• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1.1.Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan data dalam Profil Kesehatan Kabupaten Indramayu, Incidence rate (IR) DBD (jumlah penderita per 100.000 penduduk) di Kabupaten Indramayu tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah berturut-turut 49,74; 26,09; 35,92; 60,26; dan 50,01 mendekati IR DBD nasional sebesar 37,01; 52,10; 52,43; 71,78; dan 60,06. Case fatality rate (CFR) DBD (jumlah meninggal per 100 penderita) dalam periode yang sama adalah berturut-turut sebesar 2,76; 3,41; 5,74; 5,15; dan 4,89 lebih tinggi dari CFR DBD nasional berturut-turut sebesar 1,20; 1,36; 1,04; 1,01; dan 0,86. Lima besar kecamatan dengan IR DBD “tinggi” (tahun 2004 sampai 2008) ialah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Pasekan, dan Kedokanbunder berturut-turut sebesar 135,57; 103,21; 82,64; 74,10; dan 70,56; sedangkan lima besar kecamatan dengan IR DBD “rendah” ialah Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana, Gantar, dan Sukra berturut-turut sebesar 7,66; 12,28; 16,84; 15,03; dan 22,00 (Dinkeskab. Indramayu 2008).

Penyakit DBD ialah penyakit menular, dapat menimbulkan kematian dengan cepat serta menyerang penduduk semua usia (WHO 2003, Soedarmo 1988; Siahaan 2004). Penyakit ini disebabkan oleh Virus dengue (WHO 2003; Sriprom et al. 2003; Fakeeh et al. 2003; dan Liu et al. 2003) dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (WHO 2003; Lee dan Rohani 2005). Dari beberapa hasil kajian para ahli diketahui bahwa penyakit DBD berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan ekologis; di antaranya ialah terhadap penurunan indeks umur harapan hidup (UHH) rata-rata penduduk karena kematian akibat DBD, terhadap peningkatan pengeluaran biaya Pemerintah dan masyarakat untuk pengobatan penderita dan pemberantasan vektor (nyamuk penular penyakit DBD), terhadap penurunan produktivitas kerja penduduk, dan terhadap pencemaran lingkungan atau rusaknya keanekaragaman hayati akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan (WHO 2003, Pratt et al. 1977, Munaf 1997, Harahap 2000).

(2)

Masalah penyakit DBD di Kabupaten Indramayu perlu diselesaikan oleh Pemerintah dan masyarakat dengan dukungan para pakar atau ilmuwan bidang kesehatan lingkungan dalam kerjasama secara terpadu. Mengingat masalah yang dihadapi bersifat kompleks dan mencakup multi dimensional maka pendekatan yang perlu digunakan ialah pendekatan sistem (sibernetika, holistik, dan efektif): bukan dengan pendekatan yang bersifat parsial dan reduksionisme. Selaras dengan itu perlu dibangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan sistem berdasarkan pada data/informasi yang relevan dari hasil penelitian.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah terbangunnya model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu ialah: (1) menganalisis peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; (2) menganalisis kebutuhan stakeholder

dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; dan (3) membangun model dan merumuskan alternatif kebijakan dan strategi yang tepat untuk pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu.

1.3. Kerangka Pemikiran

Sejalan dengan kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan (Depkes. R.I. 2003), dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, Bupati Indramayu menetapkan Surat Keputusan Nomor 443.1.05/KEO.184a-DINKES/ 2007 tentang Penetapan Status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD disertai dengan Surat Keputusan Nomor: 443.1.05/KEP.184A-DINKES/2007 tentang Pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Penanggulangan KLB DBD di Kabupaten Indramayu Tahun 2007. Menurut pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, keputusan-keputusan tersebut pada umumnya telah dan sedang diimplementasikan di seluruh kecamatan, namun demikian hasil yang diperoleh belum sepenuhnya sampai pada taraf yang diinginkan karena masih banyak masalah yang dihadapi dan belum terselesaikan. Masalah-masalah itu diduga ada kaitannya dengan faktor-faktor penentu timbul dan berkembangnya

(3)

penyakit DBD yaitu: pertama, faktor lingkungan (WHO 2003; Blum 1981; Gordon dan Le Richt 1950, diacu dalam Azwar 1999; Gubler 1997; Bohra 2001; Mustafa 2003; Fikri 2005; Sintorini 2006; Sumantri 2008); kedua, faktor kependudukan (WHO 2003; Widyana 1997; Maha et al. 1998; Bohra 2001; Hidajat 2001; Fikri 2005; Fathi et al. 2005; Bhattacharya et al. 2008); ketiga, faktor layanan kesehatan (WHO 2003); keempat, faktor nyamuk penular (vektor) penyakit DBD (WHO 2003; Soedarmo 1988); dan kelima, faktor mutu implementasi kebijakan termasuk law enforcement bidang kesehatan dan lingkungan hidup (Sumantri 2008).

Penyakit DBD adalah penyakit menular berbasis lingkungan; artinya timbul dan mewabahnya penyakit ini pada hakekatnya dapat dicegah dengan metode perbaikan kesehatan lingkungan (WHO 2003; Chakravarti et al. 2005; Renganathan et al. 2003). Perwujudan keadaan lingkungan yang bersih dan sehat sangat tergantung pada tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat serta ketersediaan fasilitas dan sarana pendukung yang dibutuhkan. Untuk mencapai tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat seperti yang diharapkan diperlukan peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan serta bimbingan teknis kepada masyarakat. penyuluhan yang memadai diperlukan untuk memelihara sistem nilai dan norma sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan dan untuk mengubah sistem nilai dan norma yang tidak sesuai melalui perubahan perilaku individu-individu anggota masyarakat, termasuk upaya pengembangan sarana dan potensi di daerah. Hasil penelitian Kyu et al. (2005) dan Tram et al. (2003) menunjukkan bahwa dampak positif pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD adalah besar. Dalam rangkaian pendidikan kesehatan, sejak beberapa tahun yang lalu di beberapa negara dikembangkan program Communications for behavioral impact (COMBI) yaitu rangkaian kegiatan untuk mengatasi penyakit, termasuk DBD, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat (Rozhan et al. 2006).

Mengingat kompleksnya keadaan dan masalah serta tantangan yang dihadapi maka untuk penyelesaiannya diperlukan analisis kebijakan dengan pendekatan sistem atau metode sistem dinamis, dengan tahapan teratur mulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan

(4)

sistem, validasi model, implementasi, dan tahapan evaluasi (Pramudya 1989). Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini seperti tampak pada Gambar 1.

Kebijakan Pembangunan Nasional Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 004/MENKES/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Penyakit DBD Air bersih/ minum Sanitasi ruang dan bangunan Angka curah hujan Air limbah / kakus rumah Suhu dan kelembaban udara Sampah rumah tangga Kependudukan Layanan kesehatan Vektor penyakit DBD Lingkungan

Tempat penampungan air rumah tangga / tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti

Kesehatan Ekonomi

Umur harap

an

hidup

Angka kematian ibu melah

irkan Angka kematian bayi Sumberdaya manusia Anggaran/ dana Metode kerja Sarana Pendidikan Peningkatan layanan kesehatan masyarakat Peningkatan kesiapan

hidup sehat masyarakat Peningkatan kesehatan

lingkungan permukiman Pengendalian vektor DBD

Model Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Keadaan, potensi, dan masalah yang dihadapi

Angka melek

hu

ruf

Angka rata-rata lama sekolah Pekerjaan/mata pencah

ari

an

(5)

1.4. Perumusan Masalah

Dari data dan informasi di atas diperoleh gambaran bahwa Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Indramayu masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks berkaitan dengan penyakit DBD yang perlu segera diselesaikan.

Permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan fisik di antaranya ialah kesehatan rumah tangga penduduk, ketersediaan air bersih/minum, keadaan curah hujan, keadaan suhu dan kelembaban udara. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit. Di Kabupaten Indramayu, pada tahun 2006, dari 177.028 rumah yang diperiksa, proporsi rumah yang memenuhi syarat kesehatan baru mencapai 56%. Jumlah dan mutu air bersih/ air minum yang diperoleh masyarakat belum seluruhnya memadai. Hasil Riset Kesehatan Dasar Jawa Barat (RISKESDAS JABAR) (2007) menunjukkan proporsi penduduk Kabupaten Indramayu pengguna air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%; selebihnya menggunakan di bawah 20 liter sebesar 4,4%. Proporsi kualitas fisik air 6,9% keruh; 3,8% berwarna; 9,8% berrasa; 1,4% berbusa; dan 5,6% berbau.

Permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan biologik di antaranya ialah masih kurangnya pengembangan budi daya tanaman anti nyamuk Aedes aegypti oleh masyarakat di daerah permukiman.

Permasalahan berkaitan dengan faktor kependudukan yang utama ialah berkenaan dengan tingkat pertumbuhan dan mobilitas penduduk, perilaku penduduk, tingkat pendidikan penduduk, dan tingkat pendapatan/ kemiskinan penduduk. Tingkat perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat di beberapa kecamatan pada umumnya belum sampai pada taraf yang diharapkan. Dari 10.290 rumah tangga sampel pada tahun 2006 baru 5,04% yang berstatus PHBS strata IV, padahal target yang diharapkan pada tahun itu ialah sebesar 65%. Kesadaran masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) masih relatif kurang; hal ini ditunjukkan dari angka bebas jentik (ABJ) pada daerah yang diperiksa masih belum mencapai 100% (Dinkeskab. Indramayu 2008). Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat adalah bahwa proporsi melek huruf penduduk usia di atas 10 tahun tingkat kabupaten

(6)

pada tahun 2006 baru mencapai 87,2% dengan penyebaran yang tidak merata di tiap kecamatan. Permasalahan lainnya yang dihadapi ialah jumlah keluarga miskin tahun 2005, 2006, dan 2007 masih relatif tinggi. Pada tahun 2005 jumlah keluarga miskin 232.046 atau 50,48% dari jumlah semua keluarga, tahun 2006 adalah 158.646 atau 32,10%, dari jumlah semua keluarga dan tahun 2007 adalah 312.854 atau 61,91% dari jumlah semua keluarga (BPS. Kab. Indramayu 2008). Masih besarnya angka buta huruf dan kemiskinan ini sedikit banyak menjadi hambatan dalam hal penerimaan hal-hal baru atau inovasi baru berkenaan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masalah layanan kesehatan yang belum terselesaikan di antaranya ialah masalah berkenaan dengan layanan penanganan penderita penyakit DBD, layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan kepada masyarakat oleh penyelenggara program. Frekuensi penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) diduga belum memadai akibat keterbatasan sarana, tenaga kesehatan, dan lainnya.

Masalah vektor penyakit DBD yang belum terselesaikan di antaranya ialah berkenaan dengan masih banyaknya tempat penampungan air (TPA) di masyarakat yang tidak bersih atau sehat kemudian menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk (TPN) nyamuk Aedes aegypti.

Permasalahan lain yang penting pula diselesaikan segera ialah permasalahan kebijakan pengendalian penyakit DBD dan implementasinya yang belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan tujuan, keadaan serta permasalahan yang dihadapi tersebut, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD serta gambaran kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu?

2. Model kebijakan seperti apa yang perlu dibangun dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu?

3. Bagaimana skenario kebijakan atau strategi pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu yang efektif dan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah?

(7)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini penulis harapkan bermanfaat pada masa kini dan masa yang akan datang :

1. Sebagai bahan masukan untuk Pemerintah Kabupaten Indramayu dan masyarakat dalam pengambilan keputusan pengendalian penyakit DBD.

2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau sebagai bahan referensi dan kajian lebih lanjut tentang pengendalian penyakit DBD.

1.6. Kebaruan (Novelty) Penelitian

Adapun kebaruan atau novelty yang terkandung dalam penelitian ini: 1. Fokus penelitian terutama pada kebijakan pengendalian penyakit DBD di

Kabupaten Indramayu berbasis penyuluhan kesehatan lingkungan.

2. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan melibatkan stakeholder

dalam perumusan strategi pengendalian penyakit DBD Kabupaten Indramayu. 3. Hasil penelitian berupa model kebijakan dengan mempertimbangkan segi

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Increasing Line Efficiency in W 1234 by using Time Study and Line Balancing (A.. case study in PTXI)” adalah hasil

Setiap dokter spesialis saraf anggota PERDOSSI berhak memperoleh kesempatan untuk menjalani program P2KB yang dilaksanakan oleh PERDOSSI maupun lembaga lainnya dan

Selain itu, antara peluang yang akan berlaku dengan penggunaan kaedah pengiraan kadar zakat emas perhiasan dengan penolakan uruf ini ialah kajian susulan dan

Proses evaluasi kurikulum industri ini dilakukan setiap enam bulan sampai satu tahun dalam program kerja tahunan sekolah, tentunya melibatkan beberapa pihak yang

Perubahan nilai pH lada hijau kering selama penyimpanan dalam kemasan LDPE, PP, dan aluminium foil pada suhu 20 0 C, 30 0 C, dan 40 0 C dapat dilihat pada Lampiran 6..

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Sebab mutu sendiri memilik pengertian yang berbeda-beda, di antaranya mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan atau keinginan (Deming dalam Rubaman, Maman. Mei, 2008), Ace

kot ke pelaku pasar (Identifikasi Persoalan) Pembentukan lembaga khusus Penataan Terpadu Kawasan Arjuna sbd perwakilan stakeholder Persiapan Penilaian (Tahap Perencanaan)