• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN INSFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM df21d190e4 BAB VBAB 5 KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V. KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN INSFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM df21d190e4 BAB VBAB 5 KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V.

KERANGKA STRATEGIS PEMBIAYAAN

INSFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

5.1 POTENSI PENDANAAN APBD

Kebijakan umum belanja daerah Kabupaten Indragiri Hilir selama tahun anggaran 2009-2013 adalah sebagai berikut:

1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

2. Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan social.

3. Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

4. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah harus terukur yang diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5. Penggunaan dana perimbangan diprioritaskan untuk kebutuhan sebagai berikut :

a. Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman diperkotaan dan diperdesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan;

(2)

untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundangundangan;

c. Dana alokasi umum diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat;

d. Dana alokasi khusus digunakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.

6. Belanja Tidak Langsung.

Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung meliputi :

a. Belanja Pegawai.

1) Untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan PNSD, diperhitungkanacressyang besarnya dibatasi maksimum 2,5% dari jumlah belanja pegawai (gaji pokok dan tunjangan); 2) Besarnya penganggaran gaji pokok dan tujangan PNSD disesuaikan

dengan hasil rekonsiliasi jumlah pegawai dan belanja pegawai serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan PNSD yang ditetapkan pemerintah;

3) Dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur, daerah memberikan tambahan penghasilan bagi PNSD/CPNSD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, yang didasarkan pada pertimbangan beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja, tempat bertugas dan kelangkaan profesi yang dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan;

(3)

serta tidak melebihi 5 % dari target penerimaan pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

5) Penyediaan anggaran untuk penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNSD berpedoman pada peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/MENKES/PB/II/2009 tentang Pedoman Tarif Pelayanan Kesehatan bagi peserta PT.Askes (Persero) dan anggota keluarganya di Puskesmas, Balai Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit Daerah;

6) Penganggaran penghasilan dan penerimaan lain Pimpinan dan Anggota DPRD serta belanja penunjang kegiatan didasarkan pada :

a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007;

b) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan Pertanggung jawaban Penggunaan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD serta Tata Cara Pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional.

7) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Penganggaran belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

8) Belanja Bunga.

(4)

9) Belanja Subsidi.

Belanja Subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak serta terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

10) Belanja Hibah.

Pemberian Hibah berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bertujuan untuk mendukung fungsi penyelenggaraan pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik dan selektif dengan pempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

11) Bantuan Sosial.

Penganggaran pemberian bantuan sosial diperuntukkan kepada individu, keluarga dan atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik bencana atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum seta lembaga non pemerintahan, bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lainnya yang berperan untuk melindungi individu kelompok dan atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial yang dilakukan secara selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan penggunaannya;

12) Belanja Bantuan Keuangan.

(5)

Desa Mandiri, selain itu juga adanya belanja bantuan kepada partai politik yang dilakukan sesuai peroleh suara pada Pemilu Legislatif yang disyahkan oleh KPU (PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan pada Partai Politik).

13) Belanja Tidak Terduga.

Penganggaran belanja tidak terduga dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang (penanggulangan bencana alam, bencana sosial), serta termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup yaitu adanya pengembalian Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) yang tidak terserap pada tahun anggaran 2012.

7. Belanja Langsung.

Kebijaksanaan pengeluaran belanja langsung, antara lain untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, memelihara hasil-hasil pembangunan, serta mengakomodir aspirasi masyarakat melalui RKPD sesuai skala prioritas dan ketersediaan dana dan melakukan penghematan dan efisiensi pengeluaran belanja langsung dengan catatan dan tidak akan mengganggu kelancaran tugas satuan/unit kerja daerah.

Sementara itu kebijaksanaan di bidang pembangunan pada prinsipnya masih diarahkan untuk meningkatkan perekonomian daerah, menstimulir sektor swasta, memperluas lapangan kerja, mendorong peningkatan produksi dalam negeri baik untuk penggunaan dalam negeri maupun eksport. Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2009 -2013, telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

(6)

b. Terhadap kegiatan pembangunan fisik, diupayakan proporsi belanja modal lebih besar dibanding dengan belanja pegawai atau belanja barang dan jasa.

Selanjutnya dalam pengelolaan belanja langsung telah dilakukan berbagai kebijakan, yang meliputi :

a. Belanja Pegawai.

1) Penganggaran honorarium bagi PNSD supaya dibatasi sesuai dengan tingkat kewajaran dan beban tugas. Dasar penghitungan besaran honorarium disesuaikan dengan standar yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah;

2) Penganggaran honorarium Non PNSD hanya dapat disediakan bagi pegawai tidak tetap yang benar-benar memiliki peranan dan kontribusi serta yang terkait langsung dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan di masing-masing SKPD, termasuk narasumber/tenaga ahli di luar Instansi Pemerintah.

b. Belanja Barang dan Jasa.

Penganggaran Belanja Barang dan Jasa digunakan untuk penyediaan barang dan jasa kebutuhan kantor serta pihak ketiga/masyarakat yang meliputi :

1) Belanja barang pakai habis, belanja sewa (rumah/gedung/tempat, sarana mobilitas, perlengkapan dan peralatan kantor) yang disesuaikan dengan kebutuhan riil dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, dengan mempertimbangkan jumlah pegawai dan volume pekerjaan;

2) Penganggaran belanja perjalanan dinas daerah, baik perjalanan dinas dalam daerah maupun perjalanan dinas luar daerah diupayakan untuk selektif dengan frekuensi dan jumlah hari yang dibatasi;

(7)

4) Upah tenaga kerja dan tenaga lainnya yang terkait dengan jasa pemeliharaan atau jasa konsultasi baik yang dilakukan secara swakelola maupun dengan pihak ketiga;

5) Selanjutnya belanja barang jasa berupa barang yang akan diserahkan kepada masyarakat mulai tahun anggaran 2013 dianggarkan melalui belanja barang jasa dan tidak dicatat sebagai aset pemerintah.

c. Belanja Modal.

Dalam menetapkan anggaran belanja modal untuk pengadaan barang inventaris agar dilakukan secara selektif sesuai kebutuhan masing-masing SKPD, untuk itu dalam merencanakan anggaran terlebih dahulu dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap pengadaan barang-barang inventaris dimaksud, baik dari segi kondisi maupun umur ekonomisnya.

5.1 3.2.3. Proporsi Realisasi Belanja Daerah

Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah tahun 2009-2013, dapat diketahui bahwa realisasi belanja daerah berkisar antara 83.26 persen sampai dengan 93.65 persen atau rata-rata realisasi tahunan mencapai sebesar 88.95 persen.

Pada kelompok belanja tidak langsung terlihat adanya realisasi belanja yang tinggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 95.07 persen yang selanjutnya mulai mengalami penurunan hingga angka 80,66 persen pada tahun 2013. Sedangkan untuk kelompok belanja langsung realisasi belanja paling tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 92.79 persen untuk selanjutnya berfluktuasi hingga angka 85.57 persen pada tahun 2013.

(8)

5.1.1 Tabel 3.15 Proporsi Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun

2009-2013

o Uraian

2 009

2 010

2 011

2 012

2 013

R erata

Belanja 93.65 90.20 89.36 88.29 83.26 88.95

.1.

Belanja Tidak langsung 94.54 95.07 92.29 88.58 80.66

90.10

Belanja Pegawai 94.02 36.86 92.35 88.67 80.47 78.47

Belanja Bunga - 100.00 13.84 34.27 3.12 30.25

Belanja Subsidi - 98.66 100.00 100.00 0 59.73

Belanja Hibah 95.38 92.98 91.90 67.05 54.23 80.31

Belanja Bantuan Sosial 89.48 95.07 79.92 42.05 67.08 74.72

Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi / Kabupaten / Kota dan Pemerintahan Desa

99.00 100.00 99.70 99.87 98.42 99.40

Belanja Tidak Terduga 59.91 0.00 0.00 29.04 0 17.79

.2.

Belanja Langsung 92.79 83.91 86.60 88.04 85.57

87.38

Belanja Pegawai 95.36 96.57 95.76 94.58 91.96 94.85

Belanja Barang dan Jasa 97.80 93.06 85.36 88.70 83.79 89.74

Belanja Modal 94.42 72.45 86.16 86.68 86.24 85.19

Sumber data: Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013, Diolah

.1. Gambar 3.2 Grafik Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah

(9)

Sumber data: Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-2013, Diolah

5.2 . POTENSI PEMBIAYAAN APBN

Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan

1

(10)

4. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatankhusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

5. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

6. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:

a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya;

b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;

c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah;

(11)

7. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari:

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

9. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:

- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah; - Tingkat kerawanan air minum.

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

(12)

derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:

- kerawanan sanitasi;

- cakupan pelayanan sanitasi.

10.Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPIJM bidanG Cipta Karya meliputi:

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

(13)

Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

5.3. ALTERNATIF SUMBER PENDANAAN

Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah.Kinerja keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan.Pembiayaan dari perusahaan daerah dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.

Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasi dan aspek sumber daya manusia.Khusus untuk PDAM, indikator tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui apakah perusahaan daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.

PDAM Tirta Indragiri milik Kabupaten Indragiri Hilir dinyatakan kurang sehat berdasarkan hasil audit dari BPP-SPAM tahun 2014.

(14)

Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Tabel 9.8 Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir

Kegiatan T

ahun

Kom ponen KPS

S atuan Volume

N ilai (Rp)

S kema

KPS

K et

(1) (

2)

(3) (

4)

( 5)

( 6)

( 7)

AM - - -

-PBL - - -

-Bangkim - - -

-PLP - - -

-Tidak terdapat KPS di Kabupaten Indragiri Hilir dalam 5 tahun terakhir.

5.4 STRATEGIS PENNGKATAN INVESTASI BIDANG

CIPTA KARYA

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPIJM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

5.1.2 Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

(15)

5.1.1 Tabel 3.21 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun

5.1.1 Tabel 3.22 Proyeksi Pengeluaran Periodik, Wajib dan Mengikat Pemerintah

Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013 -2018 (Rp. Ribu)

(16)

Belanja Tidak

Anggota dan Pimpinan DPRD

serta Operasional KDH/WKDH 4,095,120

4,0 PNS khusus untuk guru dan tenaga medis

(khusus tagihan bulanan kantor seperti listrik, air, telepon dan sejenisnya) gedung kantor (yang telah ada kontrak jangka panjang)

0 0 0 0 0 0

Belanja sewa perlengkapan dan peralatan kantor (yang telah ada kontrak jangka panjang)

5.1.1 Tabel 3.24 Proyeksi tentang Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah

Kabupaten Indragiri Hilir untuk Pendanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014 - 2018

(17)

Kapasitas riil kemampuan keuangan

1,70

6,933

1,793

,466

1,7

37,219

1,74

3,652

1,74

7,720

(18)

Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan

(19)

Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masingmasing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki system

(20)

ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

(21)

6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan system manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada gambar 12.2 berikut ini.

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

(22)

Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masingmasing.

Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum

Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.

Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

(23)

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja

Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.

5.1 Kondisi Kelembagaan Saat Ini

Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

5.1.2 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

Penataan dan penguatan organisasi merupakan Program ke-3 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi. Keorganisasian yang dimaksud dalam pedoman ini adalah struktur, tugas, dan fungsi pemerintah daerah yang menangani bidang Cipta Karya.

(24)

Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.

Secara internal, Cipta Karyakeorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.

Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya.

Tabel 10-1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya

No Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan

Bidang CK

Unit/Bagian yang menangnani Pembangunan Bidang CK

(1) (2) (3) (4)

1 Bappeda Bidang Perencanaan Bidang Fisik dan infrastruktur, Bidang tata

ruang

2 Dinas PU Bangkim, PBL, PLP, Randal Bangkim, PBL, PLP, Randal

5.1 Analisis Kelembagaan

(25)

Tujuan analisis keorganisasian adalah untuk mengetahui permasalahan keorganisasian bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya.

Analisis deskriptif dapat mengacu pada pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah struktur organisasi perangkat kerja daerah sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku?

2. Apakah tugas dan fungsi organisasi bidang Cipta Karya sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi?

3. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi struktur organisasi?

4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam organisasi perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis ini adalah dengan melakukan diskusi antar anggota Tim RPIJM.

5.1.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya. Dalam proses analisis ini beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapat jawaban adalah sebagai berikut:

1. Apakah Perda penetapan Organisasi Pemerintah Daerah telah menguraikan tupoksi masing-masing dinas/unit kerja yang ada?

2. Bagaimana mekanisme hubungan kerja didalam dan antar instansi terkait bidang cipta karya yang terjadi selama ini?

3. Apakah keorganisasian bidang cipta karya yang ada sudah mengikuti ketentuan dalam PP 41 tahun 2007? Juga perlu dicermati apakah semua sektor bidang cipta karya yaitu bidang air minum, pengembangan permukiman, penyehatan lingkungan permukiman, dan penataan bangunan dan lingkungan sudah tercantum dalam keorganisasian yang dibentuk?

4. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam ketatalaksanaan perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang Cipta Karya?

5. Apa saja faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi ketatalaksanaan perangkat kerja daerah khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

(26)

Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPIJM Bidang Cipta Karya.

Dalam proses analisis SDM, beberapa pertanyaan kunci yang dapat dijawab adalah sebagai berikut :

1. Apakah SDM yang tersedia sudah memenuhi kebutuhan baik dari segi jumlah maupun kualitas dalam perangkat daerah, khususnya di bidang Cipta Karya?

2. Apa saja permasalahan yang ditemui dalam manajemen SDM perangkat kerja daerah yang terkait dengan bidang cipta karya?

3. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDM organisasi, khususnya yang terkait dengan bidang cipta karya?

5.1.2 Analisis SWOT Kelembagaan

Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting kelembagaan, serta pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan, maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang meliputi aspek organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.

Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru (strategi W-T).

(27)

FAKTOR EXTERNAL FAKTOR

INTERNAL

PELUANG (O) a.

b. c.

ANCAMAN (T) a.

b. c. KEKUATAN (S)

a. b. c.

Strategi SO (Kuadran 1) Strategi ST (Kuadran 2)

KELEMAHAN (W) a.

b. c.

Strategi WO (Kuadran 3) Strategi WT (Kuadran 4)

5.1 Rencana Pengembangan Kelembagaan

Bagian ini menguraikan rencana dan usulan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya. Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah.

5.1.2 Rencana Pengembangan Keorganisasian

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya.

Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.

5.1.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan

(28)

operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya.

5.1.2 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel 12.6

Tabel 0-2. Pelatihan Bidang Cipta Karya

No Instansi

1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara

3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III

4 Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan

5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan

6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL

7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan

9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan

10 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya

11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana

12 Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara

13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN

14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai

15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai

(29)

BAB X. ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN...Error! Bookmark not defined.

10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya ...285

10.2. Kondisi Kelembagaan Saat Ini ...290

10.2.1. Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya ... 290

10.2.2. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya ... 290

10.3. Analisis Kelembagaan... 291

10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya... 291

10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya... 292

10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya... 292

10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan ... 293

10.4. Rencana Pengembangan Kelembagaan ... 294

10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian ... 294

10.4.2. Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan ... 294

10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ... 295

Gambar X-1. Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota... 286

Gambar X-2. Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya... 288

Gambar

Tabel 3.15 Proporsi Belanja Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2009-
Tabel 9.8 Perkembangan KPS Bidang CK dalam 5 Tahun Terakhir
Tabel 3.21 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun
Tabel 3.24 Proyeksi tentang Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Islam, iman dan ihsan sebagai metode pendekatan diri terhadap tuhan. Prinsip ini akan memberikan dua implikasi. pertama, memperkokoh kesadaran batin manusia,

Pada umumnya plastik konvensional terbuat dari bahan dasar gas alam, petroleum, atau batubara, sedangkan plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat diperbaharui seperti

Ada perbedaan yang sangat signifikan intensitas penggunaan SMS untuk berbincang-bincang (p = 0.000) dan perbedaan yang signifikan intensitas penggunaan SMS untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kemampuan komunikasi matematis antara peserta didik yang memperoleh model pembelajaran Process

Dari latar belakang dan pemaparan tersebutlah kenapa penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Kepemilikan surat berharga yang ditatausahakan oleh Sub-Registry dapat dibedakan menjadi Nasabah Residen (Client Resident) dan Nasabah Non Residen (Client

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu sistem yang terintegrasi dimana sistem-sistem ini dapat melakukan pendeteksian suhu ruangan, pendeteksian asap,

[r]