• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1

APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN

UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING

(Dehydrated Green Pepper)

Oleh : BINDA LINATAS

F34050722

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2 APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM PENDUGAAN UMUR

SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: BINDA LINATAS

F34050722

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3 Judul Skripsi : APLIKASI METODE ARRHENIUS DALAM

PENDUGAAN UMUR SIMPAN LADA HIJAU KERING (Dehydrated Green Pepper)

Nama : Binda Linatas

NIM : F34050722

Menyetujui ,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Krisnani Setyowati) (Ir. Nanan Nurdjannah) NIP : 19630407 198703 2 003 NIP : 19470713 198603 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001

(4)

4 SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul:

“Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper)”

Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 9 Maret 2010 Yang Membuat Pernyataan,

Binda Linatas NRP.F34050722

(5)

5 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1987 di Pati, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Sumarsono dan Supartiningsih. Penulis menempuh pendidikan dasarnya di SD Negeri Pati Lor 01 Pati dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 3 Pati dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 01 Pati. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, penulis masuk Mayor Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai pengurus Divisi Kesekretariatan (2006-2007) dan Sekretaris Umum (2007-2008). Selain itu, penulis juga terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (OMDA IKMP) sebagai Sekretaris Umum (2006-2007).

Pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT Dua Kelinci, dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Koroku di PT Dua Kelinci”. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian berjudul “Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper)”.

(6)

6 Binda Linatas F34050722. Aplikasi Metode Arrhenius dalam Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering (Dehydrated Green Pepper). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan Ir. Nanan Nurdjannah.

RINGKASAN

Tanaman lada (Piper ningrum L.) merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang tergolong ke dalam famili Piperaceae. Lada hijau kering memiliki flavor yang khas dan penampakan warna hijau yang alami. Lada ini juga memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran dibanding lada hitam dan putih.

Pendugaan umur simpan perlu dilakukan untuk mengetahui umur simpan lada hijau kering pada kondisi tertentu. Penentuan umur simpan dengan metode ASS (Accelerated Storage Studies) dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan mampu menghambat laju kerusakan dan memperpanjang umur simpan lada hijau kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan mutu, menduga umur simpan produk, dan menentukan kemasan terbaik untuk memperpanjang umur simpan lada hijau kering. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik LDPE, PP, dan aluminium foil. Penyimpanan dilakukan pada suhu 20, 30, dan 400C selama empat bulan. Analisa yang dilakukan meliputi warna, kadar air, dan kadar minyak atsiri, dan pH.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui terjadi perubahan mutu lada hijau kering selama penyimpanan. Penurunan warna hijau terjadi selama penyimpanan yang ditandai dengan peningkatan nilai a* pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0039%, 0.0068%, dan 0.0169% per hari untuk LDPE; 0.0017%, 0.0026%, 0.0162% per hari untuk PP dan 0.001%, 0.002%, dan 0.0196% per hari untuk aluminium foil. Kadar air pada suhu 200C dan 300C mengalami kenaikan sebesar 0.0127% dan 0.0249% per hari untuk LDPE; 0.0115% dan 0.0224% per hari untuk PP; 0.0119%, 0.0126%, dan pada 400C sebesar 0.0071% per hari untuk aluminium foil. Pada suhu 400C kadar air mengalami penurunan sebesar 0.037% per hari untuk LDPE dan PP.

Kadar minyak atsiri lada hijau kering selama penyimpanan mengalami penurunan pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0013%, 0.0014%, 0.0019% per hari untuk LDPE; 0.001%, 0.0012%, 0.0017% per hari untuk PP; dan 0.0004%, 0.0008%, 0.0009% per hari untuk aluminium foil. Nilai pH lada hijau kering selama penyimpanan mengalami penurunan yang sangat kecil pada suhu 20, 30, dan 400C sebesar 0.0001%, 0.0005%, 0.0002% per hari untuk LDPE; 0.0002%, 0.0002%, 0.0001% per hari untuk PP; dan 0.00001%, 0.0001%, 0.0004% per hari untuk aluminium foil.

Berdasarkan parameter warna nilai a* dengan titik kritis +2.79, umur simpan lada hijau kering adalah 36 bulan 8 hari (200C), 17 bulan 3 hari (300C), 8 bulan 15 hari (400C) untuk kemasan LDPE; 104 bulan 24 hari (200C), 32 bulan 23 hari (300C), 11 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan PP; 182 bulan 18 hari (200C), 38 bulan 24 hari (300C), 9 bulan 3 hari (400C) untuk kemasan aluminium foil. Dengan demikian kemasan yang terbaik untuk lada hijau kering adalah aluminium foil.

(7)

7 Binda Linatas F34050722. Application of Arrhenius Method in Shelf Life Prediction of Dehydrated Green Pepper. Supervised by Dr. Ir. Krisnani Setyowati and Ir. Nanan Nurdjannah.

SUMMARY

Pepper (Piper ningrum L.) is a kind of spices from family Piperaceae. Dehydrated green pepper has spesific flavor and natural green appearance. This kind of pepper also has higher sell value than black pepper and white pepper in international market.

Prediction of shelf life aims to know shelf life of dehydrated green pepper in certain condition. Determination shelf life product with ASS (Accelerated Storage Studies) method using environmental condition parameter enables to accelerate degradation process of quality of food product. The right packaging and storage is expected to detain deterioration rate of dehydrated green pepper and increase shelf life. The objectives of the research is to know quality changing, to determine shelf life, and to obtain better packaging to defend quality of dehydrated green pepper. The packaging materials used in this research were plastic LDPE, PP, and aluminium foil. The storage has been done in temperatures 20°C, 30°C, and 40°C during 4 months. The analysis of dehydrated green pepper were colour, water content, volatile oil content, and sensory evaluation analysis.

Based on this research, it is showed that dehydrated green pepper quality changed during 4 months of storage. The green colour of dehydrated green pepper decreased with a* value at storage temperature of 20°C, 300C, 400C increased by 0.0039%, 0.0068%, and 0.0169% per day for LDPE; 0.0017%, 0.0026%, 0.0162% per day for PP; and 0.001%, 0.002%, dan 0.0196% per day for aluminium foil. Water content at storage 200C dan 300C increased by 0.0127% dan 0.0249% per day for LDPE; 0.0115% and 0.0224% per day for PP; 0.0119%, 0.0126%, and at storage 400C increased by 0.0071% per day for aluminium foil. Water content at storage 400C decreased by 0.037% per day for LDPE dan PP.

Volatil oil content of dehydrated green pepper at storage temperature of 20°C, 300C, 400C decreased by 0.0013%, 0.0014%, 0.0019% per day for LDPE; 0.0010%, 0.0012%, 0.0017% per day for PP; and 0.0004%, 0.0008%, 0.0009% per day respectively for aluminium foil. pH of dehydrated green pepper at storage temperature of 20°C, 300C, 400C decreased by 0.0001%, 0.0005%, 0.0002% per day for LDPE; 0.0002%, 0.0002%, 0.0001% per day for PP; and 0.00001%, 0.0001%, 0.0004% per day for aluminium foil.

Based on a* value parameter with its critical point of +2.79, shelf life of dehydrated green pepper is 36 months 8 days (200C), 17 months 3 days (300C), 8 months 15 days (400C) for LDPE; 104 months 24 days (200C), 32 months 23 days (300C), 11 months 3 days (400C) for PP; 182 months 18 days (200C), 38 months 24 days (300C), 9 months 3 days (400C) for aluminium foil Thereby, the best packaging to maintain the quality of dehydrated green pepper is aluminium foil.

(8)

8 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikamat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menuliskannya dalam bentuk skripsi. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan kepercayaan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Krisnani Setyowati selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

3. Ir. Nanan Nurdjannah selaku pembimbing II yang telah memberikan saran, bimbingan, dan arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 4. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan masukan bagi penulis.

5. Pak Tatang, Pak Adom, Pak Yudi, Pak Anto, Pak Tri, dan seluruh staff BBPP Pascapanen Pertanian yang telah memberikan bantuan selama penelitian.

6. Suharlistiyono yang selalu memberi dukungan dan kepercayaan kepada penulis.

7. Teman satu bimbingan, Dhinarana Tama dan Rachel Arahma atas kebersamaan dan perjuangan kita.

8. Sahabat-sahabatku Dhina, Ika, Diar, Asih, Agung, Ipul, Desty, Dewi, Neila, Becky, Ismi, Ratih, Endah serta teman-teman TIN 42 atas dukungan, kebersamaan dan persahabatannya.

9. Terakhir kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung penulis selama ini.

(9)

9 Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin.

Bogor, Maret 2010

Penulis

(10)

10 DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ………. v

DAFTAR GAMBAR ………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan ………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 3

A. Tanaman Lada ………. 3

B. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Lada ………... 5

1. Sifat Fisik Lada ……….. 5

2. Komposisi Kimia Lada ……….. 5

C. Lada Hijau Kering dan Pengolahannya ……… 6

D. Degradasi Warna Hijau ………..……….. 9

E. Pengemasan ……….. 12

1. Fungsi dan Peranan Kemasan……… 12

2. Jenis-jenis Kemasan ……….. 12

F. Pendugaan Umur Simpan ……….……… 15

1. Reaksi orde 1 ……….. 16

2. Reaksi orde 2 ………. 17

3. Model Arrhenius ……… 18

III. METODOLOGI ……….. 19

A. Bahan dan Alat ……… ……. 19

B. Waktu dan Tempat Penelitian …………..………. 19

C. Metodologi Penelitian….………... 19

1. Persiapan Sampel ……… 19

2. Analisa Awal Terhadap Produk ……….. 19

(11)

11

4. Penentuan Parameter Kritis ………. 20

5. Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius …………. 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 22

A. Karakteristik Lada Hijau Kering dan Kemasan ……… 22

1. Karakteristik Lada Hijau Kering ………. 22

2. Karakteristik Kemasan ……… 23

B. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ………. 24

1. Warna ……….. 24

2. Kadar Air ………. 28

3. Kadar Minyak Atsiri ……… 31

4. pH ……… 35

5. Evaluasi Sensori ……….. 37

C. Pendugaan Umur Simpan Lada Hijau Kering……… 45

1. Penentuan Orde Reaksi……… 45

2. Penentuan Parameter Kritis dan Titik Kritis……… 46

3. Perhitungan Umur Simpan Lada Hijau Kering……… 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 60

A. Kesimpulan ……… 60

B. Saran ……….. 61

DAFTAR PUSTAKA ……… 62

(12)

12 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat fisik buah lada pada 3 varietas utama ……….. 5

Tabel 2. Komposisi kimia lada hijau……… 5

Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak atsiri lada ……….. 6

Tabel 4. Karakteristik lada hijau kering di pasar ………. 9

Tabel 5. Karakteristik awal lada hijau kering ………..… 22

Tabel 6. Hasil uji karakteristik kemasan ………. 24

Tabel 7. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap warna ……… 38

Tabel 8. Analisis statistik uji hedonik terhadap warna ……… 39

Tabel 9. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap rasa……… 40

Tabel 10. Analisis statistik uji hedonik terhadap rasa ……… 41

Tabel 11. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap aroma……… 42

Tabel 12. Analisis statistik uji hedonik terhadap aroma ……… 43

Tabel 13. Nilai modus dan median uji hedonik terhadap penerimaan umum.. 44

Tabel 14. Analisis statistik uji hedonik terhadap penerimaan umum………. 44

Tabel 15. Orde Reaksi ……… 46

Tabel 16. Nilai T, 1/T, k, dan ln k parameter warna dalam kemasan LDPE.. 48

Tabel 17. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan LDPE ……….. 49

Tabel 18. Nilai T, 1/T, k, dan ln k parameter warna dalam kemasan PP…… 50

Tabel 19. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan PP ……… 51

Tabel 20. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter warna kemasan Aluminium foil……… 52

Tabel 21. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter warna dalam kemasan Aluminium foil……… 52

Tabel 22. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE ……….. 54

Tabel 23. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE……… 54

Tabel 24. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan PP………. 55 Tabel 25. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak

(13)

13 atsiri pada kemasan PP……… 56 Tabel 26. Nilai T, 1/T, k, dan ln k pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil……… 57 Tabel 27. Nilai T dan k persamaan Arrhenius pada parameter kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil ……… 58 Tabel 28. Rekapitulasi umur simpan lada hijau kering ……….. 59

(14)

14 DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Lada dan bagian-bagiannya ……… 4

Gambar 2. Lada hijau kering di pasaran ……… 6

Gambar 3. Diagram alir pembuatan lada hijau kering ……… 8

Gambar 4. Reaksi hidroksilasi monofenol ……… 10

Gambar 5. Reaksi oksidasi difenol ………. 10

Gambar 6. Mekanisme degradasi klorofil……… 11

Gambar 7. Diagram alir penelitian ……….. 21

Gambar 8. Grafik nilai a* dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan……… 25

Gambar 9. Grafik nilai a* dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan……… 25

Gambar 10. Grafik nilai a* dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan ……….. 25

Gambar 11. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan………… 29

Gambar 12. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan………… 29

Gambar 13. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan ….. 29

Gambar 14. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ……….. 32

Gambar 15. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ……….. 32

Gambar 16. Grafik perubahan kadar minyak atsiri dalam kemasan Aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan…. 33 Gambar 17. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan LDPE pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ……… 35

Gambar 18. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan PP pada berbagai suhu dan lama penyimpanan……….. 36

Gambar 19. Grafik perubahan nilai pH dalam kemasan Aluminium foil pada berbagai suhu dan lama penyimpanan ……….. 36 Gambar 20. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam

kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama penyimpanan… 48 Gambar 21. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam

(15)

15 kemasan LDPE ………. 48 Gambar 22. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam

kemasan PP pada beberapa suhu dan lama penyimpanan ……. 50 Gambar 23. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam

kemasan PP ………... 50 Gambar 24. Regresi linier perubahan nilai a* lada hijau kering dalam

kemasan aluminium foil pada beberapa suhu dan lama

penyimpanan ………. 51

Gambar 25. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam kemasan aluminium foil ……… 52 Gambar 26. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau

kering dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu dan lama

penyimpanan ………. 53 Gambar 27. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak

atsiri dalam kemasan LDPE ……….. 54 Gambar 28. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau

kering dalam kemasan PP pada beberapa suhu dan lama

penyimpanan ………. 55 Gambar 29. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter kadar minyak

atsiri dalam kemasan PP ……… 56 Gambar 30. Regresi eksponensial penurunan kadar minyak atsiri lada hijau kering dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu

dan lama penyimpanan ………. 57 Gambar 31. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T pada parameter kadar

(16)

16 DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisa ……… 66 Lampiran 2. Hasil analisis parameter nilai a* produk lada hijau kering ... 69 Lampiran 3. Hasil analisis kadar air produk lada hijau kering ………… 73 Lampiran 4. Hasil analisis parameter kadar minyak atsiri produk lada

hijau kering ……….. 74 Lampiran 5. Hasil analisis pH produk lada hijau kering ……… 75

(17)

17 I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah-rempah yang terpenting dan tertua di dunia (Ketaren, 1985). Indonesia merupakan negara penghasil lada utama dunia yang 90% produksinya ditujukan untuk ekspor. Pada tahun 2000, produksi lada Indonesia mencapai 69.087 ton. Volume ekspor tersebut tercatat paling tinggi di antara negara-negara penghasil lada lainnya. Namun demikian, pada tahun-tahun berikutnya produksi dan ekspor Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2007, produksi lada nasional hanya mencapai 48.000 ton dengan ekspor sebesar 32.500 ton (IPC, 2008).

Penurunan ekspor lada Indonesia, selain disebabkan oleh fluktuasi produksi lada nasional, disebabkan pula oleh munculnya negara baru pengekspor lada seperti Vietnam. Sejak tahun 2001, Vietnam telah mengambil alih pangsa pasar lada dunia yang sebelumnya didominasi oleh Indonesia, Brasil, dan India. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-3 pengekspor lada dunia setelah Vietnam dan India (IPC, 2008).

Di pasar internasional selain lada putih dan lada hitam, dikenal produk lada yang lain seperti lada hijau, lada pink, oleoresin lada, dan minyak lada kering (Purseglove et al., 1981). Lada yang dikonsumsi di Indonesia hingga saat ini masih berupa lada hitam dan lada putih dalam bentuk utuh atau bubuk. Salah satu bentuk diversifikasi lada yang potensial untuk dikembangkan adalah lada hijau. Lada hijau ada dua macam yaitu lada hijau kering dan lada hijau dalam larutan garam yang dikemas dalam kaleng maupun botol.

Menurut Djubaedah et al. (2004), keunggulan yang dimiliki lada hijau adalah flavornya yang khas serta warna penampakannya yang hijau alami. Hal ini berbeda dengan lada putih dan hitam yang memerlukan perlakuan khusus untuk memperoleh warna tersebut. Selain itu, nilai ekonomi harga lada hijau kering lebih tinggi jika dibandingkan dengan lada hitam dan putih. Pangsa pasar lada hijau baru sekitar 1.16% dari total produksi lada

(18)

18 dunia. Harga lada hijau kering jauh lebih tinggi (US$ 7.34/kg) dibanding lada hitam (US$ 3.51/kg) dan lada putih (US$ 6.49/kg) (Nurdjannah, 1996).

Penelitian terhadap proses pembuatan lada hijau kering telah banyak dilakukan. Akan tetapi pada kenyataannya warna hijau selalu pudar atau menjadi cokelat dalam proses dan atau waktu penyimpanan (Djubaedah et

al., 2004). Reaksi pencokelatan selama proses pengolahan dapat diantisipasi

dengan blanching serta perendaman dalam larutan anti browning sedangkan pencokelatan selama penyimpanan dapat dipertahankan melalui pengemasan dan penyimpanan yang tepat. Kemasan yang sering digunakan untuk mengemas produk kering adalah plastik karena harganya terjangkau, praktis, serta mudah dibentuk. Bahan kemasan lain yang sering digunakan untuk mengemas produk yang membutuhkan perlindungan terhadap gas dan cahaya adalah aluminium foil.

Pengemasan dan penyimpanan merupakan faktor penting yang akan berpengaruh pada umur simpan produk. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat dapat memperpanjang umur simpan produk tersebut. Pendugaan umur simpan lada hijau kering sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu cara pendugaan umur simpan produk kering yang cepat namun cukup akurat adalah melalui akselerasi dengan menggunakan pendekatan metode Arrhenius.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu lada hijau kering selama penyimpanan; melakukan pendugaan umur simpan produk lada hijau kering berdasarkan parameter kritisnya dengan menggunakan metode Arrhenius; serta menentukan jenis kemasan yang terbaik untuk memperpanjang umur simpan produk ini.

(19)

19 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Lada

Tanaman lada (Piper ningrum L.) merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang tergolong ke dalam famili Piperaceae. Hasil utama dari tanaman lada adalah buah yang berbentuk bulat dengan garis tengah 4 – 6 mm. Buah lada melekat pada tandan malai yang panjangnya 5 – 15 cm dan setiap tandan terdiri atas 50 – 60 butir buah. Kulit buah lada yang masih muda berwarna hijau, lalu berubah menjadi kuning kemerah-merahan dan merah jika telah masak serta menjadi hitam jika buahnya kering. Biji tanpa kulit buah mempunyai garis tengah 3 – 4 mm (Purseglove et al., 1981). Bentuk tanaman lada dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Nuryani (1996), klasifikasi lada selengkapnya adalah : Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub Kelas : Dicotyledonae Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper ningrum L.

Pemanenan lada dapat didasarkan atas tingkat kematangannya. Tingkat kematangan buah lada ada tiga, yaitu matang susu, matang penuh, dan matang petik. Menurut Laksmanahardja dan Mulyono (1986), buah lada matang susu adalah buah yang berwarna hijau dan bila dipijit akan keluar cairan seperti susu. Buah lada matang penuh adalah buah yang berwarna hijau tua dan tidak pecah, serta disebut juga matang petik untuk lada hitam. Buah lada matang petik adalah buah yang sebagian berwarna kuning atau merah, yang disebut juga sebagai matang petik untuk lada putih.

Menurut Syakir (1996), untuk keperluan lada hijau, buah lada dipanen sekitar 4 – 5 bulan sesudah pembungaan, cirinya adalah teksturnya yang masih cukup keras, dan berwarna hijau. Lada hitam dipanen sekitar 7 – 8 bulan setelah pembungaan, cirinya adalah apabila butir-butir buah mencapai ukuran normal, cukup keras sehingga sukar dihancurkan dengan tangan dan

(20)

20 berwarna hijau tua sedangkan lada putih dipanen sekitar 8 – 9 bulan setelah pembungaan, saat butir-butir lada berwarna hijau kekuningan hingga kemerahan. Biasanya apabila dalam sebuah tandan terdapat 1-2 butir lada berwarna kuning maka tandan tersebut sudah dapat dipetik.

Keterangan a. ranting

b. plagiotrop yang berbuah c. malai bunga sempurna d. penampang bunga lada yang

sempurna

e. buah lada muda yang mongering f. bunga lada dengan putiknya

g. kepala putik bunga lada h. dasar bunga lada dengan

putiknya

i. buah lada yang membesar j. penampang buah lada

(21)

66 B. Sifat Fisik dan Komposisi Kimia Lada

1. Sifat Fisik

Sifat fisik lada berbeda untuk tiap varietas tanaman lada. Di Indonesia dikembangkan 3 varietas utama yaitu varietas Jambi atau Lampung, varietas Bulok Belantung, dan varietas Muntok atau Bangka. Ciri-ciri fisik buah lada tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisik Buah Lada Pada 3 Varietas Utama Parameter Varietas Jambi / Lampung Bangka Bulok Belantung Bentuk Bulat telur Lonjong besar Telur terbalik

Warna Hijau tua Hijau muda Hijau

Stadia pembuahan 1-2 stadium 2-3 stadium 2-3 stadium

Masa pembuahan Lama Cepat Sedang

Kulit buah Tebal Tipis Sangat tipis

Biji Kecil Besar Sedang

(Puslitbang Tanaman Industri, 1973)

2. Komposisi Kimia Lada

Menurut Purseglove et al. (1981), buah lada memiliki kandungan sebagai berikut : minyak menguap, alkaloid, resin, protein, selulosa, pati, mineral, dan lain-lain. Secara umum komposisi lada hijau kering lebih menyerupai lada hitam. Buah lada hijau segar mempunyai komposisi kimia seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Lada Hijau Segar

Karakteristik Presentase (%)

Air 61.13 – 83.96

Abu 0.91 – 1.61

Minyak Atsiri 1.2 – 2.4

Piperin dan resin 7.4 – 10.7

Pati 2.56 – 15.30

Serat kasar 4.0 – 4.6

Albumin 2.89 – 4.01

(Pruthi et al., 1976)

Menurut Purseglove et al. (1981), baik minyak atsiri dan minyak yang tidak menguap berkontribusi pada organoleptik rempah lada. Bau dan flavor ditentukan dari komposisi minyak atsiri, sedangkan

(22)

67 karakteristik pedas dihasilkan dari alkaloid yang tidak menguap, terutama piperine.

Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak lada Bobot jenis pada 150C

Putaran optic pada 200C Bilangan asam

Bilangan ester

Bilangan ester setelah asetilasi Kelarutan Uji phellandrene 0.873 – 0.916 1.480 – 1.499 1.1 0.5 – 6.5 1.2 – 22.4

- larut pada volume 10 – 15 pada alkohol 90 persen

- larut pada 3 – 10 volume pada alkohol 95 persen

Positif Guenther (1952) dalam Ketaren (1985)

Menurut Guenther (1987), piperin merupakan senyawa alkaloid yang mempunyai rumus molekul C17H10NO3. Senyawa ini berbentuk kristal dengan titik cair 1290 – 1300 C dan merupakan amida, sedikit larut dalam air, akan tetapi mudah larut dalam alkohol (6.1 g/100 ml alkohol).

C. Lada Hijau Kering dan Pengolahannya

Lada hijau diolah dari buah lada (Piper ningrum L.) yang masih muda. Produk lada hijau sudah lama dikenal di pasaran Eropa seperti Jerman, Belgia, Perancis, Finlandia, Swiss, dan Swedia, sekarang telah dikenal di pasaran Amerika Serikat, Jerman, dan Timur Tengah. Produsen lada hijau di dunia adalah Madagaskar, India, dan Brasil. Lada hijau ini mempunyai flavor yang khas, warna dan penampakannya alami sehingga di dalam hidangan makanan selain berfungsi sebagai saus rempah juga berfungsi sebagai hiasan (garnishing spice) (Risfaheri dan Laksmanahardja, 1992).

(23)

68 Menurut Hidayat dan Risfaheri (1994), buah lada yang telah dipanen harus segera diolah. Buah lada yang langsung diolah dalam waktu tidak lebih dari 3 – 4 jam setelah pemanenan dapat menghasilkan lada hijau dengan mutu baik. Salim et al. (1984), merekomendasikan buah lada yang masih muda lebih cocok untuk pembuatan lada hijau, karena kadar patinya rendah dan tidak terjadi kerusakan kulit buah selama pengolahan. Menurut Nurdjannah (1996), lada hijau kering dibuat dari buah lada yang belum matang (slightly

immature). Ciri-ciri buah lada pada tingkat umur ini adalah warna buahnya

hijau terang, buah dapat dilumatkan dengan tangan, endocarp tidak sempurna tetapi bila ditekan tidak keluar cairan seperti susu. Biasanya buah lada pada tingkat umur ini tidak terlalu pedas dan buahnya bisa tetap utuh pada waktu diolah.

Menurut Pruthi et al. (1980), lada hijau dihasilkan dari buah lada yang matang susu, yaitu buah lada yang masih berwarna hijau. Beberapa kebaikan dari tingkat kematangan seperti ini adalah komponen volatile dan komponen non-volatilenya lebih besar dari pada yang telah masak. Hal lainnya adalah kadar pati yang masih kecil serta belum terbentuknya lapisan

mesocarp yang sangat keras. Selain itu dijelaskan pula oleh Pruthi (1992),

untuk mendapatkan lada hijau kering yang bermutu baik buah lada harus dalam kondisi segar, agak muda, warna hijau agak gelap, dan cukup keras. Varietas lada berpengaruh terhadap mutu produk akhir.

Menurut Purseglove et al. (1981), enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi browning di dalam proses pembuatan lada hijau kering, dinonaktifkan terlebih dahulu melalui proses blanching dan perlakuan dengan sulphur dioksida, kemudian buah lada dikeringkan. Proses pembuatan lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 3.

(24)

69 Gambar 3. Diagram alir pembuatan lada hijau kering.

Mutu lada hijau kering dipengaruhi oleh mutu bahan baku, perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan, dan metoda pengeringan (Pruthi, 1992). Lada hijau kering yang bermutu baik ditandai oleh warnanya yang hijau alami, bentuk relatif utuh, aroma dan rasa mendekati aslinya, bebas dari kontaminasi kotoran dan mikroorganisme. Warna merupakan parameter mutu yang penting pada lada hijau kering karena menentukan kesan awal penerimaan produk oleh konsumen. Kadar air dan kadar minyak atsiri lada hijau kering memiliki nilai kritis yang harus dipenuhi. Kadar minyak dan

Sortasi

Lada hijau kering Buah lada dan

tangkai

Perontokan Buah Lada

Blanching dalam air mendidih

Perendaman dalam larutan anti browning

Penirisan

Pengeringan Pengemasan

(25)

70 piperin merupakan komponen kimia yang memberikan kontribusi terhadap rasa dan aroma lada hijau (Mathew, 1993).

Karakteristik lada hijau kering di pasar meliputi beberapa hal, yaitu warna, kadar air, kadar minyak atsiri, dan bulk density. Karakteristik lada hijau kering di pasar disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik lada hijau kering di pasar

Parameter Nilai

Warna (+2,79)2

Kadar air Max 12 % 1

Kadar minyak atsiri Min 3 % 1

Bulk density 250 – 400 g/l 1 1 Nature’s PIC, 2 Borneo product’s (www.alibaba.com)

D. Degradasi Warna Hijau

Degaradasi warna hijau dapat disebabkan oleh reaksi browning. Menurut Meyer (1982), pencokelatan enzimatis berlangsung pada bagian tanaman yang terluka baik memar, terpotong, beku, atau karena penyakit. Prinsip reaksi ini adalah oksidasi fenol atau polifenol oleh enzim. Enzim yang berbeda dapat mengkatalis oksidasi fenol dan turunannya dengan oksigen dari udara. Enzim ini disebut “fenol oksidase” atau fenolase.

Eskin et al. (1971), menyatakan pemetikan saat pemanenan sangat memungkinkan terjadinya luka atau memar. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis yang terlihat sebagai gejala penampakan perubahan warna menjadi gelap. Enzim yang diketahui bertanggung jawab dalam proses pencokelatan enzimatik adalah fenolase (o-difenol : oksigen oksireduktase, EC 1.1.3.1).

Menurut Winarno (1992), senyawa fenolik dengan jenis orthodihidroksi dan trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencokelatan. Proses pencokelatan enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dapat mengkatalis oksidasi-oksidasi dalam proses pencokelatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolse, atau polifenolase; masing-masing bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu.

(26)

71 Menurut Eskin et al. (1971), kompleks fenolase dapat dibedakan menjadi dua macam reaksi yaitu, fenol hidroksilase atau kreolase dengan substat monofenol dan polifenol oksidase atau katekolase dengan substrat difenol. Masing-masing reaksi akan mengakibatkan pencokelatan pada lada. Kreolase mengkatalis monofenol melalui reaksi hidroksilasi menjadi difenol dengan penambahan gugus hidroksil pada posisi othonya (Gambar 4). Reaksi pada oksidasi monofenol adalah reaksi yang berjalan lambat karena harus mengalami reaksi hidroksilasi sebelum terjadi reaksi oksidasi. Katekolase mengkatalis difenol melalui reaksi oksidasi menjadi bentuk kuinon dengan penghilangan hidrogen (Gambar 5). Kuinon yang terbentuk akan terpolimerisasi menjadi melanin yang berwarna cokelat.

OH OH

+[O] OH

kreolase

monofenol difenol

Gambar 4. Reaksi hidroksilasi monofenol (Eskin et al., 1971). OH O

OH O

-2H + H2O katekolase

kuinol kuinon Gambar 5. Reaksi oksidasi difenol (Eskin et al., 1971).

Menurut Variar et al. (1988), enzim alami yang diambil dari lada hijau berhasil mengkatalis substrat 4-metil catechol, reaksi oksidasi tersebut aktif pada rentang pH 3 – 8,5 dan optimum pada pH 7. Enzim polifenoloksidase pada lada lebih banyak terdapat pada bagian kulit dibandingkan pada bagian daging buah. Hal tersebut ditujukan dari aktivitas spesifik enzim pada bagian kulit lima kali lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging buah.

Menurut Alains et al. (1991), hilangnya warna hijau akibat reaksi pencokelatan enzimatik disebabkan karena rusaknya struktur klorofil.

(27)

72 Klorofil juga akan mengalami degradasi akibat perlakuan panas maupun pengasaman. Rusaknya struktur pada klorofil tersebut dikarenakan hilangnya ion Mgsehingga terjadi perubahan senyawa klorofil menjadi senyawa feopitin atau feoporbid (Gambar 6). Winarno (1973) menambahkan, klorofil mempunyai sifat yang sangat labil. Dalam asam lemah, ion Mg dalam klorofil akan disubstitusikan dengan ion H. Hal ini akan menyebabkan berubahnya warna klorofil yang hijau menjadi warna cokelat, yaitu warna dari pheophytin.

klorofil - fitol klorofilid (hijau) (hijau) klorofilase

- Mg - Mg

feopitin feoporbid (hijau kecokelatan) - fitol (cokelat) Gambar 6. Mekanisme degradasi klorofil (Alanis et al., 1991).

Pencegahan reaksi pencokelatan enzimatis dapat dilakukan dengan penambahan sulfit, penghilangan oksigen, metilasi substrat fenolse, dan penambahan asam. Reaksi pencokelatan enzimatis dapat dihambat dengan mengurangi oksigen, salah satu caranya yang efektif adalah dengan perendaman (Eskin et al., 1971).

Melalui dehidrasi, enzim yang bekerja normal dalam reaksi pencoklatan (browning) dibuat tidak aktif melalui proses blanching dengan SO2 dan selanjutnya didehidrasi (Purseglove et al., 1981). Blanching adalah pemanasan pendahuluan biasanya pada suhu 820 – 930C selama 3 – 5 menit, yang dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran terutama untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut (Winarno et al., 1980).

(28)

73 E. Pengemasan

1. Fungsi dan Peranan Kemasan

Menurut Syarief dan Irawati (1988), kemasan berfungsi sebagai : (1) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi; (2) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan; (3) untuk menambah daya tarik produk.

Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah, atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (pathogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007).

2. Jenis-jenis Kemasan

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain di antaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dan mengurangi biaya transportasi (Saccharow dan Griffin, 1970).

Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan sangat menarik karena sifat-sifatnya menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah dari logam dan mudah dalam penanganannya.

a. Polietilen (PE)

Polietilen (PE) adalah polimerisasi dari etilen yang berupa padatan yang jernih, dan dalam bentuk film bersifat transparan. Dengan

(29)

74 pemanasan, PE akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 1100C. Salah satu sifat yang paling penting adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. PE juga bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Saccharow dan Griffin, 1970).

Menurut Syarief et al. (1989), berdasarkan densitasnya, PE dibagi atas : a) Polietilen Densitas Rendah (LDPE : Low Density

Polyethylene). Dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Paling banyak

banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim, dan sangat murah; b) Polietilen Densitas Menengah (MDPE : Medium Density Polyethylene). Lebih kaku daripada LDPE dan memiliki suhu lebih tinggi daripada LDPE; c) Polietilen Densitas Tinggi (HDPE : High Density

Polyethylene). Dihasilkan pada proses dengan suhu dan tekanan rendah

(50 – 700C), 10 atm. Paling kaku di antara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (1200C) sehingga dapat digunakan untuk produk yang mengalami sterilisasi.

LDPE memiliki kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang baik, tahan panas hingga 600C. Walaupun LDPE memiliki perlindungan yang baik bagi air dan uap air, LDPE tidak baik dalam memberikan perlindungan terhadap gas. LDPE memiliki daya tahan yang baik terhadap bahan kimia seperti asam, alkali, dan larutan anorganik, tetapi LDPE sensitif terhadap hidrokarbon dan halogenasi hidrokarbon, minyak, dan lemak (Robertson, 1993).

b. Polipropilen (PP)

Polipropilen (PP) sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. PP lebih kaku dan ringan daripada PE, daya tembus terhadap uap airnya rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil pada suhu tinggi dan cukup mengkilap (Syarief et al., 1989).

Beberapa sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al. (1989) antara lain :

(30)

75 2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen dan tidak bisa

digunakan untuk kemasan beku karena rapuh pada suhu -300C. 3. Lebih kaku daripada polietilen dan tidak gampang sobek sehingga

mudah dalam penanganan distribusi.

4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi.

5. Tahan terhadap suhu tinggi (1500C), sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi.

6. Titik lebur tinggi sehingga tidak bisa dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu tinggi mengeluarkan benang-benang plastik.

7. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl.

8. Pada suhu tinggi polipropilen dapat bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpektin, dan asam nitrat kuat.

c. Aluminium Foil

Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alufo yang tipis dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989).

Ketebalan aluminium foil menentukan sifat perlindungannya. Aluminium foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat aluminium foil yang lebih tipis dapat diperbarui dengan memberi lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). Aluminium foil tidak dapat dilalui gas dan uap air dengan ketebalan lebih dari 25.4 µm, tetapi dapat dilalui pada ketebalan yang lebih rendah (Robertson, 1993).

(31)

76 F. Pendugaan Umur Simpan

Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan abrasi (Arpah, 2001).

Tingkat deteriorasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor instrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi dalam produk berupa reaksi kimia, rekasi enzimatis, atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas di sekeliling (Arpah, 2001).

Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisasi berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya kimia internal dan fisik.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.

3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.

Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode

Extended Storage Studies (ESS) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri

produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut maka digunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga

(32)

77 produk dapat lebih cepat rusak dan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000).

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitain akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1) Pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa dan 2) Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan.

1. Reaksi Orde Nol

Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol mencakup reaksi keruzakan enzimatis, pencokelatan enzimatis, dan oksidasi lemak. Menurut Labuza (1982), berbagai literatur tentang pangan mengasumsikan bahwa nilai n=0. Asumsi ini disebut skema reaksi orde nol, yang berimplikasi bahwa kecepatan kerusakan berlangsung pada suhu dan aw yang konstan seperti digambarkan pada persamaan berikut :

=

k

Persamaan di atas menyebutkan bahwa persen kehilangan umur simpan per hari berlangsung konstan pada beberapa suhu yang konstan. Secara matematika, bila persamaan tersebut diintegralkan menjadi

-kemudian A = Ao - k atau Ae = Ao – k s Ao = nilai mutu awal

A = jumlah yang tertinggal setelah waktu

Ae = nilai dari A pada akhir dari umur simpan (dapat bernilai nol atau nilai lain)

(33)

78 Maka untuk menghitung umur simpan dengan menggunakan persamaan orde nol dapat dilakukan dengan persamaan :

=

2. Reaksi Orde Satu

Menurut Labuza (1982), umur simpan pada beberapa kasus tidak mengikuti degradasi dengan kecepatan konstan yang sederhana. Pada kenyataannya, nilai n dapat berubah untuk beberapa reaksi dari nol sampai ke beberapa nilai fraksional atau lebih dari 2. Banyak dari kerusakan bahan pangan tidak mengikuti reaksi orde nol, tetapi mengikuti pola dimana n=1, yang menunjukkan suatu penurunan eksponensial kecepatan kerusakan sebagai penurunan mutu. Hal ini bukan berarti bahwa umur simpan makanan yang mengikuti skema ini lebih panjang dibanding dengan kecepatan konstan, karena nilai k berbeda. Persamaan matematik untuk reaksi orde satu adalah :

   = 

kA1

 

= - ln = - k ln = - k s A = jumlah yang tertinggal pada waktu

AE = jumlah yang tertinggal pada akhir umur simpan s bukan 0 k = kecepatan konstan dalam unit yang berbanding terbalik dengan

waktu

Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti orde satu adalah

1. Ketengikan (seperti pada minyak salad atau sayuran kering).

2. Pertumbuhan mikroba (daging segar dan ikan) dan kematian (heat

treatment).

3. Produksi off-flavor oleh mikroba, seperti pada daging, ikan, dan unggas.

4. Kerusakan vitamin (makanan kaleng dan kering). 5. Kerusakan mutu protein (makanan kering).

(34)

79 3. Model Arrhenius

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan. Asumsi yang digunakan untuk menggunakan model Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu. Proses perubahan mutu tidak dianggap sebagai akibat dari proses – proses yang terjadi sebelumnya, suhu selama penyimpanan dianggap tetap atau konstan (Syarief dan Halid, 1993).

Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius, seperti di bawah ini :

k = ko ⁄ k = konstanta kecepatan reaksi ko = konstanta pre-eksponensial Ea = energi aktivasi (kal/mol) R = konstanta gas 1.986 (kal/mol) T = suhu ( 273)

Persamaan di atas diubah menjadi : ln k = ln ko - x

(35)

80 III. METODOLOGI PENELITIAN

I. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah lada yang berasal dari Lampung. Lada yang telah matang susu dan berumur 5 bulan, dirontokkan buahnya kemudian disortir. Lada tersebut selanjutnya diproses dengan blanching dalam air mendidih selama 15 menit, direndam dalam zat anti-browning (asam sitrat 2% selama 30 menit) dan dikeringkan dalam oven. Selain lada hijau kering, pada penelitian ini juga digunakan berbagai jenis kemasan antara lain plastik polietilen (LDPE), polipropilen (PP), dan aluminium foil. Bahan pendukung yang digunakan untuk analisis adalah toluene dan aquades.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat untuk penyimpanan dan untuk analisis. Peralatan untuk penyimpanan berupa inkubator dan keranjang plastik sebagai wadah penyimpanan pada rak. Peralatan untuk analisis terdiri dari chromameter merk Minolta CR 300, timbangan analitik, pHmeter, tabung destilasi minyak, tabung destilasi air,

sealer, gelas ukur, kondensor, hot plate, pipet ukur, dan blender.

II. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2009 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

III. Metode Penelitian I. Persiapan Sampel

Persiapan sampel dilakukan melalui sortasi bahan. Lada hijau kering dipilih yang berbentuk bulat utuh, berwarna hijau dengan ukuran yang seragam, dan bebas dari campuran benda asing.

II. Analisa Awal Terhadap Produk

Pada awal penelitian dilakukan analisa terhadap produk yang akan diuji antara lain kadar air, warna, derajat keasaman (pH), dan kadar minyak atsiri. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1.

(36)

81 III. Simulasi Penyimpanan

a. Kondisi Penyimpanan

Lada hijau kering yang telah ditimbang seberat 300 gram dikemas dalam plastik polietilen (LDPE), polipropilen (PP), dan aluminium foil. Masing – masing perlakuan kemudian disimpan pada suhu 200C (di dalam ruangan ber-AC), 300C (suhu ruang), dan 400C (di dalam inkubator). Penyimpanan dilakukan selama 4 bulan dengan periode analisis tiap 2 minggu.

b. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam pendugaan umur simpan lada hijau kering meliputi warna (nilai a*), kadar air, kadar minyak atsiri, dan pH. Analisis dilakukan dengan 3 kali ulangan. Selain itu, dilakukan pula uji organoleptik dengan metode scoring terhadap warna, rasa, aroma, dan penerimaan umum. Pengolahan data evaluasi sensori dilakukan dengan penilaian terhadap modus dan median serta analisis statistik nonparametrik dari skor yang telah diberikan oleh panelis. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 7.

IV. Penentuan Parameter Kritis

Penentuan parameter kritis mutu lada hijau kering didasarkan pada perubahan mutu produk selama penyimpanan. Parameter mutu yang digunakan meliputi kadar air, kadar minyak atsiri, warna lada hijau kering, dan pH. Pemilihan parameter kritis didasarkan pada parameter mutu yang menjadi ciri khas lada hijau kering dan yang paling cepat menyebabkan kerusakan produk.

V. Pendugaan Umur Simpan Dengan Metode Arrhenius

Pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius hanya menggunakan satu parameter saja dan diasumsikan tidak terjadi perubahan pada parameter-parameter lainnya. Selain itu suhu penyimpanan tetap atau dijaga tetap. Penentuan kemasan terbaik didasarkan pada jenis kemasan yang memberikan umur simpan terpanjang bagi produk lada hijau kering. Tahapan penentuan umur simpan dalam penelitian ini adalah :

(37)

82 a. Memplot data hasil analisis dengan waktu penyimpanan pada orde 0

(persamaan linier) dan orde 1 (persamaan eksponensial).

b. Memilih orde reaksi yang akan digunakan berdasarkan nilai R2 terbesar dari persamaan yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. c. Mentabulasikan nilai parameter persamaan Arrhenius : k, ln k, dan 1/T

(K) dan memplotkannya dengan ln k sebagai variabel sumbu y dan 1/T sebagai variabel sumbu x.

d. Menentukan nilai ko dan k masing – masing suhu penyimpanan dengan bantuan persamaan Arrhenius.

ln k = ln ko - x

e. Menghitung umur simpan.

Gambar 7. Diagram alir penelitian pendugaan umur simpan lada hijau kering.

Bahan baku

(lada hijau kering)

Analisis awal produk lada hijau meliputi :

- kadar air

- kadar minyak atsiri - warna (nilai a*)

- pH

Simulasi Pendugaan Umur Simpan

Kemasan : LDPE, PP, Aluminium foil

Suhu Penyimpanan : 200C, 300C, 400C

Ulangan : 3 kali

Analisis sampel : per 2 minggu Titik pengujian : 8 titik Parameter yang diamati :

1. warna (nilai a*) - kadar air 2. kadar minyak atsiri - pH 3. evaluasi sensori

Pendugaan Umur Simpan

(Metode Arrhenius)

Pemilihan Kemasan Terbaik

(38)

83 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Lada Hijau Kering dan Kemasan 1. Karakteristik Lada Hijau Kering

Lada hijau kering memiliki karakteristik yang khas antara lain bentuknya berupa butiran – butiran bulat kecil berwarna hijau alami yang menarik, memiliki aroma khas, serta rasa pedas seperti yang dimiliki oleh jenis lada-lada lain yaitu lada hitam dan lada putih. Aromanya yang tajam dapat menyebabkan bersin bagi sebagian orang.

Karakteristik lada hijau kering perlu diuji sebelum dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik awalnya. Karakteristik yang diuji pada lada hijau kering meliputi kadar air, kadar minyak atsiri, warna, dan pH (keasaman lada). Uji awal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal produk sebelum disimpan sehingga dapat dilakukan pendugaan umur simpan melalui identifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi selama penyimpanan pada produk tersebut. Hasil karakteristik awal lada hijau kering disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik awal lada hijau kering

Karakteristik Nilai

Warna (a*) -1.203

Kadar air 7.5 %

Kadar minyak atsiri (b/k) 3.298 %

pH 4.717 Berdasarkan tabel di atas diperoleh data bahwa warna lada hijau

yang dilihat melalui nilai a sebesar -1.203. Pengukuran warna dilakukan dengan notasi Hunter yaitu nilai a* yang menyatakan perubahan warna lada hijau dari hijau ke merah. Menurut Francis (1998), pada notasi Hunter nilai +a* (positif) berkisar antara 0 – (+100) menyatakan warna merah sedangkan –a* (negatif) berkisar dari 0 – (-80) menyatakan warna hijau. Nilai yang ditunjukkan dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa karakteristik warna lada ini tergolong pada warna hijau.

Kadar air lada hijau kering diturunkan melalui proses pengeringan sehingga diperoleh nilai kadar air sebesar 7.5%. Kadar air yang rendah

(39)

84 dapat menghambat pertumbuhan dan akvifitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga dapat memperbaiki penampakan, tekstur, dan memperpanjang umur simpan lada tersebut.

Minyak atsiri lada hijau kering merupakan minyak yang dihasilkan dari penyulingan produk tersebut. Minyak atsiri mengandung senyawa yang memberi aroma khas lada. Menurut Ketaren (1985), kadar minyak atsiri lada kering umumnya mencapai 3.2%. Jumlah tersebut beragam tergantung dari jenis lada yang diolah. Lada hijau kering yang digunakan dalam penelitian ini mengandung kadar minyak atsiri sebesar 3.298%.

Menurut Salim et al. (1984), buah lada termasuk dalam low acid

fruit, dengan pH berkisar antara 5 – 6. Nilai pH pada produk lada hijau

kering lebih rendah dibanding pada buah segar. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh penggunaan asam organik sebagai zat anti-browning pada proses pengolahannya. Nilai pH awal lada hijau kering yang digunakan pada penelitian ini sebesar 4.717. pH lada berpengaruh pada aktivitas enzim penyebab browning enzimatis.

2. Karakteristik Kemasan

Pada penelitian ini digunakan tiga jenis kemasan yaitu dua jenis kemasan plastik dan aluminium foil. Jenis plastik yang digunakan adalah

Polyprophylene (PP) dan Low Density Polyethylene (LDPE). Pemilihan

penggunaan jenis kemasan tersebut adalah didasarkan pada karakteristik kemasan yang dinilai cukup baik bagi perlindungan produk serta ketersediaan kemasan tersebut di pasaran.

Pada awal penelitian dilakukan pengujian terhadap karakteristik kemasan yang digunakan terutama pada sifat fisiknya. Karekteristik yang diuji meliputi ketebalan, densitas, gramature, laju transmisi gas oksigen (O2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 6.

(40)

85 Tabel 6. Hasil uji karakteristik kemasan

Jenis Kemasan LDPE PP Aluminium Foil Ketebalan (mm) 0.0782 0.0863 0.0710

Gramatur (g/m2) 71.0150 79.2000 84.617

Densitas (g/m3) 0.9081 0.9177 1.058

O2TR (cc/m2/24 jam) 87.6388 67.9188 0.7767 WVTR (g/m2/ 24jam) 4.7725 3.6305 0.1428

Jenis bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan uap air dan gas oksigen dalam menembus dinding kemasan tersebut. Adanya uap air dan oksigen dapat menyebabkan reaksi oksidasi ataupun hidrolisis yang dapat mempengaruhi kualitas produk terkemas. Menurut Buckle (1987), sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer (seperti RH, untuk pemindahan uap air), dan faktor lainnya.

Pada tabel di atas dapat dilihat kemasan aluminium foil memiliki nilai densitas paling besar dari PP dan LDPE. Menurut Iskandar (1988), semakin besar densitasnya, daya permeabilitas gas dan uapnya semakin kecil. Nilai O2TR dan WVTR kemasan aluminium foil paling rendah jika dibandingkan PP dan LDPE. PP mempunyai sifat menghalangi uap air yang baik, tetapi kurang baik sebagai penghalang gas, dan lebih kuat daripada LDPE. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7, nilai WVTR dan O2TR kemasan PP lebih rendah jika dibanding dengan LDPE. Nilai O2TR kemasan PP dan LDPE cukup tinggi sehingga kurang baik untuk perlindungan produk dari proses oksidasi.

2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan - Warna

Warna hijau pada lada hijau kering berasal dari pigmen alami yaitu klorofil. Pigmen klorofil memberikan warna hijau pada lada sebelum masak dan akan berubah menjadi kemerahan setelah buah lada masak. Menurut Muchtadi (1989), pigmen-pigmen alam biasanya mengalami perubahan kimia, sebagaimana terjadi pada pematangan buah-buahan.

(41)

86 Selama penyimpanan lada hijau kering mengalami perubahan warna dari hijau cerah menjadi hijau kecokelatan. Hal tersebut dapat dilihat dari kenaikan nilai a* selama penyimpanan. Perubahan warna lada hijau kering dapat dilihat pada Gambar 8, 9, dan 10.

Gambar 8. Grafik warna hijau nilai a* dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.

Gambar 9. Grafik warna nilai a* dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.

Gambar 10. Grafik nilai a* dalam kemasan alufo pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.

‐1,500 ‐1,000 ‐0,500 0,000 0,500 1,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 warna  hi ja u  lad a Lama pengamatan (hari)

LDPE 20°C LDPE 30°C LDPE 40°C

‐1,500 ‐1,000 ‐0,500 0,000 0,500 1,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 Warna  hi ja u Lama penyimpanan (hari) PP 20°C PP 30°C PP 40°C ‐2,000 ‐1,000 0,000 1,000 2,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 Warn hi ja u Lama penyimpanan (hari)

(42)

87 Degradasi warna hijau selama penyimpanan dapat disebabkan oleh reaksi browning enzimatis. Browning enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada buah dan sayur oleh enzim polifenol oksidase, yang menghasilkan warna cokelat (Anonim, 2010). Enzim ini terdapat pada semua tanaman tetapi konsentrasi yang tinggi terdapat pada jamur, kentang, buah persik, apel, pisang, alpukat, daun teh, kopi, dan daun tembakau (Naz, 2002).

Browning enzimatis dapat terjadi apabila terdapat enzim polifenol oksidase atau fenolase, substrat fenol, tembaga, dan oksigen. Meskipun telah mengalami proses blanching pada suhu 1000C untuk inaktivasi, tidak semua enzim fenolase tersebut inaktif. Hal ini dapat dikarenakan waktu

blanching yang kurang maksimal serta kekuatan enzim tersebut sehingga

beberapa enzim tetap aktif dan berpengaruh pada proses browning enzimatis. Enzim fenolase tidak kehilangan aktivitasnya pada suhu tinggi seperti pada enzim lainnya. Menurut Bandyopadhyay (1990), aktivitas enzim polifenolase mencapai optimum pada suhu tinggi (73 – 780C).

Substrat fenol yang mendukung terjadinya browning enzimatis pada tiap – tiap buah dan sayur berbeda. Menurut Marshall et al. (2000), catechins, cinnamic acid esters, 3,4-dihydroxy phenylalanine (DOPA), dan tyrosine adalah substrat terpenting bagi polifenol oksidase pada buah dan sayuran. Komposisi polifenol dari buah dipengaruhi oleh spesies, penanaman, tingkat kematangan serta kondisi lingkungan pertumbuhan dan penyimpanan. Senyawa fenol juga berkontribusi pada warna, aroma, kepahitan, dan flavor pada buah. Menurut Pradhan et al. (1999), reaksi pencokelatan enzimatis dapat disebabkan adanya luka pada kulit buah lada akibat perontokan sehingga komponen fenol pada buah lada segar (3, 4 dihydroxy-6-(N-ethylamino) benzamide dan 3,4 dihydroxyphenol ethanol glucoside keluar dari jaringan buah, kontak dengan udara (mengalami autooksidasi) sehingga terjadi reaksi pencokelatan.

Proses pemanasan seperti blanching, mengakibatkan rusaknya jaringan kulit buah lada sehingga akan mempercepat reaksi antara enzim fenolase dengan substratnya. Selain itu menurut Mangalakumari et al.

(43)

88 (1983), pada proses pengolahan yang melibatkan panas seperti pengeringan akan menyebabkan turbiditas sel hilang dan ekstrak fenol menyebar keluar seiring dengan pergerakan kelembaban dari dalam ke luar.

Pada proses browning enzimatis tersebut, dibutuhkan ketersediaan oksigen sebagai akseptor hidrogen selama proses oksidasi. Rendahnya laju transmisi O2 akan menghambat laju browning enzimatis karena terbatasnya oksigen yang diperlukan untuk oksidasi enzim pada substrat fenol. Lada hijau dalam kemasan aluminium foil mampu mempertahankan warna hijaunya paling baik karena laju transmisi O2 kemasan ini paling rendah dibanding kemasan lain. Kemasan PP mampu mempertahankan warna hijau lebih baik dibandingkan dengan LDPE. Hal ini dikarenakan laju transmisi O2 kemasan PP lebih rendah jika dibanding kemasan LDPE sehingga PP memberikan perlindungan yang lebih baik dibanding LDPE.

Selain dipengaruhi oleh permeabilitas O2 masing – masing kemasan, sifat PP dan LDPE yang dapat ditembus oleh cahaya juga mendukung terjadinya degradasi warna hijau. Matthew (1993) menyebutkan bahwa sinar matahari dapat merusak klorofil pada jaringan buah lada, sehingga warna lada tampak lebih pucat. Kemasan aluminium foil mempunyai sifat yang tidak tembus cahaya sehingga radiasi sinar matahari dapat dihindarkan.

Selain disebabkan oleh browning enzimatis, degradasi warna hijau juga disebabkan oleh proses pemanasan. Menurut Kim et al. (2003), faktor seperti suhu, oksigen, dan antioksidan dapat berpengaruh pada tingkat degradasi klorofil selama penyimpanan. Proses degradasi warna hijau karena pemasanan dijelaskan dalam Winarno (1973), lokasi klorofil terlindung oleh lipoprotein dan panas dapat menyebabkan denaturasi protein. Oleh pengaruh panas, protein yang terikat dalam lipoprotein akan mengalami denaturasi. Terjadinya denaturasi tersebut akan menyebabkan klorofil terbuka terhadap reaksi kimia dari luar. Pemanasan tersebut akan memudahkan terlepasnya ion Mg pada klorofil dengan disubtitusi oleh ion H, sehingga warna hijau akan berubah menjadi feopitin dan feoforbid yang

(44)

89 berwarna kecokelatan. Menurut Kim et al. (2003), penyimpanan pada suhu lebih dari 400C menyebabkan konversi klorofil menjadi feopitin menjadi cepat.

Berdasarkan hasil penelitian, lada hijau kering yang dikemas dalam aluminium foil dan disimpan pada suhu rendah (200C) paling baik dalam mempertahankan warna hijaunya. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai a* yang tetap bernilai negatif yaitu (-1.191). Nilai a* lada tersebut mengalami kenaikan paling kecil jika dibanding dengan nilai a* awal sebesar (-1.203). Penyimpanan pada suhu rendah memberikan hasil yang lebih baik dalam mempertahankan warna hijau karena laju reaksinya lebih kecil dibanding pada suhu tinggi. Menurut Muchtadi (1989), untuk setiap kenaikan suhu 100C kecepatan reaksi termasuk enzimatik dan nonenzimatik rata-rata akan bertambah dua kali lipat.

Penurunan intensitas warna hijau terbesar terjadi pada lada hijau yang dikemas dalam aluminium foil dan disimpan dalam suhu 400C. Hal ini dapat dilihat dari nilai a* yang terbesar yaitu (+0.890). Aluminium foil merupakan bahan kemasan yang terbuat dari logam sehingga memiliki daya hantar panas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan plastik. Lada yang dikemas dalam kemasan tersebut mendapat panas yang lebih tinggi sehingga lebih cepat mengalami kerusakan klorofil. Selain itu, kecepatan reaksi browning enzimatis pada suhu tinggi juga lebih cepat dibanding suhu rendah.

- Kadar Air

Kadar air adalah presentase kandungan air dari suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis) (AOAC, 1984). Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk kering adalah kadar air. Kadar air produk kering umumnya rendah. Kadar air menentukan kerenyahan lada serta kerusakan mikrobiologis.

Kadar air lada hijau kering dalam kemasan selama penyimpanan mengalami perubahan. Perubahan kadar air lada hijau kering pada

(45)

90 berbagai kemasan yang disimpan pada suhu 200C, 300C, dan 400C dapat dilihat pada Lampiran 4. Grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan kadar air (%) dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13.

Gambar 11. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan LDPE pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.

Gambar 12. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan PP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.

Gambar 13. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan aluminium foil pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kadar air selama penyimpanan mengalami peningkatan pada suhu 200C dan 300C. Pada suhu 400C kadar air mengalami penurunan kecuali pada kemasan

0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 ka dar  air  (%) lama penyimpanan (hari) LDPE 20°C LDPE 30°C LDPE 40°C 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 kad ar  ai (%) Lama Penyimpanan (hari) PP 20°C PP 30°C PP 40°C 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 1 14 28 42 56 70 84 98 112 Kad ar  air  (% ) lama penyimpanan (hari) AL 20°C AL 30°C AL 40°C

(46)

91 aluminium foil yang tetap mengalami kenaikan. Kondisi penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi menyebabkan ruang inkubator semakin kering sehingga kelembaban ruang inkubator kurang terkontrol dan bahan akan mengalami penurunan kadar air untuk mencapai kadar air kesetimbangan. Menurut Syarief dan Halid (1993), jika kelembaban ruangan lebih kecil daripada bahan, makanan akan menguapkan sebagian airnya.

Perubahan kadar air pada lada hijau ini disebabkan karena sifatnya higroskopis. Menurut Pruthi (1980), rempah dan produk rempah-rempah bersifat higroskopis, dan sensitif terhadap kadar air yang dapat menyebabkan discoloration, ketengikan, pertumbuhan jamur, dan serangan serangga. Lebih lanjut disebutkan dalam Pruthi (1980), higroskopis merupakan salah satu karakteristik penting dari produk yang didehidrasi atau dikeringkan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air produk itu sendiri dan kelembaban atmosfer di sekelilingnya.

Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan.

Selain itu, perubahan kadar air bahan juga dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan. Kemampuan permeabilitas tiap kemasan yang berbeda-beda akan berpengaruh pada laju transmisi uap air. Semakin kecil laju transmisi uap air suatu kemasan menunjukkan semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus bahan. Laju transmisi uap air pada kemasan LDPE paling besar dibanding PP dan aluminium foil. Hal ini menyebabkan laju peningkatan kadar air pada kemasan tesebut paling tinggi, diikuti kemasan PP dan aluminium foil. Perubahan kadar air pada aluminium foil paling kecil dibanding dengan kemasan lain karena nilai transmisi uap air pada kemasan ini paling kecil dibanding lainnya.

Gambar

Gambar 25.  Grafik hubungan antara ln k dan 1/T parameter nilai a* dalam  kemasan aluminium foil ………………………………………  52  Gambar 26
Tabel 1. Sifat Fisik Buah Lada Pada 3 Varietas Utama  Parameter
Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak lada  Bobot jenis pada 15 0 C
Gambar 4. Reaksi hidroksilasi monofenol (Eskin et al., 1971).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun untuk topologi yang menggunakan Mikrotik , data yang didapatkan pada C lient ini lebih baik daripada kondisi tanpa Mikrotik. Dari data tersebut dapat diketahui

Pelatihan Mengajar dan Tugas Keguruan (Pengajaran Terbimbing ) Sehubungan dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) di SMP Negeri 4 Ungaran, praktikan

Syllabus code 9703 a level Syllabus code 9703 1 Listening (100 marks) 2 hour examination   2 Practical musicianship (100 marks) Teacher- assessed Coursework  

Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Triana Megawati Supomo (2014) hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara shift

Renja SKPD merupakan dokumen Rencana Kerja dengan waktu satu tahun yang disusun oleh SKPD sesuai tugas dan fungsinya guna mengoperasionalkan Rencana strategis (Renstra)

DAN salah satu perkara yang paling saya tekankan di sini ialah mempelajari dengan mereka yang telah berjaya dan mampu tunjuk ajar anda ke arah yang lebih sukses dalam bidang

Rapi dan teliti menyimpan dokumen laporan hasil penelitian kepada pemangku kepentingan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktek pencegahan dan promosi kesehatan pekerja

Dalam bimbingan keagamaan islam ini banyak materi yang disampaikan melalui ceramah, dengan medengarkan materi itulah para penerima manfaat bisa menggugah hatinya untuk