• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah - USD Repository"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN

DAN TENDENSI UNTUK MERAWAT ORANG TUA LANJUT USIA

PADA INDIVIDU DEWASA TENGAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Maria Oktaviani

NIM: 079114024

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

Segala sesuatu berawal dari sebuah mimpi.

Jadi bermimpilah!

-an inspiring quote from Papa-

To make something special,

you just have to believe it‟s special.

-Mr. Ping (Kung Fu Panda Movie)-

Bapa Rancchoddas berkata:

“Anak

-anak, berpikirlah efisien.

Maka kesuksesan akan ada di belakangmu.”

-from the movie of 3 Idiots-

“If it can be dreamed, it can be done!”

-Theodore „Teddy‟ Roosevelt (The Film of Night at Museum)-

“Kuberjalan raih cita untuk dunia baru di depan mataku…

Tak ada ketakutan akan gelapnya malam…

Fajar „kan b‟ri arti dan sinari dunia…”

(5)

v

Dengan ketulusan hati dan rasa syukur,

kupersembahkan skripsi ini kepada:

Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Cinta & Bunda Maria, Pelindungku;

Papa dan Mamaku tercinta

Herman Yoseph Siswandi dan Caesilia Endang Susilaningsih;

Kakak dan Adikku tersayang

Ignatius Ardi Praditya dan Yohanna Reifina Elisa;

serta semua orang yang mencintai, mendukung, dan

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN

DAN TENDENSI UNTUK MERAWAT ORANG TUA LANJUT USIA PADA INDIVIDU DEWASA TENGAH

Maria Oktaviani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah. Variabel-variabel pada penelitian ini adalah kelekatan sebagai variabel independen dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia sebagai variabel dependen. Subjek penelitian ini adalah individu dewasa tengah berusia 40 sampai dengan 61 tahun yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah subjek penelitian adalah 72 orang dewasa tengah yang memiliki orang tua lanjut usia. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kelekatan berdasarkan teori Shaver dan Hazan serta Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia berdasarkan teori Rose dan Tronto. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

Pearson Product Moment untuk korelasi bivariat. Teknik analisis dilakukan dengan bantuan

Software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 15,0 for Windows. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah. Pada hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,706 dengan p sebesar 0,000 (p < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah.

(8)

viii

THE RELATION BETWEEN ATTACHMENT AND TENDENCY FOR CARING ELDERLY

ON MIDDLE ADULT PEOPLE

Maria Oktaviani

ABSTRACT

This research aimed to find out the positive relation between attachment and tendency for caring elderly on middle adult people. The variables in this research were attachment as independent variable and tendency for caring elderly as dependent variable. The subjects of this research were middle adult people aged of 40 until 61 years old who lived in Special Region of Yogyakarta. The number of the subjects was 72 middle adult people who have elderly parents. The measure instruments used in this research were Attachment Scale according to the theory of Shaver and Hazan and Tendency for Caring Elderly Scale according to the theory of Rose and Tronto. The research data analysis was conducted on Pearson Product Moment for bivariate correlation technique. Analytical technique was conducted by Software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) version 15,0 for Windows. The hypothesis of this research was a positive relation between attachment and tendency for caring elderly on middle adult people. The result of this research was correlation coefficient of 0,706 with p 0,000 (p < 0,05). Therefore the conclusion found out a positive relation between attachment and tendency for caring elderly on middle adult people.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Segenap pujian dan rasa syukur yang mendalam, penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas penyertaan dan bimbingan-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Kelekatan

dan Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia pada Individu Dewasa

Tengah”. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Perhatian penulis terhadap sebagian kecil permasalahan dalam masyarakat terkait peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut menggerakkan gagasan bahwa kekhasan karakteristik hubungan anak dan orang tua yang terjadi di Indonesia dapat menjadi salah satu titik terang atas permasalahan tersebut. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah. Adapun gagasan tersebut diperoleh berdasarkan ilmu Psikologi yang dipelajari penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Proses penyelesaian karya ilmiah berupa skripsi ini tidak terlepas dari tangan-tangan yang senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis. Oleh karena itu, layaklah penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada:

(11)

xi

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kepala Program Studi Psikologi.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi proses studi selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi: terima kasih atas waktu, tenaga, pikiran, bimbingan, kesabaran, dan semangat yang senantiasa diberikan sehingga proses penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan menyenangkan.

5. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supratiknya dan Bapak C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Psi. selaku dosen penguji skripsi atas kritik dan masukkan sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Seminar: terima kasih atas ilmu dan masukkan yang berguna untuk pengerjaan skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: terima kasih atas ilmu dan didikan yang luar biasa selama proses studi di Fakultas Psikologi tercinta.

8. Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Mbak Nanik, dan Pak Gie): atas segala bantuan, kesabaran, dan fasilitas yang disediakan selama proses perkuliahan.

(12)

xii

10. Mas Ardi dan Lisa: terima kasih atas dukungan, perhatian, dan doa sehingga selalu membangkitkan kerinduan akan kebersamaan dengan kalian. Big hugs for you!

11. Engkong Agustinus Djeran, Emak Monica Ratna Baiin, Eyang Kakung

Matheus Jayasumarta, dan Eyang Putri Odilia Sulasih Jayasumarta (alm): terima kasih atas doa dan cinta yang begitu kuat. Kalian telah menjadi inspirasi dalam menulis karya ini. Tuhan memberkati!

12. Keluarga besar Djeran dan Jayasumarta (para sepupu, Om, Tante, Paklik,

Bulik, Pakdhe, dan Budhe): atas kasih sayang, dukungan, dan perhatiannya; teristimewa untuk Ina, Ika, Cynthia, Tanti, Lia, Kevin, dan Reno.

13. Bapak, Mbak Sisca, dan Tresia: matur nuwun sanget atas kebaikan hati memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi bagian dari Wisma

Goretti yang „hangat‟.

14. Keluarga besar Wisma Goretti Mbak Clare yang sering termakan muslihatku, Wulan yang punya kenang-kenangan di jendela kamar dan pernah ketimpuk

(13)

xiii

15. Albertus Roni Kurniady yang doyan makanan pedas tapi gak tahan pedas: terima kasih atas kasih sayang dan kebaikan hati sehingga bersedia menemani, mendukung, dan mendoakan yang terbaik untukku. Terima kasih atas pengalaman yang telah dilalui bersama. Love your dream to make it comes true!

16. Nila yang selalu santai kayak di pantai, Vita yang takut sendirian di JaKal, Jesty yang mau dengerin curhatanku, Mas Andri yang betah jadi mahasiswa tapi akhirnya sadar juga, Danang, Tegar, dan Adel yang telah berbaik hati menjadi teman-teman pertamaku di Yogyakarta.

17. Teman-teman angkatan 2007: Cuprie yang selalu berharap dipanggil Putri,

Novi yang centil dan udah „ngebut‟ duluan, Damar the multitalented one from

Mejasem, Fanny_Fanoy yang suka bikin pengeng, Ateng yang udah bersedia bertukar pikiran, Putu yang senang diskusi dan bertukar cerita tentang Palu, Ditra yang sering memperlihatkan kepanikan, Susan yang punya kenang-kenangan bersama eyang putriku dan kucingnya, Ussy yang sering diledekin

karena mirip seorang dosen, dan semua yang boleh aku kenal dan mengenal aku. Terima kasih atas kebersamaan yang menyenangkan selama 4 tahun proses perkuliahan.

(14)

xiv

Dessy, Vita, Sita, Dian, Terre, dan Mas Hastoro yang telah bersedia membantu mencari subjek untuk penelitian ini.

19. Petrus_Meka07, Ririn_Far07, Ratna_Akt07, Nita_Psi08, Leo_Meka07, Dict_BK08: terima kasih atas pengalaman yang berharga saat berdinamika dalam Sie Ceramah dan Diskusi_Insadha08 serta Program Kreativitas Mahasiswa.

20. Teman-teman SMA yang yang bikin kangen dan sampai saat ini masih saling mendukung: Anna, Lia, Rena, Vero, Tanti, Ganang, Reandy, Lois, Budi, dan masih banyak lagi.

21. Rekan-rekan Ascensio (teristimewa Rm. Antonius Soetanto, SJ, Vani, Rista, Indri) dan rekan-rekan THS-THM: atas pengalaman hidup yang luar biasa berharga dan tak akan terulang.

22. Seluruh orang-orang yang berperan dalam proses pendewasaan diri saya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Kendati penulis telah berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang dapat menyempurnakan karya ini.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu Psikologi.

(15)

xv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR BAGAN ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

(16)

xvi

2. Manfaat praktis ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Masa Dewasa Tengah ... 10

1. Pengertian dewasa tengah ... 10

2. Batasan usia masa dewasa tengah ... 11

3. Perkembangan masa dewasa tengah ... 11

a. Aspek fisik ... 11

b. Aspek kognitif ... 13

c. Aspek psikososial ... 14

B. Hubungan antara Anak yang Sudah Dewasa dan Orang Tua Lanjut Usia ... 16

1. Karakteristik perkembangan lanjut usia ... 16

a. Aspek fisik ... 16

b. Aspek kognitif ... 17

c. Aspek psikososial ... 18

2. Hubungan antargenerasi ... 19

C. Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia ... 22

1. Pengertian tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia ... 22

2. Peran merawat orang tua lanjut usia ... 23

3. Sumber untuk memperoleh perawatan orang tua lanjut usia .. 24

a. Diri sendiri atau self care ... 24

(17)

xvii

c. Perawatan formal atau professional (formal or

professsional care) ... 24

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia ... 25

a. Gender ... 26

b. Proximity atau kedekatan geografis ... 26

c. Kedekatan secara emosional ... 26

d. Peran saudara kandung ... 27

e. Karakteristik keluarga dari anak kandung ... 28

5. Fase-fase dalam merawat orang tua lanjut usia ... 28

a. Caring about ... 28

b. Taking care of ... 29

c. Care-giving ... 29

d. Care-receiving ... 29

6. Aspek-aspek tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia ... 29

a. Waktu (Time) ... 29

b. Informasi (Information) ... 30

c. Asisten Keuangan (Finance Assistance) ... 30

d. Dukungan Emosional (Emotional Support) ... 30

7. Kategorisasi perawatan orang tua lanjut usia ... 30

a. Instrumental Activities of Daily Living (IADL) ... 31

b. Personal Activities of Daily Living (PADL) ... 31

(18)

xviii

D. Kelekatan ... 32

1. Pengertian kelekatan ... 32

2. Pembentukan kelekatan ... 33

3. Tipe-tipe kelekatan ... 36

a. Secure prototype (positive self and others) ... 37

b. Preoccupied or anxious-ambivalent prototype (negative self but positive others) ... 37

c. Dismissing-avoidance prototype (positive self but negative others) ... 37

d. Fearful-avoidance prototype (negative self and others) .... 38

4. Aspek-aspek kelekatan ... 39

a. Arah interaksi yang timbal balik ... 42

b. Adanya penerimaan dari figur lekat ... 42

c. Efek positif dari pengalaman kelekatan ... 42

d. Efek negatif dari keterpisahan dengan figur lekat ... 42

e. Perilaku khusus terhadap figur lekat ... 43

f. Keinginan berbagi dengan figur lekat ... 43

E. Hubungan antara Kelekatan dan Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia pada Individu Dewasa Tengah ... 43

F. Hipotesis ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN ... 50

A. Jenis Penelitian ... 50

(19)

xix

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 50

1. Kelekatan ... 50

a. Arah interaksi yang timbal balik ... 51

b. Adanya penerimaan dari pasangan ... 51

c. Efek positif dari pengalaman kelekatan ... 51

d. Efek negatif dari keterpisahan dengan pasangan ... 51

e. Perilaku khusus terhadap pasangan ... 51

f. Keinginan berbagi dengan pasangan ... 51

2. Tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia ... 52

a. Waktu (Time) ... 52

b. Informasi (Information) ... 52

c. Asisten Keuangan (Finance Assistance) ... 52

d. Dukungan Emosional (Emotional Support) ... 53

D. Subjek Penelitian ... 54

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 54

F. Validitasn dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 58

1. Validitas ... 58

2. Reliabilitas ... 60

3. Analisis dan seleksi aitem ... 60

G. Hasil Uji Coba ... 61

1. Hasil uji coba skala kelekatan ... 61

(20)

xx

H. Metode Analisis Data ... 68

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Orientasi Kancah ... 69

B. Pelaksanaan Penelitian ... 69

C. Deskripsi Data Penelitian ... 70

D. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

E. Analisis Data ... 75

1. Uji asumsi ... 75

a. Uji normalitas ... 75

b. Uji linearitas ... 76

2. Uji hipotesis ... 78

F. Pembahasan ... 79

BAB V. PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 88

1. Saran bagi peneliti selanjutnya ... 88

2. Saran bagi individu dewasa tengah dan orang tua lanjut usia .. 89

3. Saran bagi masyarakat ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Transformasi Aspek Kelekatan Anak-anak ke dalam Aspek

Kelekatan Dewasa Menurut Shaver dan Hazan ... 39 Tabel 2 Cetak Biru Skala Kelekatan ... 56 Tabel 3 Cetak Biru Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia 57 Tabel 4 Distribusi Aitem Skala Kelekatan Setelah Uji Coba ... 62 Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Kelekatan dengan Nomor Aitem Baru ... 63 Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut

Usia Setelah Uji Coba ... 65 Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut

Usia dengan Nomor Aitem Baru ... 67 Tabel 8 Deskripsi Jenis Kelamin dan Usia Subjek Penelitian ... 70 Tabel 9 Hasil Uji-t Perbedaan Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut

Usia pada Individu Dewasa Tengah berdasarkan Jenis Kelamin ... 70 Tabel 10 Deskripsi Status Pernikahan Subjek Penelitian ... 74 Tabel 11 Deskripsi Data Penelitian ... 75 Tabel 12 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Variabel Kelekatan .. 76 Tabel 13 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Variabel Tendensi

untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia ... 76 Tabel 14 Uji Linearitas Hubungan ... 77 Tabel 15 Korelasi antara Kelekatan dan Tendensi untuk Merawat Orang

(22)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Deskripsi Pekerjaan Subjek Penelitian ... 72 Gambar 2 Deskripsi Status Orang Tua Subjek Penelitian ... 72 Gambar 3 Deskripsi Usia Orang Tua Subjek Penelitian ... 73 Gambar 4 Deskripsi Jumlah Saudara Kandung Subjek Penelitian ... 73 Gambar 5 Deskripsi Jumlah Anak yang Dimiliki Subjek Penelitian ... 74 Gambar 6 Linearitas Hubungan antara Kelekatan dan Tendensi untuk

(23)

xxiii

DAFTAR BAGAN

(24)

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 94 Lampiran 2 Seleksi Aitem Skala Kelekatan ... 108 Lampiran 3 Seleksi Aitem Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi dan keberhasilan pembangunan berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dunia. Peningkatan kualitas hidup yang terjadi pada segala aspek kehidupan tersebut turut mempengaruhi peningkatan usia harapan hidup sehingga masyarakat memiliki peluang untuk hidup hingga usia lanjut. Fenomena ini terlihat jelas dengan bertambahnya populasi masyarakat berusia 65 tahun ke atas di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Westley, 1998). Di seluruh dunia, penduduk berusia lanjut bahkan tumbuh paling cepat dibandingkan kelompok usia lainnya (www.menegpp.go.id, 2010).

(26)

populasi penduduk berusia lanjut terbesar di dunia, yaitu mencapai 28,8 juta jiwa (www.menegpp.go.id, 2010).

Meledaknya populasi penduduk berusia lanjut di Indonesia tidak semata-mata sebagai indikator keberhasilan pembangunan tetapi juga menjadi tantangan baru. Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut diikuti pula dengan munculnya isu kependudukan mencakup isu sosial, ekonomi, dan kesehatan. Permasalahan yang ada terkait langsung dengan penurunan kondisi lanjut usia dalam hal fisik, kemandirian, dan produktivitas. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan atau sumber daya dari luar diri lanjut usia untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Berbeda dengan negara-negara maju yang telah mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan lanjut usia melalui program-program pemerintah, pelayanan untuk lanjut usia masih sangat terbatas di negara berkembang seperti Indonesia. Kebutuhan lanjut usia lebih banyak difasilitasi oleh anggota keluarga, pihak swasta, atau melalui kegiatan-kegiatan amal (Keasberry, 2002). Meskipun demikian, masyarakat tidak serta merta menuntut peran penuh pemerintah untuk memfasilitasi perawatan lanjut usia. Hal ini dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang menganut sistem kekerabatan keluarga besar atau

extended family.

(27)

lebih tegas diperlihatkan ikatan kekerabatan yang kuat melalui filial piety atau tanggung jawab anak terhadap orang tua. Koentjaraningrat mengungkapkan anak dalam masyarakat Jawa memiliki kewajiban untuk merawat orang tua mereka, terutama ketika orang tua mereka telah memasuki masa pensiun (dalam Keasberry, 2002). Hal ini pula yang mengkondisikan anak merasa memiliki tanggung jawab yang melekat pada diri mereka untuk merawat orang tua yang telah berusia lanjut. Rasa tanggung jawab tersebut selaras dengan harapan orang tua akan perawatan dari anak mereka yang juga memunculkan kekecewaan ketika anak tidak memperhatikan mereka (Keasberry, 2002). Oleh karena itu, anak cenderung akan merawat sendiri orang tua mereka dan orang tua akan menerima perawatan tersebut dengan senang hati.

Kendati norma sosial menempatkan anak pada kewajiban untuk berbakti kepada orang tua, dalam dunia nyata masih terdapat penyimpangan terhadap kewajiban tersebut. Anak yang merasa sudah sangat sibuk dengan pekerjaan dan keluarganya sendiri dapat sampai pada keputusan untuk menitipkan orang tua mereka di panti jompo. Fakta lain justru memperlihatkan sikap orang tua lanjut usia yang tidak mau merepotkan anak sehingga memilih tinggal di panti jompo.

(28)

family atau sistem keluarga besar menjadi keluarga inti (Keasberry, 2002). Anggota masyarakat digambarkan menjadi lebih individualis akibat meningkatnya tanggung jawab di luar keluarga. Anak mulai mengesampingkan tanggung jawab terhadap orang tua lanjut usia sedangkan orang tua merasa tidak ingin membebani anak tetapi juga tidak ingin diabaikan. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan anak yang sudah dewasa untuk melaksanakan tanggung jawab ganda terhadap generasi di bawah sekaligus generasi di atas mereka. Kondisi keterapitan di antara tanggung jawab antargenerasi tersebut dikenal dengan istilah sandwich generation atau generation overload (Papalia, Olds, & Feldman, 2009; Santrock, 2002).

Pada dasarnya, seorang anak yang sudah dewasa akan berhadapan dengan tahap kematangan anak atau filial maturity. Kematangan anak merupakan tahap kehidupan dimana seorang anak telah mampu menerima dan memenuhi kebutuhan ketergantungan orang tua mereka (Papalia, Olds, & Feldsman, 2009). Anak dewasa yang telah memasuki tahap kematangan akan mampu menyeimbangkan cinta dan kewajiban mereka terhadap orang tua dengan tetap menghormati otonomi masing-masing. Tahap kematangan anak inilah yang mampu menjelaskan bagaimana seorang anak yang sudah dewasa mampu mengatasi kondisi keterapitan akibat tanggung jawab ganda.

(29)

dekat dengan orang tua perempuan, yaitu ibu (Papalia, Olds, & Feldsman, 2009). Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa perbedaan kedalaman hubungan yang terjadi antara anak dan orang tua mempengaruhi ada tidaknya perawatan dari anak untuk orang tua lanjut usia. Teori lain bahkan menyebutkan bahwa kedekatan emosional merupakan salah satu faktor yang menentukan tendensi seseorang untuk merawat orang tua lanjut usia (Tolkacheva, van Groenou, & van Tilburg, 2010).

Hubungan emosional antara anak dan orang tua dibangun sejak masa kecil hingga seorang anak menjadi dewasa. Ada berbagai hubungan emosional yang dapat terjalin antara anak dan orang tua, salah satunya adalah kelekatan. Kelekatan merupakan salah satu bentuk hubungan emosional antara anak dan orang tua yang berdasar pada kasih sayang, perasaan aman, dan kepedulian di antara keduanya. Melalui kelekatan, anak dan orang tua akan mampu membangun kedekatan secara emosional.

(30)

yang mampu menjelaskan bagaimana kelekatan mempengaruhi kehidupan seseorang hingga masa dewasa.

Mary Ainsworth mengungkapkan bahwa kelekatan pada masa dewasa akan memberikan fungsi dan kompetensi dalam menjalin hubungan (Crowell & Treboux, 1995). Fungsi dan kompetensi menjalin hubungan pada masa dewasa menentukan pula bagaimana orang dewasa bersikap terhadap orang tua dan merespon kebutuhan orang tua. Orang dewasa yang memiliki kelekatan tinggi digambarkan memiliki kompetensi sosial yang baik. Kondisi ini memungkinkan mereka untuk terlibat dalam memberikan perawatan terhadap orang tua yang telah memasuki usia lanjut. Oleh karena itu, anak yang membangun kelekatan dengan orang tua kemungkinan besar memiliki tendensi untuk memberikan perawatan bagi orang tua yang telah berusia lanjut.

(31)

memungkinkan orang tua lanjut usia tetap dapat memperoleh perawatan di tengah perubahan yang terjadi pada struktur keluarga.

Dalam penelitian lainnya, diketahui bahwa terdapat integrasi antara kelekatan dan sistem perilaku lain, seperti perawatan atau caregiving, hubungan seksual, dan eksplorasi lingkungan (Fraley & Shaver, 2000). Individu dewasa yang memiliki kelekatan dengan pasangan mampu menunjukkan perilaku perawatan terhadap pasangan sebagai figur lekatnya. Kemampuan untuk menunjukkan perilaku perawatan bagi pasangan merupakan representasi dari perawatan yang diperoleh individu pada masa anak-anak ketika mendapatkan perawatan dari orang tua mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kelekatan memberikan peluang bagi munculnya perawatan yang ditujukan kepada figur lekat.

(32)

terkait peningkatan populasi penduduk berusia lanjut, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai provinsi dengan populasi penduduk lanjut usia terbesar di Indonesia. Di samping itu, penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan masyarakat yang hidup dalam lingkungan berbudaya Jawa dimana perawatan orang tua lanjut usia dipandang sebagai tanggung jawab anak. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan suatu penelitian mengenai hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia. Penelitian ini akan dilakukan pada individu dewasa tengah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih memiliki orang tua lanjut usia.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah?

C.Tujuan Penelitian

(33)

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi di bidang Psikologi Perkembangan serta dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pertimbangan bagi orang dewasa yang memiliki orang tua lanjut usia dalam hal menjalin hubungan dan pemberian perawatan yang baik terhadap orang tua.

(34)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Masa Dewasa Tengah

1. Pengertian dewasa tengah

Santrock (2002) mengungkapkan beberapa definisi paruh kehidupan atau masa dewasa tengah, yaitu:

a. suatu masa menurunnya keterampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab;

b. suatu periode di mana orang menjadi semakin sadar akan polaritas muda dan tua serta semakin berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan;

c. suatu titik ketika individu berusaha meneruskan sesuatu yang berarti pada generasi berikutnya;

d. suatu masa ketika orang mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya.

Definisi masa dewasa tengah dalam konteks keluarga adalah orang berusia paruh baya yang digambarkan sebagai orang dengan anak yang sudah dewasa dan atau orang tua yang lanjut usia (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

(35)

karier serta tanggung jawab yang semakin tinggi dalam keluarga untuk meneruskan sesuatu yang berharga bagi generasi di bawahnya dan memberikan perhatian terhadap generasi sebelumnya, yaitu orang tua yang berusia lanjut.

2. Batasan usia masa dewasa tengah

Batas-batas usia untuk masa perkembangan dewasa tengah tidak ditentukan secara tegas. Namun, beberapa ahli memberikan batasan masing-masing untuk masa perkembangan dewasa tengah. Dalam Santrock (2002) , usia dewasa tengah merupakan periode perkembangan yang dimulai kira-kira pada usia 35-45 tahun hingga memasuki usia 60-an. Lemme (1995) menuliskan usia 40 sampai dengan 65 sebagai masa dewasa tengah. Senada dengan Lemme; Papalia, Olds, dan Feldsman (2009) menetapkan usia 40 sampai dengan 65 sebagai masa dewasa tengah.

Berdasarkan beberapa pandangan mengenai batasan usia pada masa dewasa tengah, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa tengah dimulai pada usia 40 tahun sampai dengan usia 65 tahun.

3. Perkembangan masa dewasa tengah

a. Aspek fisik

(36)

alat-alat indera. Selain itu, kekuatan dan koordinasi fisik, ketangkasan tangan, keterampilan motorik rumit yang melibatkan banyak stimulus, respon, dan keputusan juga menunjukkan penurunan pada masa dewasa tengah. Perubahan struktur dan sistem tubuh terlihat pada kulit yang menjadi kurang kencang dan halus, rambut yang lebih tipis dan beruban, berkeringat lebih sedikit, bertambahnya berat badan, kepadatan tulang yang menurun, dan persendian menjadi lebih kaku. Dalam hal sistem organ, sebagian besar individu dewasa tengah menunjukkan sedikit ataupun tidak sama sekali penurunan fungus-fungsi organ. Perubahan fungsi seksual pada masa dewasa tengah terjadi karena adanya penurunan hormon estrogen dan progestron pada perempuan serta penurunan hormon testosteron pada laki-laki.

(37)

Perubahan secara fisik meliputi perubahan penampilan, fungsi sensorik, motorik, sistemik, serta kemampuan reproduksi dan seksual merupakan kenyataan yang dihadapi individu dewasa tengah. Oleh karena itu, individu dewasa tengah memerlukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan fisik yang terjadi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang ada didukung oleh pengetahuan yang diperoleh individu dewasa tengah melalui pengalaman-pengalaman mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). b. Aspek kognitif

Individu dewasa tengah dengan berbagai karaktersitik memperlihatkan kondisi prima secara kognitif (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Horn dan Cattel membedakan dua aspek kecerdasan, yaitu fluid dan crystallized intelligence. Fluid intelligence adalah kemampuan memecahkan masalah baru yang tidak memerlukan atau hanya sedikit memerlukan pengalaman baru. Kemampuan ini memuncak pada masa dewasa awal kemudian menurun seiring dengan bertambahnya usia. Crystallized intelligence adalah kemampuan untuk mengingat dan menggunakan informasi yang diperoleh sepanjang kehidupan. Kemampuan ini bertahan atau bahkan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini menunjukkan bahwa individu dewasa tengah tetap memiliki performa kognitif yang baik. Fluid intelligence

(38)

c. Aspek psikososial

Berdasarkan teori psikososial Erik Erikson, masa dewasa tengah memasuki tahap generativity versus stagnation. Pada tahap ini, individu dewasa tengah mengembangkan suatu kepedulian untuk membangun dan membimbing generasi berikutnya agar individu dewasa tengah tidak mengalami ketersendatan dalam kehidupan (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Kotre berpendapat bahwa generativity dapat diungkapkan dengan dua gaya yang berbeda, yaitu komunal dengan melibatkan kepedulian dan pengasuhan orang lain serta agentik dengan memberikan kontribusi pribadi kepada masyarakat (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Selain berorientasi pada orang lain, orang dewasa tengah juga memperlihatkan adanya kecenderungan melakukan introspeksi sebagai bentuk kepedulian terhadap dirinya.

(39)

dibandingkan masa sebelumnya, namun peristiwa-peristiwa normatif dalam peran sosial pada masa dewasa tengah lebih dapat diramalkan kemunculannya. Oleh karena itu, sebagian besar orang dewasa tengah memiliki kesadaran diri yang berkembang dengan baik sehingga dapat mengatasi perubahan secara baik (Lachman, 2004, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

(40)

B.Hubungan antara Anak yang Sudah Dewasa dan Orang Tua Lanjut Usia

1. Karakterisitik perkembangan lanjut usia

a. Aspek fisik

Proses penuaan pada manusia terbagi dalam dua kategori, yaitu penuaan primer dan penuaan sekunder (Busse, 1987; Horn & Meer, 1987; dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Penuaan primer adalah proses degenerasi tubuh secara perlahan dan tidak dapat dihindari sepanjang hidup. Penuaan sekunder adalah proses penuaan yang disebabkan oleh penyakit atau penyalahgunaan substansi atau kebiasaan tertentu yang seringkali dapat dicegah. Pengertian proses penuaan ini membuat gaya hidup tampil lebih menjanjikan untuk lanjut usia dalam menghadapi penuaan sekunder meskipun penuaan primer tidak dapat dihindari.

(41)

sesuatu yang wajar, lanjut usia tetap harus peka terhadap perbedaan sulit tidur hingga insomnia kronis sebagai tanda adanya depresi (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Sensitivitas alat indera mengalami penurunan pada masa lanjut usia. Masalah penglihatan dan pendengaran dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Namun, solusi untuk masalah penglihatan dan pendengaran telah ditemukan dengan penggunaan alat bantu seperti kacamata dan alat bantu dengar. Di sisi lain, masalah pengecapan dan penciuman dapat mengganggu pemasukkan gizi pada lanjut usia. Penurunan sistem tubuh, organ, dan alat indera menyebabkan koordinasi fisik pada lanjut usia menurun. Oleh karena itu, lanjut usia mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas instrumental (instrumental activities of daily living–IDLs) tetapi masih cukup mampu untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activities of daily living

–ADLs).

Kondisi fisik pada masa lanjut usia memang mengalami penurunan dibandingkan masa hidup sebelumnya. Meskipun demikian, lanjut usia dapat mencegah hal tersebut melalui gaya hidup sehat, seperti olahraga dan pengaturan menu makan. Upaya tersebut dipandang mampu meningkatkan kekuatan otot, keseimbangan, waktu reaksi, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan fungsi fisik.

b. Aspek kognitif

(42)

individual. Beberapa lanjut usia menunjukkan penurunan fungsi kognitif pada semua area, sedangkan sebagian lain mengalami peningkatan pada sebagian area kognitif (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Pengukuran

fluid dan crystallized intelligence menggambarkan bahwa lanjut usia mengalami penurunan fluid intelligence tetapi menunjukkan peningkatan

crystallized intelligence. Lanjut usia cenderung lebih mampu mengatasi masalah yang memiliki relevansi emosional pada diri mereka dibandingkan masalah praktis.

Dalam hal ingatan secara umum, lanjut usia memiliki kemampuan yang tetap efisien tetapi kapasitas ingatan jangka pendek dan kemampuan mengingat kejadian tertentu atau informasi baru menjadi lebih tidak efisien (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Stereotip pada lanjut usia menyebabkan beberapa lanjut usia cenderung melebih-lebihkan penurunan ingatan yang mereka alami (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). c. Aspek psikososial

(43)

Kepuasan hidup berdasarkan peran-peran sosial pada masa lanjut usia sebagai representasi penuaan yang sukses dijelaskan menggunakan teori aktivitas, teori pelepasan, dan teori kesinambungan. Sebagian lanjut usia mengalami penuaan yang lebih sukses berdasarkan teori aktivitas tetapi sebagian lainnya menunjukkan penuaan yang lebih sukses berdasarkan teori pelepasan (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Perbedaan ini dijelaskan melalui teori kesinambungan yang mengungkapkan bahwa lanjut usia akan mencapai kepuasan hidup tergantung pada bagaimana aktivitas hidup menunjukkan kesinambungan gaya hidup mereka. Lebih lanjut lagi, George Vaillant mengemukakan bahwa mekanisme adaptif yang matang pada masa dewasa sebelumnya dapat membantu penyesuaian lanjut usia terhadap perubahan-perubahan psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan adaptif lanjut usia berperan dalam kepuasan hidup mereka.

.

2. Hubungan antargenerasi

(44)

hubungan antargenerasi sebagai suatu isu baru dalam masyarakat. Oleh karena itu, hubungan antargenerasi perlu dibina dengan baik.

Dalam hubungan antargenerasi, saling ketergantungan antara anak yang sudah dewasa dan orang tua lanjut usia merupakan suatu sistem dukungan sosial di dalam lingkup keluarga (Lemme, 1995). Anak yang sudah dewasa dan orang tua lanjut usia saling memberikan bantuan dalam berbagai hal. Orang tua dapat membantu dalam hal keuangan ataupun perawatan cucu yang mereka miliki dari anak yang sudah dewasa sedangkan anak yang sudah dewasa dapat membantu dalam menyediakan bantuan untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga ataupun perawatan kesehatan (Lemme, 1995). Kondisi tersebut mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki hubungan baik dengan anak yang sudah dewasa akan lebih mungkin tidak merasa kesepian atau depresi dibandingkan orang tua yang tidak memiliki hubungan yang baik dengan anak-anak mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Di samping itu, anak yang sudah dewasa memperoleh dukungan dalam memelihara keluarga dari orang tua yang telah lanjut usia.

(45)

fisik dan mental membuat individu berusia lanjut membutuhkan bantuan di luar dirinya dan memiliki harapan akan perawatan dari anak-anak mereka (Keasberry, 2002). Di sisi lain, orang tua lanjut usia tidak ingin membebani dan menghabiskan sumber daya anak-anak mereka meskipun mereka akan kecewa jika anak-anak tidak memberikan perhatian pada kebutuhan mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

Individu dewasa tengah memiliki pandangan yang lebih objektif terhadap orang tua lanjut usia dibandingkan sebelumnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Orang tua dipandang memiliki kekuatan dan kelemahan sehingga individu dewasa tengah lebih dapat mentoleransi kelemahan orang tua ketika mereka memasuki usia lanjut. Individu dewasa tengah menerima ketergantungan orang tua lanjut usia dan bersedia menerima kewajiban mereka terhadap orang tua. Kondisi ini disebut sebagai kematangan anak atau filial maturity (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

(46)

Feldman, 2009). Perempuan dewasa tengah yang telah mencapai

generativity dilaporkan kurang merasa terbebani ketika diminta untuk merawat orang tua lanjut usia (Peterson, 2002, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

C.Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia

1. Pengertian tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), tendensi adalah kecenderungan atau kecondongan pada suatu hal. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Psikologi, tendensi atau tendency merupakan satu set atau satu disposisi untuk bertingkah laku dengan cara tertentu (Chaplin, 1981). Berdasarkan dua definisi tersebut, pengertian tendensi adalah kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu.

Perawatan orang tua lanjut usia atau elder care merupakan pengasuhan secara fisik dan emosional terhadap anggota-anggota keluarga yang berusia lanjut, apakah itu membantu secara fisik, merawat setiap harinya, atau bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan perawatan (Santrock, 2002). Rose (2006) mengungkapkan bahwa perawatan terhadap orang tua lanjut usia mensyaratkan satu set pelayanan untuk merespon kemungkinan-kemungkinan kebutuhan dalam hal medis, emosional, fisik, dan finansial yang luas.

(47)

berperan dalam pengasuhan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan lanjut usia dalam hal fisik, medis, emosional, dan finansial.

2. Peran merawat orang tua lanjut usia

Keterlibatan anak dalam merawat orang tua lanjut usia merupakan isu utama dalam hubungan antargenerasi. Secara sosiologis, tendensi dalam merawat orang tua yang telah berusia lanjut merupakan tanggung jawab normatif seorang anak kepada orang tua (Pei, 2001). Seorang anak cenderung memberikan perawatan bagi orang tua lanjut usia untuk menunjukkan tanggung jawab moralnya kepada lingkungan sosial. Selain itu, teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa perawatan anak terhadap orang tua merupakan timbal balik yang dapat diberikan anak atas perawatan yang telah diberikan orang tua pada masa sebelumnya (Pei, 2001). Kedua teori tersebut menggambarkan bagaimana norma sosial menggerakkan anak untuk memberikan perawatan bagi orang tua lanjut usia.

(48)

memiliki pengetahuan atau informasi yang komprehensif mengenai perawatan orang tua lanjut usia serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertindak secara tepat dalam merespon kebutuhan orang tua lanjut usia.

3. Sumber untuk memperoleh perawatan orang tua lanjut usia

Orang tua lanjut usia menghadapi permasalahan terkait penyakit, kemunduran fungsi fisik, dan ketidakmampuan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, para orang tua lanjut usia membutuhkan bantuan orang lain dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Beberapa sumber untuk memperoleh perawatan orang tua lanjut usia (Johnson & Climo, 2000; Keasberry, 2002), yaitu:

a. Diri sendiri atau self care adalah perawatan dimana individu berupaya untuk menyediakan sendiri kebutuhannya.

b. Perawatan informal atau informal care adalah penyediaan perawatan berbasis ikatan emosional dan keinginan mewujudkan perilaku timbal balik dalam kelompok kecil, seperti pasangan, kerabat, teman, tetangga, dan sebagainya.

(49)

Selain itu, Climo (2000) mengungkapkan kekhususan jenis perawatan yang dapat diperoleh dari sumber yang berbeda. Menurut Climo, anak laki-laki umumnya memberikan perawatan dalam bentuk dukungan finansial. Sedangkan anak perempuan memberikan perawatan yang lebih langsung, seperti menyediakan makanan, pakaian, dan kebutuhan-kebutuhan material lain. Menantu perempuan juga dapat berperan dalam memberikan perawatan dengan berperan sebagai asisten untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin turut menentukan jenis perawatan yang diberikan kepada orang tua lanjut usia.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tendensi untuk merawat orang tua

lanjut usia

(50)

mempengaruhi perawatan orang tua lanjut usia, yaitu merupakan seorang anak perempuan, memiliki waktu yang cukup (memiliki kedekatan geografis, tidak memiliki pekerjaan, atau tidak memiliki tanggung jawab terhadap keluarga), memiliki kedekatan secara emosional dan sering melakukan kontak dengan orang tua (Tolkacheva, van Groenou, & van Tilburg, 2010). Di samping itu, saudara kandung juga memberikan pengaruh terhadap perawatan orang tua lanjut usia. Seberapa besar peran saudara kandung dalam memberikan perawatan turut mempengaruhi peran seorang anak untuk ambil bagian dalam perawatan orang tua lanjut usia.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a. Gender

Perempuan dipandang dapat memberikan perawatan yang lebih berkualitas untuk orang tua lanjut usia dibandingkan dengan laki-laki. Pandangan ini didasarkan pada asumsi bahwa perempuan memiliki tingkat sensitivitas dan responsivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (Zsembik & Bonilla, 2000; Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

b. Proximity atau kedekatan geografis

(51)

yang tentu menuntut respon segera. Oleh karena itu, orang tua lanjut usia membutuhkan pendamping yang dapat segera membantu mengatasi permasalahan yang muncul secara tidak terduga atau tiba-tiba. Kedekatan secara geografis memungkinkan seorang anak melakukan kontak yang lebih intens dengan orang tua dibandingkan dengan anak yang tinggal jauh dari orang tua.

c. Kedekatan secara emosional

Hubungan akrab yang terjalin antara anak yang sudah dewasa dengan orang tua lanjut usia memungkinkan seorang anak untuk terlibat dalam perawatan orang tua lanjut usia (Tolkacheva, van Groenou, & van Tilburg, 2010; Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Anak perempuan yang sudah dewasa menunjukkan hubungan yang dekat dengan ibu kandungnya dibandingkan bentuk hubungan anak dan orang tua yang lain (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

d. Peran saudara kandung

(52)

yang dimiliki seseorang, semakin sedikit juga kemungkinan seseorang dalam memberikan perawatan bagi orang tua lanjut usia.

e. Karakterisitik keluarga dari anak kandung

Karakteristik keluarga dari anak kandung dalam hal ini status pernikahan menentukan kuantitas dan kualitas dalam memberikan perawatan bagi orang tua lanjut usia. Anak yang belum berkeluarga memiliki waktu lebih banyak untuk merawat orang tuanya. Oleh karena itu, mereka cenderung unggul secara kuantitas dalam perawatan orang tua lanjut usia. Akan tetapi, anak yang sudah berkeluarga mampu memberikan perawatan yang lebih berkualitas karena pengalaman yang dimiliki dalam merawat anggota keluarganya (Zsembik & Bonilla, 2000). Selain dalam hal status pernikahan, karakteristik keluarga juga terkait dengan ketersediaan sumber daya pribadi dan adanya keluarga atau komunitas yang mendukung perawatan lanjut usia (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

5. Fase-fase dalam merawat orang tua lanjut usia

Joan Tronto (dalam Pei, 2001) berpendapat bahwa perawatan bagi orang tua lanjut usia terdiri dari empat fase, yaitu:

(53)

b. Taking care of adalah memahami tanggung jawab untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan bagaimana harus memberikan respon terhadap kebutuhan dari orang lanjut usia.

c. Care-giving merupakan pertemuan dimana pengasuh memberikan perawatan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan orang tua lanjut usia.

d. Care-receivingadalah situasi dimana orang tua lanjut usia memberikan respon terhadap perawatan yang diterima.

Keempat fase perawatan orang tua lanjut usia menggambarkan sejauh mana seseorang terlibat dalam memberikan perawatan bagi orang tua lanjut usia.

6. Aspek-aspek tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia

Pengasuh atau caregiver untuk orang tua lanjut usia membutuhkan informasi, petunjuk, dan dukungan yang memadai dalam mengambil keputusan yang tepat terkait kebutuhan finansial, pelayanan, dan perawatan lanjut usia. Oleh karena itu, Rose (2006) mengungkapkan beberapa aspek berikut ini untuk dapat menjalankan tanggung jawab merawat lanjut usia dengan baik:

a. Waktu (Time)

(54)

b. Informasi (Information)

Akses terhadap informasi akurat dan terbaru mengenai pelayanan berbasis komunitas, sumber daya berbasis komunitas, serta masalah hukum dan keuangan.

c. Bantuan keuangan (Finance Assistance)

Kemampuan untuk membayar hal-hal yang dibutuhkan untuk perawatan yang layak bagi lanjut usia; pembayaran dapat dipenuhi melalui sumber daya lanjut usia, pengasuh, anggota keluarga lainnya, ataupun dari program pemerintah atau swasta.

d. Dukungan Emosional (Emotional Support)

Serangkaian pemahaman dan dukungan yang menunjukkan kepedulian terhadap lanjut usia yang terdiri dari anggota keluarga, teman, rekan kerja, hingga penasihat profesional terkait perawatan lanjut usia.

7. Kategorisasi perawatan orang tua lanjut usia

Perawatan orang tua lanjut usia diberikan sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh orang tua lanjut usia (Tolkacheva, van Groenou, & van Tilburg, 2010). Hellstrom dan Hallberg (2001) menguraikan bahwa kebutuhan orang tua lanjut usia terbagi ke dalam dua kategori, yaitu

(55)

a. Instrumental Activities of Daily Living (IADL) a) membersihkan rumah

b) belanja

c) urusan bank dan surat menyurat d) mencuci

e) mengantarkan untuk memperoleh kendaraan umum f) memasak

g) mengantarkan keluar rumah h) menghubungi rumah sakit

b. Personal Activities of Daily Living (PADL) a) mandi

b) mengingat sesuatu c) memakai pakaian

d) mengantarkan di seputar rumah

e) mengantarkan menuju atau dari tempat tidur f) membantu menggunakan toilet

g) membantu mengganti posisi di tempat tidur h) makan

8. Manfaat merawat orang tua lanjut usia

(56)

Peran memberikan perawatan untuk orang tua lanjut usia menjadi peluang pertumbuhan pribadi bagi individu dewasa tengah dalam hal menyumbangkan kemampuan, kasih sayang, pengetahuan diri, dan transendensi diri (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

D.Kelekatan

1. Pengertian kelekatan

Menurut Wenar dan Kerig (2000), kelekatan atau attachment

merupakan kepedulian pengasuh terhadap bayi dimana kepedulian tersebut mengandung unsur perasaan kasih sayang dan kepekaan terhadap kebutuhan bayi.

Kelekatan mengacu pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu (Santrock, 2002).

Cicirelli (dalam Lemme, 1995) mendefinisikan kelekatan sebagai ikatan emosional antara dua orang yang melibatkan perasaan mencintai dan keinginan untuk selalu bersama.

(57)

2. Pembentukan kelekatan

Teori mengenai kelekatan berkembang dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Bowlby. Bowlby melihat kelekatan sebagai sebuah sistem, yaitu attachment behavioral system atau sistem perilaku kelekatan (Lemme, 1995). Sistem perilaku kelekatan bertujuan untuk meningkatkan kedekatan antara bayi dengan ibunya sehingga mampu menciptakan lingkungan yang melindungi dan survival. Sistem perilaku kelekatan diaktifkan ketika bayi menghadapi situasi yang tidak nyaman. Dalam situasi tersebut, bayi akan berupaya untuk mencari ibu sebagai figur lekatnya. Kehadiran, responsivitas, dan dukungan dari ibu kepada bayi ketika berada dalam situasi tidak nyaman ini akan membangun kepercayaan diri bayi untuk mengeksplorasi lingkungan yang asing. Hal ini dikarenakan bayi yakin bahwa ibu akan selalu ada kapanpun ia membutuhkan (Crowell & Treboux, 1995).

(58)

2005). Harga diri dan kepercayaan interpersonal yang diperoleh bayi berdasarkan hubungan dengan figur lekatnya menentukan apakah bayi akan berani untuk mengeksplorasi lingkungan, mengawali hubungan yang hangat dan supel dengan orang lain, dan mampu mengatasi permasalahan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver, model kerja secara terus menerus mempengaruhi perilaku seseorang dalam membangun hubungan akrab sepanjang kehidupan (dalam Fraley & Shaver, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa model kerja merupakan konstruk yang cenderung stabil. Stabilitas tersebut dikarenakan model kerja mampu mengasimilasi pengalaman baru dalam menjalin hubungan daripada mengakomodasi pengalaman yang tidak sesuai dengan harapan seseorang tentang suatu hubungan. Seperti apa konstruk yang diperoleh seseorang sebagai model kerja akan berpengaruh terhadap harapan, strategi, dan perilakunya pada hubungan-hubungan selanjutnya dan hubungan-hubungan lainnya.

Dalam teori kelekatan Bowlby, model kerjaberperan dalam:

a. menjelaskan efek dari pengalaman awal seseorang terhadap perilaku dan perkembangan selanjutnya;

(59)

c. menjelaskan respon-respon kelekatan dalam situasi-situasi baru, membentuk konstruk seseorang tentang gambaran dunia dan dirinya melalui interaksi yang berulang dan terus-menerus;

d. memahami kelekatan sebagai sesuatu yang mengikat seseorang sepanjang kehidupan dan menjelaskan perbedaan ekspresi kelekatan antara anak-anak dan orang dewasa.

Beberapa peran dari model kerjadalam teori kelekatan menunjukkan bahwa model kerja mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku dalam kehidupan pada masa dewasa. Hal ini selaras dengan perhatian Mary Ainsworth terhadap fungsi kelekatan pada masa dewasa. Ainsworth mengungkapkan bahwa kelekatan akan memberikan fungsi dan kompetensi bagi seseorang dalam menjalin hubungan (Crowell & Treboux, 1995).

Stabilitas model kerja turut menjelaskan kelekatan yang dibangun pada masa dewasa. Model kerja yang cenderung stabil memperlihatkan kemampuan seseorang untuk membangun hubungan kelekatan. Dengan demikian, kelekatan dapat pula dilihat meskipun seseorang telah beranjak dewasa. Fraley dan Shaver (2000) mengungkapkan bahwa orang dewasa yang memiliki kelekatan tampil sebagai pribadi yang suka menolong, mampu berempati, dan protektif.

(60)

anak-anak. Hubungan yang terjadi pada kelekatan dewasa adalah hubungan timbal balik. Masing-masing berperan sebagai pemberi sekaligus penerima. Kelekatan dewasa menunjukkan fungsi yang beragam, mencakup ikatan seksual, persahabatan, kompetensi, dan berbagi cita-cita serta pengalaman. Pada orang dewasa, figur lekat yang melindungi tidak lagi dibutuhkan, melainkan figur lekat yang mampu menggerakkan individu untuk menghadapi tantangan yang lebih dibutuhkan.

3. Tipe-tipe kelekatan

Tipe kelekatan dikenal juga dengan istilah pola kelekatan, gaya kelekatan, atau orientasi kelekatan. Hazan dan Shaver mengungkapkan bahwa pola utama kelekatan pada orang dewasa dikembangkan berdasarkan pola kelekatan yang dideskripsikan oleh Ainsworth (Fraley & Shaver, 2000). Hazan dan Shaver mengadaptasi tipe kelekatan menurut Ainsworth untuk melihat perbedaan kualitas kelekatan pada orang dewasa berdasarkan perbedaan individual dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku (Fraley & Shaver, 2000). Adapun ketiga tipe kelekatan tersebut adalah secure attachment, avoidant attachment, dan anxious-ambivalent attachment. Tipe

(61)

Setelah penelitian yang dilakukan Hazan dan Shaver, beberapa peneliti lain mulai berminat terhadap tiga tipe kelekatan Hazan dan Shaver. Bartholomew membagi tipe kelekatan avoidance milik Hazan dan Shaver menjadi dua (Fraley & Shaver, 2000). Dengan demikian, Bartholomew dan Horowitz mengelompokkan kelekatan ke dalam empat tipe sekaligus berdasarkan working models atau model kerja yang dimiliki tentang diri dan orang lain (Vasque, Durik, & Hyde, 2002; Crowell & Treboux, 1995). Adapun keempat kategori tersebut adalah:

a. Secure prototype (positive self and others)

Orang dengan kategori ini memandang dirinya dicintai dan orang lain mampu mencintai dan memiliki kepercayaan. Orang ini merasa nyaman dalam menjalin relasi, mampu menghargai relasi, dan dapat menjalin hubungan yang intim tetapi juga tetap memiliki otonomi.

b. Preoccupied or anxious-ambivalent prototype (negative self but positive others)

Orang dengan kategori ini memandang dirinya tidak dicintai dan tidak berharga tetapi orang lain justru sosok yang mampu menerima. Orang ini merasa cemas dan emosional. Selain itu, mereka terlalu terikat dan tergantung pada orang lain.

c. Dismissing-avoidance prototype (positive self but negative others)

(62)

menghargai kemandirian bahkan menolak dorongan untuk memperoleh keintiman.

d. Fearful-avoidance prototype (negative self and others)

Orang dengan kategori ini memandang diri sendiri dan orang lain secara negatif. Mereka biasanya menolak hubungan dengan orang lain karena takut akan penolakan. Selain itu, mereka cenderung pencemas dan mudah stres.

(63)

4. Aspek-aspek kelekatan

Kelekatan pada masa anak-anak dan kelekatan pada masa dewasa memiliki elemen perilaku yang serupa tetapi juga berbeda dalam beberapa hal. Kelekatan antara anak dan orang tua memposisikan anak sebagai penerima perawatan dari orang tua. Seiring dengan pertambahan usia serta perubahan lingkungan, hubungan kelekatan antara anak dan orang tua mengalami penyesuaian. Anak yang sudah dewasa tidak lagi membutuhkan orang tua yang menjaga dan melindungi melainkan orang tua yang memberikan kesempatan menghadapi tantangan (Crowell & Treboux, 1995). Selain itu, orang tua membutuhkan anak mereka untuk mengambil peran dalam membantu mengatasi perubahan-perubahan akibat usia yang dihadapi orang tua. Dengan demikian, hubungan kelekatan antara anak yang sudah dewasa dan orang tua menunjukkan hubungan yang timbal balik. Baik anak yang sudah dewasa maupun orang tua dapat berperan sebagai figur lekat sekaligus penerima perawatan dari figur lekat.

Shaver dan Hazan membuat transformasi aspek kelekatan anak-anak ke dalam aspek kelekatan dewasa dalam konteks hubungan romantis (dalam Lemme, 1995):

Tabel 1

Transformasi Aspek Kelekatan Anak-anak ke dalam Aspek Kelekatan Dewasa Menurut Shaver dan Hazan

Parent-child Attachment Adult-adult Attachment

Bentuk dan kualitas kelekatan tergantung pada sensitivitas dan

(64)

responsivitas figur lekat. terhadap minat dan timbal balik dalam hubungan.

Perasaan senang dan stres tergantung pada keberadaan dan respon dari figur lekat.

Suasana perasaan tergantung pada persepsi terhadap apakah figur lekat menunjukkan keinginan akan hubungan yang timbal balik atau penolakan dari figur lekat.

Ketika terbentuk kelekatan aman, bayi mampu mengatasi distress, dan memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk mengeksplorasi lingkungan baru dan berinteraksi dengan orang asing.

Ketika orang dewasa merasakan cinta, mereka cenderung melaporkan perasaan yang lebih santai, tidak cemas, tidak defensive, lebih kreatif dan spontan, serta lebih berani.

Perilaku kelekatan termasuk pemeliharaan kedekatan dan kontak, seperti peluk, sentuhan, belaian, ciuman, menimang, senyuman, kontak mata, menuruti dan lain-lain.

Perilaku kelekatan antara orang dewasa mengindikasikan adanya pelukan, sentuhan, belaian, ciuman, menggoyangkan tubuh, senyuman, kontak mata, menuruti, dan lain-lain.

Keterpisahan dari figur lekat menyebabkan distres yang intens, semangat dan perhatian yang tinggi untuk mengupayakan pertemuan kembali, dan menjadi putus asa ketika pertemuan kembali dengan figur lekat tampak tidak mungkin.

Keterpisahan yang tidak diinginkan menyebabkan distres yang intens, semangat dan perhatian yang tinggi untuk mengupayakan pertemuan kembali, dan mengalami kesedihan yang mendalam ketika pertemuan kembali dengan pasangan tampak tidak mungkin.

(65)

membagikan penemuan baru dan berbagai reaksinya dengan figur lekat.

membagikan penemuan baru, perasaan, pendapat, dan sebagainya serta untuk memberikan hadiah bagi pasangan.

Bayi berceloteh sedangkan figur lekat menggunakan motherese.

Orang dewasa berbicara dan menggunakan panggilan sayang satu sama lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver membuktikan bahwa hubungan romantis antara orang dewasa merupakan representasi dari kelekatan yang dibangun dengan figur lekat pada masa anak-anak (Hazan & Shaver, 1987). Pandangan ini diperoleh sesuai teori yang ada bahwa pembentukan kelekatan dan pembentukan hubungan romantis sama-sama melibatkan perbedaan individual (Fraley & Shaver, 2000). Hal ini dikuatkan dengan adanya teori kelekatan Bowlby dan Ainsworth sebagai acuan teori hubungan romantis yang dipandang sebagai representasi proses kelekatan. Namun, dalam hubungan romantis, masing-masing pasangan berperan sebagai figur lekat sekaligus penerima perawatan dari figur lekat karena sifat hubungan yang timbal balik.

(66)

anak yang sudah dewasa dan orang tua serupa dengan kelekatan dalam konteks hubungan romantis tetapi berbeda dalam hal figur lekat. Dalam hubungan romantis, figur lekat diperankan oleh pasangan, sedangkan dalam hubungan kelekatan antara anak yang sudah dewasa dan orang tua, figur lekat diperankan baik oleh anak maupun orang tua. Jadi, aspek-aspek kelekatan antara anak yang sudah dewasa dan orang tua, meliputi:

a. Arah interaksi yang timbal balik

Orang dewasa berperan sebagai pemberi sekaligus penerima perilaku kasih sayang dalam hubungan kelekatan yang dibangun dengan orang tua.

b. Adanya penerimaan dari figur lekat

Perasaan nyaman yang dimiliki anak yang sudah dewasa dan orang tua lanjut usia dalam menjalin hubungan, yang diperoleh melalui respon penerimaan dari figur lekat terhadap pribadi masing-masing.

c. Efek positif dari pengalaman kelekatan

Interaksi dalam hubungan kelekatan memberikan kesempatan pada orang dewasa untuk mengembangkan perasaan-perasaan positif, seperti santai, tidak cemas, tidak defensive, lebih kreatif dan spontan, serta lebih berani. d. Efek negatif dari keterpisahan dengan figur lekat

(67)

menyebabkan anak yang ditinggalkan mengalami perasaan-perasaan negatif hingga distres yang intens.

e. Perilaku khusus terhadap figur lekat

Interaksi dalam hubungan kelekatan mengungkapkan perilaku-perilaku yang khusus antara anak yang sudah dewasa dan orang tua, yang tidak terjadi di antara orang dewasa dengan orang lain. Perilaku-perilaku khusus tersebut antara lain pelukan, sentuhan, belaian, ciuman, menggoyangkan tubuh, senyuman, kontak mata, kepatuhan, hingga sapaan yang menunjukkan rasa sayang.

f. Keinginan berbagi dengan figur lekat

Kebutuhan akan kehadiran pasangan dilukiskan pula dalam keinginan yang tinggi untuk berbagi berbagai hal dengan orang tua sebagai figur lekat, seperti membagikan penemuan baru, perasaan, pendapat, dan sebagainya serta untuk memberikan hadiah untuk orang tua.

E.Hubungan antara Kelekatan dan Tendensi untuk Merawat Orang Tua

Lanjut Usia pada Individu Dewasa Tengah

(68)

mengalami penurunan fungsi mental, seperti menghapal atau mengingat sesuatu. Hal ini membuat orang tua lanjut usia membutuhkan bantuan orang lain dalam mengambil keputusan ketika menghadapi permasalahan. Kemunduran yang terjadi pada orang tua lanjut usia menempatkan mereka pada kebutuhan akan bantuan orang lain. Kondisi tersebut membuat orang tua lanjut usia membangun harapan akan perawatan dari anak kandung mereka (Keasberry, 2002).

Kebutuhan orang tua lanjut usia akan bantuan dari anak kandung merupakan cerminan adanya ketergantungan orang tua lanjut usia kepada anak yang sudah dewasa. Pada dasarnya, ketergantungan antargenerasi antara anak yang sudah dewasa dan orang tua lanjut usia terjadi secara timbal balik dan menjadi sebuah sistem dukungan sosial dalam lingkup keluarga (Lemme, 1995). Namun, seiring dengan bertambahnya usia orang tua lanjut usia, ketergantungan mereka terhadap anak menjadi lebih besar dibandingkan ketergantungan anak terhadap orang tua.

(69)

bersedia menerima ketergantungan orang tua lanjut usia dan menerima kewajiban untuk merawat orang tua.

Tahap kematangan anak dikuatkan dengan adanya rasa tanggung jawab untuk merawat orang tua lanjut usia dimana kelalaian terhadap tanggung jawab tersebut dapat menimbulkan kecemasan dalam diri mereka. Kecemasan tersebut dapat muncul karena adanya keinginan untuk menunjukkan tanggung jawab kepada lingkungan sosial melalui pemberian perawatan bagi orang tua lanjut usia (Pei, 2001). Tanggung jawab tersebut merupakan timbal balik yang dapat diberikan anak atas perawatan yang telah mereka peroleh sebelumnya dari orang tua.

Upaya mencapai generativity pada individu dewasa tengah dengan menerima ketergantungan orang tua lanjut usia ternyata dapat dicapai jika terdapat hubungan yang baik antara anak dan orang tua. Hubungan yang baik tersebut memungkinkan terciptanya kedekatan secara emosional antara anak dan orang tua. Hal ini selaras dengan teori yang mengungkapkan bahwa kedekatan emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tendensi anak yang sudah dewasa untuk memberikan perawatan kepada orang tua lanjut usia (Tolkacheva, van Groenou, & van Tilburg, 2010; Papalia, Olds, & Feldman, 2009).

(70)

kasih sayang yang kuat antara orang tua dan anak, yang melibatkan kepedulian dan kepekaan akan kebutuhan di antara keduanya.

Anak yang membangun kelekatan dengan orang tua memiliki suatu

working model atau model kerja yang memungkinkannya membangun harga diri dan kepercayaan interpersonal (Baron & Byrne, 2005). Bangunan harga diri dan kepercayaan interpersonal memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membangun hubungan yang hangat dan supel dengan orang lain dan memberikan kemampuan untuk mengatasi permasalahan. Dengan demikian, seorang anak yang membangun kelekatan dengan orang tua memiliki fungsi dan kompetensi dalam menjalin hubungan (Ainsworth dalam Crowell & Treboux, 1995). Kompetensi tersebut mengantarkan anak yang menjalin kelekatan dengan orang tua tampil sebagai pribadi yang suka menolong, mampu berempati, dan protektif (Fraley & Shaver, 2000).

Kompetensi yang diperoleh seseorang melalui model kerja memiliki sifat yang stabil hingga masa dewasa. Hal ini dikarenakan sifat model kerja yang stabil dari masa ke masa. Oleh karena itu, orang dewasa yang menjalin kelekatan dengan orang tua sejak masa anak-anak memiliki karakteristik yang sama dengan anak-anak yang berhasil menjalin kelekatan dengan orang tua.

(71)

tinggi memiliki kompetensi untuk membangun kedekatan emosional sehingga menunjukkan tendensi yang lebih tinggi untuk merawat orang tua lanjut usia. Sebaliknya, individu dewasa tengah dengan kelekatan rendah menunjukkan kemampuan yang kurang dalam membangun kedekatan emosional sehingga tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia juga terbilang rendah. Berdasarkan uraian tersebut, melalui penelitian ini ingin diungkap apakah terdapat hubungan antara kelekatan dan tendensi untuk merawat orang tua lanjut usia pada individu dewasa tengah.

(72)

Bagan 1

Hubungan antara Kelekatan dan Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia pada Individu Dewasa Tengah

Keterangan: dinamika antarvariabel penelitian

karakteristik perkembangan dewasa tengah dan lanjut usia konstruksi

working model

saat menjalin hubungan

Kelekatan dewasa tengah dan orang tua lanjut usia

(73)

F. HIPOTESIS

Gambar

Gambar 1 Deskripsi Pekerjaan Subjek Penelitian  ....................................   72
Tabel 2 Cetak Biru Skala Kelekatan
Tabel 3 Cetak Biru Skala Tendensi untuk Merawat Orang Tua Lanjut Usia
figur lekat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kata Kunci : pekerja lanjut usia, jam kerja, tempat tinggal, jenis kelamin, umur, pendapatan, status perkawinan, pendidikan, population ageing.. xvi

Terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian demensia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember.. Kata kunci : aktivitas

Individu pada usia dewasa awal dengan kematangan emosi yang baik akan lebih menggunakan akal sehat dan tidak cepat termakan rayuan dari lingkungan sekitar maupun diri sendiri..

Mengaku menjadi penghuni Balai Sosial Lanjut Usia Mandalika saat ini karena anak mereka yang sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk merawat dan memberi

Penelitian ini membahas tentang “Pergeseran Fungsi Perawatan Terhadap Orang Tua Lanjut Usia di Panti Sosial Balai Rehabilitasi “Gau Mabaji” Kabupaten Gowa”. Metode

Kesimpulan :disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara ekspansi thoraks dan indeks massa tubuh dengan VO 2 max pada lanjut usia (lansia).. Kata kunci : ekspansi

Pada orang usia lanjut dengan nyeri punggung bawah kronik, peningkatan nilai psychological distress berhubungan dengan peningkatan insiden Mild Cognitive Impairment.. Kata

Hasil Analisi Tematik 1 Tema Kategori Sub Kategori Kata Kunci Proses adaptasi orang tua dengan anak hamil usia remaja Cara mengetahui kehamilan anak Membuka diri Jujur terkait