PENGENALAN CITRA WAJAH MENGGUNAKAN
ALGORITME VFI5 DENGAN TRANSFORMASI WAVELET
NOVIANA PRAMITASARI
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PENGENALAN CITRA WAJAH MENGGUNAKAN
ALGORITME VFI5 DENGAN TRANSFORMASI WAVELET
NOVIANA PRAMITASARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRACT
NOVIANA PRAMITASARI. Face Recognition Using VFI5 Algorithm with Wavelet Transformation. Under the direction of AZIZ KUSTIYO.
Biometrik system is the introduction of the system to identify patterns that physiological characteristics a person with determining the autenticity of a specific psysiolagical and/or behavioral characteristic posessed by that person. Not all physiological characteristics can be used on the system biometrik, several characteristics that must be fulfilled that is universal, distinctiveness, permanent, and collectability. Face is one of the physiological characteristics that can not be falsified, therefore this research using biometrik face. Wavelet is an image processing method that can extraction features and the features that are important will not be lost when the image dimension reduction. Wavelet transformation of the image will be used as an input system in the face recognition of this research and mother wavelet used was the Haar wavelet. Method face recognition used of this research is the algorithm Voting Feature Interval (VFI5). VFI5 algorithm is an algorithm that represents the description of a concept by a set of interval values of the features or attributes. Phases of the training VFI5 algorithm produce the intervals, and each features a manner resulting image data represented by pixels on each element of data. Face image used in this research is measuring 92 × 112 pixels. The image of the face will have a wavelet transformation so that will be quarter of the original dimensions, the transformation level 1 produce image measure 46 × 56, the transformation level 2 produce image measure 23 × 28, and so on until level 6 produce image measure 2 × 2. In this research using training data 6 face images and testing data 4 face images. Rank accuracy the wavelet decomposition level increased from level 2 to level 6, different with level 1 if comparing level 2 is lower accuracy. In first level the accuracy is 72,5%, 90% for second level, 85% for third level, 80% for fourth level, 68% for fifth level, and 30% for sixth level.
Judul : Pengenalan Citra Wajah Menggunakan Algoritme VFI5 dengan Transformasi Wavelet Nama : Noviana Pramitasari
NRP : G64052939
Menyetujui:
Pembimbing
Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom NIP 197007191998021001
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasyim, DEA NIP 196103281986011002
iii RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 2 Februari 1988 dari pasangan ayahanda Tukirin, S.Pd dan ibunda Susiana Harijanti, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara (Mba Nita, Dek Vavan, Dek Alvin).
Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Kajen kabupaten Pekalongan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi ekstra kampus di antaranya kepengurusan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer Staf Divisi Database (2006-2007), Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Bola Basket (2005), Selain itu penulis juga tergabung di Pendayagunaan Open Source Software (POSS), Java Campus Team (JCT) IPB, NECTAR (Komunitas Programmer Java dengan Netbans), JUGI (Java User Group Indonesia) Komunitas Programmer Java se-Indonesia dan tergabung dalam tim pengembang Sistem Informasi Sekolah Dewantara Open
Source. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Basis Data Departemen Ilmu Komputer IPB
pada tahun 2008. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Penulis terpilih menjadi finalis Data Mining Contest pada ajang Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (geMasTIK) 2008 di IT Telkom Bandung. Mulai Maret 2009 penulis bekerja sebagai Junior Tester Engineer di PT Aero System Indonesia, Jakarta.
PRAKATA
Alhamdulilahirobbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kekuatan untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SWT, kepada keluarganya dan para sahabatnya, semoga penulis tergolong dalam kaumnya yang beriman dan beramal saleh. Penulis sadar bahwa tugas akhir ini tidak akan terwujud bila tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan seinggi-tingginya kepada :
1 Kedua orang tua tercinta : ayahanda Tukirin, S.Pd dan ibunda Susiana Harijanti, S.Pd atas limpahan doa, kasih sayang, semangat, dan kebahagiaan selama hidup penulis.
2 Saudara tersayang Mba Nita, Dek Vavan, Dek Alvin, Mas Yunus atas doa dan dukungannya. 3 Yth. Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku dosen pembimbing tugas akhir.
4 Yth. Dr. Sri Nurdiati, MSc, Ir. Julio Adisantoso, M.Kom, Yeni Herdiyeni, S.Si, M.Kom, Sony H. Wijaya, S.Kom, M.Kom, Hari Agung, S.Kom, M.Kom, Toto Haryanto, S.Kom, Mas Irvan, Pak Soleh, dan Pak Pendi atas nasehat, dukungan, dan keramahan yang senantiasa mengisi hari-hari penulis di Departemen Ilmu Komputer FMIPA.
5 Orang tua kedua : Om Edi Wardoyo dan Tante Tri serta putri-putrinya Dina, Dian dan Icha atas perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
6 Gank of Four (Penulis, Dina, Elen, dan Mega) sebagai teman tebaik dan G 4037 BK yang selalu setia menemani penulis.
7 Teman-teman Pondok Amanah A, Wisma AA, Pondok Rahmah, dan Wisma Anggraeni yang sudah memberikan tempat berteduh sementara di kala lelah.
8 Esti, Furqon, Fathoni, dan Rifki teman satu bimbingan atas masukan dan sarannya.
9 Teman-teman Test Team Bu Dwina, Pak Broto, Bu Wuri, Mba Inggi, Mba Elvi, Haikal, dan Taufan atas semangat, perhatian, dan keramahan yang mengisi hari-hari penulis selama bekerja di PT Aero System Indonesia.
10 Ida, Dhani, Tara, Cira, Medri, Takin, Fuad, Muti dan semua teman-teman ilmu komputer angkatan 42, serta seluruh pihak yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam berbagai hal karena keterbatas kemampuan penulis. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima masukan berupa saran atau kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.
Bogor, Mei 2009
iv DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Ruang Lingkup ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Representasi Citra Digital ... 2
Transformasi Wavelet ... 2
Transformasi Haar Wavelet ... 3
Klasifikasi ... 3
Algoritme Voting Feature Interval 5 (VFI5) ... 3
METODE PENELITIAN Citra Wajah ... 5
Citra Pelatihan dan Citra Pengujian ... 5
Transformasi Wavelet ... 5
Algoritme VFI5 ... 6
Akurasi ... 6
Lingkungan Pengembangan ... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1: Dekomposisi Wavelet Level 1 ...
7
Percobaan 2: Dekomposisi Wavelet Level 2 ... 7
Percobaan 3: Dekomposisi Wavelet Level 3 ... 7
Percobaan 4: Dekomposisi Wavelet Level 4 ... 8
Percobaan 5: Dekomposisi Wavelet Level 5 ... 8
Percobaan 6: Dekomposisi Wavelet Level 6 ...
9
Algoritme VFI5 pada Kelas 1 di Tiap Level Dekomposisi...
10
Algoritme VFI5 pada Kelas 2 di Tiap Level Dekomposisi... 10
Algoritme VFI5 pada Kelas 3 di Tiap Level Dekomposisi... 10
Algoritme VFI5 pada Kelas 4 di Tiap Level Dekomposisi... 11
Algoritme VFI5 pada Kelas 5 di Tiap Level Dekomposisi... 11
Algoritme VFI5 pada Kelas 6 di Tiap Level Dekomposisi... 11
Algoritme VFI5 pada Kelas 7 di Tiap Level Dekomposisi... 12
Algoritme VFI5 pada Kelas 8 di Tiap Level Dekomposisi... 12
Algoritme VFI5 pada Kelas 9 di Tiap Level Dekomposisi... 12
Algoritme VFI5 pada Kelas 10 di Tiap Level Dekomposisi ... 13
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 13
Saran
... 13
DAFTAR PUSTAKA ... 13v DAFTAR TABEL
Halaman
1 Dimensi citra di tiap level ... 5
2 Jumlah fitur pada setiap level dekomposisi wavelet ... 6
3 Akurasi tiap kelas di level 1 ... 7
4 Akurasi tiap kelas di level 2 ... 7
5 Akurasi tiap kelas di level 3 ... 7
6 Akurasi tiap kelas di level 4 ... 8
7 Akurasi tiap kelas di level 5 ... 8
8 Akurasi tiap kelas di level 6 ... 9
9 Akurasi tiap level dekomposisi wavelet ... 9
10 Akurasi tiap level di kelas 1 ... 10
11 Akurasi tiap level di kelas 2 ... 10
12 Akurasi tiap level di kelas 3 ... 10
13 Akurasi tiap level di kelas 4 ... 11
14 Akurasi tiap level di kelas 5 ... 11
15 Akurasi tiap level di kelas 6 ... 11
16 Akurasi tiap level di kelas 7 ... 12
17 Akurasi tiap level di kelas 8 ... 12
18 Akurasi tiap level di kelas 9 ... 12
19 Akurasi tiap level di kelas 10 ... 13
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Fungsi koordinat representasi citra digital ... 2
2 Bank filter Haar ... 3
3 Tahapan proses pengenalan wajah ... 5
4 Representasi data citra ... 5
5 Visualisasi transformasi wavelet ... 6
6 Tingkat akurasi tiap kelas di level 1 ... 7
7 Tingkat akurasi tiap kelas di level 2 ... 7
8 Tingkat akurasi tiap kelas di level 3 ... 8
9 Tingkat akurasi tiap kelas di level 4 ... 8
10 Tingkat akurasi tiap kelas di level 5 ... 9
11 Tingkat akurasi tiap kelas di level 6 ... 9
12 Tingkat akurasi tiap level ... 9
13 Tingkat akurasi tiap level di kelas 1 ... 10
14 Tingkat akurasi tiap level di kelas 2 ... 10
15 Tingkat akurasi tiap level di kelas 3 ... 11
16 Tingkat akurasi tiap level di kelas 4... 11
17 Tingkat akurasi tiap level di kelas 5 ... 11
18 Tingkat akurasi tiap level di kelas 6 ... 1
2
19 Tingkat akurasi tiap level di kelas 7 ... 1220 Tingkat akurasi tiap level di kelas 8 ... 12
vi DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Citra wajah untuk data pelatihan ... 16
2 Citra wajah untuk data pengujian... 18
3 Deskripsi citra dekomposisi ... 20
4 Tabel hasil pengujian sejumlah citra pada kelas tertentu di klasifikan ke kelas tertentu di tiap-tiap level dekomposisi wavelet ... 21
5 Interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 6 dekomposisi wavelet ... 23
6 Interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 5 dekomposisi wavelet ... 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem biometrik merupakan sistem pengenalan pola yang mengidentifikasi karakteristik fisiologis seseorang dengan menentukan keotentikan. Tidak semua karakteristik fisiologis dapat digunakan pada sistem biometrik, beberapa karakteristik yang harus dipenuhi yaitu universal, unik
(distinctiveness), permanen, dan dapat diukur
secara kuantitatif (collectability) (Maltoni et al.
2003). Contoh karakteristik fisiologis yang dapat digunakan dalam sistem biometrik yaitu DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), mata (retina dan iris), sidik jari, suara, tangan dan wajah (Maltoni et al. 2003). Wajah merupakan salah satu karakteristik fisiologis yang tidak dapat dipalsukan, oleh karena itu penelitian ini menggunakan biometrik wajah.
Wavelet merupakan salah satu metode pengolahan citra yang dapat mengekstraksi fitur dan fitur-fitur yang penting tidak akan hilang ketika dimensi citra mengalami reduksi. Citra hasil transformasi wavelet akan digunakan sebagai input sistem pengenalan wajah pada penelitian ini. Induk wavelet yang digunakan adalah induk wavelet Haar karena didasarkan pada dua penelitian sebelumnya yang pertama oleh Cahyaningtias (2007) yang menggunakan citra wajah sebagai karakteristik fisiologis pada sistem pengenalannya dan Haar sebagai induk waveletnya serta menggunakan metode jaringan saraf tiruan propagasi balik. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Oktabroni (2008) yang menggunakan sidik jari sebagai karakteristik fisiologis pada sistem pengenalannya yang menggunakan Resilient
Back Propagation Neural Network dengan
transformasi wavelet dengan Haar sebagai induk waveletnya.
Metode pengenalan wajah yang digunakan pada penelitian ini adalah algoritme Voting
Feature Interval (VFI5). Algoritme VFI5
merupakan suatu algoritme yang merepresentasikan deskripsi sebuah konsep oleh sekumpulan interval nilai-nilai fitur atau atribut. Algoritme VFI5 mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan algoritme nearest-neighbor. Kedua algoritme ini telah diuji dengan menambahkan fitur-fitur yang tidak relevan. Ketika fitur-fitur tidak relevan ditambahkan, akurasi algoritme VFI5 memperlihatkan jumlah pengurangan akurasi yang sangat kecil (Guvenir et al. 1998).
Pada penelitian yang sudah dilakukan, algoritme VFI5 untuk data berupa teks memiliki akurasi yang tinggi, seperti pada penelitian Apniasari (2007) berjudul Diagnosis Penyakit Demam Berdarah dengan Menggunakan VFI5 diperoleh kesimpulan bahwa akurasi dengan model ANFIS adalah 86,67% sedangkan dengan VFI5 adalah 100%. Selain itu pada penelitian Sulistyo (2007) yang berjudul Pengaruh
Inclomplete Data Terhadap Akurasi VFI5
diperoleh kesimpulan tingkat akurasi pada data ordinal sebesar 96.38%. Dari hasil penelitian tersebut, menimbulkan dugaan algoritme VFI5 jika diterapan pada data citra akan memperoleh akurasi yang tinggi.
Pada penelitian ini menggunakan algoritme VFI5 untuk pengenalan data citra wajah. Tahapan pelatihan pada algoritme VFI5 menghasilkan interval-interval, dan setiap fitur-fitur yang dihasilkan olah data citra direpresentasikan oleh piksel-piksel pada tiap elemen data tersebut. Pada penelitian Ramdhany (2007) yang berjudul Diagnosa Gangguan Sistem Urinari pada Anjing dan Kucing Menggunakan VFI5, menggunakan 39 feature
yang terdiri dari 37 feature gejala klinis dan 2
feature pemeriksaan laboratorium. Selain itu,
pada penelitian Iqbal (2007) yang berjudul Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals,
menggunakan 49 feature. Pada kedua penelitian tersebut digunakan fitur yang relatif sedikit, sedangkan pada citra memiliki piksel-piksel yang banyak, maka perlu proses reduksi citra agar lebih efisien dalam pembuatan fitur-fiturnya.
Pada penelitian ini akan direduksi ukuran citra dengan menggunakan transformasi wavelet. Transformasi wavelet dipilih dalam penelitian ini karena transformasi wavelet mereduksi dimensi citra tanpa menghilangkan fitur-fitur penting dalam citra tersebut. Pada Linear
Wavelet-based Feature Extraction (WFE), hanya
appoximation coefficients sebagai fitur penting
dalam klasifikasi (Yang & Hsu 2008). Pada Transformasi wavelet terdapat high dan low
frequencies, low frequencies memberikan
kontribusi yang lebih tinggi untuk merepresentasikan informasi pada citra wajah (Anjum & Javed 2008).
Tujuan
Penelitian ini akan menganalisis kinerja algoritme VFI5 pada pengenalan citra wajah yang telah mengalami transformasi wavelet. Penelitian ini juga bertujuan menganalisis
2 pengaruh level dekomposisi transformasi
wavelet pada pengenalan citra wajah. Ruang Lingkup
Beberapa hal yang merupakan ruang lingkup penelitian ini yaitu:
1 Menerapkan proses ekstraksi fitur menggunakan transformasi wavelet dan induk wavelet yang digunakan pada penelitian ini adalah wavelet Haar. 2 Metode yang digunakan pada proses
pengenalan wajah adalah algoritme Voting
Feature Intervals (VFI5), dengan batasan
bobot (weight) setiap fiturpada semua data adalah seragam.
TINJAUAN PUSTAKA Representasi Citra Digital
Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan citra pada titik tersebut. Citra digital adalah citra f(x,y) dimana dilakukan diskritisasi koordinat spasial (sampling) dan diskritisasi tingkat kecemerlangannya/keabuan (kuantisasi). Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar / piksel / pixel / picture element
/ pels) menyatakan tingkat keabuan pada titik
tersebut.
Fungsi f(x,y) direpresentasikan dalam suatu fungsi koordinat berukuran M × N. Variabel M
adalah baris dan variabel N adalah kolom sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
− − − − − − 1) N 1, f(M 1,1) f(M 1,0) f(M 1) N f(1, f(1,1) f(1,0) 1) N f(0, f(0,1) f(0,0) L M O M M L L
Gambar 1 Fungsi koordinat representasi citra digital.
Citra dengan skala keabuan berformat 8-bit memiliki 256 intensitas warna yang berkisar pada nilai 0 sampai 255. Nilai 0 menunjukan tingkat paling gelap (hitam) dan 255 menunjukkan nilai paling cerah (putih). Transformasi Wavelet
Wave adalah sebuah fungsi yang berosilasi
terhadap waktu (time) atau ruang (space)
(Burrus et al. 1998). Contoh wave yaitu signal yang meluas atau fungsi sinusoid. Wavelet merupakan sebuah “small wave” yang energinya berkonsentrasi pada waktu atau titik tertentu (Burrus et al. 1998). Wavelet dianggap sebagai
wave yang hanya memiliki nilai tidak nol pada
area yang kecil (McAndrew 2004).
Basis wavelet berasal dari sebuah scaling
function (Gonzales & Woods 2002). Scaling
function dapat dituliskan dengan persamaan :
∑ −
=
n hΨ (n) 2 (2x n)
Ψ(x) ϕ
Dimana hΨ(n) adalah koefisien fungsi wavelet (wavelet function coefficients) dan hΨ adalah vektor wavelet (wavelet vector).
Prinsip kerja semua transformasi wavelet adalah menggunakan nilai rata-rata dari nilai-nilai input dan menyediakan semua informasi yang diperlukan agar dapat mengembalikan input ke nilai semula (McAndrew 2004). Untuk mengembalikan nilai input ke nilai semula, diperlukan nilai selisih dan nilai rata-ratanya. Metode ini disebut averaging (rata-rata) dan
differencing (selisih). Misal nilai rata-rata
(average) s dari nilai yang diberikan a dan b
maka diperoleh persamaan:
2 b a
s= +
dan nilai selisih (difference) d dapat dihitung dengan persamaan:
s a
d = −
untuk mengembalikan nilai input dapat digunakan persamaan: d s a = + dan d s b = −
Tranformasi wavelet pada bidang dua dimensi, misalnya citra, dapat dibagi dalam dua cara yaitu dekomposisi standard dan dekomposisi nonstandard (McAndrew 2004). Pada dekomposisi standard, seluruh level transformasi wavelet dilakukan pada tiap kolom terlebih dahulu, kemudian dilakukan transformasi wavelet dari level pertama pada tiap baris dari hasil transformasi seluruh kolom. Pada dekomposisi nonstandard, transformasi wavelet dilakukan per level pada tiap kolom, kemudian transformasi wavelet level yang sama diterapkan pada tiap barisnya. Dekomposisi
nonstandard menghasilkan empat citra, yaitu:
3 transformasi wavelet, citra detail horisontal,
citra detail vertikal dan citra detail diagonal. Ketiga citra terakhir digunakan untuk merekonstruksi citra hasil transformasi ke citra aslinya.
Transformasi Haar-Wavelet
Transformasi Haar saat ini menjadi transformasi wavelet yang sederhana. Sudah digunakan lama menggunakan citra sebagai transformasi haar. Pada kenyataannya wavelet Haar merupakan wavelet yang paling sederhana dan merupakan langkah awal yang baik untuk tahap proses berikutnya (McAndrew 2004). Wavelet Haar didefinisikan dengan fungsi berikut (McAndrew 2004):
< ≤ − < < = otherwise 0 1 x 1/2 if 1 1/2 x 0 if 1 Ψ(x)fungsi di atas dengan dua koefisien tak nol
h(0)=1/√2 dan h(1)=-1/√2 (Burrus et al.
1998). Dengan dua koefisien tidak nol
h(0)=h(1)=1/√2 diperoleh fungsi scaling
sebagai berikut (Burrus et al. 1998):
<
<
=
otherwise
0
1
t
0
if
1
(t)
ϕ
menggunakan relasi diperoleh persamaan berikut (McAndrew 2004):
1) (2x (2x)
Ψ(x)=ϕ −ϕ −
Proses dekomposisi Haar menerapkan bank
filter dengan h(0) = h(1) = 1/√2 sebagai
koefisien low-pass yang menghasilkan citra pendekatan, dan g(0) = 1/√2, g(1) = -1/√2 sebagai koefisien high-pass yang menghasilkan citra detail. Bank filter dapat dilihat pada Gambar 2. O M M M M L L L L g(1) g(0) 0 0 h(1) h(0) 0 0 0 0 g(1) g(0) 0 0 h(1) h(0)
Gambar 2 Bank filter Haar.
Hasil dekomposisi Haar dapat dihitung menggunakan rumus: 2 s s a1 1 + i+1 = ci =si −ai
Variabel ai merupakan koefisien pendekatan, ci
merupakan koefisien detail dan si merupakan
himpunan bilangan yang akan didekomposisi. Citra hasil dekomposisi akan berukuran seperempat dari ukuran citra sebenarnya. Jika diberikan citra berdimensi 6 × 6 piksel, maka hasil dekomposisi wavelet level 1 akan menghasilkan citra berdimensi 3 × 3 piksel. Klasifikasi
Klasifikasi merupakan proses menemukan sekumpulan model (atau fungsi) yang menggambarkan dan membedakan konsep atau kelas-kelas data, dengan tujuan agar model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kelas dari suatu objek atau data yang label kelasnya tidak diketahui (Han & Kamber 2001).
Klasifikasi terdiri atas dua tahap, yaitu pelatihan dan prediksi (klasifikasi). Pada tahap pelatihan, dibentuk sebuah model domain permasalahan dari setiap instance yang ada. Penentuan model tersebut berdasarkan analisis pada sekumpulan data pelatihan, yaitu data yang label kelasnya sudah diketahui. Pada tahap klasifikasi, dilakukan prediksi kelas dari
instance (kasus) baru dengan menggunakan
model yang telah dibuat pada tahap pelatihan (Guvenir et al. 1998).
Algoritme Voting Feature Intervals 5 (VFI5) Algoritme klasifikasi VFI5 merepresentasikan deskripsi sebuah konsep oleh sekumpulan interval nilai-nilai feature atau atribut. Pengklasifikasian instance baru berdasarkan voting pada klasifikasi yang dibuat oleh nilai tiap-tiap fitur secara terpisah. Algoritme VFI5 merupakan algoritme klasifikasi yang bersifat non-incremental dan supervised
(Guvenir et al. 1998). Algoritme VFI5 membuat interval yang berupa range atau point interval
untuk setiap fitur. Point interval terdiri atas seluruh end point secara berturut-turut. Range interval terdiri atas nilai-nilai antara dua end
point yang berdekatan namun tidak termasuk
kedua end point tersebut.
Keunggulan algoritme VFI5 adalah algoritme ini cukup kokoh (robust) terhadap fitur yang tidak relevan namun mampu menghasilkan hasil yang baik pada real-world datasets yang ada. Agoritme VFI5 mampu menghilangkan pengaruh yang kurang menguntungkan dari fitur yang tidak relevan dengan mekanisme
voting-nya (Guvenir et al. 1998).
Tahap-tahap dalam algoritme VFI5 yaitu: 1 Pelatihan (Training)
Tahap pertama dari proses pelatihan adalah menemukan end point setiap fitur f pada kelas
4 data c. End point untuk fiturlinear adalah nilai
minimum dan maksimum dari suatu fitur.
Sedangkan end point untuk struktur nominal adalah semua nilai yang berbeda yang ada pada fitur kelas yang sedang diamati. End point
untuk setiap fitur f akan dimasukkan ke dalam
array EndPoint[f]. Jika fituradalah fitur linear
maka akan dibentuk dua interval yaitu point
interval yang terdiri dari semua nilai end point
yang diperoleh dan range interval yang terdiri dari nila-nilai diantara dua end point yang berdekatan dan tidak termasuk end point
tersebut. Jika fitur adalah fitur nominal maka akan dibentuk point interval saja.
Batas bawah pada range interval (ujung paling kiri) adalah -∞ sedangkan batas atas
range interval (ujung paling kanan) adalah +∞.
Jumlah maksimum end point pada fitur linear adalah 2k sedangkan jumlah maksimum intervalnya adalah 4k+1, dengan k adalah jumlah kelas yang diamati.
Selanjutnya jumlah instance pelatihan setiap kelas c dengan fitur f untuk setiap interval dihitung dan direpresentasikan sebagai
interval_count[f,i,c]. Untuk setiap instance
pelatihan, dicari interval i dimana nilai fitur f
dari instance pelatihan e (ef) tersebut jatuh. Jika
interval i adalah point interval dan nilai ef sama dengan batas bawah interval tersebut (sama dengan batas atas point interval) maka jumlah kelas instance pada interval i ditambah 1. Jika interval i adalah range interval dan nilai ef
jatuh pada interval tersebut maka jumlah kelas instance ef pada interval i ditambah 0.5. Hasil
proses tersebut merupakan jumlah vote kelas c
pada interval i. Algoritme training dapat dilihat melalui pseudocode di bawah ini:
train(Training sets): begin
for each feature f for each class c
EndPoints[f] = EndPoints[f] find_end_points(TrainingSet, f, c); sort(EndPoint[f]);
if f is linear
for each end point p in EndPoint[f] form a poin interval from end point p form a range interval between p and the next endpoint ≠ p
else /*f is nominal*/
each distinct point in EndPoints[f] forms a point interval
for each interval I on feature dimension f for each class c
interval_count[f, i, c] = 0 count_instances(f, TrainingSet); for each interval I on fature dimension f
for each class c
interval_vote[f, i, c] = interval_count
[f, i, c]/class_count[c]normalize interval_vote[f, i, c]
/*such that ∑c interval_vote[f, i, c] =1*/ 2 Klasifikasi
Tahap ini diawali dengan inisialisasi vote
untuk setiap kelas dengan nilai nol. Untuk setiap fitur f dicari interval i dimana ef jatuh. Dengan ef
adalah nilai fitur f untuk instance tes e. Jika nilai
ef tidak diketahui (hilang) maka fitur tersebut
tidak diikutsertakan dalam proses klasifikasi. Oleh karena itu, fitur yang memiliki nilai tidak diketahui diabaikan.
Jika ef diketahui maka interval tersebut
ditemukan. Interval tersebut dapat menyimpan
instance pelatihan dalam beberapa kelas.
Kelas-kelas dalam sebuah interval direpresentasikan dengan vote kelas-kelas tersebut pada interval tersebut. Untuk setiap kelas c, fitur f
memberikan vote yang sama dengan
interval_vote[f, i, c]. Interval_vote [f, i, c]
merupakan vote fitur f yang diberikan untuk kelas c.
Setiap fitur f mengumpulkan vote-nya ke dalam vektor <votef,1,...,votef,k> kemudian
dijumlahkan untuk mendapatkan total vote
vektor <votef,1,...,votef,k>. Kelas dengan jumlah
vote paling tinggi akan diprediksi sebagai kelas
dari instance kelas e.
Algoritme klasifikasi dapat dilihat melalui
pseudocode di bawah ini:
classify(e); /*e:example to be classified*/ begin
for each class c vote[c]=0 for each feature f for each class c
feature_vote[f, c]=0 /*vote of feature f for class c*/
if εf value is known i=find_interval(f, εf )
feature_vote[f, c]=interval_vote[f, i, c] for each class c
vote[c]=vote[c]+featur_vote [f, c]*weight[f];
return the class c with highest vote [c]; end
METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukan proses pengenalan citra wajah menggunakan citra dari sebuah situs internet dengan alamat http://homepages.Cae.wisc.edu/~ece533/images/ facedatabase/. Jumlah data citra yang digunakan 10 wajah dengan tiap wajah 10 ekspresi dan berukuran 92 × 112 piksel dengan format PGM.
5 Tahapan proses pengenalan wajah disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 Tahapan proses pengenalan wajah.
Citra Wajah
Data citra yang diperoleh dalam penelitian ini akan mengalami perlakuan, yaitu melalui tahapan proproses menggunakan transformasi wavelet. Hasil perlakuan tersebut kemudian diproses menggunakan algoritme VFI5.
Citra Pelatihan dan Citra Pengujian
Setelah transformasi wavelet, data citra wajah dipisahkan antara data latih (training) dengan data uji (testing). Penelitian Cahyaningtias (2007) menggunakan perbandingan 1:1 dalam pembagian data untuk data latih dan data ujinya. Data latih yang kemudian digunakan dalam penelitian ini yaitu pembagian data sedemikian hingga algoritme VFI5 cukup untuk melakukan pengenalan wajah namun data uji yang digunakan juga tidak terlalu sedikit. Dilakukan pembagian sebanyak 6 citra wajah untuk data latih yang dapat dilihat di Lampiran 1 dan 4 citra wajah untuk data uji yang dapat dilihat di Lampiran 2.
Fitur pada algoritme VFI5 berasal dari tiap piksel pada citra wajah yang digunakan. Misalkan A1, A2, A3,...,A10 merupakan citra yang ukuran pikselnya 2 × 2 maka terdapat 4 fitur yaitu f1, f2, f3, dan f4 yang menjadi masukan algoritme VFI5, selanjutnya di bentuk interval-interval berdasarkan data tersebut. Representasi data citra ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Representasi data citra. Transformasi Wavelet
Citra wajah yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 92 × 112 piksel. Citra wajah akan mengalami transformasi wavelet sehingga dimensinya akan menjadi seperempat dari dimensi aslinya, pada transformasi level 1 menghasikan citra berdimensi 46 × 56, level 2 berdimensi 23 × 28, dan seterusnya (Tabel 1).
6 Tabel 1 Dimensi citra di tiap level
Level transformasi Dimensi citra
1 46 × 56 2 23 × 28 3 12 × 14 4 6 × 7 5 3 × 4 6 2 × 2
Pada Gambar 5 disajikan visualisasi transformasi wavelet hingga level 3. Deskripsi citra dekomposisi wavelet di ilustrasikan pada Lampiran 3.
Gambar 5 Visualisasi transformasi wavelet. Algoritme VFI5
Membentuk interval dari citra pelatihan yang berjumlah 6 pada semua kelas di tiap level dekomposisi wavelet dengan menggunakan algoritme pelatihan VFI5. Selanjutnya memeriksa letak interval dari setiap nilai fitur suatu instance baru, yaitu pada masing-masing kelas yang terdapat 4 buah citra pengujian. Selanjutnya dengan menggunakan algoritme klasifikasi VFI5 diperoleh kelas prediksi pada masing-masing citra pengujian. Akurasi
Pada tahapan ini dilakukan proses penghitungan tingkat akurasi. Jumlah total citra pengujian yang digunakan sebanyak 40. Tingkat akurasi dapat diperoleh dengan:
∑ ∑ = uji data total asikan diklasifik benar uji data Akurasi Lingkungan pengembangan
Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini berupa
notebook dengan spesifikasi sebagai berikut:
Perangkat keras:
• Processor intel® Core TM 2 Duo
• Memori 1 GB
• Harddisk 80 GB
Perangkat Lunak:
• Sistem operasi: Windows Vista Home Premium
• Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 10 citra wajah berbeda dengan masing-masing memiliki 10 ekspresi berbeda, 10 citra wajah tersebut selanjutnya disebut kelas. Selanjutnya dilakukan tahap transformasi wavelet dari level 1 hingga level 6. Ukuran dimensi citra merupakan jumlah fitur dalam algoritme VFI5 yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah fitur pada setiap level dekomposisi wavelet
Level transformasi Jumlah fitur
1 2576 2 644 3 168 4 42 5 12 6 4
Percobaan 1 : Dekomposisi Wavelet Level 1 Pada percobaan pertama tidak semua kelas tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas terdapat di Lampiran 4. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas di percobaan pertama dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Akurasi tiap kelas di level 1 Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi
klasifikasi Benar Salah 1 4 0 100% 2 4 0 100% 3 0 4 0% 4 4 0 100% 5 3 1 75% 6 4 0 100% 7 3 1 75% 8 4 0 100% 9 0 4 0% 10 3 1 75%
Pada Tabel 3 tampak bahwa pada kelas 1, 2, 4, 6, dan 8 memiliki data testing yang baik sehingga seluruh citranya benar diklasifikasikan, berlaku sebaliknya pada kelas 3 dan 9. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas dipercobaan pertama yang terdapat pada Tabel 3 divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 6.
7 Gambar 6 Tingkat akurasi tiap kelas di level 1.
Percobaan 2 : Dekomposisi Wavelet Level 2 Pada percobaan kedua hampir semua kelas tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas dapat dilihat di Lampiran 4. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas pada percobaan kedua dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Akurasi tiap kelas di level 2 Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi
klasifikasi Benar Salah 1 4 0 100% 2 4 0 100% 3 4 0 100% 4 4 0 100% 5 4 0 100% 6 4 0 100% 7 4 0 100% 8 4 0 100% 9 0 4 0% 10 4 0 100%
Pada Tabel 4 tampak bahwa hanya kelas 9 yang semua data ujinya tidak tepat diklasifikasikan. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas dipercobaan kedua yang terdapat pada Tabel 4 divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 7.
Gambar 7 Tingkat akurasi tiap kelas di level 2.
Percobaan 3 : Dekomposisi Wavelet Level 3 Pada percobaan ketiga terdapat 6 kelas yang semua citranya tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas terdapat di Lampiran 4. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas pada percobaan ketiga dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Akurasi tiap kelas di level 3 Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi
klasifikasi Benar Salah 1 1 3 25% 2 4 0 100% 3 2 2 50% 4 4 0 100% 5 4 0 100% 6 4 0 100% 7 4 0 100% 8 4 0 100% 9 0 4 0% 10 3 1 75%
Pada Tabel 5 tampak bahwa kelas-kelas di level 3 hasilnya tidak sebaik pada kelas 2, hanya beberapa kelas yang data ujinya tepat diklasifiksikan yaitu pada kelas 2, 4, 5, 6, 7, dan 8. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas dipercobaan ketiga yang terdapat pada Tabel 5 divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 8.
Gambar 8 Tingkat akurasi tiap kelas di level 3. Percobaan 4 : Dekomposisi Wavelet Level 4
Pada percobaan keempat hanya terdapat 5 kelas yang tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas terdapat di Lampiran 4, sedangkan interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 4 dekomposisi wavelet terdapat di Lampiran 7. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas di percobaan keempat dapat dilihat pada Tabel 6.
8 Pada Tabel 6 lebih sedikit kelas-kelas yang
tepat diklasifikasikan dibandingkan Tabel 5, yaitu pada kelas 1, 4, 7, 8, dan 10. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas dipercobaan keempat yang terdapat pada Tabel 6 divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 9.
Tabel 6 Akurasi tiap kelas di level 4 Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi
klasifikasi Benar Salah 1 4 0 100% 2 3 1 75% 3 3 1 75% 4 4 0 100% 5 3 1 75% 6 3 1 75% 7 4 0 100% 8 4 0 100% 9 0 4 0% 10 4 0 100%
Gambar 9 Tingkat akurasi tiap kelas di level 4. Percobaan 5 : Dekomposisi Wavelet Level 5 Pada percobaan kelima hanya terdapat 4 kelas yang tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas terdapat di Lampiran 4, sedangkan interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 5 dekomposisi wavelet terdapat di Lampiran 6. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas pada percobaan kelima dapat dilihat pada Tabel 7.
Pada Tabel 7 terdapat 4 kelas yang tepat diklasifikasikan yaitu pada kelas 1, 4, 6, dan 8. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas dipercobaan kelima yang terdapat pada Tabel 7 divisualisasikan ke dalam grafik pada Gambar 10.
Tabel 7 Akurasi tiap kelas di level 5 Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi
klasifikasi Benar Salah 1 4 0 100% 2 2 2 50% 3 1 3 25% 4 4 0 100% 5 1 3 25% 6 4 0 100% 7 3 1 75% 8 4 0 100% 9 0 4 0% 10 3 1 75%
Gambar 10 Tingkat akurasi tiap kelas di level 5. Percobaan 6 : Dekomposisi Wavelet Level 6
Pada percobaan keenam tidak ada kelas yang tepat diklasifikasikan, keterangan lebih jelas terdapat di Lampiran 4, sedangkan interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 6 dekomposisi wavelet terdapat di Lampiran 5. Akurasi klasifikasi pada tiap-tiap kelas pada percobaan keenam dapat dilihat pada Tabel 8 dan divisualisasikan pada Gambar 11. Tabel 8 Akurasi tiap kelas di level 6
Kelas Hasil Klasifikasi Akurasi klasifikasi Benar Salah 1 0 4 0% 2 0 4 0% 3 1 3 25% 4 0 4 0% 5 2 2 50% 6 2 2 50% 7 2 2 50% 8 3 1 75% 9 0 4 0% 10 2 2 50%
9 Gambar 11 Tingkat akurasi tiap kelas di level6.
Pada tiap-tiap level dekomposisi wavelet dihitung nilai akurasinya, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 12. Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat akurasi meningkat seiring dengan bertambahnya level dekomposisi wavelet untuk level 2 sampai level 6, berbeda dengan level 1 yang nilai akurasinya lebih rendah dibandingkan level 2. Hal ini disebabkan karena overfitting di mana saat training mampu untuk mengingat data dengan baik tetapi tidak mampu untuk menggeneralisasi dengan baik. Overfitting
dapat terjadi pada algoritme klasifikasi yang memiliki jumlah parameter (bobot dan bias) yang lebih besar dari pada jumlah pola latih yang disajikan pada algoritme klasifikasi tersebut.
Tabel 9 Akurasi tiap level dekomposisi wavelet Level transformasi Akurasi
1 72,5% 2 90% 3 85% 4 80% 5 68% 6 30%
Jika jumlah parameter algoritme jauh lebih kecil dibanding jumlah pola latihnya, kecil kemungkinan terjadi overfitting. Bilangan data yang kurang untuk proses pelatihan akan menyebabkan algoritme klasifikasi tidak dapat mempelajari taburan data dengan baik, sebaliknya data yang terlalu banyak untuk proses pelatihan akan memperlambat proses pemusatan (konvergensi). Masalah overfitting
akan menyebabkan algoritme klasifikasi cenderung untuk menghafal data yang dimasukkan dari pada mengeneralisasi.
Gambar 12 Tingkat akurasi tiap level.
Algoritme VFI5 pada Kelas 1 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 1 akurasi paling baik hingga seluruh citra pengujian tepat diklasifikasikan terdapat di level 1, level 2, level 4, dan level 5. Pada level 3 terdapat sebuah citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 25%, sedangkan pada level 6 tidak ada citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasinya 0%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 1 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 13.
Tabel 10 Akurasi tiap level di kelas 1 Level Akurasi klasifikasi
1 100% 2 100% 3 25% 4 100% 5 100% 6 0%
10 Algoritme VFI5 pada Kelas 2 di Tiap Level
Dekomposisi
Pada kelas 2 akurasi paling baik hingga seluruh citra pengujian tepat diklasifikasikan terdapat di level 1, level 2, dan level 3. Pada level 4 terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 75%, sedangkan pada level 5 terdapat 2 citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 50%, berbeda dengan level 6 yang tidak ada satupun citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 0%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 2 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 14.
Tabel 11 Akurasi tiap level di kelas 2 Level Akurasi klasifikasi
1 100% 2 100% 3 100% 4 75% 5 50% 6 0%
Gambar 14 Tingkat akurasi tiap level di kelas 2.
Algoritme VFI5 pada Kelas 3 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 3 akurasi paling baik hingga seluruh citra pengujian tepat diklasifikasikan hanya terdapat di level 2, sedangkan pada level 4 terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 75%. Akurasi 50% diperoleh level 3 yaitu terdapat 2 citra yang tepat diklasifikasikan sedangkan pada level 5 dan level 6 terdapat sebuah citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 25%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 3 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 12 dan Gambar 15.
Tabel 12 Akurasi tiap level di kelas 3 Level Akurasi klasifikasi
1 0% 2 100% 3 50% 4 75% 5 25% 6 25%
Gambar 15 Tingkat akurasi tiap level di kelas3. Algoritme VFI5 pada Kelas 4 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 4 hampir semua level seluruh citranya tepat diklasifikasikan kecuali level 6 yang tidak ada satupun citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 0%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 4 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 16.
Tabel 13 Akurasi tiap level di kelas 4 Level Akurasi klasifikasi
1 100% 2 100% 3 100% 4 100% 5 100% 6 0%
11 Algoritme VFI5 pada Kelas 5 di Tiap Level
Dekomposisi
Pada kelas 5 terdapat 2 level yang seluruh citranya tepat diklasifikasikan yaitu level 2 dan level 3. Pada level 1 dan level 4 masing-masing terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 75%, sedangkan pada level 6 akurasi yang diperoleh 50% dan pada level 5 25%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 5 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 17. Tabel 14 Akurasi tiap level di kelas 5
Level Akurasi klasifikasi
1 75% 2 100% 3 100% 4 75% 5 25% 6 50%
Gambar 17 Tingkat akurasi tiap level di kelas 5.
Algoritme VFI5 pada Kelas 6 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 6 terdapat 4 level yang seluruh citranya tepat diklasifikasikan yaitu pada level 1, level 2, level 3, dan level 5. Akurasi 75% diperoleh level 4 dan 50% diperoleh level 6, dimana 75% terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan sedangkan 50% terdapat 2 citra yang tepat diklasifikasikan. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 6 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 18. Tabel 15 Akurasi tiap level di kelas 6
Level Akurasi klasifikasi
1 100% 2 100% 3 100% 4 75% 5 100% 6 50%
Gambar 18 Tingkat akurasi tiap level di kelas 6. Algoritme VFI5 pada Kelas 7 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 7 terdapat 3 level yang seluruh citranya tepat diklasifikasikan yaitu level 2, level 3, dan level 4. Akurasi 75% diperoleh level 1 dan level 5 yaitu tiap levelnya terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan, sedangkan pada level 6 akurasi yang diperoleh 50% yaitu terdapat 2 citra yang tepat diklasifikasikan. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 7 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 19.
Tabel 16 Akurasi tiap level di kelas 7 Level Akurasi klasifikasi
1 75% 2 100% 3 100% 4 100% 5 75% 6 50%
Gambar 19 Tingkat akurasi tiap level di kelas 7. Algoritme VFI5 pada Kelas 8 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 8 hampir seluruh level memiliki akurasi 100% kecuali level 6 yang akurasinya 75%, sehingga pada level 6 hanya terdapat 3
12 citra yang tepat diklasifikasikan. Akurasi
algoritme VFI5 pada kelas 8 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 17 dan Gambar 20.
Tabel 17 Akurasi tiap level di kelas 8 Level Akurasi klasifikasi
1 100% 2 100% 3 100% 4 100% 5 100% 6 75%
Gambar 20 Tingkat akurasi tiap level di kelas 8.
Algoritme VFI5 pada Kelas 9 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas 9 semua level yang terdapat di dalamnya tidak ada satupun citra yang tepat diklasifikasikan sehingga seluruh level di kelas 9 akurasi yang diperoleh 0%. Akurasi algoritme VFI5 pada kelas 9 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Akurasi tiap level di kelas 9 Level Akurasi klasifikasi
1 0% 2 0% 3 0% 4 0% 5 0% 6 0%
Algoritme VFI5 pada Kelas 10 di Tiap Level Dekomposisi
Pada kelas terakhir terdapat 2 level yang memiliki akurasi 100% yaitu pada level 2 dan level 4, sedangkan pada level 1, level 3, dan level 5 terdapat 3 citra yang tepat diklasifikasikan sehingga akurasi yang diperoleh 75%. Akurasi algoritme VFI5 pada
kelas 10 di tiap level dekomposisi disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 21.
Tabel 19 Akurasi tiap level di kelas 10 Level Akurasi klasifikasi
1 75% 2 100% 3 75% 4 100% 5 75% 6 50%
Gambar 21 Tingkat akurasi tiap level di kelas 10.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Pada penelitian ini menggunakan algoritme VFI5 untuk pengenalan data citra wajah, yang menjadi inputan algorime VFI5 ini adalah citra yang telah mengalami dekomposisi wavelet di level 1 sampai level 6. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
1 Level 2 dekomposisi wavelet memiliki akurasi yang paling tinggi yaitu sebesar 90%.
2 Akurasi level 2 lebih tinggi dibandingkan level 1 walaupun jumlah fitur level 2 lebih sedikit.
3 Akurasi dari level 3 sampai level 6 menurun dengan interval dari 85% sampai 30%. Saran
Saran dari penelitian ini yaitu:
1 Penghitungan akurasi citra asli dengan algoritme VFI5 tanpa dekomposisi wavelet. 2 Penghitungan akurasi di tiap level
dekomposisi dengan menghilangkan fitur-fitur tertentu.
13 DAFTAR PUSTAKA
Anjum M.A, Javed M.Y. 2008. Face Images Dimension Reduction using Wavelet and
Decimation Algorithm. Rawalpindi:
Departement of Computer Engineering College of Electrical & Mechanical Engineering, National University of Science and Technology.
Apniasari A.I. 2007. Diagnosis Penyakit Demam Berdarah dengan Menggunakan Voting Feature Intervals 5 [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Burrus C.S, Gopinath R.A, Guo H. 1998. Introduction to Wavelets and Wavelet
Transforms A Primer. New Jersey :
Prentice Hall.
Cahyaningtias T. 2007. Pengenalan Wajah dengan Praproses Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Gonzales, R. C. & R.E. Woods 2002. Digital
Image Processing. 2nd Edition. New
Jersey: Prentice Hall.
Guvenir H.A, Demiroz G, Ilter N. 1998.
Learning Differential Diagnosis of
Erythemato-squamous Diseases Using
Voting Feature Intervals [Thesis]. Ankara:
Departement of Computer Engineering and Information Science, Bilkent University. Han J & Kamber M. 2001. Data Mining
Concepts And Techniques. San Diego,
USA: Simon Fraser University Academic Press.
Iqbal M. 2007. Klasifikasi Pasien Suspect Parvo dan Distemper pada Data Rekam Medik Rumah Sakit Hewan IPB Menggunakan Voting Feature Intervals [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Maltoni D, Maio D, Jain A.K, Prabhakar S. 2003. Handbook of Fingerprint
Recognition. New York: Springer.
McAndrew A. 2004. An Introduction to
Digital Image Prosesing with MATLAB.
USA:Thomson Course Technology. Otabroni I. 2008. Pengenalan Sidik Jari
Menggunakan Resilent Backpropagation Neural Network dengan Praposes Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor:
Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Ramdhany D.N. 2007. Diagnosis Gangguan Sistem Urinari pada Anjing dan Kucing Menggunakan VFI5 [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Sulistyo A.P. 2007. Pengaruh Incomplete Data Terhadap Akurasi Voting Feature Intervals-5 (VFI5) [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
Yang H & Hsu P. 2008. Wavelet Networks For Hyperpsectral Image Classification.
Taiwan: Departement of Civil
14
15 Lampiran 1Citra wajah untuk data pelatihan
1. Orang pertama 2. Orang kedua 3. Orang ketiga 4. Orang Keempat 5. Orang kelima 6. Orang keenam 7. Orang ketujuh
16 Lampiran 1Lanjutan
8. Orang kedelapan
9. Orang kesembilan
17 Lampiran 2 Citra wajah untuk data pengujian
1. Orang pertama 2. Orang kedua 3. Orang ketiga 4. Orang keempat 5. Orang kelima 6. Orang keenam 7. Orang ketujuh
18 Lampiran 2Lanjutan
8. Orang kedelapan
9. Orang kesembilan
19 Lampiran 3 Deskripsi citra dekomposisi
Citra Asli Level 1 cA1 cDd1 cDh1 cDv1 Level 2 cA2 cDd2 cDh2 cDv2 Level 3 cA3 cDd3 cDh3 cDv3 Level 4 cA4 cDd4 cDh4 cDv4 Level 5 cA5 cDd5 cDh5 cDv5 Level 6 cA6 cDd6 cDh6 cDv6
20 Lampiran 4 Tabel hasil pengujian sejumlah citra pada kelas tertentu di klasifikan ke kelas tertentu di
tiap-tiap level dekomposisi wavelet 1. Dekomposisi wavelet level 1
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 4 4 2 4 4 3 0 0 4 4 4 1 1 3 13 4 3 1 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 0 1 1 4 3 3 40 2. Dekomposisi wavelet level 2
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 2 6 5 4 1 5 6 4 4 7 4 4 8 4 4 9 0 0 10 1 4 5 40 3. Dekomposisi wavelet level 3
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 1 1 2 1 4 5 3 2 2 4 2 2 4 2 10 5 4 4 6 4 1 5 7 4 4 8 4 1 5 9 0 0 10 1 3 4 40
21 Lampiran 4Lanjutan
4. Dekomposisi wavelet level 4
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 4 1 5 2 3 3 3 1 3 4 4 1 4 4 9 5 3 3 6 1 3 4 7 4 4 8 4 4 9 0 0 10 4 4 40 5. Dekomposisi wavelet level 5
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 4 1 5 2 2 2 3 1 1 1 3 4 1 4 1 6 5 1 1 2 6 2 4 6 7 1 2 3 6 8 4 2 1 7 9 0 0 10 3 3 40 6. Dekomposisi wavelet level 6
Kelas Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 d i k la si fi k as ik an k e k el as 1 1,5* 2 3,5 2 2 1 3 3 0,5* 1 1 2 1 5,5 4 1 1 1 0,5* 3,5 5 2 2 6 1 1 0,5* 2 2 6 7 1 2 3 6 8 0,5* 1 3 0,5* 5 9 0 0 10 1 1 1 1 2 5,5 40 Keterangan:
* Ada sebuah citra di kelas 1 yang diklasifikasikan ke kelas 3 dan 8 sehingga diberi nilai 0,5 untuk kelas 3 dan kelas 8.
22 Lampiran 5 Interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 6 dekomposisi wavelet
23 Lampiran 6 Interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 5 dekomposisi wavelet
24 Lampiran 6 Lanjutan
25 Lampiran 6Lanjutan
26 Lampiran 7 Interval-interval tahap klasifikasi algoritme VFI5 pada level 4 dekomposisi wavelet
27 Lampiran 7 Lanjutan
28 Lampiran 7 Lanjutan
29 Lampiran 7 Lanjutan
30 Lampiran 7 Lanjutan
31 Lampiran 7 Lanjutan
32 Lampiran 7 Lanjutan
33 Lampiran 7 Lanjutan
34 Lampiran 7 Lanjutan
35 Lampiran 7Lanjutan
36 Lampiran 7 Lanjutan