• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA AKHIR"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI

DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

PADA REMAJA AKHIR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Patrisia Cintani Widowati

029114018

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(2)
(3)
(4)

MOTTO

Kepercayaan adalah sumber kekuatan dalam hidup

Dan ….

biarkan tangan Tuhan yang berkarya

(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

♥ Bapa di Surga yang slalu membuatku merasa tenang saat mengalami

kesulitan

♥ Ibuk (di Surga) liat Nca lulus buk

♥ Bapak, papah- mamah, makasih buat seluruh perhatian cinta dan

kasih buat Nca

Mamak yang slalu cerewet 

♥ Adek- adekku yang gede-gede n’ satu yang guendut!

♥ Chapiku yang jelek tapi baek! He..he..

Semua temen- temenku yang slalu membuatku happy! Muach buat

kalian!:-*

(6)
(7)

ABSTRAK

kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia 18- 24 tahun yang berpendidikan perguruan tinggi, pernah berpacaran dan belum menikah, sebanyak 93 orang. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

skala dengan menyebar kuesioner. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari dua alat ukur yaitu: skala kematangan emosi dan skala perilaku seksual. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas pada skala kematangan emosi diperoleh 45 item valid dengan koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,915 sedangkan pada skala

perilaku seksual diperoleh 11 item valid dengan koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,925.

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment pearson. Koefisien korelasi (r)yang diperoleh adalah –0,288 pada taraf

signifikansi 0,014 dengan probabilitas 0,000 (p< 0,05). Hal tersebut menyatakan bahwa hipotesis penelitian ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir diterima. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variable kematangan emosi memberi sumbangan sebesar 5,2% terhadap variable perilaku seksual pranikah.

Kata kunci: kematangan emosi, perilaku seksual pranikah

(8)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL MATURITY

AND SEXUAL PREMARITAL BEHAVIOR

This research aimed to examine the presence or not the relationship between emotional maturity and sexual premarital behavior of the adolescents. The assumption is a higher emotional maturity will impact the sexual premarital behavior becomes less tendentious. The proposed hypothesis was that there is negative relationship between emotional maturities and sexual premarital behavior.

The subjects of the research were 93 teenagers, in the age around 18- 24 years old, studying in university, having or just entering a close relationship and not married yet. In this research, the technique used to collect sample was purposive sampling. The method of collecting data was using scale technique by spreading questionnaire. Instruments used for collecting data consist of two instruments: scale of emotional maturity and scale of sexual behavior. The validity and reliability test on emotional maturity scale obtained 45 valid items with alpha cronbach reliability

coefficient of 0,915, while the sexual behavior scale obtained 11 valid items with

alpha cronbach reliability coefficient of 0,925.

The data of this research was analyzed by using correlation technique product moment pearson. The correlation coefficient (r) that could be obtained was –0,288

with 0,014 significance and the probability 0,000 (p < 0,05). This fact explained that the research hypothesis which stated about the negative relationship between the emotional maturity and premarital sexual behavior was accepted. The result of this research also suggests that emotional maturity variable contributes of 5,2% toward the premarital sexual behavior variable.

Keywords: emotional maturity, premarital sexual behavior

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga karena atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mempelajari gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari keterbatasan yang dimiliki penulis, sehingga dengan bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi.,M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Bapak V. Didik Suryo H., M.Si., selaku pembimbing skripsi yang telah

membimbing, mendukung, dan mengarahkan penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Bapak Y.B. Cahya Widiyanto, S.Psi., M.Si. selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran – saran yang berguna bagi kelengkapan skripsi ini.

4. Ibu Ttitik Kristiyani, S.Psi dan Ibu A. Tanti Arini, M,Si., selaku pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Bu Tanti, makasih ya supportnya buat penulis dalam mengerjakan skripsi. 5. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gi, dan Mas Muji, terima kasih atas

semua bantuannya selama penulis belajar di fakultas Psikologi.

(11)

6. Mas Doni, makasih privat komputernya.

7. Bapak, papah, mamah, makasih buat doanya yang membuat penulis dapat bangkit dan berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini. Buat ibuk di surga, nca dah lulus buk!

8. Adek-adekku, Onik, aku lulus weeek! Dedeh, Abet, jangan lupa les ya!! 9. Mbah Wisnu, makasih…makasih….makasih dan makasih banget atas

wejangan- wejangan, dukungan, dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lebih enteng dan bersemangat.

10. Chapiku, makasih buat omelan, cacian, perhatian, waktu, sms, dan telponmu, tapi ngaruh kok, buktinya sekarang aku bisa lulus, hadiahna mana?

11. Sobat 12 tahunku Ndut, makacih ya buat bantuan penataan bahasanya, sobat 8 tahunku Fista makasih, temenan ma kamu bikin banyak pengalaman dan pembelajaran (makacih printernya ya jeng!) dan Ina, makasih kamu selalu membuatku tertawa hahaha….tiap ketemu kamu kecuali kalo lagi BT (nyebai!), sobat 14 tahunku Ndah, secara ga sengaja pengalamanmu bikin semangat ngerjain skripsi juga, makacih ya!, sobat 4 tahunku Artie, makasih dah bantuin cari referensi, sobat 12 tahunku Dephoy, teruskan perjuangan hidupmu!

12. Teman-teman psikologi seperjuangan Ntri, Mitha, plus Tuktuk (makasih tumpangan kosnya yang bikin ngirit perjalanan), Thea, Nopek, Lita,

(12)

Ajeng, Fista (akhirnya aku nyusul kalian!), Tanti makasih buat semangatnya. Yanti makasih ya selalu ngingetin buat rajin bimbingan. Makasih buat semua kebersamaan kita di psikologi.

13. Adek- adek di psikologi Mae (04), Paul (05), Ria (03), makasih ya kalian bisa memberiku motivasi.

14. Para responden dan teman- teman yang membantu peneliti menyebarkan angket, Candra, Santi, Desty, Farah, Marley, Didit, Ratri dan temen – temen yang nongkrong di kampus makasih yaaa!!!

15. Mas Satrio dan Mas Bimo yang ngajarin olah data dan dah nunjukkin referensi beserta tips ngerjain skripsi.

16. Temen- temen yang pernah gabung dalam sexen atau siesen insadha, Oliph, Jaran (makacih dah mau direpotin!hehe), Sani, Inunk, Pethonk, Ko Agi, Mas Eno, Krisna, Mas Bayu dan adeknya Anjar, Dora, Siddha, Mas Deni, Iyem, Elsa, Angger, Ajeng, Willy, Bagas, Angkit, Andre, Mas Pongge, Gembes, Cucuk, Putri, Siwi, Andri, Karlili, Rere, Karisma, Desi Huey dll. Bersama kalian membuat hidupku lebih berwarna.

17. Komunitas Suket dan teater Seriboe Djendela tempatku berekspresi dan temen-temen yang tergabung di dalamnya.

18. Temen – temen KKNku yang asyik abiz, makasih buat kebersamaan kita yangtak terlupakan di rumah pak Aman plus Wheny n` Brian!

(13)

19. Temen – temen peneliti dan yang kenal dengan peneliti semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Makasih mau jadi temanku!

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 16 Maret 2009 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………....i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI (3 DOSEN) ………..iii

HALAMAN MOTTO ………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN …….………...…...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..vi

ABSTRAK ……….vii

ABSTRACT ………viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………..ix

KATA PENGANTAR ………...x

DAFTAR ISI ………xiv

DAFTAR TABEL ………..xviii

DAFTAR SKEMA ………xix

DAFTAR LAMPIRAN ……….…xx

BAB I PENDAHULUAN ………...1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Rumusan Masalah ………...4

C. Tujuan Penelitian ………...4

(15)

D. Manfaat Penelitian ………...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...5

A. Remaja ………...5

1. Perkembangan Fisik dan Hormon ………...6

2. Perkembangan Kognitif ………...7

3. Perkembangan Sosial ……… ..7

4. Perkembangan Emosi ………...8

B. Perilaku Seksual Pranikah ………...9

1. Tahap- tahap Perilaku Seksual Pranikah ……….10

2. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah ……….12

C. Kematangan Emosi ……….14

1. Pengertian Kematangan Emosi ……….14

2. Ciri- ciri Kematangan Emosi ……….…15

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi ……….18

4. Faktor- faktor Kematangan Emosi ……….19

5. Proses Kematangan Emosi ……….21

D. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Akhir ……….24

E. Hipotesis ……….29

(16)

BAB III METODE PENELITIAN ……… 30

A. Jenis Penelitian ……… 30

B. Identifikasi Variabel ……….30

C. Definisi Operasional ……….31

D. Subjek Penelitian ……….32

E. Prosedur Penelitian ………... 33

F. Alat Pengumpulan Data ……….34

G. Validitas dan Reliabilitas ……….38

H. Metode Analisis Data ……… 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….40

A. Persiapan Penelitian ………... 40

B. Pelaksanaan Penelitian ……….43

C. Deskripsi Subjek ……….43

D. Hasil Penelitian ……….44

E. Pembahasan ……….49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….53

A. Kesimpulan ……….53

B. Saran ……….53

(17)

DAFTAR PUSTAKA ……… 55

LAMPIRAN ……….58

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Kematangan Emosi Favorabel dan Unfavorabel ……….35

Tabel 2 Blue Print Skala Kematangan Emosi (Sebelum Uji Coba) ……….36

Tabel 3 Skor Item Perilaku Seksual ……….37

Tabel 4 Blue Print Skala Perilaku Seksual (Sebelum Uji Coba) ……….37

Tabel 5 Blue Print Skala Kematangan Emosi (Setelah Uji Coba) ……….41

Tabel 6 Sebaran Blue Print Skala Kematangan Emosi Berdasarkan item Favorabel dan item Unfavorabel (Setelah uji coba item) ……….41

Tabel 7 Blue Print Skala Perilaku Seksual (Setelah uji coba item) ……….42

Tabel 8 Deskripsi Subjek ……….44

Tabel 9 Hasil Analisis Deskriptif ……….44

Tabel 10 Norma Kategori Skor ……….45

Tabel 11 Kategori Kematangan Emosi Subjek ……….45

Tabel 12 Kategori Perilaku Seksual Pranikah ……….46

Tabel 13 Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov- Smirnov ……….47

Tabel 14 Hasil Uji Linearitas ……….48

Tabel 15 Hasil Uji Korelasi ……….48

Tabel 16 Hasil Kuadrat Koefisien Korelasi ……….49

(19)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 Hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah

pada remaja akhir ……….28

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SKALA UJI COBA/ TRY OUT ……….59

Lampiran 2 DATA UJI COBA SKALA ……….…68

Lampiran 3 RELIABILITAS SKALA ………...97

Lampiran 4 ANGKET PENELITIAN ………...101

Lampiran 5 DATA PENELITIAN ………...108

Lampiran 6 HASIL PENELITIAN ………...133

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Beberapa ahli menyatakan masa remaja ini dibagi menjadi dua fase yaitu masa remaja awal yang dimulai pada usia 11 sampai 16 tahun, dan masa remaja akhir pada usia antara 17 sampai 24 tahun. Pada masa remaja fungsi-fungsi seksual mulai berkembang dan mencapai tahap kematangan pada usia remaja akhir. Tercapainya kematangan seksual pada remaja akhir, memunculkan dorongan seksual yang diikuti dengan rasa ketertarikan pada lawan jenis. Dorongan seksual inilah yang memicu remaja untuk memenuhi kebutuhan seksual.

Pemenuhan kebutuhan seksual pada remaja akan menimbulkan perilaku seksual. Remaja mempunyai cara yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan seksual mereka, dimulai dengan perilaku seksual yang paling ringan yaitu sekedar berpegangan tangan maupun berpelukan, kissing yaitu berciuman (biasanya berciuman bibir), necking yaitu berciuman sampai ke daerah dada, dilanjutkan dengan petting yaitu saling menempelkan alat kelamin, bahkan sampai tahap masuknya penis ke liang vagina yang disebut intercourse. Pada seseorang, perilaku seksual dibatasi oleh norma sosial untuk menekan akibat dari perilaku

(22)

seksual yang dilakukan sebelum menikah seperti, depresi, perasaan bersalah, hamil di luar nikah, penyakit kelamin, AIDS. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kallen (dalam Hastaning dan Ganjar, 2004) yang mengatakan bahwa perilaku seksual merupakan salah satu perilaku sosial yang diatur melalui norma- norma. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang (Sarlito, 1989).

Norma sosial di Indonesia memang telah membatasi perilaku seksual pranikah terutama pada remaja tetapi pada kenyataannya banyak data yang mengungkap tentang perilaku seksual pranikah tersebut, antara lain berdasarkan data dari sebuah polling yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia) yang menyebutkan bahwa 44,8% mahasiswa dan remaja Bandung telah melakukan hubungan seks sebelum menikah (Singgih, 2003). Berdasarkan data yang telah masuk ke Lembaga Konseling Mitra Citra Remaja (MCR)-PKBI Jawa Barat, diketahui pada tahun 2002 tercatat hanya ada 104 kasus, setahun berikutnya melonjak menjadi 170 kasus (Wiyana, 2004). Hasan (2007) menyatakan 28,6% remaja di Bali memandang seks pranikah sebagai hal yang boleh dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Laila (2007) menyatakan bahwa 60% remaja di Cianjur dan Cipanas telah melakukan kegiatan seks berpasangan. Berdasarkan dari data yang dikumpulkan oleh dr. Boyke Dian Nugraha, DSOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan (dalam Gunarsa, 1997) ditunjukkan bahwa 16-20% dari remaja yang

(23)

berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seksual pranikah. Berdasarkan penelitian Hartono (2004) tentang perilaku seks mahasiswa di Surabaya didapatkan hasil 7,2% mahasiswa putri pernah melakukan hubungan seks, sedangkan untuk pria berjumlah 27,7%.

Perilaku seseorang didasarkan pada emosinya (Meichati, 1969), begitu pula perilaku seksual didasarkan pada dorongan seksual. Dorongan seks yang menjadi terlalu besar pada masa remaja dapat meningkatkan perilaku seksual pranikah remaja (Hurlock, 2004). Perilaku seksual pranikah pada remaja dapat diminimalisir remaja untuk mengontrol dorongan seksualnya (Mayasari dan Hadjam, 2000). Dorongan seksual merupakan bagian dari tingkah laku emosi (Pudjono, 1995) sehingga diharapkan seorang remaja yang mampu mengontrol dan mengarahkan emosinya secara tepat mempunyai kemampuan dalam mengontrol dorongan seksual di dalam dirinya. Kemampuan mengontrol dan mengarahkan emosi secara tepat inilah yang disebut dengan kematangan emosi (Walgito, 2004). Remaja yang memiliki kematangan emosi yang tinggi akan cenderung lebih sedikit melakukan perilaku menyimpang (Alport dalam Schultz, 2003). Pada penelitian ini, perilaku menyimpang yang dimaksud adalah perilaku seksual pranikah.

Uraian di atas membuat peneliti bertanya apakah kematangan emosi seseorang mempunyai hubungan dengan perilaku seksualnya.

(24)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir

D. Manfaat

a. Kajian teoritis

• Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan wacana bagi ilmu pengetahuan tentang bagaimana kematangan emosi berperan dalam perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh para remaja.

b. Kajian praktis

• Penelitian ini dapat memberi referensi bagi remaja tentang kematangan emosi yang dapat berperan dalam pencegahan perilaku seks pranikah di kalangan remaja.

• Akibat negatif dari perilaku seksual pranikah pada remaja dapat ditekan.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Banyak hal yang mempengaruhi masa remaja ini, seperti budaya dan sejarah dimana remaja tersebut berkembang (Santrock, 2003). Perkembangan psikoseksual dan emosionalitas juga mempunyai pengaruh yang lebih jelas pada perilaku remaja dibandingkan pada anak-anak (Gunarsa dan Gunarsa, 1981). Batas usia masa remaja tidak dapat ditentukan secara pasti karena biasanya remaja diawali dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder yaitu menstruasi bagi wanita dan mimpi basah bagi pria dan diakhiri dengan berakhirnya ketergantungan seseorang dengan orang tuanya. Gunarsa dan Gunarsa (1981) membagi masa remaja menjadi 2 tahap, yaitu tahap puberteit atau bisa disebut masa remaja awal pada usia 12 sampai 16 tahun dan tahap adolescentia atau remaja akhir yaitu pada usia 17 sampai 22 tahun.

Menurut Hurlock (2004) masa remaja diawali pada usia 13 tahun dan diakhiri pada usia 18 tahun. Sedangkan Sarwono (1989) menggunakan batasan masa remaja dengan usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah. Dalam masa

(26)

peralihan ini remaja berkembang dengan caranya masing-masing yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Perkembangan Fisik dan Hormon

Berdasarkan uraian Santrock (2003) secara fisik perubahan mulai terjadi terutama pada awal masa remaja yang meliputi, perubahan tubuh dan hormonal yang disebut masa pubertas. Banyak faktor yang mempengaruhi pubertas ini, antara lain, mutu makanan, kesehatan, bawaan dan berat badan. Meskipun seseorang tahu kapan anak laki-laki atau perempuan memasuki masa pubertas, tetapi untuk membatasi dengan pasti awal dan akhir masa pubertas sangatlah sulit.

(27)

2. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003), pemikiran remaja memasuki tahap terakhir dari perkembangan kognitif yaitu pemikiran operasional formal. Pada tahap ini remaja mempunyai kemampuan berpikir yang bersifat lebih abstrak daripada pemikiran pada tahap sebelumnya. Remaja mampu membayangkan situasi yang direkayasa, kejadian yang hanya berupa kemungkinan-kemungkinan maupun uraian yang sifatnya abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Kualitas pemikiran remaja ini terlihat jelas pada kemampuannya dalam mengembangkan hipotesis dan memperkirakan cara penyelesaian masalah, meskipun penyampaian masalah tersebut hanya dengan verbal. Sehingga muncul pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Selain itu, pemikiran remaja juga seringkali berangan, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan.

3. Perkembangan Sosial

(28)

teman atau sahabat, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Pada remaja, pengaruh teman-teman sebaya akan lebih besar daripada keluarga baik dalam sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku. Tetapi pada akhir masa remaja, pengaruh kelompok sebaya akan berkurang karena ia lebih ingin menjadi individu yang lebih mandiri, sehingga persahabatan yang lebih erat akan lebih berarti dibandingkan dengan kegiatan sosial yang melibatkan kelompok yang lebih besar.

Perubahan yang paling mencolok pada perkembangan sosial ini adalah perubahan pada hubungannya dengan teman lawan jenis. Remaja cenderung lebih menyukai teman dari lawan jenis daripada yang sejenis meskipun masih mempunyai persahabatan dengan teman sejenis. Remaja menginginkan seseorang yang dapat dipercaya, dapat diajak bicara, dan dapat diandalkan, karena itu semakin bertambah tua ia lebih mementingkan jenis teman daripada jumlah teman. Tetapi karena remaja cenderung senang memilih sendiri teman-temannya, ia kadang memilih teman yang kurang tepat akibat dari kurangnya pengalaman terlebih pengalaman dengan lawan jenis. (Hurlock, 2004)

4. Perkembangan Emosi

(29)

emosi remaja menjadi labil dan kadang menjadi terlalu kuat. Meskipun tidak semua remaja mengalaminya, tetapi sebagian besar dari remaja mengalami ketidakstabilan tersebut. Namun seiring bertambahnya usia, emosi remaja yang seringkali terlalu kuat, tak terkendali, dan tampaknya tidak masuk akal ini mengalami perbaikan perilaku menjadi lebih stabil dan menunjukkan tanda-tanda kematangan (Hurlock, 2004).

B. Perilaku Seksual Pranikah

Seksualitas manusia merupakan sesuatu yang memberi makna pada kehidupan seseorang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk seksual, hubungan seksual dimaknai untuk melestarikan kelangsungan hidup manusia, hanya saja tingkah laku seksual manusia dibatasi oleh norma sosial dan agama.

(30)

masalah hubungan intim antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang munculnya didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono,1989).

Sifat dari perilaku seksual ini progresif, sehingga biasanya perilaku seksual dilakukan secara bertahap. Bentuk-bentuk dari perilaku seksual ini bermacam-macam, bisa dimulai dari ketertarikan fisik, sentuhan atau rabaan, ciuman, sampai pada senggama atau biasa disebut hubungan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006). Menurut Coleman (1972), hubungan seksual merupakan sesuatu hal yang pribadi bagi tiap individu, tetapi hubungan seksual yang dilakukan sebelum menikah merupakan hal yang melanggar norma. Coleman juga menyebutkan bahwa hubungan seks pranikah (premarital coitus) adalah

hubungan seks pada tahap intercourse yang dilakukan sebelum menikah tetapi mempunyai arah untuk dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Perilaku seksual yang dilakukan sebelum menikah bisa mengakibatkan dampak psikologis seperti, rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Selain itu akibat psikososial yang muncul antara lain, ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada remaja yang hamil di luar nikah (Sarwono, 1989).

1. Tahap- tahap Perilaku Seksual Pranikah

a. Sentuhan

(31)

terutama bila dilakukan oleh lawan jenis dan akan menjadi sensasi yang luar biasa bila sentuhan tersebut dilakukan pada daerah sensitif (Walker, 2005). Sentuhan juga menunjukkan kedekatan pribadi antara individu satu dengan individu yang lain.

b. Ciuman

Ciuman bisa diartikan sebagai ungkapan perhatian (Walker, 2005). Remaja yang berbeda jenis kelamin juga sering saling mengungkapkan perhatian mereka melaui ciuman. Pada remaja yang mempunyai kedekatan biasanya melakukan ciuman di daerah pipi atau kening, tetapi jika mereka sudah mempunyai kedekatan yang lebih intim lagi, tak jarang yang melakukan ciuman di bibir. Walker (2005) juga menjelaskan bahwa daerah bibir merupakan daerah sensitif yang bila terkena sentuhan akan memberikan rangsangan bagi seseorang.

c. Necking (ciuman di daerah leher ke bawah)

(32)

d. Petting (saling menggesekan atau menempelkan alat kelamin)

Remaja yang melakukan petting ini biasanya mempunyai keinginan untuk berhubungan seksual tetapi masih terpengaruh oleh ketakutan- ketakutan psikologis yang muncul, sehingga pemuasan dorongan seksual dilakukan dengan saling menempelkan atau menggesekkan alat kelamin (Sakti dan Kusuma, 2006).

e. Intercourse (persetubuhan atau senggama)

Intercourse merupakan puncak dan tahap akhir dari perilaku seksual remaja yang tidak mampu mengontrol diri. Intercourse (persetubuhan atau senggama) sering juga disebut hubungan seksual dimana pada hubungan seksual penis pada laki- laki masuk ke dalam vagina perempuan. Hubungan seksual merupakan perilaku seksual yang paling beresiko bagi remaja karena dapat menyebabkan kehamilan, perasaan bersalah, maupun penyakit kelamin terlebih jika dilakukan dengan berganti-ganti pasangan (Sakti dan Kusuma, 2006).

2. Faktor- faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah

Faktor- faktor penyebab perilaku seksual pranikah menurut Sarwono (1989) antara lain:

(33)

pendidikan daripada menikah sehingga dorongan seksual semakin tak terbendung.

b. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadap permasalahan seksualitas karena ia sedang dalam potensi seksual aktif.

c. Munculnya dorongan untuk memuaskan hasrat seksual.

d. Adanya hormon seksual yang sedang berfungsi secara optimal meskipun kadarnya seringkali belum stabil.

Berdasarkan faktor-faktor di atas terlihat bahwa pada masa remaja dorongan seks berkembang dalam jangka waktu yang relatif lebih lama dibandingkan jaman dahulu sehingga semakin banyak terjadi seks pranikah. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja dalam memenuhi hasrat seksualnya, seperti yang diungkapkan oleh Sarwono (1989) sebagai berikut:

1) Onani atau masturbasi, yaitu suatu cara untuk menyalurkan hasrat seksual dengan cara memanipulasi alat genitalnya, meskipun hal ini tidak berbahaya tetapi seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

2) Berpacaran dengan berbagai macam perilaku seksual seperti sentuhan, pegangan tangan, ciuman, sentuhan-sentuhan seks, sampai pada hubungan kelamin yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

(34)

mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke arah kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

C. Kematangan Emosi

1. Pengertian Kematangan Emosi

Emosi adalah perasaan yang kuat dan disadari beserta ekspresinya baik yang positif maupun yang negatif (Chaplin, 2002; Sarte, 2002). Emosi yang positif antara lain: rasa bahagia, cinta, kenikmatan, puas, sedangkan emosi yang negatif antara lain: sedih, kecewa, takut, marah, muak. Emosi seseorang muncul ketika ia mengalami hambatan dalam mencapai tujuan atau saat tujuannya tercapai. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Meichati (1969) bahwa emosi sebenarnya tidak muncul secara tiba-tiba tetapi ada stimulus yang merangsang timbulnya emosi tertentu. Emosi tertentu tersebut akan mempengaruhi perilaku seseorang.

(35)

menampilkan pola-pola emosi seperti anak-anak. Individu yang matang emosinya mampu bertindak dan bersikap secara dewasa dalam menghadapi stressor, tidak mudah bingung serta tidak menampakkan perilaku irasional (Coleman, 1972). Menurut Chaplin (2002) kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional, dimana di dalam kematangan emosi ini ada keterlibatan kontrol emosional.

Goleman (2003) menyatakan bahwa kematangan emosi memuat ketrampilan emosi yang mencakup kesadaran diri, mengidentifikasi, mengungkapkan dan mengelola perasaan, mengendalikan dorongan hati, dan menunda pemuasan serta menangani kecemasan. Seseorang yang mempunyai kemampuan mengendalikan dorongan hati mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan, ia mampu membuat keputusan emosi yang lebih baik dengan mengendalikan dorongan terlebih dahulu kemudian bertindak dan mengidentifikasikan tindakan alternatif serta konsekuensi dari tindakannya.

2. Ciri-ciri Kematangan Emosi

a. Menurut Mahmud (1989) ciri-ciri kematangan emosi yaitu:

1) Tidak meledakkan emosi di hadapan orang lain tetapi mampu mengekspresikan emosi secara tepat dan wajar.

(36)

3) Mampu memberikan reaksi emosional secara stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke emosi atau suasana hati lain.

b. Walgito (2004) mengungkapkan ciri- ciri dari kematangan emosi sebagai berikut:

1) Orang yang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun orang lain secara objektif.

2) Orang yang matang tidak bersifat impulsif dan merespon stimulus yang mengenainya.

3) Orang yang matang emosinya mampu mengontrol emosinya dengan baik dan dapat mengontrol ekspresi emosinya.

4) Orang yang matang emosinya memiliki tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah frustrasi, dan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

c. Menurut Finkelor (2004) ciri- ciri kematangan emosi meliputi:

1) Orang yang matang secara emosi mampu mengambil keputusan yang penting.

2) Orang yang matang secara emosi mengambil keputusan berdasarkan fakta yang dihadapi dan kemudian dipertimbangkan.

(37)

4) Orang yang matang secara emosi mampu menilai kembali keputusannya dan kalau perlu merubahnya.

5) Orang yang matang secara emosi mampu menerima keputusan-keputusannya.

d. Hasbiansyah (1989) menyatakan ciri-ciri kematangan emosi sebagai berikut: 1) Tahu cara dan dalam situasi yang bagaimana harus mengungkapkan

ledakan emosi seperti kemarahan, kesedihan, maupun kebahagiaan. 2) Mampu mengontrol luapan emosi.

3) Mampu menerima kritikan dari orang lain dan tidak mudah tersinggung. 4) Tidak malu mengakui kesalahan dan berani membela kebenaran.

5) Mampu menghindarkan segala prasangka buruk dan tidak berpikir hitam-putih, artinya tidak langsung menyatakan salah atau benar sebelum ada buktinya.

6) Memiliki keadaan emosi yang stabil.

Peneliti merangkum ciri- ciri kematangan emosi yaitu:

a. Mampu mengontrol, mengarahkan, dan mengekspresikan emosi secara tepat (Hasbiansyah,1989; Walgito, 2004; Mahmud, 1989).

(38)

c. Memiliki tanggung jawab yang baik dan mampu menyelesaikan masalah secara bijak (Walgito, 2004).

d. Dapat menerima dengan baik keadaan dirinya maupun orang lain (Walgito, 2004)

3. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Berdasarkan dari ciri- ciri di atas peneliti merangkum aspek-aspek kematangan emosi sebagai berikut:

1) Kontrol Emosi

Bagaimana remaja mampu mengontol dirinya dalam berperilaku atas hasil dari reaksi-reaksi emosinya. Seseorang yang mampu mengontrol emosinya, mampu pula mengontrol perilakunya, sehingga perilakunya menunjukkan tanda-tanda kematangan (Hasbiansyah, 1989; Mahmud, 1989).

2) Pengambilan Keputusan

Bagaimana remaja mampu mengambil keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan sebab akibatnya. Keputusan yang diambil dengan pertimbangan merupakan keputusan yang baik dan saat dilaksanakan akan menguntungkan semua pihak (Finkelor, 2004).

3) Penerimaan Diri

(39)

orang lain apa adanya akan cenderung bertingkah laku sesuai hati nurani sehingga kemungkinan untuk berperilaku yang menyimpang manjadi lebih kecil (Walgito, 2004).

4) Tanggung Jawab

Bagaimana seseorang mampu bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang diambilnya dan atas segala resiko yang terjadi akibat reaksi emosinya. Seseorang yang telah matang secara emosi mampu bertanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya dan akan berusaha menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya (Hasbiansyah,1989; Walgito, 2004).

4. Faktor-faktor kematangan Emosi

Meichati (1987) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kematangan emosi seseorang diantaranya:

a. Faktor Usia

(40)

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan di sekitar individu yang selalu menghargai orang lain, bisa menerima setiap perbedaan dengan tangan terbuka serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan membuat individu tidak mudah frustasi dan akan mampu menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Hal ini akan membuat individu semakin matang emosinya.

c. Faktor Pengalaman

Faktor pengalaman ini meliputi pengalaman hidup individu yang telah memberikan masukan nilai-nilai dalam kehidupannya. Nilai yang baik dikembangkan untuk mengontrol emosi, yang buruk dijadikan pelajaran agar tidak mengulangi lagi. Semakin bertambahnya pengalaman, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun orang lain akan membuat emosi seseorang menjadi semakin matang.

d. Faktor Individu

(41)

5. Proses Kematangan Emosi

Proses terjadinya kematangan emosi menurut Hurlock (2004) sebagai berikut: a. Masa Bayi

Bayi mempunyai pola emosi yang kuat dan sering muncul tetapi bersifat sementara dan dapat berubah menjadi emosi lain jika perhatian bayi dialihkan. Dominasi emosi yang penting pada masa bayi adalah dominasi emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dominasi emosi yang menyenangkan akan membuat kondisi fisik yang baik, tidak sakit – sakitan dan menghindarkan bayi pada perasaan yang tidak menyenangkan seperti takut dan marah. Sedangkan dominasi emosi yang tidak menyenangkan akan merangsang kondisi fisik yang buruk dan bayi akan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan.

b. Masa Anak Awal

Masa anak awal mempunyai emosi yang sangat kuat dan mengalami ketidakseimbangan. Artinya ekspresi emosi anak awal mudah terbawa oleh ledakan – ledakan emosinya sehingga anak awal sulit dibimbing dan diarahkan. Kuat dan seringnya emosi yang muncul pada masa anak awal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Kecerdasan

(42)

2) Perbedaan jenis kelamin

Jenis kelamin mempengaruhi ekspresi ledakan emosi. Anak laki – laki dianggap lebih sesuai untuk meledakkan emosi daripada perempuan sehingga anak laki – laki lebih banyak mengungkapkan amarah yang kuat sedangkan perempuan lebih menunjukkan emosi takut, cemburu, kasih sayang karena lebih dianggap tepat untuk anak perempuan.

3) Besarnya keluarga

Sering dan kuatnya rasa cemburu maupun iri hati dipengaruhi besar kecilnya keluarga. Keluarga yang lebih besar akan memiliki rasa cemburu maupun iri hati yang lebih kecil karena tidak ada anak yang mendapatkan perhatian yang besar dari orang tua.

5) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial di rumah anak dapat menimbulkan sering dan kuatnya kemarahan anak.

6) Disiplin dan metode latihan anak

Jenis disiplin dan metode latihan yang diterima anak akan mempengaruhi sering dan kuatnya ledakan emosi anak. Orang tua yang bersikap otoriter kemungkinan akan membuat anak bereaksi dengan ledakan emosi amarah. c. Masa anak akhir

(43)

Anak sudah mulai dapat mengungkapkan emosinya dengan katarsis emosional, yaitu usaha anak untuk mengendalikan ungkapan - ungkapan emosi secara terbuka dan meredakan diri dari emosi – emosi yang diakibatkan oleh tekanan sosial.

d. Masa remaja awal

Pengaruh emosi pada remaja awal lebih banyak terjadi pada perempuan karena biasanya perempuan lebih matang daripada laki – laki dan hambatan – hambatan sosial lebih mulai ditekankan pada perempuan ketika ia menginginkan kebebasan. Emosi yang meninggi pada masa ini juga dipengaruhi oleh dimulainya kematangan seksual yang mengakibatkan perubahan pada tubuhnya.

e. Masa remaja akhir

(44)

B. Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Perilaku Seksual

Pranikah Pada Remaja Akhir

Manusia adalah makhluk seksual sehingga manusia memiliki dorongan seksual. Dorongan seksual inilah yang mendorong manusia untuk berperilaku seksual karena dengan perilaku seksual manusia mampu melestarikan kehidupannya, hanya saja perilaku seksual manusia dibatasi oleh norma sosial dan norma agama yang membuat manusia tidak dapat sembarangan dalam berperilaku seksual. Bagi sebagian besar masyarakat, permasalahan tentang seksualitas masih dianggap tabu untuk dibicarakan meskipun dalam dunia pendidikan pengetahuan tentang seksualitas sudah mulai dianggap sebagai sesuatu yang penting terutama bagi para remaja karena berbagai permasalahan yang berkaitan dengan seksualitas sangat dekat dengan dunia remaja.

(45)

Pada dasarnya emosi merupakan dorongan untuk bertindak (Goleman, 2003) maka emosi dapat memunculkan dorongan seksual. Emosi yang mengakibatkan dorongan seksual perlu dibatasi atau dikontrol terutama bagi remaja untuk menghindari sanksi sosial yang diterima. Artinya remaja memerlukan kematangan emosi dalam menanggapi dorongan seksualnya. Kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seseorang (Chaplin, 2002). Kematangan emosi mengandung pengontrolan emosi pada dirinya dan rasa tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil akan dipikirkan baik buruknya terlebih dahulu, selain itu penerimaan diri yang baik juga mencerminkan adanya kematangan emosi pada diri seseorang (Hasbiansyah, 1989; Mahmud, 1989; Finkelor, 2004; Walgito, 2004).

(46)

Sedangkan remaja yang memiliki kematangan emosi rendah akan cenderung mengikuti dorongan seksualnya. Biasanya remaja kurang dapat mempertimbangkan setiap keputusan yang diambilnya. Hal tersebut dapat terjadi karena remaja mempunyai penerimaan diri yang rendah. Seseorang yang mempunyai penerimaan diri yang rendah akan cenderung memperlihatkan reaksi- reaksi negatif sehingga mempunyai kecenderungan berperilaku menyimpang yang lebih besar (Alport, dalam schultz, 2003). Dalam hal ini perilaku tersebut ditunjukkan dengan berperilaku seksual pranikah untuk membuat diri remaja diterima oleh teman-temannya. Bagi teman-teman remaja, perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang dianggap ‘gaul’, meskipun sebenarnya remaja enggan menanggung resiko atas perbuatan mereka, seperti kehamilan, tanggapan norma sosial, orang tua tahu, dsb. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa remaja yang memiliki kematangan emosi rendah akan cenderung memiliki perilaku seksual yang lebih tinggi.

(47)
(48)

Gambar 1. Skema Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Perilaku Seksual Pranikah

Pada Remaja Akhir

Remaja Akhir

• Cenderung lebih matang secara emosi daripada remaja awal • Keadaan emosi masih terlalu kuat

• Masa aktif secara seksual sehingga dorongan seksual tinggi • Masa pengenalan dengan lawan jenis

• Daya khayal tinggi

28

 Mampu mengendalikan emosi yang memunculkan dorongan seksual  Mempertimbangkan setiap keputusan untuk bertindak ke arah perilaku

seksual pranikah

Mampu menerima keadaan dirinya dan orang lain sehingga mampu

menjadi diri sendiri dan cenderung tidak terpengaruh oleh orang lain seperti dalam berperilaku seksual pranikah

 Mempunyai tanggung jawab terhadap diri dan perilakunya sehingga ia

akan memikirkan resiko yang akan dihadapi dalam berperilaku seksual pranikah

 Perilaku cenderung mengikuti emosi sehingga memunculkan

dorongan seksual

Tidak mempertimbangkan setiap keputusan dalam tindakan yang

mengarah pada perilaku seksual pranikah

Kurang dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain sehingga

lebih mudah terpengaruh oleh orang lain misalnya, dalam berperilaku seksual pranikah

 Kurang mempunyai tanggung jawab terhadap diri dan perilakunya

sehingga setiap resiko yang diakibatkan oleh perilaku seksual pranikah tidak terlalu ia pikirkan

(49)

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir ini menggunakan jenis penelitian korelasi untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara variabel satu dengan variabel lain, yaitu variabel perilaku seksual pranikah dengan variabel kematangan emosi.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel Tergantung

Variabel tergantung atau dapat juga disebut sebagai Dependent Variable adalah variabel pada penelitian yang diukur agar dapat mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Kerlinger, 2002; Azwar, 2005). Pada penelitian ini, yang berperan menjadi variabel tergantung adalah perilaku seksual pranikah. 2. Variabel Bebas

Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain, atau dapat juga disebut sebagai variabel penyebab yang ingin diketahui pengaruhnya terhadap variabel lain (Kerlinger, 2002; Azwar,

(51)

2005), dalam penelitian ini yang berperan sebagai variabel bebas yaitu kematangan emosi.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan dari variabel-variabel penelitian yang secara nyata berhubungan dengan realitas yang akan diukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan diamati (Kerlinger, 2002). Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kematangan Emosi

Kematangan emosi dalam penelitian ini diukur melalui 4 aspek yaitu aspek kontrol emosi, pengambilan keputusan, penerimaan diri, dan tanggung jawab.

Keempat aspek tersebut akan digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kematangan emosi seseorang yang diukur dengan menggunakan skala kematangan emosi. Semakin tinggi skor keempat aspek tersebut maka semakin tinggi kematangan emosinya.

2. Perilaku Seksual Pranikah

Penelitian ini membatasi perilaku seksual remaja akhir dengan 5 tahap yaitu, sentuhan, ciuman, necking, petting, intercourse.

(52)

Perilaku seksual diukur dengan menggunakan skala perilaku seksual berdasarkan kelima tahap tersebut. Semakin tinggi skor kelima tahap tersebut maka semakin tinggi perilaku seksualnya.

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan subjek yang berada di lingkungan pelaksanaan penelitian (Azwar, 2005). Populasi pada penelitian ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain, remaja akhir baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, berusia 18-24 tahun, sudah pernah berpacaran, berpendidikan Perguruan Tinggi, berdomisili di Yogyakarta dan belum menikah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi dan memiliki ciri-ciri yang sama dengan populasinya (Azwar, 2005). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dimana dalam teknik ini pengambilan sampel didasarkan atas ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 1991). Sampel pada penelitian ini adalah remaja akhir berusia 18-24 tahun, sudah pernah berpacaran, berpendidikan Perguruan Tinggi, berdomisili di Yogyakarta, dan belum menikah.

(53)

E. Prosedur Penelitian

1. Mempersiapkan skala kematangan emosi yang terdiri dari aspek-aspek kontrol emosi, pengambilan keputusan, penerimaan diri, dan tanggung jawab, dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Setiap item pernyataan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

2. Mempersiapkan skala perilaku seksual pranikah yang terdiri dari tahap- tahap perilaku seksual, sentuhan, ciuman, necking, petting, intercourse, dengan menggunakan metode interval berurutan (Method of Successive Intervals). Setiap item pernyataan mempunyai lima alternatif jawaban yaitu, tidak pernah (TP), pernah (P), jarang (J), sering (S), sering sekali (SS).

3. Melakukan uji coba skala (try out) pada subjek yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian, yaitu remaja akhir baik laki-laki maupun perempuan berusia antara 18-24 tahun, sudah pernah berpacaran, berpendidikan Perguruan Tinggi, belum menikah, serta berdomisili di Yogyakarta.

4. Melakukan pengujian validitas dan reliabilitas skala kematangan emosi dan skala perilaku seksual, dengan menggunakan SPSS for windows versi 13.0.

(54)

5. Menetapkan subjek penelitian, yaitu remaja akhir yang berjenis kelamin laki- laki dan perempuan, berusia 18-24 tahun, sudah pernah berpacaran, berpendidikan Perguruan Tinggi, belum menikah serta berdomisili di Yogyakarta.

6. Mengumpulkan data dengan menyebarkan alat ukur berupa angket skala kematangan emosi dan angket skala perilaku seksual yang telah dibuat penulis untuk diisi subjek.

7. Melakukan analisis data dengan menggunakan product moment pearson, untuk mengetahui hubungan 2 variabel.

8. Membuat pembahasan dan kesimpulan sebagai hasil penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap, yaitu skala kematangan emosi dan skala perilaku seksual. Skala sikap ini akan digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi kematangan emosi dan perilaku seksual remaja akhir. Subjek diminta untuk memberikan tanda cek (√)

(55)

pada setiap pernyataan yang diberikan, sesuai dengan kondisi subjek yang sebenarnya.

Pada skala kematangan emosi, skala yang digunakan adalah skala model Likert, dengan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Setiap item pernyataan memiliki makna favorabel atau unfavorabel. Item favorabel adalah item yang menyatakan kematangan emosi tinggi, sedangkan item unfavorabel menyatakan kematangan emosi rendah. Item yang disajikan adalah 64 item soal yang terdiri dari 32 item soal favorabel dan 32 item soal unfavorabel. Setiap butir item memuat empat kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Penilaian yang digunakan dalam pengukuran ini dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1

Skor Item Kematangan Emosi Favorabel dan Unfavorabel

Pernyataan Sifat Item

Favorabel Unfavorabel

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Skala sikap kematangan emosi terbagi dalam empat aspek yang hendak diukur, meliputi kontrol emosi, pengambilan keputusan, penerimaan diri,

(56)

tanggung jawab. Blue print dari skala kematangan emosi sebelum diuji, disajikan sebagai berikut:

Tabel 2

Blue Print Skala Kematangan Emosi

(Sebelum uji coba item)

Pada skala perilaku seksual, skala yang digunakan adalah skala metode interval berurutan (Method of Successive Intervals). Item yang disajikan adalah 11 item soal. Semakin tinggi skor jawaban item maka semakin tinggi tingkat perilaku seksualnya, sebaliknya semakin rendah skor jawaban item maka semakin rendah pula perilaku seksualnya. Setiap butir item memuat lima kategori pilihan jawaban yaitu tidak pernah (TP), pernah (P), jarang (J), sering (S), sering sekali (SS).

(57)

Penilaian yang digunakan dalam pengukuran ini dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3

Skor Item Perilaku Seksual

TP P J S SS

1 2 3 4 5

Skala sikap perilaku seksual terbagi dalam lima tahap yang hendak diukur, meliputi sentuhan, ciuman, necking, petting, intercourse. Blue print dari skala perilaku seksual sebelum diuji, disajikan sebagai berikut:

Tabel 4

Blue Print Skala Perilaku Seksual

(Sebelum uji coba item)

Kategori/ Tahap ITEM

sentuhan 2, 6

ciuman 1, 3, 7

necking 4, 8, 10

petting 5, 9

intercourse 11

(58)

G. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya suatu alat ukur, dimana validitas merupakan ukuran untuk mengukur apa yang hendak diukur (Kerlinger, 2002). Semakin tinggi validitas, maka semakin tinggi tingkat keterpercayaan alat ukur tersebut dan semakin mewakili apa yang seharusnya diukur. Penelitian ini menggunakan validitas isi, yaitu teknik menganalisis alat ukur tanpa analisis statistik, namun diselidiki lewat analisis rasional terhadap isi. Item yang akan diuji cobakan diperoleh dengan mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada ahli (professional judgement) dengan tujuan supaya item-item yang disusun telah mencakup seluruh isi objek yang akan diukur (Azwar, 2005).

Pemilihan item terbaik pada penelitian ini menggunakan koefisien korelasi minimal 0,3, karena koefisien korelasi ≥0,3 dikatakan sudah cukup memuaskan. Semakin tinggi koefisien korelasi yang mendekati 1,00, maka semakin baik pula konsistensinya (Azwar, 2005), dengan demikian semua item yang memiliki korelasi lebih atau sama dengan 0,3 dapat dipakai sebagai alat penelitian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas mempunyai arti sejauhmana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tetap bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Azwar, 2005). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi

(59)

adalah pengukuran yang terpercaya (reliabel), dengan besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00-1,00. Semakin mendekati angka 1,00 maka tingkat reliabilitasnya semakin tinggi, dengan demikian alat tes cukup mampu menjaga konsistensinya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan koefisien Alpha Cronbach untuk menghitung reliabilitas.

H. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode korelasi Product Moment Pearson, yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu variabel kematangan emosi dengan variabel perilaku seksual. Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan bantuan program komputasi SPSS for windows versi 13.0. Uji asumsi yang diperlukan adalah uji normalitas sebaran dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov- Smimov Test dan uji linearitas.

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Uji coba alat ukur

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba alat ukur (try out) untuk melihat validitas dan reliabilitas alat. Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 25 sampai dengan 28 Agustus 2008, dengan subjek remaja akhir baik laki-laki maupun perempuan berusia 18 sampai dengan 24 tahun, berpendidikan perguruan tinggi, sudah pernah berpacaran, belum menikah, dan berdomisili di Yogyakarta. Peneliti menyebar 150 eksemplar alat ukur, tetapi 17 alat ukur gugur karena tidak memenuhi syarat penelitian. Keseluruhan subjek yang diujicobakan berjumlah 134 subjek.

2. Pengukuran Skala

a. Seleksi Item Skala Kematangan Emosi

Pengolahan data menggunakan SPSS for windows versi 13.00, dengan hasil 45 item lolos seleksi dari 64 item yang diujicobakan. Item lolos seleksi dipilih berdasarkan kriteria korelasi item total dengan batasan skor ≥0,3. Item yang gugur sebanyak 19 item yang terdiri dari 6 aspek kontrol emosi, yaitu item nomor 2, 8, 24, 48, 53, 57; 5 item dari aspek pengambilan keputusan, yaitu item nomor 1, 9, 16, 22, 55; 5 item dari aspek penerimaan diri, yaitu item nomor 3, 23,

(61)

54, 56, 60; dan 3 item gugur dari aspek tanggung jawab, yaitu item nomor 4, 18, 45. Korelasi item-total yang dipakai berkisar antara 0, 291 sampai dengan 0, 589.

Tabel 5

Blue Print Skala Kematangan Emosi

(Setelah uji coba item)

3. Penerimaan Diri 4 7 11

4. Tanggung Jawab 7 6 13

Jumlah 23 22 45

Tabel 6

Sebaran Blue Print Skala Kematangan Emosi

Berdasarkan item Favorabel dan item Unfavorabel

(62)

b. Seleksi Item Skala Perilaku Seksual Pranikah

Seleksi item dilakukan dengan program SPSS versi 13.00. Hasil dari pengolahan data yaitu 11 dari 11 item yang diujicobakan dinyatakan lolos seleksi. Item lolos seleksi diambil dari kriteria korelasi item total dengan batasan skor ≥0,3. Korelasi item-total yang dipakai berkisar antara 0,512 sampai dengan 0,816.

Tabel 7

Blue Print Skala Perilaku Seksual

(Setelah uji coba item)

Kategori/ Tahap ITEM

sentuhan 2, 6

ciuman 1, 3, 7

necking 4, 8, 10

petting 5, 9

intercourse 11

c. Reliabilitas

Item-item yang lolos seleksi, diuji reliabilitasnya dengan uji reliabilitas Alpha Cronbach, dengan menggunakan SPSS for windows versi 13.00. Koefisien yang diperoleh sebesar 0, 915 untuk skala kematangan emosi dan 0, 925 untuk skala perilaku seksual.

(63)

B. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 13 sampai dengan 18 Oktober 2008 di beberapa wilayah kampus di Yogyakarta. Peneliti menyebarkan 100 eksemplar angket tetapi 7 eksemplar dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat penelitian. Keseluruhan jumlah subjek penelitian menjadi 93 subjek.

C. DESKRIPSI SUBJEK

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir baik laki- laki maupun perempuan berusia 18- 24 tahun, berpendidikan Perguruan Tinggi, sudah pernah berpacaran, belum menikah, dan berdomisili di Yogyakarta. Keseluruhan subjek penelitian berjumlah 93 subjek. Peneliti mengambil subjek dengan rentang usia 18- 24 tahun dengan pertimbangan pada masa ini seseorang sedang berada pada masa aktif secara seksual karena organ seksualnya sudah berfungsi secara sempurna (Sarwono, 1989). Peneliti mengkhususkan subjek dengan pendidikan Perguruan Tinggi untuk meminimalisir heterogenitas subjek. Sudah pernah berpacaran dijadikan karakteristik subjek karena biasanya perilaku seksual akan lebih terlihat pada seseorang yang berpacaran.

(64)

Tabel 8

Deskripsi Subjek

Jenis Kelamin Jumlah Rerata Rentang

Usia 18 - 24

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diperoleh nilai mean empirik dan mean teoritik. Mean empirik adalah rata- rata skor data yang diperoleh dari angka yang merupakan rata- rata skor hasil penelitian. Mean teoritik adalah rata-rata skor skala penelitian yang diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah skala tersebut.

Tabel 9

Hasil Analisis Deskriptif

Statistik Kematangan Emosi Perilaku Seksual Pranikah

Teoretik Empirik Teoretik Empirik

N 93 93

Skor Maksimum 180 170,00 55 55,00

Skor Minimum 45 106,00 11 12,00

Mean 112,5 139,5054 33 30,0000

SD 22,5 1,47185 7,3333 1,16678

(65)

Mean yang diperoleh skala kematangan emosi sebesar 139,5054, sedangkan mean skala perilaku seksual sebesar 30,0000. Data yang ada kemudian dikelompokkan secara bertingkat untuk mengetahui jumlah subjek pada masing- masing tingkat. Kelompok tingkat yang dipakai terdiri dari tiga tingkat yaitu, rendah, sedang, dan tinggi.

Skor Jumlah Subjek Prosentase Kategori

X ≤ 90 0 0% Rendah

90 < X ≤ 135 35 37,6% Sedang

135 < X 58 62,4% Tinggi

Total 93 100%

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada subjek yang mempunyai tingkat kematangan emosi dengan kategori rendah. Pada kategori sedang terdapat 35 subjek (37,6%) dan pada kategori tinggi terdapat 58 subjek (62,4%). Artinya, tingkat kematangan emosi subjek cenderung tinggi.

(66)

Tabel 12

Kategori Perilaku Seksual Pranikah

Skor Jumlah Subjek Prosentase Kategori

X ≤ 25,6667 36 38,7% Rendah

25,6667 < X ≤ 40,3333 42 45,2% Sedang

40,3333 < X 15 16,1% Tinggi

Total 93 100%

Tingkat perilaku seksual pranikah subjek cenderung sedang dengan jumlah subjek 42 subjek (45,2%), sedangkan pada tingkat rendah terdapat 36 subjek (38,7%) dan 15 subjek (16,1%) pada tingkat kategori tinggi.

2. Uji Asumsi

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan program SPSS for windows versi 13.00. Distribusi dikatakan normal apabila probabilitas (p) > 0,05. Hasil uji normalitas pada data kematangan emosi sebesar 0,583 (p > 0,05), sedangkan pada data perilaku seksual pranikah sebesar 0,169 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi kedua data adalah normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:

(67)

Tabel 13

Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov- Smirnov

Kematangan Emosi

Perilaku Seksual

N 93 93

Normal Parameters(a,b) Mean 139,5054 30,0000 Std. Deviation 14,19402 11,25205 Asymp. Sig. (2-tailed) ,583 ,169

b. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara skor variabel kematangan emosi dengan skor variabel perilaku seksual pranikah merupakan garis linear (lurus) atau tidak. Uji linearitas ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 13.00. Hasil dari uji linearitas ini menunjukkan hubungan linear antara kedua variabel dengan taraf signifikansi p < 0,05 yaitu p = 0,046 (p <0,05) dengan F = 4,194. Hasil pengujian disajikan dalam tabel berikut:

(68)

Tabel 14

Hasil Uji Linearitas

3. Uji Hipotesis Hubungan

Uji hipotesis hubungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.00. Hasil analisis dari variabel kematangan emosi dan perilaku seksual pranikah menunjukkan skor korelasi -0,288. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah dinyatakan diterima.

Tabel 15

Hasil Uji Korelasi

4743,033 44 107,796 ,749 ,833 603,301 1 603,301 4,194 ,046 4139,732 43 96,273 ,669 ,908 6904,967 48 143,853

Squares df Mean Square F Sig.

(69)

Koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil kuadrat koefisien korelasi adalah 0,052. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas penelitian ini yaitu kematangan emosi memberikan sumbangan efektif sebesar 5,2% terhadap variabel tergantung yaitu perilaku seksual pranikah.

Tabel 16

Hasil Kuadrat Koefisien Korelasi

R R Squared Eta Eta Squared Perilaku Seksual *

Kematangan Emosi -,228 ,052 ,638 ,407

E. PEMBAHASAN

Data penelitian diperoleh dari subjek baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 18 – 24 tahun yang termasuk dalam usia remaja akhir. Rentang usia tersebut dipilih karena pada usia tersebut remaja sedang mengalami masa aktif secara seksual dan masa berpacaran sehingga dapat memunculkan perilaku seksual pranikah yang lebih besar sedangkan emosi pada usia tersebut diharapkan menuju ke arah kematangan.

Deskripsi data penelitian menunjukkan skor rata-rata subjek penelitian variabel kematangan emosi yaitu mean teoritis sebesar 112,5 dan mean empiris sebesar 139,5054. Pada variabel perilaku seksual pranikah diperoleh mean teoritis sebesar 33 sedangkan mean empiris sebesar 30.

(70)

Berdasarkan hasil uji korelasi dengan menggunakan Product Moment Pearson, menunjukkan bahwa hipotesis ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah diterima. Hal tersebut berarti semakin tinggi kematangan emosi maka semakin rendah perilaku seksual pranikah. Sebaliknya, semakin rendah kematangan emosi maka semakin tinggi perilaku seksual pranikah. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari hasil koefisien korelasi (r) antara kematangan emosi dan perilaku seksual pranikah yaitu -0,228 pada taraf signifikansi 0,014 dengan probabilitas 0,000 (p < 0,05), yang dapat diartikan bahwa kedua variabel berkorelasi negatif.

Hubungan tersebut sesuai dengan pendapat Allport (dalam Schultz, 2003) yang mengatakan bahwa seseorang yang matang mempunyai kecenderungan untuk berperilaku menyimpang yang lebih kecil, salah satu perilaku menyimpang yang biasa dilakukan para remaja adalah perilaku seksual pranikah.

Perilaku seksual pranikah remaja dipicu adanya dorongan seksual yang sedang berada pada masa puncak di usia remaja (Hurlock, 2004). Dorongan seksual tersebut perlu dikontrol oleh remaja agar tidak menimbulkan akibat yang buruk jika remaja berperilaku seksual pranikah. Dorongan seksual merupakan bagian dari tingkah laku emosi (Pudjono, 1995). Pengaturan tingkah laku emosi dapat tercapai ketika remaja memiliki kematangan emosi karena ketika seseorang memiliki kematangan emosi maka ia mampu mengatur, mengarahkan dan

(71)

mengekspresikan emosinya secara tepat (Walgito, 2004). Seorang remaja yang mempunyai kematangan emosi yang tinggi diharapkan mampu mengontrol dorongan seksualnya secara lebih baik dibandingkan dengan remaja yang memiliki kematangan emosi yang lebih rendah. Artinya, kematangan emosi dapat mendukung untuk meminimalisir perilaku seksual pranikah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki kematangan emosi yang tinggi dengan perilaku seksual pranikah yang cenderung sedang. Hal tersebut dimungkinkan karena subjek mempunyai tututan untuk bersikap matang sehingga memunculkan kematangan emosi tinggi, akan tetapi di sisi lain dorongan seksual subjek terlalu besar sedangkan penyaluran ke arah kegiatan positif kurang maksimal.

Dalam penelitian ini variabel bebas kematangan emosi memberi sumbangan efektif sebesar 5,2% kepada variabel tergantung perilaku seksual pranikah. Hal itu dapat terjadi karena faktor – faktor lain yang kurang dapat dikontrol oleh peneliti sebesar 94,8%. Faktor- faktor yang dapat dimungkinkan dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah antara lain pengaruh lingkungan, dimana seorang remaja cenderung mengadaptasi perilaku di sekitarnya terhadap dirinya untuk mendapatkan dukungan sosial (Hurlock, 2004), misalnya jika teman-teman remaja banyak yang melakukan perilaku seksual pranikah maka remaja tersebut juga cenderung akan melakukan perilaku yang hampir sama.

(72)

Faktor lain yang mungkin berpengaruh dalam perilaku seksual remaja yaitu pola asuh orang tua, orang tua remaja cenderung memiliki pola asuh yang terbuka tentang masalah seksual atau orang tua yang cenderung tertutup dan bersikap tabu untuk berbicara tentang masalah seksualitas dapat membentuk padangan dan cara pengungkapan yang berbeda terhadap masalah seksualitas (Gunarsa dan Gunarsa, 1981). Pendapat tersebut didukung oleh penelitian Zelnik dan Kim (dalam Helmi dan Paramastri, 1998) bahwa orang tua yang mau berdiskusi tentang masalah seksualitas dengan anaknya akan membuat anak cenderung menunda perilaku seksual pranikah.

Perbedaan jenis kelamin juga kemungkinan mempunyai pengaruh terhadap perilaku seksual pranikah remaja, laki-laki cenderung lebih terbuka dalam mengungkapkan pengalamannya terhadap perilaku seksual dibandingkan dengan perempuan karena pandangan umum mengungkapkan bahwa perilaku seksual pranikah lebih bisa ditolerir bagi kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Faturochman, 1992).

Kelemahan lain dalam penelitian ini yaitu adanya kemungkinan faking good pada saat subjek mengisi angket karena pernyataan- pernyataan yang diajukan terkait dengan diri pribadi subjek.

(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan analisis dan pembahasan, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut: kematangan emosi berkorelasi negatif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akhir (r = -0,228 dengan taraf signifikansi 0,014). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kematangan emosi maka semakin rendah perilaku seksual pranikahnya. Sebaliknya semakin rendah kematangan emosi maka semakin tinggi perilaku seksual pranikahnya. Artinya, hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku seksual pranikah dinyatakan diterima.

B. SARAN

1. Bagi Remaja

Para remaja diharapkan untuk meningkatkan kematangan emosinya agar perilaku seksual pranikah dapat diminimalisir dengan melatih diri untuk berperilaku matang. Perilaku matang tersebut dapat diwujudkan dengan mengontrol emosi, membina hubungan baik dengan orang lain, dan berusaha selalu menimbang baik – buruk pada setiap tindakan yang akan dilakukan.

(74)

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan kekurangan- kekurangan dari penelitian ini yaitu dengan lebih meminimalisir aspek- aspek yang kurang dapat dikontrol dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 1. Skema Hubungan Antara Kematangan Emosi
Tabel 1Skor Item Kematangan Emosi Favorabel dan Unfavorabel
Tabel 2Blue Print Skala Kematangan Emosi
Skor Item Perilaku SeksualTabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

dimana tiap komputer dari tiap cabangnya saling terhubung dengan suatu Gateway (pintu gerbang atau alat yang digunakan untuk menghubungkan jaringan yang tidak serupa)

PENGi\RU]iUMUR SAPI DAN VOLTASE STIMI,AS I,ISI'RIK TERIIADAP KADAR PROTEIN.. P.neLitid ini adalah p..obxan fsklo.irl dengai Rsclnean Petal Tobasi (Srlir Plor Design)

Neneng Santi Purnama Sari (2015), Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing Pada Pokok Bahasan Masalah-Masalah Sosial Di Lingkungan Setempat Untuk

Penarikan mahasiswa PPL dilakukan pada tanggal 12 September 2015 oleh pihak UPPL yang diwakilkan oleh DPL-PPL masing-masing. Analisis Hasil Pelaksanaan dan Refleksi

Analisis R/C rasio juga digunakan dalam penelitian ini, untuk mengetahui besar penerimaan yang diperoleh peternak dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

2009.. PENDUGAAN BOBOT KARKAS, PERSENTASE ICARKAS DAN TI]BAL LEMAK PUNGGUNG BABI DUROC JANTAN DALAM.. KONDISI SEDAXC AERDASARKAN UMURDI

Based on the data analysis the strengths of teaching-learning process using Silent Way are (1) this method can save a lot of time; (2) the teacher can observe that students can

a) Tujuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel keputusan. Fungsi linear yang akan dimaksimumkan atau