis data kualitatif milik Miles dan Huberman (1992), teknik analisis data kualitatif pada penelitian ini mencakup tiga langkah, yaitu tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data berfungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan mengorganisasi, sehingga interpretasi dapat ditarik (Basrowi dan Suwandi 2008). Pada tahap reduksi data dalam penelitian ini, data hasil wawancara ditranskripkan dan disusun secara sistematis yang diikuti dengan pembuatan kode (coding) atas tema-tema yang muncul secara konsisten ketika analisis hasil wawancara dilakukan. Proses pembuatan kode (coding) dilakukan terhadap elemen kunci dari analisis hasil wawancara yang tertuang dalam transkrip wawancara. Dalam tahap ini pula, transkrip wawancara, observasi, maupun analisis dokumen, diberi kode sesuai tema yang telah ditetapkan dalam tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang disusun oleh peneliti.
dalam penelitian. Tahap penyajian data ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam membaca dan menarik kesimpulan.
Dari uraian di atas, peneliti menyusun langkah analisis yang akan dilakukan, yakni:
1. Dari data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian diorganisir persamaan dan perbedaannya sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan.
2. Menentukan tema dan memberi kode untuk setiap tema dari data-data yang telah diorganisir.
3. Mencari keterkaitan antar tema.
4. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema dengan menggunakan teori yang relevan.
5. Hasil interpretasi data dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual yang dituangkan dalam Bab IV dan Bab V.
Berkaitan dengan hal validitas data penelitian, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi yang beragam untuk mengklarifikasi makna, memverifikasi kemungkinan pengulangan dari suatu observasi ataupun interpelasi, namun harus dengan prinsip bahwa tidak ada observasi atau interpretasi yang 100% dapat diulang (Denzin dan Lincoln, 2009).
dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan yaitu:
1. Membuat dan menghimpun catatan harian wawancara serta catatan harian observasi.