• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Respon berbagai varietas tanaman jagung terhadap waktu perompesan daun di bawah tongkol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "5. Respon berbagai varietas tanaman jagung terhadap waktu perompesan daun di bawah tongkol"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON BERBAGAI VARIETAS TANAMAN JAGUNG TERHADAP

WAKTU PEROMPESAN DAUN DI BAWAH TONGKOL

RESPONSE OF DIFFERENT CORN VARIETIES ON THE DEFOLIATION OF THE LEAVES

Muh Askari Kuruseng dan Arman Wahab Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa varietas, dan pengaruh perompesan daun dibawah tongkol, Penelitian dilaksankan di kebun percobaan STPP gowa, berlangsung dari April sampai Juli 2006. Penelitian disusun dalam bentuk faktorial dua faktor berdasarkan Rancangan Petak Terpisah Varietas sebagai petak utama yaitu Agricorn, Bisi-2, dan C-7. Waktu perompesan daun dibawah tongkol sebagai anak petak yaitu: tanpa perompesan, perompesan saat persarian, dan perompesan 2 minggu setelah persarian. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa varietas Agriconn memberikan respon yang lebih baik pada perlakuan perompesan daun dibawah tongkol. Waktu perompesan daun di bawah tongkol pada saat persarian, lebih efektif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman jagung, dibanding dengan tanpa perompesan dan perompesan 2 minggu setelah persarian.

Kata kunci: varietas, jagung, perompesan

ABSTRACT

The study aims is to reveal the influences of different corn varieties, and defoliating of leaves under ear of corn. The study was conducted in the experimental Field of STPP Gowa, Borongloe, Bontomarannu District, Gowa regency, from April to Juli 2006.The field study uses Split Plot Design of randomized block Design (RAK) consisting of two factors. The main plots was maize varieties, countaining three levels: Agricorn, Bisi-2, and C-7. The sub plots was the leaves defoliation consisting of three levels: without defoliation, leaves defoliation at pollination time and defoliation two weeks after pollination. The results of study showed that agricorn responds better the defoliation of leaves. Defoliation during pollination is more effective in terms of increasing quality and quantity of yield rather than without defoliation and defoliation in two weeks after pollination.

Keywords: variety, corn, defoliation

PENDAHULUAN

Jagung merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan yang memberikan andil bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong industri hilir yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar. Tanaman jagung juga merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk

dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Anonim, 2003)

(2)

sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kesenjangan yang terus melebar dan jika terus di biarkan, konsekwensinya adalah peningkatan jumlah impor jagung yang semakin besar dan negara kita semakin tergantung pada negara asing. Pasandaran dan Tangejaya (2004) menyatakan bahwa tingkat kebutuhan impor jagung dalam negeri mencapai rata-rata 281.620 ton per tahun. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi jagung masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pola intensifikasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan menerapkan teknologi budidaya yang tepat. Penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tetap memperhatikan aspek lingkungan, termasuk pemenuhan kebutuhan haranya. Hafsah (2003), menyatakan bahwa strategi peningkatan produksi melalui penggunaan varietas unggul jagung hibrida dapat meningkatkan produksi sekitar 5 – 8 ton ha-1. Pada program Pengembangan Mutu Intensifikasi (PMI) jagung seluas 1.100.000 ha, dapat memberikan produksi sebesar 46 % dari target produksi tahun 2003 sebesar 12 juta ton. Potensi peningkatan produktivitas jagung masih berpeluang besar bila menanam jagung varitas unggul dan jagung hibrida.

Dwidjoseputra (1980) menyatakan bahwa asimilasi yang diproduksi oleh daun akan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman yang membutuhkannya. Keberadaan daun dapat membantu kelancaran asimilat, namun dapat pula menjadi pengguna hasil asimilat. .Perompesan daun di bawah tongkol dilakukan untuk mengefisienkan proses fotosintesis yang terjadi pada daun tua yang menyebabkan terjadinya kelembaban, juga dimaksudkan untuk

menekan terjadinya persaingan internal dalam asimilasi. Selanjutnya, Herman (2002) menyatakan bahwa perompesan semua daun dibawah tongkol akan mengurangi kemampuan tanaman dalam berfotosintesis sehingga bisa menurunkan produksi.

BAHAN DANMETODE

Lokasi dan Waktu

Percobaan dilaksanakan di kebun percobaan STPP Gowa, Berlangsung pada April sampai Juli 2006

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan lapangan yang disusun berdasarkan Rancangan petak Terpisah Susunan perlakuan sebagai berikut : petak utama adalah Varietas jagung (V), terdiri dari 3 taraf yaitu: Agricorn (V1), Bisi-2 (V2), dan C-7 (V3); anak petak waktu perompesan terdiri dari 3 taraf yaitu : Tanpa perompesan (P0), Perompesan saat persarian (P1), Perompesan 2 minggu setelah persarian (P2). Kedua faktor tersebut dikombinasikan sehingga terdapat 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 27 petak percobaan

Pelaksanaan

Pembuatan petak sebanyak 27 dengan ukuran 3 m x 4 m per petak dengan jarak antara petak 0,5 m sedang antar kelompok 1 m.

Penanaman dilakukan secara tugal dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm. Tiap lubang ditanam sebanyak 2 benih per lubang dan disisakan sebanyak 1 tanaman setelah tanaman berumur 2 minggu

(3)

HST), SP-36 dengan dosis 100 kg ha-1 dan KCl dengan dosis 50 kg ha-1 (pemberian sekaligus padaa saat tanam. Pemberian pupuk dengan cara ditugal dekat lubang penanaman .

Perlakuan Varietas dilakukan saat penanaman. Perlakuan. Sedangkan perlakuan perompesan daun yaitu dilakukan tanpa perompesan (Po), perompesan saat persarian (P1),

perompesan dua minggu setelah persarian (P2).

Pengamatan pada tanaman sampel dilakukan dengan mengambil sekitar 10 % dari populasi masing-masing. Parameter yang diamati adalah : Diameter tongkol (cm),Panjang tongkol (g) ,Jumlah biji per tongkol, Bobot biji kering per

1000 biji (gram), di timbang setelah pengeringan sampai mencapai kadar air 15 %, Produksi jagung per hektar (ton)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Diameter Tongkol

Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Agricorn yang dirompes pada saat persarian (v1p1) menghasilkan rata-rata

diameter tongkol terbesar (6,58 cm) dan berbeda nyata dengan interaksi perlakuan varietas dan waktu perompesan lainnya kecuali varietas Agricorn dengan tanpa perompesan daun (v1p0).

Tabel 1. Rata-rata diameter tongkol (cm)

Waktu Perompesan Varietas

Tanpa (p0) Saat Persarian (p1) 2 MSP (p2)

NP BNT0,05

Agricorn (v1) 6,11ab 6,58a 5,86bc 1,007

Bisi-2 (v2) 4,44f 4,86def 4,99cde

C-7 (v3) 4,55ef 5,86bcd 5,11cd

NP BNT0,05 0,4902

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Panjang Tongkol

Tabel 2 menunjukkan bahwa perompesan daun saat persarian (p1) menghasilkan

rata-rata tongkol tanaman jagung

terpanjang (18,46 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan tanpa perompesan tetapi tidak berbeda nyata dengan perompesan 2 minggu seteleh persarian (p2).

Tabel 2. Rata-rata panjang tongkol (cm)

Waktu Perompesan Varietas

Tanpa (p0) Saat Persarian (p1) 2 MSP (p2)

Agricorn (v1) 18,06 20,35 19,57

Bisi-2 (v2) 15,58 16,75 17,03

C-7 (v3) 16,35 18,28 17,72

Rata-rata (P) 16,66b 18,46a 18,11a

NP BNT0,05 0,8563

(4)

Jumlah Biji Per Tongkol.

Tabel 3 menunjukkan bahwa varietas Agricorn yang dilakukan perompesan saat persarian (v1p1), menghasilkan rata-rata

jumlah biji per tongkol terbanyak

(571,33), dan berbeda nyata dengan interaksi perlakuan antara varietas dan waktu perompesan lainnya kecuali varietas C7 yang dilakukan perompesan saat persarian (v3p1)

Tabel 3. Rata-rata jumlah biji per tongkol

Waktu Perompesan Varietas

Tanpa (p0) Saat Persarian (p1) 2 MSP (p2)

NP BNT0,05

Agricorn (v1) 510,50b 571,33a 526,67b 29,662

Bisi-2 (v2) 504,17b 511,50b 460,50c

C-7 (v3) 515,00b 560,17a 521,67b

NP BNT0,05 30,2190

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Bobot 1000 Biji

Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi varietas Agricorn dengan waktu perompesan saat persarian (v1p1)

menghasilkan rata-rata bobot 1000 biji

terberat (289,45 g) dan berbeda nyata.dengan perlakuan lainnya. kecuali interaksi varietas C7 dengan perompesan saat persarian (v3p1

Tabel 4. Rata-rata bobot 1000 biji (g) per tongkol

Waktu Perompesan Varietas

Tanpa (p0) Saat Persarian (p1) 2 MSP (p2)

NP BNT0,05

Agricorn (v1) 272,82bc 289,45a 278,18b 9,274

Bisi-2 (v2) 267,52c 270,62c 260,85d

C-7 (v3) 266,98c 286,73a 272,30bc

NP BNT0,05 6,5621

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Produksi Per Hektar

Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas Agricorn (v1) menghasilkan rata-rata

produksi per hektar tertinggi (8,08 ton) dan berbeda nyata dengan varietas Bisi-2 (v2) dan C7 (v3). Perompesan daun di

bawah tongkol saat persarian (p1)

(5)

Tabel 5. Rata-Rata produksi tanaman jagung per hektar (ton)

Waktu Perompesan Varietas

Tanpa (p0) Saat Persarian (p1) 2 MSP (p2)

Agricorn (v1) 7,62 8,48 8,15

Bisi-2 (v2) 6,22 7,12 6,82

C-7 (v3) 7,00 7,76 7,37

Rata-rata (P) 6,95c 7,78a 7,44b

NP BNT0,05 0,3310

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05

Pembahasan

Varietas

Hasil statistika memperlihatkan bahwa penggunaan tiga varietas sebagai petak utama dalam penelitian ini memberikan pengaruh nyata sampai sangat nyata pada semua parameter

Ketiga jenis varietas yang ditanam merupakan jenis jagung hibrida. Yang merupakan hasil perkawinan antara kedua jenis jagung yang terdiri dari galur murni, sehingga terjadi perpaduan sifat unggul (Riani, Amir, Akil, dan Momuat, 2001). Varietas hibrida mempunyai potensi hasil yang tinggi, daya adaptasi luas, pertumbuhan dan hasil tanaman lebih seragam, tahan penyakit bulai dan karat daun (Dahlan dan Slamet, 1998).

Perbedaan penampilan (fenotipe) dari berbagai varietas hibrida (perbedaan pada beberapa komponen pengamatan) diakibatkan pengaruh genetik dan lingkungan. Gen-gen yang beragam dari masing-masing varietas mempunyai karakter-karakter yang beragam pula. Lingkungan memberikan peranan dalam rangka penampakan karakter yang sebenarnya terkandung dalam gen tersebut. Penampilan suatu gen masih labil, karena masih dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga sering didapatkan tanaman sejenis tapi dengan karakter yang berbeda. Menurut Riani

dkk., (2001), setiap hibrida menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang beragam sebagai akibat dari pengaruh genetik dan lingkungan, di mana pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. Selanjutnya Sitompul dan Guritno (1995), menambahkan bahwa faktor genetis tanaman merupakan salah satu penyebab perbedaan antara tanaman satu dengan lainnya.

Perbedaan karakter fenotipe yang muncul, dapat dilihat dengan keunggulan pertumbuhan vegetatif pada varietas Bisi-2 dan keunggulan hasil yang diperoleh dari varietas Agricorn. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur karakter-karakter tersebut. Gen-gen yang beragam dari masing-masing varietas divisualisasikan dalam karakter-karakter yang beragam. Hal ini sesuai yang dikemukakan Yatim (1991), bahwa setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh.

(6)

adanya perbedaan varietas sehingga sifat-sifat yang dimunculkan juga berbeda dengan asumsi bahwa ketiganya ditanam pada suatu kondisi lingkungan yang relatif sama. Bari, Musa, dan Syamsuddin, (1974), menyatakan bahwa lingkungan merupakan pembentuk akhir suatu organisme, keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umunya berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan sifat yang dibawanya kecuali adanya faktor lingkungan yang diperlukan. Sebaliknya, manipulasi dan perbaikan-perbaikan terhadap faktor lingkungan tidak akan menyebabkan perkembangan dari suatu sifat, kecuali bila faktor genetik yang diperlukan terdapat pada individu tanaman yang bersangkutan.

Keragaman yang terdapat pada jenis tanaman disebabkan dua faktor yaitu lingkungan dan sifat-sifat yang diwariskan (genetik). Ragam lingkungan dapat diketahui bila tanaman dengan genetik yang sama, ditanam bersamaan pada lingkungan yang berbeda. Ragam genetik terjadi sebagai akibat tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Umumnya dapat dilihat bila varietas atau klon-klon yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama (tersebut lebih tepat untuk kebutuhan. Gardner et al., (1991), menyatakan bahwa perkembangan buah menuntut nutrisi mineral yang banyak, menyebabkan terjadinya mobilisasi dan transpor dari bagian vegetatif ke tempat perkembangan buah dan biji.

Perompesan

Hasil statistika memperlihatkan bahwa perompesan daun memberikan pengaruh nyata sampai sangat nyata pada pengamatan, diameter tongkol, panjang tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 1000 biji dan produksi per hektar

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perompesan yang dilakukan pada saat persarian menghasilkan rata-rata tertinggi pada panjang tongkol dan produksi per hektar. Hal ini diduga disebabkan perompesan pada saat itu merupakan waktu yang tepat agar distribusi asimilat dapat lebih terkonsentrasi ke bagian tongkol, dan tidak lagi terbagi ke organ-organ lain. Daun-daun yang berada di bawah tongkol dianggap tidak lagi optimal dalam melakukan aktivitas fotosintesis sehingga perlu dirompes

Peranan perompesan terutama dimaksudkan agar pemanfaatan radiasi matahari lebih efisien, sehingga hasil asimilat akan ditranslokasi ke bahagian tongkol. Perompesan ditentukan oleh dua dimensi yakni waktu perompesan dan tingkat perompesan. Menurut Tesar (1984), perompesan daun jagung merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas karena dapat meningkatkan laju asimilasi bersih, yang merupakan ukuran rata-rata efisiensi daun untuk menghasilkan bahan kering. Distribusi bahan kering sebagian besar terdapat pada tongkol yaitu 60% dari total produksi bahan kering tanaman (Hanway, 1971).

(7)

hasil jagung masing-masing 17%; 10,64% dan 6,38%.

Perompesan saat persarian dianggap sebagai waktu yang tepat karena pertumbuhan vegetatif telah berkurang. Distribusi asimilat selanjutnya dapat difokuskan untuk perkembangan tongkol sehingga akan dihasilkan tongkol yang lebih berkualitas dengan produksi per hektar yang lebih tinggi. Menurut Hanway (1971), pada stadia ini pertumbuhan vegetatif telah terhenti, daun dan bunga jantan telah sempurna dan tongkol mulai terbentuk.

Perompesan saat persarian memberikan hasil lebih baik dibandingkan tanpa perompesan dan perompesan 2 minggu setelah persarian. Hal ini dapat dilihat pada diameter tongkol, panjang tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 1000 biji dan produksi per hektar. Adanya pertambahan jumlah daun mengakibatkan daun lebih banyak ternaungi, terutama terjadi pada daun dibawah tongkol. Akibatnya pada bagian yang kurang mendapat cahaya, maka proses fotosintesis tidak maksimal. (Sitompul dan Guritno, 1995). Tanaman jagung memiliki tingkat fotosintesis yang tinggi, sekalipun dalam kondisi cahaya matahari penuh (tidak jenuh), tidak terjadi fotorespirasi dan memiliki enzim (PEP karboksilase) dengan daya afinitas terhadap CO2 yang tinggi (Gardner et al.,

1991).

Perompesan saat persarian, di duga merupakan waktu yang tepat, karena saat itu fase vegetatif telah berkurang dan konsentrasi aktivitas tanaman terutama ditujukan pada kualitas dan kuantitas hasil, merupakan waktu terbaik dibandingkan tanpa permpesan dan perompesan 2 minggu setelah persarian. Hasil asimilasi hanya digunakan untuk fase generatif, dan distibusi asimilat tidak lagi terbagi ke bagian daun-daun yang tidak berfungsi optimal, sehingga

penggunaan cahaya matahari lebih efisien dalam menghasilkan produksi tanaman yang lebih bermutu.

Cahaya yang diabsorpsi oleh tanaman tergantung dari luas dan bentuk kanopi, serta cepat atau lambatnya daun saling menutupi. Efisiensi pengalihan energi surya menjadi bahan kering, tergantung pada bentuk kanopi (Subronto dan Muluk, 1991).

Interaksi Varietas dan Waktu Perompesan

Interaksi varietas dengan perompesan memberikan pengaruh nyata sampai sangat nyata pada pengamatandiameter tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot 1000 biji. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa varietas Agricorn dengan perompesan pada saat persarian menghasilkan rata-rata tertinggi pada diameter tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot 1000 biji. Hal ini diduga disebabkan perompesan daun di bawah tongkol, memberikan kondisi lingkungan yang cocok untuk varietas tanaman agricorn. Kondisi lingkungan dimaksud adalah efisiensi pemanfaatan radiasi matahari, sehingga hasil fotosintesis lebih meningkat dan distribusinya ke bagian tongkol juga lebih besar yang akhirnya dapat meningkatkan diameter tongkol.

(8)

dan bobot 1000 biji ) yang diperoleh juga meningkat.

Ukuran biji tergantung pada faktor-faktor yang mengendalikan penyediaan asimilat untuk pengisian biji. Cahaya yang rendah menyebabkan laju asimilat lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap hasil biji Lingkungan yang kurang mendukung pada periode pembungaan dapat mengurangi jumlah biji setiap tongkol (Fernando, Oteguai, and Vega, 2000), selanjutnya Tim, Flanningan, and Melkonian (2001), menambahkan bahwa kurangnya cahaya matahari mengurangi biji terutama pada daerah apikal.

KESIMPULAN

1. varietas Agriconn memberikan

respon yang lebih baik pada perlakuan perompesan daun dibawah tongkol

2. Waktu perompesan daun di bawah tongkol pada saat persarian, lebih efektif dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman jagung, dibanding dengan tanpa perompesan dan perompesan 2 minggu setelah persarian

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Pedoman Pelaksanaan

Pertemuan Masyarakat Agribisnis Jagung. Direktorat

Serealia. Jakarta

Bari, A., Sjarkani Musa., Endang Syamsuddin. 1974. Pengantar pemuliaan Tanaman. Departe-men Agronomi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dahlan, M., dan S. Slamet. 1998. Peranan varietas unggul dalam meningkatkan produksi jagung.

Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.

Dwijoseputro. D.1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gra-media, Jakarta

Fernando H. A., M. E. Otegui and C. Vega. 2000. Intercepted Radiation at Flowering and Kernel Number In Maize. Agron. J. 92: 92 – 97.

Gardner, F., RB Pearce., R. L Mitchell., 1991. Physiology Of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya: Terjemahan Herawati Susilo). Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Hafsah.M.J. 2003. Pedoman Umum

Peningkatan Produktivitas Jagung. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Direktorat Serealia, Jakarta.

Hanway, J.J. 1971. How a corn plant develops. Iowa State Univ. of Sci. and Tecn. Corn Ext. Services. Ames. Iowa. USA.

Herman, 2002. Aplikasi bahan organik serta waktu perompesan daun di bawah tongkol terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jgung (Zea mays L). Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar

(9)

Riani, N., R. Amir, M. Akil dan E.O. Momuat. 2001. Pengaruh Berbagai Takaran Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Hibrida dan Bersari Bebas. Risalah Penelitian

Jagung dan Serealia Lain, Vol. 5,

2001:21–25.

Ruchjaniningsih, Ali Imran, Muh. Thamrin dan M. Zain Kanro, 2000. Penampilan Fenotipik dan Beberapa Parameter Genetik Delapan Kultivar Kacang Tanah pada Lahan Sawah. Zuriat Komunikasi Pemuliaan Indonesia, Jatinangor, Sumedang. Vol 11(I) : 8-14.

Sitompul, S.M. dan Guritno.B., 1995.

Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press.

Tesar, M.B. 1984. Physiological basis of corn growth and development.

Am. Soc of Agron J. Crop. Sci.

Madison Wisconsin. USA.

Tim, L.S., B. A. Flannigan and J. Melkonian. 2001. Loss of kernel set due to water deficit and shade in maize. Crop Sci: 41. 1530 – 1540.

Yatim, W. 1991. Genetika. Penerbit Tarsito, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan paparan diatas maka peneliti akan melakukan penelitian untuk mengungkap bagaimana proses pembelajaran jarak jauh yang telah dilakukan di Sekolah Dasar Islam

Teralienasinya perempuan dalam kehidupan politik nampaknya berimplikasi pada tingkat pemahamannya terhadap persoalan politik sebagaimana ditunjukkan oleh hasil

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “Motivasi Ibu Primipara Dalam Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Jetis,.. Ponorogo” adalah bukan Karya

Pendampingan bagi MUDIKA adalah usaha membantu untuk menyalurkan bakat dan talenta yang mereka miliki melalui kehadiran dan keterlibatan MUDIKA dalam kegiatan yang dilaksanakan,

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Konflik Batin Tokoh Utama Berkaitan dengan Adat Pernikahan yang Dilukiskan Oleh Nur S.t Iskandar dalam Novel Salah Pilih

+eralaan yang se/ara l!as dienal seagai ool eyden... Da+a menyim+an dan mengosongan

Menghindari makanan yang memicu alergi merupakan terapi utama pada urtikari karena alergi makanan, hal ini dapat dilakukan selama kurang lebih 3 minggu, jika