Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya di Kabupaten Aceh Barat yang mencakup empat sektor yaitu :
1. Pengembangan permukiman (Bangkim), 2. Penataan bangunan dan lingkungan (PBL) 3. Penyediaan air minum, (AM)
4. Penyehatan lingkungan permukiman (PLP) yang terdiri dari :
• Pengelolaan air limbah,
• Pengelolaan persampahan, dan
• Pengelolaan drainase.
Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan Kabupaten Aceh Barat.
6.1. Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta
pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
• Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.
• Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
• Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
• Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
• Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur permukiman yang sudah dibangun.
• Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Aceh Barat
No. Isu Strategis Keterangan
1 a. Mengendalikan kawasan cepat tumbuh : koridor jalan nasional
b. Mengendalikan kegiatan budidaya secara ketat di kawasan lindung;
c. membatasi perkembangan permukiman sesuai daya dukung dan daya tampung; mengembangkan kegiatan budidaya terbatas kawasan rawan bencana;
d. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana.
Arahan RTRW Kab. Aceh Barat
Strategi untuk kebijakan pengendalian perkembangan kawasan dengan memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan Mitigasi bencana
2 a. Kawasan kumuh banyak dan tersebar baik di perdesaan dan perkotaan
b. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana publik
c. Afordabilitas masyarakat rendah dalam kepemilikan rumah
d. Prasarana perumahan permukiman masih kurang
Program penurunan kawasan kumuh dengan prioritas kawasan kumuh perkotaan dengan target 0% pada 2019
Berkembangnya kawasan permukiman baru perdesaan sebagai sentral produksi pertanian dan perikanan di Kab. Aceh Barat
Dukungan infrastruktur
permukiman perdesaan untuk pengembangan agropolitan dan minapolitan dan permukiman rawan bencana
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian Kabupaten Aceh Barat dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni dibahas berikut.
Tabel 6.2. Peraturan Daerah /Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/ peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman
No. Qanun/Pergub/Perbup/Peraturan lain Amanat
Kebijakan Daerah Jenis Produk Peraturan No. Tahun Perihal
NA NA NA NA
Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 No. Lokasi Kawasan Kumuh Luas
Kawasan
Lueng Baro(Woyla Barat) Marek
Lueng Baro(Sungai Mas) Pasi Janeng
Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Barat No. Lokasi RSH Tahun
Pembangunan
Pengelola Jumlah Penghuni
Kondisi Prasaran CK Yang Ada
1 NA NA NA NA NA
Di Kabupaten Aceh Barat belum pernah ada program Penyediaan Rumah Siap Huni (RSH) sehingga tabel 6.4. status data adalah NA.
Demikian pula untuk penyediaan rumah susun sewa (RUSUNAWA) belum pernah ada program dari pemerintah sehingga tabel 6.5. status data adalah NA.
Tabel 6.5. Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Aceh Barat
No. Lokasi
Kondisi Prasaran CK Yang Ada
NA NA NA NA NA NA
Tabel 6.6. Data Program Perdesaan Di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014
No. Program/Ke giatan
Lokasi Volume /Satuan
Status Kondisi Infrastruktur
1 PPIP 2 Kecamatan 6 paket Baik Bagus dapat dipergunakan
2 PNPM
Perdesaan
10 Kecamatan 8 paket Baik Bagus dapat dipergunakan
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;
kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan; 3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensia. Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden);
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah; 5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota;
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Tabel 6.7. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Barat
No. Permasalahan
Pengembangan Permukiman
Tantangan Pengembangan
Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis :
1. Ketersediaan lahan
(Kawasan siap bangun/
Lingkungan siap bangun)
2. Pengembangan permukiman perdesan
Penyediaan Kasiba/Lisiba
Pengembangan permukian perdesaan
Penyediaan secara swadaya oleh swasta dan atau masyarakat
Penyediaan permukiman perdesaan melalui penyediaan kawasana transmigrasi swakarsa mandir KTSM
2 Aspek Kelembagaan :
1. Tidak ada lembaga khusus yang menangani permukiman
2.Koordinasi antar lembaga
Semakin kompleksnya permasalahan permukiman terutama di perkotaan seiring dengan perkem-bangan kota Meulaboh : J Pahlawan, Mereb3o dan Samatiga Arongan Lambalek Kaway XVI
Lembaga khusus
penangan perumahan permukiman di bawah dinas Cipta Karya
3 Aspek Pembiayaan :
1. Sumber dana
2. Keterjangkauan
Afordabilitas penyediaan perumahan RSH
Swadaya masyarakat
Skim kredit yang berpihak
4 Aspek Peran serta Masyarakat/ Swasta :
1.Peran REI
2.Partisipasi masyarakat
Meningkatkan peran
swasta dan masyarakat
dalam penyediaan
perumahan
Kampanye dan subsidi
5 Aspek Lingkungan Permukiman
:
1.Lingkungan sehat
2..Mitigasi bencana
Permukiman yang sehat dan mempertimbangkan mitigasi bencana
Perencanaan kawasan perumahan permukiman yang memperhatikan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana
6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai.
Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Barat meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh Barat, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman. Arahan RTRW Kabupaten Aceh Barat untuk kawasan peruntukan permukiman dibagi dalam permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan. Untuk permukiman perkotaan terletak di Kota Meulaboh yang secara administrasi berada di Kecamatan Johan Pahlawan dan Meurebo. Selain itu kawasan perkotaan juga berada di perkotaan Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek dan Keude Arongan Kecamatan Kaway XVI. Kawasan ini ditetapkan arahan fungsinya sebagai permukiman perkotaan seluas 3.429,3 Ha (1,24 %).
Kawasan permukiman perdesaan terletak menyebar dominan di Kecamatan Woyla, Woyla Barat, Woyla Timur, Bubon, Sungai Mas, Panton Reu dan Pate Ceureumen, seluas 2.509,62 Ha (0.91 %).
Tabel 6.8. Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jumlah Penduduk Jiwa
135,925.34 142,450.94 149,289.82 156,457.03 163,968.33
Pertumbuhan penduduk 4,8 % /tahun
Pada kec. Johan Pahlawan, Meureubo, Kaway XVI, Arongan Lambalek
2 Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 170.33 178.51 187.08 196.06 205.47 Luas =798 km2 (hasil analisis)
3 Proyeksi Persebaran Penduduk
Jiwa/km2
170.33 178.51 187.08 196.06 205.47
Hasil analisis
4 Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin
jiwa/km2 32.13 25 20 10 0 Kel. Pra Sejahtera data BPS Kab.
Aceh Barat
5 Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh
Ha 84.69 60 35 10 0 Total luas kawasan kumuh
perkotaan th. 2012 : 84,69 Ha
6 Kebutuhan Rusunawa TB 0 0 1 0 1 asumsi
7 Kebutuhan RSH Unit 190.47 81.57 85.49 89.59 93.89 Hasil Analisis
8 KebutuhanPengembangan Permukiman Baru
Tabel 6.9. Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jumlah Penduduk Jiwa
66,029.59 66,624.69 67,225.15 67,831.03 68,442.36 Rata-rata pertumbuhan penduduk 0.9 %/tahun
Kepadatan Penduduk Jiwa/km2
33.20 33.50 33.80 34.10 34.41
Luas 1989,24 Km2
Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/km2 33 33 34 34 34
Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Jiwa/km2 9 7 5 2 0
2 Desa Potensial untuk Agropolitan Desa 2 1 1 1 1
3 Desa Potensial untuk Minapolitan Desa 2 1 1 1 1
4 Kawasan Rawan Bencana Kws 4 4 4 4 4
5 Kawasan Perbatasan Kws 0 0 0 0 0
Tidak ada wilayah perbatasan dgn Negara lain
6
Kawasan Permukiman Pulau-Pulau
Kecil Kws 0 0 0 0 0 Tidak ada wilayah kepulauan
7 Desa Kategori Miskin Desa 10 7 5 3 0
6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta;
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil;
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE);
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan • Infrastruktur kawasan permukiman kumuh;
• Infrastruktur permukiman RSH;
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/ Minapolitan);
• Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana;
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil;
• Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW);
• Infrastruktur perdesaan PPIP;
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam Gambar 6-2.
Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012
Gambar 6-2 : Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :
1. Umum
• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;
• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;
• Kesiapan lahan (sudah tersedia);
• Sudah tersedia DED;
• Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);
untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;
• Ada unit pelaksana kegiatan;
• Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2.Khusus Rusunawa
• Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MoA;
• Dalam rangka penanganan Kawasan. Kumuh;
• Kesanggupan Pemda menyediakan sambungan listrik, air minum, dan PSD lainnya;
• Ada calon penghuni.
3. RIS PNPM
• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.;
• Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;
• Tingkat kemiskinan desa >25%;
• Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan;
• BOP minimal 5% dari BLM. 4. PPIP
• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;
• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya;
• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik;
• Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW;
• Berbasis pengembangan wilayah;
• Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan;
• Mendukung komoditas unggulan kawasan.
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan;
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
3. Status Kepemilikan Tanah;
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman ; b. Status sertifikat tanah yang ada.
5. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah;
6. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota;
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan permukiman :
- Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK Bupati;
- Tingkat kepadatan penduduk tinggi; - Ketersediaan infrastruktur perkim kurang; - Rawan bencana;
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.
pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/ PRT/ M/ 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
f. Pelaksanaa
Lingkup tugas dan fung sektor PBL, yaitu ke penyelenggaraan bang pemberdayaan komunita pada Gambar 6-3.
Sumber : Dit. PBL, D
G
Lingkup kegiatan untuk d terjadi peningkatan kualit
a. Kegiatan pen
• Penyusuna
• Bantuan Te
• Pembangu pemukiman
• Pembangu pemukiman b. Kegiatan pem
aan tata usaha Direktorat.
ngsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan penataan lingkungan permuk ngunan gedung dan rumah negara
itas dalam penanggulangan kemiskinan se
, DJCK, 2012
Gambar 6-3: Lingkup Tugas PBL
k dapat mewujudkan lingkungan binaan yan alitas permukiman dan lingkungan meliputi:
enataan lingkungan permukiman
nan Rencana Tata Bangunan dan Lingkun Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ( gunan Prasarana dan Sarana peningk
an kumuh dan nelayan;
gunan prasarana dan sarana penat an tradisional.
embinaan teknis bangunan dan gedung
gan kegiatan pada ukiman, kegiatan ra dan kegiatan seperti ditunjukkan
yang baik sehingga uti:
ungan (RTBL); u (RTH);
gkatan lingkungan
• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
• Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan.
• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
• Paket dan Replikasi.
6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk merumuskan isu strategis bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstambul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan
"Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal.
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta
orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Tabel 6.13. Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Aceh Barat No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor
PBL di Kab. Aceh Barat
(1) (2) (3)
1. Penataan Lingkungan Penataan lingkungan permukiman tradisional terpencil si Kundo
Penataan lingkungan perdesaan berbasis masyarakat
2. Bangunan Gedung Bangunan gedung mitigasi bencana tempat
evakuasi sementara (TES)
3. Penataan bangunan Penataan kawasan KSN/KSK
Penataan kawasan hijau di perkotaan Penataan kawasan pusaka
Penataan kawasan rawan bencana
B. Kondisi Eksisting
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana l i n g k u n g a n permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten Aceh Barat dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan. Kabupaten Aceh Barat telah memiliki Qanun atau Peraturan Daerah yang terkait dengan penataan bangunan yaitu Qanun Kabupaten Aceh Barat No. 12 Tahun 2006 tentang Bangunan Gedung.
Tabel 6.14. Peraturan Daerah/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No.
Peraturan Daerah / Qanun
Amanat Jenis Produk
Pengaturan
Nomor
& Tahun Tentang
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Qanun Kabupaten
Aceh Barat
Tabel 6.15. Penataan Lingkungan Permukiman Kawasan Tradisional/
Bersejarah RTH Pemenuhan SPM
Penanganan Kebakaran
Nama Kawasan
Dukungan Infrastruk tur CK
Lokasi/
Jalan akses Lansekap sudah tertata RTBL 2014 Belum ada ketetapan RTH camp di Woyla, Kaway XVI, Johan Pahlawan Mobil DAMKAR 6 unit
Masjid Nurul Huda Jalan
Yg. Perlu : penataan lansekap, drainase, air miunum, air limbah
Batu putih/ Tugu Teuku Umar
Kurang dukungan jalan akses, drainase, Air limbah MCK umum, lansekap
Masjid Lhok Bubon (situs T Umar Situs tsunami)
Pagar gerbang sudah ada
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum, lansekap, PLP
Makam Pucot Baren
Sungai mas
Pagar sudah
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum, lansekap, PLP
Benteng Cut Nyak Dien
Pagar sudah
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum, lansekap, PLP
Situs Al Quran Wangi
Pagar sudah
Perlu dukungan Jalan, dranase, air, minum, lansekap, PLP
Komunitas Adat si Kundo
Bangunan gedung negara dan rumah negara di Kabupaten Aceh Barat tidak ada sehingga data pada tabel 6.16 adalah NA.
Tabel 6.16. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
No Kawasan/
Fungsi Khusus : NA NA NA
Tabel 6.17. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan No. Kecamatan Kegiatan PNPM
Perkotaan (P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan lainnya
(1) (2) (3) (4)
1 Johan Pahlawan PNPM Mandiri
Perkotaan
2 Samatiga PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
3 Meureubo PNPM Perdesaan
4 Kaway XVI PNPM Perdesaan
5 Arongan Lambalek
PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
6 Woyla PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
7 Woyla Timur PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
8 Woyla Barat PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
9 Panton Reu PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
10 Bubon PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
11 Sungai Mas PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
12 Pente Cereumen PNPM Perdesaan dan PPIP Perdesan
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
kebakaran;
• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dan penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta
heritage;
• Masih rendahnya dukungan Pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga;
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan;
• bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
Tabel 6.18. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Aspek PBL Permasalahan yang dihadapi
I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1 Aspek Teknis Kawasan perkotaan yang
cepat berkembang yang tidak didukung oleh infra CK Muncul sentra produksi pertanian dan perikanan
Pembangunan secara sporadis, dan tanpa regulasi
Penataan bangunan dan lingkungan
2 Aspek Kelembagaan Tidak ada lembaga pengelola kawasan
Kelembagaan baru UPT dibawah Dinas CK
3 Aspek Pembiayaan Belum ada anggaran studi Alokasi anggaran Bantek APBN
4 Aspek Peran
Serta
Peran serta masyarakat rendah
lahan gambut dan pasang surut
Rawan bencana alam
Daerah rawan bencana
Mitigasi bencana
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
pada Subbab 6.2.1.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
• Program Bangunan dan Lingkungan;
• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
• Rencana Investasi;
• Ketentuan Pengendalian Rencana;
• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19. yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 6.19. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan pengurusan IMB di kabupaten/ kota.
100 %
2014 Dinas yang
membidangi Gedung Negara di kabupaten/kota.
100
% 2014 Dinas yangmembidangi Pekerjaan Umum.
luasan RTH publik sebesar 20% dari luas wilayah kota/ kawasan
perkotaan.
25% 2014 Dinas/SKPD
yang membidangi Penataan Ruang.
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Tabel 6.20. Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Uraian Satuan
Kebutuhan
Ket
2015 2016 2017 2018 2019
II Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
1. Bangunan Fungsi Hunian 2. Bangunan Fungsi
Keagamaan
unit Ru’yatul Hilal
3. Bangunan Fungsi Usaha
unit
4. Bangunan Fungsi Sosial Budaya
unit GOS
5. Bangunan Fungsi Khusus
III. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan 1. P2KP/PNPM Mandiri
Perkotaan
Kecamat an
1 1 1 1 1
2. PPIP Kecamat
an
11 11 11 11 11
3 PNPM Perdesaan Kecamat
an
11 11 11 11 11
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: - Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan
Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan; • Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada
PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus : Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
Kriteria Khusus : Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang); • Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik
minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak
Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang; • Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko
tinggi;
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata Ruang;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Gedung Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya; • Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran: • Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala
Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan: • Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
sosial masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
6.2.5. Usulan Program dan Kegiatan PBL
6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
kepada masyarakat menu menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/ PRT/ M/ 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapunfungsinyaantara lain mencakup:
• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.
Isu strategis yang ada di daerah mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2-JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita Pembangunan Nasional.
• Peningkatan kapasitas kelembagaan PDAM Tirta Meulaboh; • Pengembangan dan penerapan Peraturan Daerah/ Qanun; • Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum dan
peningkatan produksi air minum;
• Peningkatan peran dan kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;
• Menurunkan tingkat kebocoran air minum PDAM Tirta Meulaboh;
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Aceh Barat secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Pelayanan kebutuhan air minum di Kabupaten Aceh Barat dengan sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Meulaboh yang melayani di kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo dan Kaway XVI, Samatiga, Sungai Mas
Ada empat instalasi pengolahan air (IPA) yang dikelola PDAM Tirta Meulaboh yaitu :
1. IPA Beuragang : kapasitas 80 lt/dt 2. IPA Rantau Panyang : kapasitas 30 lt/dt 3. IPA Lapang : kapasitas 20 lt/dt 4. IPA Sungai Mas : kapasitas 5 lt/dt
Data teknis secara keseluruhan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Aceh Barat sebagai berikut :
• Sistem penyediaan air minum : perpipaan sistem grafitasi dan pompa
• Jumlah penduduk : 183.663 jiwa
• Jumlah penduduk terlayani : 27.725 jiwa
• Tingkat pelayanan : 15 %
• Luas wilayah pelayanan : 1590,38 km2(30 %)
• Sumber air baku : Krueng Meureubo,
• Total kapasitas : 135 lt/dt
Untuk detail data teknis bisa dilihat pada tabel 6.22 sedangkan besarnya unit rata-rata konsumsi air minum untuk jaringan perpipaan 150 liter/orang/hari.
ii. Aspek Pendanaan
operasional dan perawatan jaringan diambil dari retribusi air dari pelanggan berdasarkan jumlah pemakaian air. Selama ini PDAM Tirta Meulaboh tidak menggunakan dana pinjaman dari lembaga keuangan non bank maupun bank komersial dalam pembiayaan.
Kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum sebagai pelanggan PDAM Tirta Meulaboh cukup baik, ini dapat dilihat kepatuhan membayar retribusi air setiap bulannya sehingga dapat menutup biaya operasional dan perawatan.
iii. Kelembagaan
Organisasi pengelola sistem penyediaan air minum jaringan perpipaan dI Kabupaten Aceh Barat dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Meulaboh sedangkan untuk non perpipaan dikelola oleh masyarakat sendiri. Untuk sumberdaya manusia di PDAM Tirta Meulaboh masih kurang pada bagian teknis dan petugas pencatat meter.
Rencana kerja ke depan organisasi akan lebih dimantapkan dan menambah petugas dan staf teknik.
Untuk monitoring dan evaluasi pengkajian kelembagaan SPAM secara berkala dilakukan dengan menyusun laporan bulanan dan tahunan baik mengenai aspek teknis, tingkat kebocoran, keuangan dll.
iv. Peraturan Perundangan
Peraturan-perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di Kabupaten Aceh Barat adalah SK Bupati Aceh Barat No. 151 a Tanggal 1 Mei 2010 tentang Tarif Air Minum PDAM Tirta Meulaboh.
v. Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusi air setiap bulannya, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di Kabupaten Aceh Barat cukup baik.
Tabel 6.22. Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten Aceh Barat Daerah Pelayanan PelayananTingkat Sumber Air Sistem
Jaringan Luas WP (Km2)
Jmlh Pddk WP (jiwa)
Jmlh Pddk Terlayani
% Pddk
%
Wilayah Lokasi Debit
(1) (2) (3) (4
) (5) (6) (7) (8)
IPA Beuragang
555,09 79.110 11.866 15 30 Krueng
Meureubo
80 lt/dt
IPA Lapang 185,6 73.123 10.968 15 30 Krueng
Meureubo
30 lt/dt IPA Rantao
Panyang 112.,87 27.879 4.181 15 30 KruengMeureubo 20 lt/dt
IPA Sungai
Mas 781,73 3.551 710 20 10 Air terjun 5 lt/dt
Total Kab. Aceh Barat
1.590,38 183.663 27.725 135 lt/dt
Tabel 6.23. Kondisi dan Pemanfaatan Kapasitas Instalasi PDAM Tirta Meulaboh
Sistem Air Baku Sistem Pendistribusian IPA
A. Sarana Air Minum Kabupaten PDAM
1 WTP IPA Lapang, Kecamatan Johan Pahlawan
1996 72,178 80 1,150 70 Sungai Meureub
2 WTP IPA Cabang Kaway XVI, Kecamatan Kaway XVI
2006 23,219 80 750 30 Sungai Meureub
3 WTP IPA IKK Rantau Panjang, Kecamatan Meureubo
2007 30,770 20 500 18 Sungai Meureub
Jumlah (A) 126,167 180 2,400 118 72 45
B. Sarana Air Minum
Perdesaan
Jumlah (B)
-
-C. Sumur Bor
Jumlah (C)
-
-Jumlah (A + B + C)
Lanjutan Tabel 6.23. Kondisi dan Pemanfaatan Kapasitas Instalasi PDAM Tirta Meulaboh
Pipa air Transmisi Pipa air Distribusi Analisa Kemamp.
Pelayanan Jumlah SR Jumlah HU Jumlah Pddk
6,320 44,237 6,953 4,806
-
-6,320 44,237 2,400 1,553
-
-88,200 112,850 12,857 89,997 9,571 7,882 - - 57,426 26.9
- - -
-- - -
Tabel 6.25. Data Kebocoran, Produksi dan Distribusi PDAM Tirta Meulaboh
I. KAPASITAS TERPASANG
1 IPA Lapang RPD (Baja) 2 X 40 L/dt 2,522,880 M3
2 IPA IKK Kaway XVI BRR (Baja) 1 x 50 L/dt 1 X 50 L/dt
1,576,800 M3
Belum maksimal beroperasi
3 IPA IKK Kaway XVI Caritas (Baja) 2 x 15 L/dt 2 X 15 L/dt 946,080 M3 4 IPA IKK Rantau Panjang SABSAS 2 X 10 L/dt 2 X 10 L/dt 630,720 M3
5 IPA IKK Rantau Panjang TK I (Baja) 1 x 10 L/dt 1 X 10 L/dt 315,360 M3 Tidak Beroperasi 6 IPA IKK Kaway XVI TK I (Baja) 1 x 5 L/dt 1 X 5 L/dt 157,680 M3 Tidak Beroperasi
Jumlah 6,149,520 M3
II. PRODUKSI
1 IPA Lapang RPD (Baja) 2 x 40 L/dt 2 X 40 L/dt 2,102,400 M3 2 IPA IKK Kaway XVI BRR (Baja) 1 x 50 L/dt 1 X 50 L/dt M3 3 IPA IKK Kaway XVI Caritas (Baja) 2 x 15 L/dt 2 X 15 L/dt 551,880 M3 4 IPA IKK Rantau Panjang SABSAS 2 X 10 L/dt 2 X 10 L/dt 315,360 M3
Jumlah 2,969,640 M3
III. DISTRIBUSI
1 Meter Induk Distribusi IPA Lapang 2 X 40 L/dt 1,850,850 M3 2 Meter Induk Distribusi IPA Kaway XVI (BRR) 1 X 50 L/dt M3 3 Meter Induk Distribusi IPA Kaway XVI (Caritas) 2 X 15 L/dt 394,200 M3 4 IPA IKK Rantau Panjang SABSAS 2 X 10 L/dt 219,000 M3
5 Mobil Tangki 6,504 M3
Jumlah 2,470,554 M3
IV.
AIR YANG DAPAT
DIPERTANGGUNGJAWABKAN
Tercatat Dalam Rekening (DRD) 1,667,606 M3
Penjualan Mobil Tangki 6,504 M3
Pemakaian Sendiri (Flusing,Kantor,dll) 6,935 M3
Jumlah 1,681,045 M3
V.
AIR YANG TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Permasalahan pengembangan Air Minum pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
1. Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
2. Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.
3. Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
4. Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.
5. Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.
6. Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi criteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
7. Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
1. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan
2. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.
3. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
1. Lemahnya fungsi lembaga/dinas didaerah terkait penyelenggaraan SPAM.
2. Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).
pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
1. Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas. 2. Kualitas sumber air baku semakin menurun.
3. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
4. Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
1. Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
2. Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.
3. Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.
Tabel 6.27. Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM
Organisasi SPAM Tata Laksana (SOP, koordinasi, dll)
SDM
Qanun tarif retribusi Air Minum
Sumber Air Baku
Bangunan Intake IPA
Reservoir dan Pompa Distribusi
Tarif Retribusi Mekanisme penarikan retribusi
Realisasi penerimaan retribusi
Modal usaha dan penarikan retribusi
Tabel 6.28. Analisis Permasalahan melalui Perbandingan Alternatif Pemecahan Masalah
No Parameter Yang
Diperbandingkan
Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-3
T e k n i s Manfaat Biaya T e k n i s Manfaat B i a y a T e k n i s Manfaat B i a y a
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
A 1. 2.
KelembagaanOrganisasi SPAM Tata Laksana (SOP, Koordinasi, dll)
Sumber Air Baku Bangunan Intake IPA
Reservoir dan Pompa Distribusi
Jaringan Transmisi Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan
Realisasi penerimaan retribusi
NA NA NA NA NA NA NA NA NA
Kemampuan membayar retribusi Kemauan berpartisipasi
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke depan, sebagai berikut :
1) Tantangan Internal:
b) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan. c) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang
belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
d) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan. e) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal
sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
f) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.
2) Tantangan Eksternal
1) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup;
2) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi; 3) yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.; 4) Komitmen terhadap kesepakatanMillennium Development Goal’s;
5) (MDG’s) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana
pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan;
swasta;
7) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif.
6.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47, 71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82 % di perkotaan dan 45,72 % di perdesaan. Analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Aceh Barat sebagai berikut:
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Barat