• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN PERILAKU SEKSUAL

PRANIKAH PADA REMAJA

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat korelasi yang positif antara materialisme dengan perilaku seksual pranikah remaja. Subjek yang digunakan dalam peneltian ini sebanyak 147 orang mahasiswa baru dan belum menikah yang berusia 18-24 tahun. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala materialisme yang diadaptasi dari Materialism Value Scale Richins and Dawson 1992 dan skala perilaku seksual pranikah. Koefisien reliabilitas pada ke dua skala diuji dengan menggunakan Cronbach’s Alpha dengan hasil koefisien sebesar 0.862 untuk skala materialisme dan koefisien sebesar 0.923untuk skala perilaku seksual. Dari hasil analisis data dengan menggunakan metode korelasi Spearman. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel terebut memiliki koefisien korelasi sebesar 0.220 dengan signifikansi 0.004. Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi yang positif. Hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa hipotesis diterima.

Kata kunci : materialisme, perilaku seksual pranikah, remaja.

(2)

THE RELATION BETWEEN OF MATERIALISM AND PREMARITAL

SEXUAL BEHAVIOR IN ADOLESCENT

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah

ABSTRACT

The purpose of this research was to find out the correlation between materialism and premarital sexual behavior in adolescent. The hypothesis proposed was there is a correlation between of materialism and premarital sexual behavior. The subjects of this research were 147 new collage students and unmarried student with aged between 18-24 years old. The instruments of this research used two measurements which is materialism scale that adapted from Richiins & Dawson 1992 Materialism Value Scale and premarital sexual behavior scale. The reliability

coefficient of the scales was taste by Cronbach’s Alpha technique with value 0.862 for materialism scale and prematiral sexual behavior scale reliability coefficient 0.923. The data was analyzed by Spearman. The result shows that the coefficient correlation gotten as 0.220 on significant rate on 0.004. The result of the data analyzed showed that two variables correlation was positive. The result also indicated that the hypothesis was accepted.

(3)

HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN PERILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah

Nim : 099114132

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

(4)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

Disusun oleh :

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah 099114132

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(5)

iii

RIPSI

HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN PERILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah 099114132

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 21 November 2013 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji 1: A. Tanti Arini M.Si ( ) Penguji 2: C. Wijoyo Adinugroho, M. Psi. ( ) Penguji 3: MM. Nimas Eki Suprawati, M. Si., Psi. ( )

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan

(C. Siswa Widyatmoko, M. Psi.)

(6)

iv

K

Kuuppeerrsseemmbbaahhkkaann kkaarryyaa sseeddeerrhhaannaa iinnii uunnttuukk::

Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu mendapimgiku.

Ajik, Ibu, Mas Agung, Mas Ary, Mbak Ajneg dan Ugek tercinta

(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Oktober 2013

(I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah)

(8)

vi

HUBUNGAN ANTARA MATERIALISME DAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara materialisme dengan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat korelasi yang positif antara materialisme dengan perilaku seksual pranikah remaja. Subjek yang digunakan dalam peneltian ini sebanyak 147 orang mahasiswa baru dan belum menikah yang berusia 18-24 tahun. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala materialisme yang diadaptasi dari Materialism Value Scale Richins and Dawson 1992 dan skala perilaku seksual pranikah. Koefisien

UHOLDELOLWDVSDGDNHGXDVNDODGLXMLGHQJDQPHQJJXQDNDQ&URQEDFK¶V$OSKDGHQJDQKDVLONRHILVLHQ

sebesar 0.862 untuk skala materialisme dan koefisien sebesar 0.923untuk skala perilaku seksual. Dari hasil analisis data dengan menggunakan metode korelasi Spearman. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel terebut memiliki koefisien korelasi sebesar 0.220 dengan signifikansi 0.004. Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi yang positif. Hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa hipotesis diterima.

(9)

vii

THE RELATION BETWEEN OF MATERIALISM AND PREMARITAL SEXUAL BEHAVIOR IN ADOLESCENT

I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah

ABSTRACT

The purpose of this research was to find out the correlation between materialism and premarital sexual behavior in adolescent. The hypothesis proposed was there is a correlation between of materialism and premarital sexual behavior. The subjects of this research were 147 new students and unmarried student with aged between 18-24 years old. The instruments of this research used two measurements which is materialism scale that adapted from Richiins & Dawson 1992 Materialism Value Scale and premarital sexual behavior scale. The reliability coefficient of the scales was taste E\ &URQEDFK¶VAlpha technique with value 0.862 for materialism scale and prematiral sexual behavior scale reliability coefficient 0.923. The data was analyzed by Spearman. The result shows that the coefficient correlation gotten as 0.220 on significant rate on 0.004. The result of the data analyzed showed that two variables correlation was positive. The result also indicated that the hypothesis was accepted.

Keywords : materialism, premarital sexual behavior, adolescent.

(10)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : I Gusti Ayu Ajeng Dhita Pradnyaningdyah Nomor Mahasiswa : 099114132

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

³+8%81*$1$17$5$0$7(5,$/,60('$13(5,/$.8 6(.68$/35$1,.$+3$'$5(0$-$´

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan pada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada Tanggal : 23 Oktober 2013

Yang menyatakan

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma. Peneliti menyadari keterbatasan terhadap penuli, sehingga dari bantuan dari beberapa pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas bantuan Bapak dari awal perkuliahan saya sampai terselesaikan skripsi ini.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti M. Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi.

3. Ibu A. Tanti Arini, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih telah membantu saya dari awal penulisan skripsi ini sampai terselesaikannya skripsi ini.

4. C. Wijoyo Adinugroho, M. Psi. dan MM. Nimas Eki Suprawati, M. Si., Psi. selaku dosen penguji skripsi. Terimakasih atas pertanyaan, kritik dan saran. 5. Ibu Lusia Pratidarmanstiti. M. Si. yang kukasihi, terima kasih atas ilmu

pengetahuan yang Ibu berikan. Terima kasih telah mau mendengarkan semua curhatanku. Semua nasihat Ibu akan selalu ku ingat.

6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah membagikan banyak ilmu kepada penulis.

(12)

x

7. Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, dan Mas Doni yang telah membantu saya selama di Fakultas Psikologi.

8. Ajik dan Ibu yang sangat aku cintai, terima kasih atas cinta kasih kalian selama ini sehingga aku dapat seperti ini sekarang. Besar keinginanku untuk memberikan kebahagiaan pada kalian tetapi belum cukup besar untuk membalas kasih sayang dan pengorbanan kalian selama ini.

9. Mas Agung, Mas Ary, Mbak Ajeng, dan Mba Wiqe yang selalu menjadi panutanku, selalu memberi support dalam mengerjakan skripsi ini dan dengan EDLNKDWLXQWXNWLGDNEHUWDQ\D³NDSDQVNULSVLQ\DVHOHVDL'LN"´

10. Yangti yang ku sayangi. Terima kasih atas doa yang diberikan dan telah membagi energi ketika ku sakit sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Ugek yang selalu meramaikan suasana dirumah Ibu.

12. Tante yang dengan baik hati mau mengurus semua kebutuhan finansialku selama di Jogja.

13. Bli Alit yang dengan setia memberikan banyak semangat dan dukungan dalam segala situasi. Atas dukunganmu aku dapat menyelesaikan skrispsi ini. 14. Seluruh sobat setia C Class 2009 yang telah memberikan warna dalam

hidupku selama di Jogja dan mengajarkan artinya persahabatan. Terima kasih untuk bantuan kalian selama ini sampai terselesaikannya skripsi ini. I will miss u guys..

(13)

xi

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Terima kasih untuk dukungan, doa dan kerja sama kalian.

Penulis percaya bahwa kasih dan karunia Tuhan selalu menyertai dan memberkati semua pihak yang telah membantu serta memberikan semangat dan dukungannya selama proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Yogyakarta, 23 Oktober 2013 Penulis

(I Gusti Ayu Ajeng Dhita P.)

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN . ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN . ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN . ... 1

A. Latar Belakang . ... 1

B. Rumusan Masalah . ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian . ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II LANDASAN TEORI. ... 8

(15)

xiii

1. Pengertian Remaja . ... 8

2. Ciri-ciri Remaja . ... 9

B. Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja . ... 13

1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah ... 13

2. Tahap-tahap Perilaku Seksual . ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruh Perilaku Seksual Remaja . ... 16

C. Hedonisme ... 18

1. Pengertian Hedonisme ... 18

2. Jenis-jenis Hedonisme ... 19

D. Materialisme . ... 20

1. Pengertian Materialisme ... 20

2. Aspek-aspek Materialisme . ... 21

3. Efek Materialisme Pada Remaja . ... 22

E. Hubungan Antara Materialisme dan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja . ... 24

F. Hipotesis . ... 30

BAB III METODE PENELITIAN . ... 31

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 31

B. Identifikasi Variabel . ... 31

C. Definisi Operasional ... 31

1. Materialisme ... 31

2. Perilaku Seksual Pranikah ... 32

D. Sampling ... 32

(16)

xiv

E. Subjek Penelitian ... 32

F. Metode Pengumpulan Data ... 33

1. Skala Materialisme ... 33

2. Skala Perilaku Seksual Pranikah ... 34

G. Seleksi Aitem ... 37

H. Hasil Uji Coba Skala Penelitian ... 38

1. Hasil Analisis Aitem Skala Materialisme ... 38

2. Hasil Analisis Aitem Skala Perilaku Seksual Pranikah ... 39

I. Kredibilitas Alat Ukur ... 40

1. Estimasi Validitas ... 40

2. Reliabilitas ... 41

J. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Pelaksanaan Penelitian ... 42

B. Data Demografi Subjek Penelitian ... 42

C. Uji Asumsi ... 43

1. Uji Normalitas ... 43

2. Uji Linearitas ... 44

D. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Data Penelitian ... 44

2. Uji Hipotesis ... 45

(17)

xv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 48

2. Bagi Remaja ... 48

3. Bagi Orang Tua ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Materialisme Sebelum Uji Coba ... 33

Tabel 3.2 Pemberian Skor Terhadap Skala Materialisme ... 34

Tabel 3.3 Blue Print Skala Perilaku Seksual Pranikah Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 3.4 Pemberian Bobot Nilai pada Setiap Tahapan Perilaku Seksual Pranikah ... 36

Tabel 3.5 Pemberian Skor Terhadap Skala Perilaku Seksual Pranikah ... 37

Tabel 3.6 Blue Print Skala Materialisme Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 3.7 Blue Print Skala Perilaku Seksual Pranikah Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 4.1 Data Usia Subjek Penelitian ... 43

Tabel 4.2 Data Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 43

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Sebelum Try Out ... 57

Lampiran 2 Seleksi Aitem Skala Perilaku Seksual Pranikah ... 67

Lampiran 3 Seleksi Aitem Skala Materialisme ... 68

Lampiran 4 Skala Setelah Try Out ... 69

Lampiran 5 Uji Reliabilitas Skala Perilaku Seksual Pranikah ... 78

Lampiran 6 Uji Reliabilitas Skala Materialisme ... 79

Lampiran 7 Uji Normalitas ... 80

Lampiran 8 Uji Linearitas ... 81

Lampiran 9 Uji Hipotesis ... 82

Lampiran 10 Scatterplot ... 83

Lampiran 11 Keterangan Penelitian ... 84

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut survey kesehatan reproduksi yang dilakukan oleh BKKBN, anak kelas 6 SD sudah melakukan hubungan pacaran. Perilaku tidak senonoh yang dilakukan remaja ketika bertemu dengan pasangannya mulai meningkat. Sekitar 92% remaja saling berpegangan tangan. Ada 82% saling berciuman dan 63% remaja melakukan petting ketika berpacaran. Menurut Maria, Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), mulainya adegan yang mengarah pada perilaku seksual dikarenakan aktivitas pacaran dini. Banyak remaja rata-rata berumur 12 tahun telah melakukan pacaran. Perilaku seksualitas seyogyanya dilakukan oleh pasangan suami istri, sekarang remaja yang hanya berstatus berpacaran pun melakukan hubungan seks. Kalangan remaja saat ini sangat bebas dalam berperilaku seksual. Perlaku seksual tersebut mengakibatkan angka penderita HIV/AIDS di kalangan remaja meningkat tajam. Terjadi peningkatan 700% dari tahun 2004 sampai dengan 2010, yaitu dari awalnya 154 kasus menjadi 1.119 kasus. Diperkirakan penyebab utama dari perilaku seksual ini berawal dari menonton acara teve, internet dan kebebasan berlebihan yang diberikan oleh keluarga (Aminudin, 2013).

(21)

2

sudah terbiasa dengan perilaku seksual pranikah. Selain di Indonesia, hampir semua remaja U.S melakukan hubungan seksual dengan orang yang bukan pasangannya atau tidak memiliki hubungan yang intim (pacar atau suami istri). Bukti ini disebutkan pada sexual health di Indiana University (2010). Para remaja sudah tidak memikirkan risiko dari perilaku seksual tersebut karena mereka hanya ingin memuaskan kesenangannya semata, sehingga masalah perilaku seksual pranikah yang berujung pada masalah aborsi sering dilakukan oleh para remaja putri. 

Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kasus kehamilan dan aborsi yang cenderung tinggi. Menurut Kasubid Kesehatan Seksual BKKBN Wahyuni yang diwawancarai oleh Wirakusuma (2010), di Yogyakarta tingkat aborsi pada mahasiswa yang belum menikah telah mencapai 97,05 persen, ini dari 1.660 mahasiswa telah kehilangan kegadisannya saat kuliah. Tingginya tingkat aborsi di Yogyakarta didukung dengan adanya jasa aborsi ilegal, seperti salah satu judul artikel Tribun Jogja (2012), yaitu Tarif Janin Tiga Bulan Rp. 6 Juta.

Perilaku seksual pranikah yang terjadi kemungkinan dikarenakan adanya perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Perubahan biologis terlihat dari alat-alat kelamin manusia yang sudah mencapai kematangan. Secara anatomis, alat-alat kelamin dan keadaan tubuh sudah memperoleh bentuk yang sempurna sehingga alat-alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna. Remaja laki-laki sudah mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani, sedangkan remaja perempuan setiap bulannya akan mengeluarkan sel telur

(22)

dari indung telur (Sarwono, 2012). Kemudian secara psikologis terjadi masa pencarian jati diri yang mendorong remaja pada perasaan keingintahuan yang besar. Adanya perkembangan teknologi memudahkan remaja untuk mencari informasi mengenai hal-hal yang berbau seksual (Owens, Behun, Manning & Reis, 2012 dan Haryani, Mudjiran & Syukur, 2012). Rasa keingintahuan yang besar ini juga diikuti dengan ketidakstabilan emosi dari remaja yang membuat para remaja tidak mampu mengontrol emosi diri untuk bertindak atau melakukan sesuatu (Djiwandono, 2008). Secara sosial, adanya konformitas mampu mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja. Teman yang sudah melakukan hubungan seksual akan menjadi contoh (role model) bagi teman yang belum pernah melakukan hubungan sekual (Cynthia, 2007; Crockett, Raffaeli & Moilanen, 2003; Ajilore, 2013).

Perilaku seksual pranikah pada remaja akan menyebabkan ketagihan karena perasaan nikmat yang timbul ketika melakukan hubungan seksual (Prasetya, 2013). Perasaan akan ketagihan untuk mencari kenikmatan ataupun kesenangan yang dilakukan oleh remaja saat melakukan hubungan seksual adalah cerminan dari gaya hidup hedonis. Veenhoven (2003) menyatakan bahwa hedonisme adalah cara hidup yang ditandai dengan keterbukaan untuk pengalaman yang menyenangkan dan dikaitkan dengan kecanduan, kedangkalan, perilaku tidak bertanggung jawab dan egoisme.

(23)

4

mudah untuk melakukan hubungan seksual pranikah karena gaya hidup ini akan mengarahkan seseorang untuk mencari kenikmatan fisiologis (termasuk kenikmatan sensori), seperti meminum alkohol dan dengan melakukan hubungan seksual (Veenhoven, 2003). Selain mengarahkan remaja untuk melakukan perilaku seksual pranikah, hedonisme juga mengarahkan seseorang untuk mencari kesenangan akan materi. Sudarsih (tanpa tahun) menyatakan bahwa hedonisme adalah sikap hidup yang identik dengan hidup enak dan foya-foya yang memuja kenikmatan ataupun kesenangan dari sisi materi saja.

Gaya hidup yang yang identik dengan memuja materi adalah gambaran dari materialisme. Materialisme merupakan gaya hidup yang mengutamakan materi dan bertujuan untuk memperoleh harta, mencari kesenangan dengan harta yang dimiliki dan mengukur kesuksesan dengan harta yang telah dimiliki (Richins, McKeage & Najjar, 1992).

Gaya hidup materialisme sudah mulai menonjol pada kehidupan remaja sekarang. Sebagai contoh, Kompasiana (2012) menyebutkan gaya materialisme remaja seperti hidup glamour semakin disukai oleh para remaja. Para remaja sudah tergila-gila dengan budaya konsumtif, seperti perburuan fashion style terbaru. Materialisme berkorelasi secara signifikan dengan motivasi konsumsi sosial ataupun tendensi remaja akan berbelanja (Fitzmaurice & Comegys, 2006; dan Lins, Bottequin, Doka, Agata, Frida, Anna & Sara, 2013).

(24)

Gaya hidup materialisme akan menimbulkan kesenangan bagi para remaja karena salah satu tujuan hidup materialisme adalah mencari kesenangan. Kesenangan tersebut adalah hedonic happiness yaitu kebahagiaan yang tampak dari luar saja seperti kebahagiaan akan harta yang dimiliki oleh manusia. Namun, hedonic happiness ini juga mencakup kesenangan yang dirasakan saat melakukan hubungan seksual karena dasar pengertian dari kebahagiaan hedonis adalah perasaan senang atau nikmat yang hanya dapat dirasakan untuk jangka pendek (Baumgardner dan Crother, 2009). Dengan demikian, hedonic happiness ini mencakup gaya hidup materialisme remaja dan juga perilaku seksual pranikah pada remaja. Dari uraian tersebut, maka muncul pertanyaan apakah ada hubungan antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja.

(25)

6

yang sama dengan melakukan hubungan seksual, yaitu mencari kenikmatan fisiologis. Oleh karena itu, materialisme diduga akan berkorelasi dengan perilaku seksual pranikah.

Untuk membuktikan asumsi ini, maka perlu dilakukan penelitian karena penelitian menganai hubungan materialisme dan perilaku seksual belum pernah dilakukan. Perilaku seksual lebih cenderung dihubungkan pada beberapa variabel, sebagai contoh dengan konformitas kelompok (Cynthia, 2007), relijiositas (Sheeran, Abrams, Abraham dan Spears, 1993) dan konsep diri (Sari, 2011).

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan positif antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui apakah ada hubungan antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini untuk menyumbang pengetahuan mengenai hubungan antara materialisme pada remaja sekarang dengan

(26)

seksual pranikah remaja, khususnya untuk Psikologi Perkembangan Remaja dan Psikologi Sosial.

2. Manfaat Praktis

(27)

   

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut para tokoh di Barat seperti Steinberg (2002) remaja adalah periode transisi dari anak-anak menuju dewasa dari usia 13-19 tahun biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Selain itu, transisi remaja ditandai dengan adanya perkembangan fisik dan kematangan sosial-psikologis. Santrock (2002) juga berpendapat bahwa remaja merupakan peralihan usia antara anak-anak menuju dewasa, yaitu antara usia 13-20 tahun.

WHO (dalam Sarwono 2012) menetapkan usia remaja awal 10-14 dan remaja akhir 15-20 tahun. Namun Sarwono (2012) sendiri mengungkapkan batasan usia remaja yaitu antara 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia. Maka dari itu, peneliti menggunakan batasan usia remaja yaitu usia 11-24 tahun karena dilihat dari budaya yang berlaku di Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Sarwono, bahwa pada usia 24 tahun saja para remaja masih menggantungkan diri kepada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi). Dengan kata lain, orang-orang yang sudah mencapai usia 24 tahun belum dapat memenuhi syarat menuju dewasa secara sosial dan psikologis.

(28)

2. Ciri-ciri Remaja

Pada masa remaja, individu mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan dalam hidupnya, yaitu:

a. Fisik

Remaja mengalami pubertas yaitu kematangan kerangka dan seksual pada awal masa remaja (Santrock, 2002). Perubahan-perubahan yang terjadi saat pubertas adalah perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perubahan ciri-ciri seks primer dan sekunder (Hurlock, 1994).

1). Perubahan ukuran tubuh: perubahan tinggi badan dan berat badan. 2). Perubahan proporsi tubuh: bertambah lebarnya pinggul danbertambah

panjangnya lengan.

3). Ciri-ciri seks primer: pertumbuhan penis meningkat pesat, bertambah besarnya testes, peningkatan hormon testosterone dan terjadi mimpi basah (pada laki-laki). Pertumbuhan tuba falopi, matangnya indung telur, pertumbuhan vagina secara pesat, meningkatnya hormon estradiol serta mengalami menarche (pada perempuan).

(29)

10

b. Kognitif

Kekuatan pemikiran remaja semakin berkembang menuju hal yang lebih idealis, abstrak, logis dan lebih mampu untuk menguji pemikiran diri sendiri dan orang lain (Santrock, 2002).

c. Emosi

Pada masa remaja juga merupakan masa topan badai (strum und drang), yaitu pertentangan nilai-nilai yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak (Hurlock, 1994). Perkembangan-perkembangan emosi yang terjadi pada remaja, antara lain:

1). Pola emosi pada masa remaja: remaja tidak lagi mengekspresikan amarahanya dengan meledak-ledak (acting out) melainkan dengan cara menggerutu, merajuk atau dengan memberikan kritik kepada orang lain dengan nada suara yang tinggi. Ketidakstabilan emosi dari remaja yang membuat para remaja tidak mampu mengontrol emosi diri untuk bertindak atau melakukan sesuatu, namun tetap dibatasi oleh norma-norma orang dewasa (Djiwandono, 2008). 2). Kematangan emosi: ramaja laki-laki dan perempuan dapat

dikatakan matang secara emosi bila tidak “meledakkan” emosinya di depan orang, melainkan mampu menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dan mampu menilai secara kritis situasi yang terjadi dibandingan langsung bereaksi secara emosional.

(30)

d. Sosial

Menurut Hurlock (1994) untuk mencapai tujuan pola sosialisasi, remaja harus beradaptasi dengan situasi baru. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi remaja adalah:

1). Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah sehingga sikap, perilaku, pembicaraan, minat dan penampilan lebih didominasi oleh pengaruh teman-teman.

2). Perubahan Dalam Perilaku

Terjadinya peningkatan pelbagai kegiatan sosial, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis sehingga wawasan sosial mereka semakin membaik dan meluas.

3). Pengelompokan Sosial Baru

Kelompok pada masa kanak-kanak lambat laun akan bubar ketika masa puber sehingga akan beralih pada kelompok sosial yang baru seperti kelompok yang terorganisir, teman dekat, kelompok besar ataupun kecil dan kelompok geng.

4). Nilai Baru dalam Memilih Teman

(31)

12

5). Nilai Baru dalam Penerimaan Sosial

Dalam menerima teman, remaja pun memiliki standar dan nilai-nilai tertentu, sehingga terjadi sindroma penerimaan yaitu penerimaan yang bergantung pada apa yang disenangi remaja dan yang dapat menambah gengsi dari kelompok. Adapula sindroma alienasi yang membuat orang lain tidak menyukai dan menolak karena mungkin penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok.

6). Nilai Baru dalan Memilih Pemimpin

Remaja menginginkan pemimpin yang memiliki konsep diri yang baik, memiliki semangat dan gairah untuk melakukan sesuatu serta menguntungkan mereka.

e. Moral

Sebagai remaja, mereka harus mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok kepadanya dan kemudian mau membentuk pribadi yang sesuai dengan harapan sosial. Remaja juga harus membentuk kode moral berdasarkan benar dan salah yang telah dipelajari dari orang tua, guru dan hukum-hukum yang berlaku (Hurlock, 1994).

(32)

B. Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

Meschke, Bartholomae & Zentall (2000) berpendapat bahwa perilaku seksual merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang berlandaskan hasrat dan pengetahuan mengenai seksual.

Perilaku seksual pranikah adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dan dilakukan oleh dua orang dengan lawan jenis ataupun sejenis yang berbeda tanpa memiliki ikatan pernikahan yang sah menurut hukum (Sari, tanpa tahun; dan Rihardini & Yolanda, 2012). Pengertian yang serupa diungkapkan oleh Faturochman (1992) bahwa perilaku seksual pranikah adalah hubungan seks yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sebelum adanya pernikahan.

Dari beberapa pengertian di atas, perilaku seksual pranikah dapat diartikan sebagai tingkah laku yang mengarah pada hubungan seksual yang didorong oleh adanya hasrat seksual dan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di luar pernikahan atau belum sah menurut hukum.

2. Tahap-tahap Perilaku Seksual

(33)

14

kelamin) hingga melakukan hubungan intim atau intercourse. Maka peneliti menyimpulkan aspek-aspek perilaku seksual meliputi:

a. Touching

Menyentuh pasangan dari berpegangan tangan sampai berpelukan.

b. Kissing

Berciuman adalah hal yang paling universal yang dilakukan. Berciuman dibagai dalam dua tahap, yaitu simple kissing, saling menempelkan bibir dan deep kissing atau French kiss, yaitu menghisap bibir pasangan dan diikuti dengan gerakan lidah di mulut pasangan.

c. Necking

Mencium bagian leher pasangan sampai ke daerah dada/payudara.

d. Touching Genital

Meraba dan menyentuh bagian payudara hingga menyentuh bagian yang paling genital dari wanita (vagina dan clitoris) dan laki-laki (penis dan buah zakar).

e. Oral Genital

Stimulasi oral pada genital laki-laki disebut dengan fellatio, sedangkan untuk stimulasi oral pada wanita disebut cunnilingus. Lebih mudahnya, oral genital ini adalah aktivitas seks yang lebih berfokus pada alat genital pasangan dengan menggunakan mulut.

(34)

f. Petting

Aktifitas seksual dengan tujuan membangkitkan gairah seksual dari rabaan pada daerah erotis sampai saling menempelkan alat kelamin atau menempelkan penis ke vagina, namun tanpa melakukan coitus. g. Intercourse

Bersenggama atau coitus adalah aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan dimana penis dimasukkan ke dalam liang vagina atau penetrasi.

Rathus, dkk. (2008) berpendapat bahwa dari beberapa tahap-tahap perilaku seksual di atas, taouching (bersentuhan), kissing (berciuman), necking (mencium daerah leher sampai payudara), genital touching (menyentuh daerah genital), petting (bercumbu), dan oral genital (mencium daerah genital) termasuk dalam tahap foreplay atau aktifitas yang membangkitkan gairah seksual seseorang. Namun genital touching dan petting berbeda dengan tahap foreplay lainnya karena dua tahap ini sudah lebih menjurus pada alat genital pasangan. Jika dilihat dari efek atau tujuan dari tahapan-tahapan tersebut, oral genital dan intercourse memiliki tujuan yang sama, yaitu meraih kenikmatan terakhir dari perilaku seksual atau orgasme (wanita) dan ejakulasi (laki-laki).

(35)

16

tahapan dengan bobot 2, yaitu touching genital, petting dan yang terkahir untuk tahapan dengan bobot 3, yaitu oral genital dan yang terakhir intercourse.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain:

a. Usia

Menurut Fisgher dan Hall (dalam Sari, tanpa tahun) usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja karena remaja menengah dan remaja akhir lebih cenderung permisif dibandingkan dengan remaja awal karena masih adanya pengaruh yang besar dari orang tua.

b. Jenis kelamin

Selain itu, Faturochman (1992) memiliki pendapat bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah jenis kelamin dan pendidikan. Remaja laki-laki lebih cenderung memiliki sikap permisif dibandingkan dengan remaja perempuan dan semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi pula sikap tidak permisifnya.

c. Agama

Rice (1990 dalam Sari, tanpa tahun) mengatakan bahwa agama juga memiliki pengaruh dalam perilaku seksual remaja karena

(36)

seseorang yang tidak memiliki aktifitas agama dan tingkat religiusitas yang rendah akan mudah tergoda dengan dengan pola hidup seks bebas.

d. Meningkatnya Libido Seksualitas

Seorang remaja menghadapi beberapa tugas-tugas perubahan dan perkembangan salah satunya adalah penerimaan kondisi fisiknya (yang berubah). Pada masa remaja libido menguat dan baik, sehingga ketika libido sedang meningkat, remaja akan mudah terangsang dan dalam kondisi seperti ini adalah godaan untuk melampiaskan gairah seksual yang besar (Monks, Knoers & Hadiutono, 2006).

e. Psikologis Remaja

(37)

18

konformitas sendiri adalah salah satu cara bagi para remaja untuk mendapat pengakuan dari teman sebayanya (Sears dkk., 1985).

f. Kurangnya Informasi Tentang Seks

Para orang tua yang menganggap tabu dalam membicarakan seks kepada anak-anaknya akan menyebabkan mereka mencari dan berpaling pada sumber-sumber yang tidak akurat, khususnya teman. Walaupun para remaja mencari informasi melalui media massa, mengikuti seminar dan membaca buku, namun mereka tetap memerlukan informasi tersebut dari orang tua (Sarwono, 2012).

g. Pergaulan yang Makin Bebas

Para remaja tidak memiliki larangan untuk bergaul dengan siapa saja, baik lawan jenis maupun sejenis dengan tidak mengindahkan norma dan adat di mayarakat sehingga hal tersebut membuat adanya peluang besar dalam melakukan perilaku seks (Sarwono, 2012).

C. Hedonisme

1. Pengertian Hedonisme

Moore (2013) menyebutkan bahwa hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu kesenangan. Secara garis besar, kesenangan mencakup perasaan akan kesenangan dan pengalaman yang menyenangkan seperti cinta, ecstasy, kepuasaan dan euphoria. Moore juga mengatakan bahwa hedonisme merupakan sebuah pandangan hidup, dengan kata lain dapat juga diartikan sebuah nilai hidup yang berarti. Ada

(38)

perbedaan pandangan nilai-nilai hedonistik antara filosof Yunani, tetapi Putra (2008) menyimpulkan bahwa nilai-nilai hedonistik dijadikan dasar seseorang dalam bertingkah laku yaitu mencari kesenangan dan menjauhi perasaan sakit. Pengertian yang serupa disampaikan oleh Veenhoven (2003) bahwa hedonisme sebagai sebuah jalan hidup dengan keterbukaan akan pengalaman yang menyenangkan. Kesenangan yang dirasakan cenderung mengabaikan moral yang ada seperti perilaku yang didasari oleh hawa nafsu (meminum alkohol dan melakukan hubungan seksual) dan cenderung merusak kesenangan jangka panjang.

Peneliti menyimpulkan bahwa hedonisme berarti suatu pandangan hidup ataupun suatu nilai-nilai akan kesenangan atau kenikmatan. Kesenangan dapat diperoleh dari pengalaman yang menyenangkan dan kesenangan yang dirasakan mengabaikan moral yang ada dan kesenangannya hanya untuk jangka pendek.

2. Jenis-jenis Hedonisme

Moore (2013) menyebutkan bahwa hedonisme memiliki 2 jenis, yaitu :

a. Psychological Hedonism

(39)

20

motivasi untuk mencari kesenangan dan mengabaikan ketidaksenangan.

b. Ethical Hedonisme

Ethical hedonism berpatokan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dan ketidaksenangan adalah hal yang tidak penting. Jenis hedonisme ini lebih berfokus pada apa yang dimilikinya atau egosentrime.

D. Materialisme

1. Pengertian Materialisme

Materialisme merupakan gaya hidup dengan tujuan untuk mendapatkan dan mengumpulkan banyak harta. Seseorang yang materialis akan mengalami ketergantungan dengan harta benda karena dengan memiliki banyak harta akan menunjukkan kesuksesan seseorang (simbol kesuksesan) dan menimbulkan kesenangan dan kenikmatan. Tempat tertinggi dan terpenting dalam mengevaluasi kesuksesan diri dan menganggap kebahagiaan tergantung pada pendapatan masing-masing. (Kasser, 2002 dalam Froh dkk., 2011; Boven, 2005; Chan & Gerard, 2007; dan Richins, 1999 dalam Kinnear, 2011). Selain itu, kepuasaan dalam mengejar materi adalah ukuran untuk prestasi seseorang dan sering dihubungkan dengan tujuan yang berhubungan dengan pengembangan relasi, spritualitas dan kepedulian akan kesejahteraan psikologis dan fisik. Para pelajar remaja lebih cenderung menyukai cita-cita yang

(40)

berhubungan dengan kekayaan seperti memiliki barang-barang mahal sendiri, menjadi milioner dan menjadi boss sebuah perusahaan. (Kasdhan & William, 2007; dan Belk, 1985 dalam Auerbach dkk., 2010).

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa materialisme merupakan segala sesuatu hal yang berhubungan dengan kebutuhan dan hasrat akan material, barang-barang yang bersifat duniawi seperti harta benda. Materialisme juga memiliki tujuan untuk mencari dan menimbulkan kesenangan, mencapai tujuan hidup, pengembangan relasi serta mengevaluasi kesuksesan.

2. Aspek-aspek Materialisme

(41)

22

harta-harta yang diperoleh. Dengan melihat pada tiga komponen Dawson dan Richins di atas yang lebih menekankan pada bagaimana materialisme pada seseorang dan mampu menunjukkan materialisme seseorang, maka peneliti menggunakan teori tersebut sebagai acuan untuk melihat tingkat materialisme seseorang.

3. Efek Materialisme Pada Remaja

a. Efek Positif

Materialisme memiliki efek positif pada remaja, yaitu happiness. Namun, efek ini masih menjadi perdebatan karena definisi happiness untuk setiap penelitian berbeda. Ada dua kebahagiaan dalam hidup, yaitu hedonic happiness dan eudaimonic happiness. Hedonic happiness lebih menekankan pada kebahagiaan yang terlihat di luar seperti humans good dantingkat sosial, sedangkan eudaimonic happiness menekankan pada kebahagiaan yang dapat memeenuhi kebutuhan well-being seseorang dan juga pengalaman-pengalaman hidup seseorang (Diener dkk., 2009).

Seseorang yang memiliki possession materialism yang tinggi, maka hal tersebut akan mengantarkan seseorang untuk meraih kebahagiaan (Wright dkk., 1993). Hal itu pun didukung oleh Froh dkk. (2011) bahwa ada kemungkinan tinggi tingkat kepuasaan hidup dikarenakan material goods yang dimiliki membawa mereka pada kebahagiaan. Namun hal yang berbeda ditunjukkan oleh Sheldon dkk.

(42)

(2004 dalam Baumgardner & Crothers, 2009), yaitu tujuan ekstrinsik (kesuksesan finansial atau status sosial) kurang memuaskan atau kurang membuat bahagia dibandingkan dengan tujuan intrinsik (pertumbuhan personal atau kedekatan emosional dengan orang lain).

b. Efek Negatif

1). Konsumerisme Pada Remaja Meningkat

Materialisme menyebabkan tingkat konsumerisme meningkat. Sebagai contoh, para remaja sudah tidak menggunakan sepeda sebagai alat transportasi melainkan menggunkan motor dan mobil. Selain itu, penggunaan handphone di Indonesia sangat berkembang pesat sehingga merk Nokia menjadi salah satu merk yang menguasai pesaran di Indonesia dan secara regular Nokia meluncurkan tipe dan model-model baru. Hal tersebut membuat masyarakat tertarik untuk selalu membeli Nokia keluaran terbaru (Haryanto, 2004).

2). Menjurus Pada Perilaku yang Berisiko

(43)

24

3). Negative Life Events

Unger dan colleagues (2001b dalam Auerbach, 2010) menemukan bahwa materialisme dapat mengakibatkan kegagalan dalam akademik, hukuman dari orang tua dan timbulnya konflik dengan teman sebaya.

E. Hubungan Antara Materialisme dan Perilaku Seksual Pranikah Pada

Remaja

Gaya hidup materialisme remaja saat ini lebih cenderung pada kehidupan konsumerisme sehingga gaya materialisme mampu meningkatkan tingkat konsumtif remaja. Salah satu contoh, remaja lebih cenderung pada barang-barang dengan brand asing dibandingkan dengan brand buatan negeri. Sebagai contoh, Febriyanti (2010) menyatakan sekarang sedang menjamur merk CROCS pada remaja. Merk dari Colorado ini sangat diminati oleh remaja perempuan dan laki-laki. Pembelian barang brand asing dilakukan untuk membentuk status di masyarakat.

Remaja-remaja di Cina juga memiliki kecenderungan yang sama dengan remaja di Indonesia. Sebagai contoh, remaja di Cina setiap harinya tumbuh dewasa lebih untuk menikmati dan mencari harta benda atau barang-barang material dibanding generasi sebelumnya karena adanya perubahan budaya (Parker, Haytko & Hermans, tanpa tahun). Hasrat materialistik remaja di Cina lebih kepada brand asing yang masuk ke Cina. Remaja di Cina yang memiliki barang-barang mewah hanya sebagai simbol status. Menurut Fang

(44)

Gu, Kineta & Tse (2005) remaja lebih kepada centrality-oriented dan secara keseluruhan memiliki tendensi yang tinggi untuk consumption materialism. Centrality-oriented sama seperti acquisition centrality yaitu menempatkan suatu kepemilikan barang dan perolehan harta menjadi pusat kehidupan. Hal ini serupa dengan hasrat materialistik pada remaja di Indonesia, yaitu membeli barang-barang dengan brand asing.

Pembelian barang-barang yang diinginkan seperti brand asing yang dilakukan para remaja akan semakin termotivasi dengan adanya iklan-iklan di media massa. Iklan-iklan yang ditonton akan meningkatkan materialistic value orientation seseorang yang menariknya untuk mengejar materialistic goal (Kasser & Kanner, 2003). La Ferle & Chan (2008) juga mengatakan hal yang serupa bahwa melihat iklan di televisi memiliki pengaruh yang kuat terhadap materialisme remaja.

Membeli berbagai barang dan menjadi lebih konsumtif akan menimbulkan perasaan senang. Begitu sebaliknya, dengan perasaan senang akan membuat seseorang menjadi lebih konsumtif (Dutt, 2006). Maka seseorang yang konsumtif akan menjadi semakin materialis. Semakin materialis remaja, maka akan semakin mencari kesenangan

(45)

26

barang-barang yang disenangi. Seperti yang disebutkan oleh Chan & Prendergast (2007) bahwa dengan lebih banyak memiliki harta benda akan mengantarkan pada kebahagiaan yang lebih. Kesenangan akan harta benda yang dimiliki masuk pada hedonic happiness yaitu kebahagiaan yang hanya terlihat dari luar saja seperti humans good dan kebahagian yang dirasakan hanya untuk jangka pendek saja.

Gaya hidup materialisme tidak hanya memberikan efek positif yaitu bahagia tetapi juga menimbulkan efek negatif, salah satunya terjerumus pada hidup yang berisiko. Contoh hidup yang berisiko yaitu merokok, meminum alkohol dan penggunaan drugs (mariyuana). Penggunaan drugs dilakukan untuk mencari dan mendapatkan kenikmaatan serta menjauhi rasa sakit (pain). Vercauteren (2013) mengatakan bahwa kenikmatan yang dirasakan remaja yang menggunakan drugs lebih cenderung pada kenikmatan fisiologis. Kenikmatan yang dirasakan masih dalam pengertian hedonic happiness.

Kebahagiaan hedonis tidak hanya dapat diperoleh dari gaya hidup materialisme tetapi dapat juga diperoleh dari hubungan seksual. Sebagai contoh, kenikmatan fisiologis yang dirasakan saat menggunakan drugs juga dapat dirasakan pada saat berhubungan seksual (Veenhoven, 2003). Dengan demikian, penggunaan drugs atau salah satu efek dari materialisme memiliki tujuan yang sama dengan melakukan hubungan seksual. Selain itu, penggunaan drugs (mariyuana) mampu meningkatkan hasrat untuk melakukan hubungan seksual dan kenikmatan saat melakukan hubungan

(46)

seksual (Weller & Halikas, 1984; Anderson, Rizzo, Block, Pearlson & O’Learys, 2010).

Gaya hidup hedonis memotivasi para remaja untuk mencari kenikmatan, salah satunya adalah perilaku seksual pranikah. Perilaku seksual pranikah remaja terjadi karena didukung oleh rasa keingintahuan yang besar, emosi tidak stabil untuk bertindak dan suka mencoba hal-hal yang baru (Djiwandono, 2008). Rasa keingintahuan yang besar ini akan membawa remaja untuk mencari hal-hal yang mampu membuat mereka menjadi lebih bahagia selain dengan cara memperoleh barang-barang yang disukai dan rasa keingintahuan yang besar remaja dimotivasi oleh perubahan alat-alat reproduksi dari para remaja yang menjadi lebih sempurna dan sudah berfungsi sempurna.

(47)

28

dalam melakukan seks pranikah. Pergaulan bebas ini memiliki dampak yang besar pada perilaku seksual pranikah remaja.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dikatakan bahwa materialisme mengantarkan para remaja pada kebahagiaan. Kebahagiaan yang dirasakan adalah kebahagiaan hedonis. Kebahagiaan hedonis tidak hanya mencakup kebahagiaan akan materi, tetapi juga mencakup kebahagiaan akan hubungan seksual. Hedonisme juga merupakan salah satu nilai yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam melakukan hubungan seksual. Maka peneliti berhipotesis bahwa materialisme berhubungan positif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja.

(48)

Skema Hubungan Materialisme dengan Perilaku Seksual Pranikah

Materialisme remaja

Perilaku mencari kenikmatan

Perilaku seksual pranikah remaja

Lingkungan sosial : Maraknya pergaulan bebas pada remaja

Perkembangan remaja: rasa keingintahuan yang besar dan organ-organ reproduksi sudah berfungsi dengan sempurna.

Penelitian yang mendukung antara lain:

1. Fitzmaurice & Comegys (2006) dan Lins dkk (2013) : mengenai kehidupan konsumtif para remaja. 2. Febriyanti (2010).materialisme

remaja yang cenderung pada konsumerisme.

Penelitian yang mendukung :

1. Chan & Prendergast (2007): materialime memunculkan kebahagiaan hedonis.

2. Kasser & Ryan (2001 dalam Auerbach, 2010) : materialisme berefek pada penggunaan mariyuana dan alkohol.

Penelitian yang mendukung :

(49)

30

F. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja. Semakin tinggi materialisme maka semakin tinggi pula perilaku seksual pranikah pada remaja.

(50)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang melibatkan

penghitungan antara dua variabel yang relevan dan mengukur antara

hubungan dari kedua variabel tersebut (Stangor, 2007).

B. Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel tergantung : Perilaku seksual pranikah

2. Variabel bebas : Materialisme

C. Definisi Operasional

1. Materialisme

Materialisme adalah kecenderungan subjek penelitian melihat dan

menilai segala sesuatu hal yang berhubungan dengan kebutuhan dan

hasrat akan material, barang-barang yang bersifat duniawi seperti harta

benda. Tinggi dan rendahnya materialisme pada subjek penelitian

ditunjukkan oleh skor total dari skala materialisme. Semakin tinggi skor

total maka semakin tinggi materialisme pada subjek penelitian.

(51)

32

 

1. Perilaku Seksual Pranikah

Perilaku seksual pranikah yaitu laporan subjek penelitian tentang

tingkah laku yang mengarah pada hubungan seksual sampai pada

hubungan seksual yang dilakukan subjek penelitian yang didorong oleh

adanya hasrat seksual dan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di luar

pernikahan atau belum sah menurut hukum. Perilaku seksual pranikah

dapat dilakukan baik dengan pacar atau bukan pacar. Perilaku seksual

pranikah dapat dilihat dari skor total skala perilaku seksual pranikah.

Semakin tinggi skor total yang diperoleh maka semakin tinggi perilaku

seksual pranikah pada remaja.

D. Sampling

Penelitian ini menggunakan metode accidental sampling dalam pengambilan sampel. Accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan atau siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti atau dilihat oleh peneliti (Martono, 2012). Akan tetapi, pengambilan

sampel dilakukan sesuai dengan ciri-ciri atau kriteria yang telah ditentukan.

E. Subjek Penelitian

Kriteria subjek penelitian ini adalah :

1.Remaja akhir : mahasiswa (18-24 tahun) yang sudah terdaftar di suatu

Universitas.

2.Belum menikah

(52)

 

F. Metode Pengumpulan Data

1. Skala Materialisme

Untuk mengetahui kecenderungan materialisme dari responden,

peneliti menggunakan skala adaptasi dari Richins & Dawsons 1992 (dalam

Richins 2004), yaitu Materialism Values Scale. Peneliti mengadaptasi skala MVS dengan cara menterjemahkan skala MVS yang asli kemudian

peneliti mencari ahli bahasa untuk mengkoreksi apakah terjemahan peneliti

sudah benar. Setelah itu, peneliti mendiskusikan hasil terjemahan skala

MVS dengan dosen pembimbing untuk melihat apakah pernyataan yang

digunakan sudah tepat untuk subjek di kalangan remaja, mudah dimengerti

oleh subjek dan yang terutama untuk budaya remaja di Indonesia.

Tabel 3.1

Blue-print Skala Materialisme Sebelum Uji Coba

Variabel Aspek Favorable Unfavorable Total

Materialisme

Acquisition

centrality 8, 11, 12, 15 2, 5, 17 7 Acquisition

as the pursuit of happiness

3, 6, 13, 18 9 5

Possession-defined success

1, 4, 10, 14 7 dan 16 6

Total 12 6 18

Pada skala materialisme dilakukan pemberian skor untuk setiap

aitem dari setiap aspek. Untuk masing-masing aitem dapat direspon

[image:52.612.105.527.239.605.2]
(53)

34

 

Setuju), N (Netral), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS

[image:53.612.104.511.187.542.2]

(Sangat Tidak Setuju).

Tabel 3.2

Pemberian Skor Skala Terhadap Materialisme

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

SS (Sangat Setuju) 1 7

S (Setuju) 2 6

AS (Agak Setuju) 3 5

N (Netral) 4 4

ATS (Agak Tidak Setuju) 5 3

TS (Tidak Setuju) 6 2

STS (Sangat Tidak Setuju) 7 1

Jika semakin tinggi skor total yang diperoleh artinya tingkat

materialisme subjek tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor

total yang diperoleh artinya tingkat materialisme subjek rendah.

2. Skala Perilaku Seksual Pranikah

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah metode

summated ratings atau skala Likert. Skala perilaku seksual pranikah digunakan untuk mengetahui frekuensi dan kecenderungan tahapan

perilaku seksual yang dilakukan oleh subjek. Pada skala ini terdapat 7

tahapan perilaku seksual yang digunakan sebagai aspek dari aitem-aitem

perilaku seksual, yaitu touching (menyentuh), kissing (berciuman), necking (mencium daerah leher sampai payudara), touching genital (menyentuh

(54)

 

daerah genital), petting (bercumbu), oral genital (menncium daerah genital) dan yang terakhir intercourse (senggama).

[image:54.612.102.509.232.661.2]

Tabel 3.3

Blue-print Skala Perilaku Seksual Pranikah Sebelum Uji Coba

Variabel Aspek Aitem Total

Perilaku Seksual Pranikah

Touching 2 1

Kissing 1, 7, 32, 41 4

Necking 17, 23, 26 3

Touching Genital 11, 31, 47 3 Petting 4, 18, 38, 44, 4 Oral genital 3, 15, 35, 43 4 Intercourse 5, 16, 24 3

Total 22 22

Untuk skala perilaku seksual dilakukan pembobotan untuk setiap

tahapan perilaku seksual pranikah. Pemberian pembobotan dilihat dari efek

kenikmatan yang dihasilkan oleh setiap tahapan. Untuk tahapan touching, kissing dan necking diberikan bobot satu karena tahapan ini adalah tahapan foreplay yang berefek membangkutkan gairah seksual. Kemudian untuk tahapan touching genital dan petting diberikan bobot dua karena tahapan ini sudah menjurus pada bagian genital, walaupun tahapan ini juga

termasuk tahapan foreplay. Lalu tahapan terakhir yaitu oral genital dan intercourse diberikan bobot tiga karena pada tahapan ini adalah tahap saat subjek mendapatkan kenikmatan orgasme (perempuan) dan ejakulasi

(55)

36

[image:55.612.100.504.156.535.2]

 

Tabel 3.4

Pemberian Bobot Nilai Pada Setiap Tahapan Perilaku Seksual Pranikah

Variabel Aspek Bobot

Perilaku Seksual Pranikah

Touching 1

Kissing 1

Necking 1

Touching Genital 2

Petting 2

Oral genital 3

Intercourse 3

Selain pemberian pembobotan, untuk skala perilaku seksual pranikah juga

sterdapat skor untuk frekuensi setiap tahapannya. Untuk masing-masing

aitem dapat direspon dengan alternatif jawaban “Sangat Sering”, “Sering”,

“Pernah”, dan “Tidak Pernah”.

Peneliti menggunakan empat alternatif jawaban pada skala perlaku

seksual pranikah untuk menghindari central tendency effect, yaitu menghindari responden untuk memberikan jawaban di tengah-tengah jika

responden dalam keadaan ragu-ragu. Pengalaman oleh banyak peneliti di

Indonesia menyatakan bahwa kecenderungan orang Indonesia tidak mau

memberikan jawaban yang ekstrim, sehingga mereka cenderung memberi

jawaban atau respon yang dianggap aman, yaitu jawaban ragu-ragu atau

jawaban tengah. Hal ini menyebabkan peneliti akan kehilangan akan

informasi mengenai kecenderungan suatu pendapat yang ingin diteliti

(Hadi, 1991).

(56)
[image:56.612.98.510.122.621.2]

 

Tabel 3.5

Pemberian Skor Skala Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Jawaban Skor

SS (Sangat Sering) 4

S (Sering) 3

P (Pernah) 2

TP (Tidak Pernah) 1

Skor total untuk skala perilaku seksual ini diperoleh dari hasil kali

frekuensi dengan bobot aitem (frekuensi x bobot).

G. Seleksi Aitem

Pada skala yang diujicobakan, peneliti menyeleksi aitem-aitem yang

telah dicobakan secara empiris berdasarkan kriteria tertentu dengan

menggunakan daya diskriminasi aitem, yaitu dengan melihat sejauh mana

aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian daya

diskriminasi aitem dilakukan dengan melakukan komputasi koefisien korelasi

antara distribusi skor aitem dengan kriteria yang relevan, yang akan

menghasilkan koefisien aitem total (rix) (Azwar, 2003)..

Besarnya koefisien korelasi aitem bergerak dari 0 sampai dengan

1,00 dengan tanda positif atau negatif. Semakin baik daya diskriminasi maka

koefisien korelasi aitem semakin mendekati 1,00. Sedangkan yang

mengindikasi diskriminasi yang tidak baik mendekati angka 0 atau memiliki

(57)

38

 

Batasan korelasi aitem total rix ≥ 0,30 digunakan untuk memilih

aitem yang baik. Semua aitem yang mencapai koefisien 0,30 dianggap

memuaskan, sedangkan aitem yang kurang dari 0,30 dianggap tidak

memuaskan dan harus harus digugurkan (Azwar, 2003).

H. Hasil Uji Coba Skala Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menyebar skala pada 100 subjek yang

tersebar di beberapa Fakultas di Universitas Sanata Dharma, yaitu fakultas

Psikologi, Farmasi dan Bimbingan Konseling. Namun 22 subjek gugur

karena ada yang tidak sesuai dengan kriteria subjek penelitian. Sebagai

contoh ada usia yang kurang dari kriteria atau lebih muda dari kriteria subjek

yang telah ditentukan. Selain itu, ada subjek yang tidak menjawab semua

pernyataan yang ada, sehingga jumlah subjek yang terpakai adalah 78 subjek.

1. Hasil Analisis Aitem Skala Materialisme

Aitem materialisme dianalisis menggunakan SPSS version 21 dengan melihat Korelasi Aitem Total (Rix). Dari 18 aitem yang di adaptasi

dari Richins & Dawsons 1992 (dalam Richins 2004), terdapat delapan

aitem yang gugur karena aitem-aitem tersebut memiliki Rix ≤ 0.25 yaitu

aitem 15, 34, 39, 43, dan 49 yang dipandang memiliki daya diskriminasi

yang tidak baik. Peneliti menggunakan daya diskriminasi 0.25 karena

keterbatasan dari jumlah aitem yang tersisa. Maka tersisa 10 aitem yang

akan digunakan untuk pengambilan data penelitian yang sesungguhnya.

(58)

 

[image:58.612.101.528.147.686.2]

Tabel 3.6

Blue-print Skala Materialisme Setelah Uji Coba

Variabel Aspek Favorable Unfavorable Total

Materialisme

Acquisition

centrality 5, 6, 9 - 3

Acquisition as the pursuit of happiness

1, 3, 7, 10 - 4

Possession-defined success 2, 4, 8 - 3

Total 10 - 10

2. Hasil Analisis Aitem Skala Perilaku Seksual Pranikah

Uji coba skala perilaku seksual pranikah sebelumnya dilakukan

pada pada kelompok subjek yang berbeda dengan kelompok subjek

penelitian. Akan tetapi setelah dilakukan kajian ulang terhadap

aitem-aitem skala dan beberapa aitem-aitem dinilai kurang sesuai. Oleh karena itu,

dilakukan perbaikan konstruksi skala dan diuji cobakan pada kelompok

subjek penelitian. Hasil analisis aitem dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7

Blue-print Skala Perilaku Seksual Pranikah Setelah Uji Coba

Variabel Aspek Aitem Total

Perilaku Seksual Pranikah

Touching 2 1

Kissing 1, 7, 32, 41 4

Necking 17, 23, 26 3

Touching Genital 11, 31, 47 3 Petting 4, 18, 38, 44, 4 Oral genital 3, 15, 35, 43 4 Intercourse 5, 16, 24 3

(59)

40

 

Setiap aspek memiliki jumlah aitem yang seimbang. Namun, untuk

aspek touching (bergandengan ataupun berpegangan tangan)hanya terdiri darisatu aitem saja. Berdasarkan pertimbangan peneliti, beberapa aspek

lainnya lebih merepresantasikan perilaku seksual pranikah sehingga aitem

touching tetap digunakan apa adanya.

I. Kredibilitas Alat Ukur

1. Estimasi Validitas

Menurut Azwar (2007), validitas berarti sejauhmana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dalam

penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi

meruapakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes

dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.

Untuk menguji validitas dari skala Perilaku Seksual Pranikah

dilakukan dengan cara professional judgment yang dilakukan oleh Dosen Pembimbing Skripsi dan dinyatakan valid karena sudah menjelaskan

fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut. Lalu untuk validitas skala

Materialisme yang diadaptasi dari Richins & Dawson 1992 (dalam

Richins, 2004) yaitu Materialism Value Scale dilakukan dengan cara professional judgment oleh dosen pembimbing. Sebelum dilakukan professional judgment peneliti menterjemahkan skala Materialisme kemudian hasil terjemahan diberikan kepada ahli bahasa untuk melihat

(60)

 

kesesuaian kata-kata yang digunakan. Hal ini dilakukan karena pada

Richins (2004) tidak dicantumkan mengenai uji validitas dari skala

materialisme.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berarti tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran

(Azwar, 2007). Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dicari dengan

menggunakan rumus alpha Cronbach yang dihitung dengan menggunakan bantuan program SPSS version 21.

Untuk skala perilaku seksual pranikah diperoleh nilai reliabilitas

sebesar 0,923. Nilai reliabilitas dari perilaku seksual dapat dikatakan

memuaskan karena sangat mendekati nilai 1,00. Lalu skala materialisme

juga termasuk memuaskan karena memperoleh nilai yang mendekati

nilai koefisien alpha 1,00 yaitu memperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,865.

J. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan korelasi product-moment Pearson, yaitu untuk menguji korelasi antara meterialisme dan perilaku seksual pranikah. Cara

(61)

   

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 24 September 2013. Pengambilan data diambil di Universitas Sanata Dharma, kampus II dan kampus III. Subjek tersebar di beberapa fakultas, antara lain Fakultas Psikologi, Fakultas Sastra, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pendidikan. Peneliti mengambil rentang usia 18-24 tahun dengan pertimbangan pada masa ini seseorang sedang berada pada mas aktif seksual karena organ seksualnya sudah sudah berfungsi dengan sempurna (Sarwono, 2012). Penelitian dilaksanakan dengan cara meminta subjek untuk memberi tanggapan terhadap pernyataan pada kuesioner yang terdiri dari Skala Materialisme (MVS) dan Skala Perilaku Seksual Pranikah. Kuesioner dibagikan kepada 150 subjek, namun terdapat 3 subjek yang gugur karena ada beberapa pernyataan yang dilewati oleh subjek sehingga 147 yang terpakai.

B. Data Demografi Subjek Penelitian

Subjek penelitian memiliki beberpa kriteria, antara lain mahasiswa suatu Universitas dengan rentang usia 18-24 tahun dan belum menikah. Selain itu subjek juga dilihat dari jenis kelaminnya, yaitu laki-laki dan perempuan. Data demografi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.

(62)

 

Tabel 4.1

Data Usia Subjek Penelitian

Usia Jumlah Persentase (%)

18 tahun 90 orang 61,22 % 19 tahun 29 orang 19,72 % 20 tahun 19 orang 12,92 %

21 tahun 9 orang 6,14 %

[image:62.612.102.510.141.532.2]

Jumlah 147 orang 100 %

Tabel 4.2

Data Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Perempuan 98 orang 66,67 % Laki-laki 49 orang 33,33 %

Jumlah 147 orang 100

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Pengujian dilakukan dengan One Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan menggunakan SPSS 21 for Windows. Distribusi dikatakan normal apabila probabilitas (p) > 0,05 (Santoso, 2012).

(63)

44

 

Untuk nilai probabilitas pada materialisme adalah 0,826 > 0,05 (dapat dilihat pada Lampiran). Dengan demikian sebaran materialisme pada subjek dinyatakan normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan One Way Anova untuk variabel uji lebih dari satu. Data dari skala materialisme dan skala perilaku seksual pranikah dapat dikatakan linear apabila nilai Sig. lebih kecil dari 0,05 (Santoso, 2012)..

Hasil uji linearitas antara skala materialisme dan skala perilaku seksual dinyatakan tidak linear karena nilai probablitias (p) atau Sig. 0,074 atau lebih besar dari 0,05 (dapat dilihat pada Lampiran).

D. Hasil Penelitian

[image:63.612.102.525.167.662.2]

1. Deskripsi data Penelitian

Tabel 4.3

Deskripsi Data Penelitian

N Mean Empirik

Mean Teoritik

Std. Deviation

Sig.

Materialisme 147 36.66 65 11.958 .000

Perilaku seksual pranikah

147 54.91 138 16.386 .000

(64)
[image:64.612.100.513.221.610.2]

 

Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel materialisme memiliki mean teoritik sebesar 65 dan mean empirik sebesar 36.66. Dari hasil penghitungan data diketahui bahwa kedua mean tersebut memiliki signifikansi dibawah 0.05, yaitu 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua mean tersebut. Angka t hitung yang positif menunjukkan bahwa mean empirik pada variabel ini lebih rendah daripada mean teoritiknya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah subjek dalam penelitian ini cenderung rendah.

Variabel perilaku seksual pranikah memiliki mean teoritik sebesar 138 dan mean empirik sebesar 54.91. Dari hasil penghitungan data diketahui bahwa kedua mean tersebut memiliki signifikansi dibawah 0.05, yaitu 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kedua mean tersebut. Angka t hitung yang positif menunjukkan bahwa mean empirik pada variabel ini lebih rendah daripada mean teoritiknya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah subjek dalam penelitian ini cenderung rendah.

2. Uji Hipotesis

(65)

46

 

Hipotesis dalam penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif antara materialisme dan perilaku seksual pranikah, yaitu dengan correlation coefficient (r)0,220 atau lebih besar dari 0,5 dan nilai Sig. (1-ekor) 0,004 atau lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini diterima.

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan, hipotesis pada penelitian ini diterima atau dengan kata lain ada hubungan yang positif antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat materialisme, maka perilaku seksual pranikah remaja juga semakin tinggi atau positif. Begitu sebaliknya, semakin rendah tingkat materialisme maka semakin rendah pula tingkat perilaku seksual pranikah pada remaja.

Terbuktinya hipotesis penelitian ini maka menunjukkan bahwa remaja dengan kecenderungan gaya hidup materialisme rentan terhadap perilaku seksual pranikah. Bukti yang mendukung hubungan antara materialisme dan perilaku seksual pranikah dinyatakan oleh Kasser & Ryan (2001 dalam Auerbach, 2010) yaitu jika dilihat dari efek negatif materialisme, remaja yang memiliki kecenderungan materialisme akan mudah terjerumus pada gaya hidup yang berisiko, seperti meminum alkohol, merokok dan menggunakan mariyuana. Remaja yang terjerumus pada gaya hidup yang berisiko dikarenakan ada keinginan untuk maengejar kesenangan

(66)

 

(seeking pleasure) atau kenikmatan. Kenikmatan yang dirasakan adalah kenikmatan pada bagian sensori atau alat indera. Setelah merasakan kenikmatan tersebut, maka ada kecenderungan memunculkan perasaan ketagihan. Hal ini sama seperti seseorang yang melakukan hubungan seksual. Tujuan untuk melakukan hubungan seksual adalah untuk mencari kenikmatan. Kenikmatan yang dirasakan pun sama dengan kenikmatan saat menggunakan mariyuana, yaitu kenikmatan fisiologis (Vercauteren, 2013 dan Veenhoven, 2003). Dengan demikian, penggunaan mariyuana mempengaruhi seseorang untuk melakukan hubungan seksual. Anderson dkk (2010) menyebutkan bahwa penggunaan mariyuana mampu meningkatkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual.

(67)

   

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan analisis, peneliti menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara materialisme dan perilaku seksual pranikah pada remaja dengan r = 0,220 dan Sig. 1–ekor = 0,004. Semakin tinggi tingkat meterialisme remaja maka semakin tinggi pula perilaku seksual pranikah pada remaja. Begitu sebaliknya, semakin rendah tingkat materialisme maka semakin rendah perilaku seksual pranikah pada remaja.

B. SARAN

1. Bagi Penelitian Selanjutnya

Kelemahan pada penelitian ini adalah sebaran data perilau seksual pranikah yang tidak normal. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan purposive sampling, agar lebih fokus memilih lingkungan remaja yang disinyalir lebih bebas dan tidak. Dengan demikian dapat meminimalisir data yang tidak normal.

2. Bagi Remaja

Para remaja diharapkan untuk lebih membatasi diri dengan kehidupan yang cenderung berfoya-foya, glamour karena hal tersebut

(68)

   

akan mengantarkan pada gaya hidup yang materialis, sehingga nanti akan mudah terjerumus pada perilaku seksual pranikah.

3. Bagi Orang Tua

Para orang tua diharapkan lebih dapat melatih anak dalam mengolah emosi agar tidak memiliki kecenderungan untuk segera mendapatkan sesuatu atau hal yang menyenangkan. Kemudian melatih anak untuk lebih berusaha untuk mencapai kesenangan, dengan kata lain tidak dengan cara instan. Selain itu orang tua diharapkan untuk mengontrol gaya hid

Gambar

Blue-printTabel 3.1  Skala Materialisme Sebelum Uji Coba
Tabel 3.2 Pemberian Skor Skala Terhadap Materialisme
Blue-printTabel 3.3  Skala Perilaku Seksual Pranikah Sebelum Uji Coba
Tabel 3.4
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• Argumentasi secara syar’i terhadap perintah ibadah yang berkaitan dengan posisi matahari pada saat awal waktu salat dan posisi hilal di atas ufuk pada saat matahari

Sinyal CH 1 pada osiloskop menampilkan hasil pengukuran sinyal tegangan pada tahanan 50 kΩ , dimana tegangan pada tahanan ini digunakan untuk mengukur arus maka

7.1) Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, baik secara lisan maupun tulisan. 7.2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan

Suatu keadaan dimana permintaan untuk suatu produk atau jasa itu semakin berkurang dari tingkat sebelumnya, dan diperkirakan akan menurun terus jika tidak dilakukan usaha-usaha

Surat pernyataan salah satu dan/atau semua pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam.dn tidak ada pengalaman

Hasil analisis data menunjukkan variabel kebudayaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian helm merk INK, pengaruh variabel faktor sosial mempunyai pengaruh

Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil dari proses akumulasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas