• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pembobotan Kriteria dengan AHP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hasil Pembobotan Kriteria dengan AHP"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis has sub-kriteria dengan metode

metode Grey Relational Analysis

saat ini dengan usulan model evaluasi performansi

5.1 Analisis Pembobotan dengan Metode

Gambar 5.

Hasil Pembobotan Kriteria dengan

Price Quality

Design and Technical Capability Partnership Relationship

114

bab ini akan dijelaskan mengenai analisis hasil pembobotan kriteria dan riteria dengan metodeAnalitycal Hierarchy Process(AHP), analisis sensitivitas

Grey Relational Analysis, dan analisis model evaluasi performansi saat ini dengan usulan model evaluasi performansisupplieryang baru.

Analisis Pembobotan dengan MetodeAnalitycal Hierarchy Process

Gambar 5.1 Grafik pembobotan kriteria dengan AHP Kriteria

0.234

0.1870.245

0.0640.1300.098 0.042

Hasil Pembobotan Kriteria dengan

AHP

Delivery

Quality Production Facilities Design and Technical Capability Warranties and Claims Partnership Relationship

il pembobotan kriteria dan (AHP), analisis sensitivitas , dan analisis model evaluasi performansi supplier

yang baru.

Analitycal Hierarchy Process(AHP)

1 Grafik pembobotan kriteria dengan AHP

(2)

Gambar 5.1 di atas merupakan grafik hasil pembobotan kriteria-kriteria evaluasisupplierdengan menggunakan metodeAnalytical Hierarchy Process(AHP). Dari hasil tersebut terlihat bahwa kriteria Quality (kualitas) memiliki bobot yang paling besar diantara beberapa kriteria lainnya. Kualitas dari suatu produk mengambil andil yang cukup besar dalam kepuasan pelanggan. Dengan kualitas yang baik, maka tidak banyak komplain dari pelanggan dan penjualan meningkat sehingga keuntungan dan citra perusahaan tetap terjaga. Jika kualitas produk menurun, maka akan terjadi keluhan atau komplain dari pelanggan, dan jika hal ini tidak segera ditindak lanjuti maka bisa terjadi penurunan penjualan, sehingga hal ini tentunya akan berakibat ke penurunan jumlah omset atau keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, kriteria Quality (kualitas) menempati bobot kriteria terbesar dalam evaluasi supplier ini. Kriteria ini mempunyai bobot sebesar 0.245. Dalam kriteria kualitas terdapat beberapa sub-kriteria, yaitu kualitas barang tanpa cacat, kesesuaian barang dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan, Jumlah barang yang dapat digunakan dengan quality limit (AOD), dan Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten. Masing-masing memiliki proporsi dari bobot kriteria kualitas sebesar 26%, 34.6%, 8.7%, dan 30.8%, sehingga sub-sub kriteria tersebut memiliki bobot masing-masing sebesar 0.063, 0.085, 0.021, dan 0.075.

Kriteria Price (harga) juga menjadi pertimbangan yang penting dalam evaluasi supplier. Hal ini disebabkan karena kriteria price sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan perusahaan dan perusahaan sendiri cenderung memilih alternatif supplier yang memberikan harga paling rendah, tetapi tidak mengurangi spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan perusahaan. Kriteria Price (harga) ini

(3)

memiliki bobot sebesar 0.234. Kriteria Price (harga) memiliki 4 sub-kriteria sebagai indikatornya yaitu harga yang kompetitif, negosiasi harga kepada supplier, harga tetap dalam masa validity, dan perincian harga yang diberikan oleh supplier. Untuk subkriteria harga yang kompetitif memiliki proporsi yang cukup besar dalam kriteria Price yaitu sebesar 53%. Selanjutnya subkriteria yang memiliki proporsi terbesar kedua adalah subkriteria negosiasi harga kepadasupplieryaitu sebesar 20%. Proporsi terbesar ketiga dan proporsi yang paling kecil adalah subkriteria harga yang tetap dalam masa validity dan perincian harga. Kedua subkriteria ini memiliki proporsi sebesar 13.8% dan 13% dari bobot kriteria Price. Jadi, untuk setiap sub-sub kriteria ini memiliki bobot masing-masing sebesar 0.124, 0.047, 0.032, dan 0.030.

Selanjutnya kriteria Delivery (pengiriman) yang menempati urutan ketiga dalam pembobotan kriteria evaluasi supplier. Kriteria ini penting untuk dipertimbangkan karena jika bahan baku terlambat datang ke perusahaan maka kelancaran produksi perusahaan akan terhambat atau terganggu dan akan menambah daftar inventory work in process. Diantara kriteria delivery (pengiriman) ini adalah ketepatan terhadap jumlah pemesanan. Jika jumlah barang yang diterima tidak sesuai yang dipesan atau tidak sesuai dengan purchase order, maka akan berpengaruh terhadap kesesuaian jumlah output produksi. Kriteria Delivery (pengiriman) ini mempunyai bobot sebesar 0.187. Kriteria Delivery (pengiriman) memiliki 3 buah subkriteria yaitu ketepatan jadwal pengiriman, pencegahan kerusakan, dan ketepatan jumlah barang. Untuk subkriteria ketepatan jadwal pengiriman memiliki proporsi sebesar 43.6% atau memiliki bobot sebesar 0.081. Subkriteria yang kedua, pencegahan kerusakan, memiliki proporsi sebesar 28.9% atau memiliki bobot 0.054,

(4)

dan subkriteria yang ketiga, ketepatan jadwal pengiriman, memiliki proporsi sebesar 27.5% atau memiliki bobot sebesar 0.051.

Lalu kriteria berikutnya yang berada di peringkat ke empat adalah kriteria Design and Technical Capability (Desain dan kemampuan teknis). Kemampuan supplier dalam mengaplikasikan desain yang diberikan oleh perusahaan jugalah penting. Dengan begitu, perusahaan bisa mendapatkan apa yang diinginkan dan dapat memenuhi permintaan pasar. Pengembangan dan kecanggihan teknologi yang digunakan supplier dalam pembuatan pesanan perusahaan juga tak kalah penting. Dengan kecanggihan teknologi yang ada, dapat mempercepat hasil produksi dan kemungkinan mengurangi jumlah kecacatan pada produk. Kriteria Design and Technical Capability (Desain dan kemampuan teknis) ini mempunyai bobot sebesar 0.130. Sub-sub kriteria dalam kriteria ini adalah mampu memproduksi sesuai dengan desain pesanan dengan proporsi sebesar 53.8%, pengembangan teknologi dengan proporsi sebesar 27.7%, dan kecanggihan teknologi dengan proporsi sebesar 18.5%. Dengan kata lain, untuk setiap subkriteria memiliki bobot masing-masing sebesar 0.070, 0.036, dan 0.024.

Kriteria selanjutnya adalah Warranties and Claims Policies yaitu kebijakan dan proses jaminan dan klaim yang diberikan supplier. Kualitas yang buruk atau tidak sesuai yang diharapkan tentu akan ditindak lanjuti oleh perusahaan dalam berupa klaim atau keluhan ke supplier, begitu juga dengan masalah pengiriman pasokan komponen yang terlambat. Hal ini untuk mengetahui apakah supplieryang ada bertanggung jawab atas kelalaian yang dapat merugikan perusahaan. Jaminan dan klaim ini akan memberikan kepastian atau garansi pada pihak perusahaan untuk

(5)

mengganti kerugian yang terjadi, misalnya menerima kembali barang yang reject (cacat) sehingga perusahaan tidak mengeluarkan biaya untukscrap(menghancurkan) barang yangreject(cacat) tersebut dan memperbaiki atau mengganti sejumlah barang yangrejecttersebut karena produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang buruk atau tidak sesuai dengan spesifikasi. Kriteria ini memiliki bobot sebesar 0.098. Pada kriteria Warranties and Claims Policies memiliki 3 subkriteria yaitu supplier menerima kembali barang yang reject dan memperbaikinya, kecepatan respon terhadap komplain, dan memberikan data yang diminta. Setiap subkriteria memiliki proporsi masing-masing di dalam kriteria ini. Untuk subkriteria supplier menerima kembali barang yang reject memiliki proporsi sebesar 30.9%. Pada subkriteria kecepatan respon terhadap komplain memiliki proporsi sebesar 51.8%, dan subkriteria ketiga, memberikan data yang diminta, memiliki proporsi sebesar 17.3%. Dari proporsi yang dimiliki masing-masing subkriteria bisa didapatkan bobot untuk setiap sub-subkriteria tersebut. Subkriteria supplier menerima kembali barang yang rejectmemiliki bobot sebesar 0.030. Kemudian subkriteria kecepatan respon terhadap komplain memiliki bobot sebesar 0.051, dan yang terakhir, subkriteria memberikan data yang diminta, memiliki bobot sebesar 0.017.

Kriteria berikutnya adalah kriteria production facilities(kecapakan produksi). Kriteria ini mengukur kapasitas produksi dan fasilitas produksi yang dimilikisupplier Kriteria ini menjadi salah satu pertimbangan bagi perusahaan karena produksi yang dilakukan perusahaan cukup besar sehingga dibutuhkan juga supplier yang dapat menyokong perusahaan. Kriteria ini memiliki bobot sebesar 0.064. Dalam kriteria ini dibagi menjadi dua subkriteria, yaitu memiliki kapasitas produksi yang tinggi dan

(6)

memiliki jadwal dan prosedur equipment maintenance. Masing-masing subkriteria memiliki proporsi dalam kriteria ini sebesar 66.2% dan 33.8% atau setara dengan bobot sebesar 0.042 dan 0.022.

Kriteria yang terakhir adalah kriteria Partnership Relationship (hubungan kerjasama). Kriteria ini mengukur seberapa lama dan bagaimana hubungan yang dijalin selama supplier melakukan kerjasama dengan perusahaan. Kriteria ini memiliki bobot yang paling kecil. Walaupun begitu, kriteria ini memiliki peran yang cukup penting. Dengan adanya hubungan kerjasama yang baik dan harmonis, maka akan tercipta hubungan komunikasi yang bagus antara supplier dan perusahaan. Komunikasi yang terjalin akan memudahkan perusahaan dalam pentransferan informasi dan kemudahan dalam berhubungan antara kedua belah pihak. Kriteria ini bisa bersifat kualitatif ataupun kuantitatif. Untuk pengukuran secara kualitatif, pengukurannya dengan skala penilaianscore. Semakin tinggi nilaiscoreyang dinilai, semakin baik pula penilaian yang didapat oleh supplier. Kriteria ini memiliki bobot sebesar 0.042.

5. 2 Analisis SensitivitasGrey Relational Analysis(GRA)

Kesimpulan yang sama mengenai prioritas pemasok berdasarkan grey relational grade tercapai dengan koefisien pembeda diantara 0.1 - 1.0, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2. Berikut hasil dari grey relational grade dapat dilihat pada tabel 5.1 :

(7)

Tabel 5.1 Rekapitulasigrey relational grade௢௜) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 PT AB Γ௢ଵ 0.499 0.574 0.628 0.669 0.701 0.727 0.749 0.768 0.783 0.797 PT CD Γ௢ଶ 0.384 0.471 0.535 0.583 0.622 0.653 0.680 0.702 0.722 0.739 PT EF Γ௢ଷ 0.409 0.465 0.512 0.551 0.584 0.612 0.637 0.658 0.677 0.694 PT GH Γ௢ସ 0.325 0.417 0.482 0.532 0.572 0.606 0.634 0.658 0.680 0.698 PT IJ Γ௢ହ 0.186 0.288 0.364 0.423 0.472 0.513 0.547 0.577 0.603 0.626 PT KL Γ௢଺ 0.592 0.655 0.699 0.732 0.758 0.779 0.796 0.811 0.824 0.835 PT MN Γ௢଻ 0.649 0.703 0.739 0.765 0.786 0.803 0.817 0.829 0.840 0.849

Gambar 5.2 Grafik hasilgrey relational gradedengan ζ 0.1 – 1.0 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 PT AB PT CD PT EF PT GH PT IJ PT KL PT MN G re y Re la tio na lG ra de 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0

(8)

Berdasarkan gambar 5.2, menunjukkan bahwa koefisien pembeda 0.1 hasil grey relational gradeuntuk alternatif 2 dan 3 (PT CD dan PT EF) masih belum stabil. Pada koefisien pembeda 0.1, urutan grey relational grade untuk dua alternarif tersebut adalah PT EF > PT CD. Hasil urutan akhirnya dari tertinggi hingga terendah adalah PT MN, PT KL, PT AB, PT EF, PT CD, PT GH, dan PT IJ.

Dengan koefisien pembeda 0.2 hingga 1.0 menghasilkan nilai greyrelational gradeyang sama. Urutan peringkat mulai stabil pada rentang koefisien pembeda 0.2– 1.0. Hal ini dapat dilihat melalui grafik yang membentuk kurva yang sama. Pada koefisien pembeda dalam rentang tersebut, urutan peringkat performansinya dari tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut: PT MN, PT KL, PT AB, PT CD, PT EF, PT GH, dan PT IJ. Seharusnya pada koefisien pembeda 0,1 hasil peringkat yang dihasilkan sama dengan hasil peringkat pada koesfisien pembeda lainnya. Perbedaan rataankoefisien grey antara PT CD dengan PT EF tidak signifikan, yaitu sebesar 0,1. Hal ini terjadi disebabkan karena adanya pembulatan pada perhitungan sehingga pada hasil terjadi perbedaan hasil perhitungan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemilihan supplier dengan menggunakan model GRA stabil dan dapat diandalkan. Selain itu, model yang diusulkan efektif dapat menggabungkan kriteria kualitatif dan kuantitatif dalam proses pemilihansupplier. Dari hasil studi kasus, dapat menegaskan bahwa metode AHP dan GRA merupakan pendekatan efektif dan praktis untuk memecahkan masalah pemilihansupplierkomponen semi finish.

(9)

5. 3 Analisis Model Evaluasi Performansi Supplier Saat Ini dengan Model

Usulan Evaluasi PerformansiSupplieryang Baru

Perancangan model evaluasi performansi usulan ini mempunyai 7 kriteria dalam penilaiannya. 6 dari 7 kriteria tersebut memiliki beberapa subkriteria sehingga membuat total faktor penilaian ini menjadi 20. Beberapa faktor yang digunakan dalam model usulan ini mengambil faktor-faktor yang digunakan perusahaan dalam mengevaluasi dan memilih supplier karena untuk menyesuaikan keadaan yang sebenarnya pada perusahaan. Dengan model evaluasi performansi usulan ini diharapkan pihak perusahaan mempunyai sedikit gambaran mengenai sejauh mana pencapaian yang ditunjukkan parasupplierselama ini.

Model usulan ini menggunakan metode kombinasi AHP dan GRA. Pendekatan yang dilakukan metode ini adalah menggunakan koefisien grey, yaitu meminimalkan simpangan antara harapan dan kenyataan. Hal ini yang membuat metode kombinasi ini beda dengan metode AHP. Metode AHP hanya menilai hasil tingkat kepentingan dari evaluator. Berikut perbandingan evaluasi yang dihasilkan dengan menggunakan metode evaluasi perusahaan saat ini, metode AHP, dan metode kombinasi AHP dan GRA dapat dilihat pada tabel 5.2 :

(10)

Tabel 5.2 Hasil perbandingan Model evaluasi yang digunakan saat ini AHP Kombinasi AHP dan GRA Jumlah Kriteria 3 7 7 Hasil evaluasi (pe-ranking-an) 1. PT AB 1. PT KL 1. PT MN 2. PT KL 2. PT MN 2. PT KL 3. PT GH 3. PT AB 3. PT AB 4. PT MN 4. PT GH 4. PT CD 5. PT EF 5. PT IJ 5. PT EF 6. PT IJ 6. PT CD 6. PT GH 7. PT CD 7. PT EF 7. PT IJ

Dari ketiga metode tersebut, hasil pe-ranking-an berbeda satu sama lain. Pada metode yang digunakan perusahaan saat ini hanya menggunakan 3 kriteria yaitu kualitas, ketepatan waktu pengirimandanharga. Urutan performansi supplier yang dihasilkan dari nilai tertinggi hingga terendah yaitu PT AB, PT KL, PT GH, PT MN, PT EF, PT IJ, dan PT CD. Kelemahan pada metode ini adalah hasil penilaian kurang merepresentasikan performansi supplier yang sebenarnya. Pada kenyataannya permasalahan yang terjadi tidak hanya dari segi kualitas dan ketepatan jadwal. Permasalahan respon terhadap komplain, harga, kemampuan dalam mendesain, kapasitas produksi, dan hubungan kerjasama terkadang sering timbul sebagai masalah selamasupplier menyuplai produknya ke perusahaan. Respon yang lambat terhadap komplain yang diajukan perusahaan ke supplier dapat menghambat jalannya

(11)

produksi. Harga yang terlalu tinggi dan fluktuatif dapat menjadi masalah dalam perencanaan keuangan perusahaan. Ketidak mampuan supplier dalam mendesain produk yang sesuai dengan desain pesanan supplier dan tidak pernah melakukan perbaikan terhadap metode kerja yang digunakan dapat juga menghambat jalannya produksi perusahaan. Jika suatu supplier memiliki penilaian kualitas dan ketepatan jadwal yang bagus tetapi kapasitas produksinya rendah, tetap saja akan menjadi permasalahan karena supplier tidak mampu memenuhi pesanan dari perusahaan sehingga akan menghambat jalannya produksi PT X. Tidak lancarnya komunikasi dan pertukaran informasi dapat merusak hubungan kerjasama antarasupplierdengan perusahaan.

Pada penilaian yang hanya menggunakan metode AHP, kriteria yang digunakan adalah kriteria-kriteria usulan. Terdapat 7 kriteria dan beberapa subkriteria di setiap kriteria. Urutan performansi supplier yang dihasilkan dari nilai tertinggi hingga terendah dapatdilihatpadatabel 5.3

Tabel 5.3 Hasil perankingan menggunakan metode AHP Supplier Penilaian AHP Rangking

KL 0.422 1 MN 0.419 2 AB 0.415 3 GH 0.385 4 IJ 0.378 5 CD 0.368 6 EF 0.359 7

(12)

Terdapat perubahan peringkatsupplierkarena dalam metode AHP. Perubahan peringkat ini terjadi karena mempertimbangkan tingkat kepentingan tiap-tiap kriteria (pembobotan) yang dilakukan dalam metode AHP. Pada sub-kriteria harga kompetitif PT KL lebih unggul dibandingkan PT MN dan PT AB, oleh sebab itu PT KL menenpati peringkat pertama. Pada umumnya kinerja PT KL, PT MN dan PT AB sama-sama bagus, hal ini bisa dilihat pada selisih hasil penilaian menggunakan AHP yang tidak terpaut jauh, yaitu PT KL 0.422, PT MN 0.19 dan PT AB 0.415.

Kelemahan jika hanya menggunakan metode AHP adalah penilaian akhir akan sangat terpengaruh oleh tingkat bobot tiap kriteria. Dengan kata lain, dengan metode AHP saja maka supplier-supplier yang paling menonjol hanyalah supplier yang memiliki nilai tertinggi pada bobot yang tinggi juga.

Pada penilaian yang menggunakan metode kombinasi AHP dan GRA, kriteria yang digunakan adalah kriteria-kriteria usulan. Terdapat 7 kriteria dan beberapa subkriteria di setiap kriteria. Metode ini menggunakan AHP untuk menentukan nilai bobot masing-masing kriteria dan metode GRA untuk melakukan pe-ranking-an supplier. Terjadi perubahan juga untuk urutan performansi supplier. Urutan performansisupplierdari tertinggi hingga terendah dapat dilihat pada tabel 5.4

(13)

Tabel 5.4 Hasil per-angking-an menggunakan metode kombinasi AHP dan GRA 0.1 R 0.2 R 0.3 R 0.4 R 0.5 R 0.6 R 0.7 R 0.8 R 0.9 R 1.0 R PT MN Γ௢ଵ 0.649 1 0.739 1 0.720 1 0.765 1 0.786 1 0.803 1 0.817 1 0.829 1 0.840 1 0.849 1 PT KL Γ௢ଶ 0.592 2 0.699 2 0.669 2 0.732 2 0.758 2 0.779 2 0.796 2 0.811 2 0.824 2 0.835 2 PT AB Γ௢ଷ 0.499 3 0.628 3 0.611 3 0.669 3 0.701 3 0.727 3 0.749 3 0.768 3 0.783 3 0.797 3 PT CD Γ௢ସ 0.384 5 0.535 4 0.511 4 0.583 4 0.622 4 0.653 4 0.680 4 0.702 4 0.722 4 0.739 4 PT EF Γ௢ହ 0.409 4 0.512 5 0.492 5 0.551 5 0.584 5 0.612 5 0.637 5 0.658 5 0.677 5 0.694 5 PT GH Γ௢଺ 0.325 6 0.482 6 0.487 6 0.532 6 0.572 6 0.606 6 0.634 6 0.658 6 0.680 6 0.698 6 PT IJ Γ௢଻ 0.186 7 0.364 7 0.328 7 0.423 7 0.472 7 0.513 7 0.547 7 0.577 7 0.603 7 0.626 7

PT MN menempati peringkat pertama dengan metode kombinasi ini, sedangkan dengan model yang digunakan saat ini dan metode AHP saja PT MN menempati peringkat kedua. Perubahan peringkat ini terjadi dikarenakan metode kombinasi AHP dan GRA ini menggunakan pendekatan dengankoefisien grey, yaitu dengan meminimalkan simpangan antara harapan dan kenyataan. PT MN menepati urutan pertama dikarenakan hasil rataan koefisien grey untuk PT MN adalah hasil yang paling besar dibandingkansupplierlain, yaitusebesar 0.79 (ζ = 0.5).

PT AB yang pada model evaluasi saat ini menempati urutan pertama, ternyata rataankoefisien greyyang dimiliki hanya sebesar 0.71 (ζ = 0.5)dan PT KL yang pada model evaluasi dengan metode AHP hanya memiliki rataan koefisien grey sebesar

0.73 (ζ = 0.5). PT CD yang pada model evaluasi perusahaan saat ini dan metode AHP

menempati peringkat ketujuh dan keenam, tetapi dalam model usulan ini PT CD menempati urutan keempat dengan rataan koefisien grey sebesar 0.62 (ζ = 0.5).

(14)

Begitu juga pada PT EF, PT GH, dan PT IJ yang terjadi perubahan urutan performansi. Ketiga supplier tersebut memiliki rataan koefisien grey sebesar 0.6,

0.56, dan 0.46 pada ζ = 0.5.

Dengan kata lain, dalam metode GRA melihat keunggulan darisupplier yang satu dibandingkan dengan supplier lainnya untuk masing-masing subkriteria dengan melihat perbedaan antara kinerja yang dihasilkan para supplier dengan kinerja yang diharapkan perusahaan. Dalam metode GRA, menggunakan rangkaian data referensi (harapan) dan rangkaian data pembanding (kenyataan). Rangkaian data tersebut diperoleh dari hasil penilaian performansi masing-masing supplier. Rangkaian data tersebut dinormalisasi dan dihitung simpangan antara hasil normalisasi rangkaian data referensi dan hasil normalisasi rangkaian data pembanding. Jika nilai hasil normalisasi rangkaian data pembanding makin besar akan membuat simpangan menjadi semakin kecil. Nilai simpangan ini digunakan untuk menghitung koefisien grey relational.

Gambar

Tabel 5.1 Rekapitulasi grey relational grade (Γ ௢௜ ) 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 PT AB Γ ௢ଵ 0.499 0.574 0.628 0.669 0.701 0.727 0.749 0.768 0.783 0.797 PT CD Γ ௢ଶ 0.384 0.471 0.535 0.583 0.622 0.653 0.680 0.702 0.722 0.739 PT EF Γ ௢ଷ 0.409 0.465 0.512 0.551 0.584 0.612 0.637 0.658 0.677 0.694 PT GH Γ ௢ସ 0.325 0.417 0.482 0.532 0.572 0.606 0.634 0.658 0.680 0.698 PT IJ Γ ௢ହ 0.186 0.288 0.364 0.423 0.472 0.513 0.547 0.577 0.603 0.626 PT KL Γ ௢଺ 0.592 0.655 0.699 0.732 0.758 0.779 0.796 0.811 0.824 0.835 PT MN Γ ௢଻ 0.649 0.703 0.739 0.765 0.786 0.803 0.817 0.829 0.840 0.849
Tabel 5.2 Hasil perbandingan Model evaluasi yang digunakan saat ini AHP Kombinasi AHPdan GRA Jumlah Kriteria 3 7 7 Hasil evaluasi (pe-ranking-an) 1
Tabel 5.3 Hasil perankingan menggunakan metode AHP Supplier Penilaian AHP Rangking
Tabel 5.4 Hasil per-angking-an menggunakan metode kombinasi AHP dan GRA 0.1 R 0.2 R 0.3 R 0.4 R 0.5 R 0.6 R 0.7 R 0.8 R 0.9 R 1.0 R PT MN Γ ௢ଵ 0.649 1 0.739 1 0.720 1 0.765 1 0.786 1 0.803 1 0.817 1 0.829 1 0.840 1 0.849 1 PT KL Γ ௢ଶ 0.592 2 0.699 2 0.669 2 0.732 2 0.758 2 0.779 2 0.796 2 0.811 2 0.824 2 0.835 2 PT AB Γ ௢ଷ 0.499 3 0.628 3 0.611 3 0.669 3 0.701 3 0.727 3 0.749 3 0.768 3 0.783 3 0.797 3 PT CD Γ ௢ସ 0.384 5 0.535 4 0.511 4 0.583 4 0.622 4 0.653 4 0.680 4 0.702 4 0.722 4 0.739 4 PT EF Γ ௢ହ 0.409 4 0.512 5 0.492 5 0.551 5 0.584 5 0.612 5 0.637 5 0.658 5 0.677 5 0.694 5 PT GH Γ ௢଺ 0.325 6 0.482 6 0.487 6 0.532 6 0.572 6 0.606 6 0.634 6 0.658 6 0.680 6 0.698 6 PT IJ Γ ௢଻ 0.186 7 0.364 7 0.328 7 0.423 7 0.472 7 0.513 7 0.547 7 0.577 7 0.603 7 0.626 7

Referensi

Dokumen terkait

1) Individu dengan Individu, yaitu lahir sebagai akibat keserakahan individu yang lebih kuat, dan lebih mampu dalam banyak aspek, sehingga menimbulkan eksploitasi

Tahap preprosesing yang dilakukan adalah konversi citra asli ke grayscale, interpolasi untuk resample citra, amoeba mean filter untuk melakukan proses filtering

Hasil pengujian hipotesis ini menunjukkan bahwa auditor cendrungmemiliki pengetahuan yang cukup hingga tidak berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh

Dari bentuk dukungan pemerintah yang diusulkan oleh peneliti, kemudian diperiksa oleh responden seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di Bab III, dari hasil penilaian

Bilirubin ini mempunyai darah larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga pada reaksi Van den Berg zat ini harus dilarutkan dahulu dengan methanol

Ohkouda et al, melakukan studi yang menghubungkan rekurensi dan aktifitas proliferasi meningioma dengan pewarnaan imunohistokimia protein MDM2 dan p53 pada 39

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan yang ada di MI Terpadu Darul Ulum 02 Ngembalrejo Bae Kudus bahwa ada beberapa siswa kelas V yang motivasi belajarnya