• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA PENGASUHAN, SELF-EFFICACY, DAN SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK REMAJA JULIA THERESYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH GAYA PENGASUHAN, SELF-EFFICACY, DAN SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI AKADEMIK REMAJA JULIA THERESYA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA PENGASUHAN, SELF-EFFICACY, DAN

SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI

AKADEMIK REMAJA

JULIA THERESYA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Gaya Pengasuhan, Self-Efficacy, dan Self Regulated Learning terhadap Prestasi Akademik Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2013

Julia Theresya NIM I24090028

(4)

ABSTRAK

JULIA THERESYA. Pengaruh Gaya Pengasuhan, Self-Efficacy, dan Self Regulated Learning terhadap Prestasi Akademik Remaja. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH dan NETI HERNAWATI.

Prestasi akademik sebagai salah satu indikator pencapaian hasil belajar remaja dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan lingkungan keluarga. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan orang tua menurut persepsi remaja, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik remaja. Penelitian menggunakan teknik self report yang melibatkan 91 siswa kelas VIII dari dua sekolah menengah pertama di Bogor. Hasil korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara gaya pengasuhan otoriter dengan jenis kelamin, urutan kelahiran, dan besar keluarga. Self regulated learning berhubungan positif signifikan dengan gaya pengasuhan otoritatif (r=0.257, p-value<0.05) dan self-efficacy (r=0.330, p-value<0.01). Sementara itu, pendidikan ayah (β=0.315, p-value=0.006) dan gaya pengasuhan otoritatif (β=0.259, p-value=0.014) berpengaruh positif terhadap prestasi akademik, serta jenis kelamin (β=-0.267, p-value=0.014) dan gaya pengasuhan permisif (β=-0.203, p-value=0.039) berpengaruh negatif.

Kata kunci: gaya pengasuhan, self-efficacy, self regulated learning, prestasi akademik

ABSTRACT

JULIA THERESYA. The Effect of Parenting Style, Self-Efficacy, and Self Regulated Learning on Adolescents’ Academic Achievement. Supervised by MELLY LATIFAH and NETI HERNAWATI.

Academic achievement as one of learning outcome indicator in adolescents influenced by the self and family environment factors. This study was aimed to analyze the effect of child characteristics, family characteristics, parenting style perceived byadolescents, self-efficacy and self regulated learning on adolescents academic achievement. The study used self report method which involved 91 eighth grade students from two junior high schools in Bogor. Correlation results showed that there were significant and positive relationship between authoritarian parenting style with birth order, family size as well as gender. Self regulated learning were significantly and positively related with authoritative parenting style (r=0.257, p-value<0.05) and self-efficacy (r=0.330, p-value<0.01). Meanwhile, regression results showed a positive effect of academic achievement on father's education (β=0.315, p-value=0.006) and authoritative parenting styles (β=0.259, p-value=0.014), as well as negatively on gender (β=-0.267, p-value=0.014) and permissive parenting style (β=-0.203, p-value=0.039).

Keywords: parenting style, self-efficacy, self regulated learning, academic achievement

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH GAYA PENGASUHAN, SELF-EFFICACY, DAN

SELF REGULATED LEARNING TERHADAP PRESTASI

AKADEMIK REMAJA

JULIA THERESYA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Gaya Pengasuhan, Self-Efficacy, dan Self Regulated Learning terhadap Prestasi Akademik Remaja

Nama : Julia Theresya

NIM : I24090028

Disetujui oleh

Ir. Melly Latifah, M.Si. Pembimbing I

Neti Hernawati, SP, M.Si. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Gaya Pengasuhan, Self-efficacy, dan Self Regulated Learning terhadap Prestasi Akademik Remaja. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Melly Latifah, M.Si. dan Neti Hernawati, SP, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Si. dan Alfiasari, SP, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Istiqlaliyah M, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Pihak sekolah SMPN 1 Dramaga dan SMPN 5 Bogor yang telah menjadi narasumber dari penelitian ini.

5. Rizky Amelia dan Dinni Jufita Putri selaku rekan sepayung dalam penelitian ini.

6. Kedua orang tua penulis Endang Kuswara dan Sumirah, serta adik penulis Ismi Novia Putri yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara fisik maupun non fisik kepada penulis.

7. Staf pengajar Institut Pertanian Bogor umumnya dan Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen khususnya, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB.

8. Aliyyan, Feni, Zha, Rina, rekan-rekan UKM Bola Voli IPB, Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA, serta seluruh mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 46 yang telah memberikan masukan dan dukungan selama penulisan skripsi ini.

9. Seluruh pihak terkait yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusinya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, September 2013 Julia Theresya

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1  Latar Belakang 1  Perumusan Masalah 2  Tujuan Penelitian 3  Manfaat Penelitian 4  KERANGKA PEMIKIRAN 4  METODE 6 

Disain, Lokasi, dan Waktu 6 

Teknik Penarikan Contoh 6 

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 

Hasil 12 

Pembahasan 18 

SIMPULAN DAN SARAN 22 

Simpulan 22 

Saran 22 

DAFTAR PUSTAKA 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan cara pengumpulan data 7

2 Pengukuran, dimensi, dan jumlah item pertanyaan pada instrumen

MSLQ 8

3 Jenis data dan pengkategorian data 9

4 Sebaran data karakteristik remaja dan karakteristik keluarga 12 5 Sebaran contoh berdasarkan gaya pengasuhan 13

6 Sebaran contoh berdasarkan self-efficacy 13

7 Sebaran contoh berdasarkan self regulated learning 15 8 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik 15 9 Koefisien korelasi antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga,

gaya pengasuhan, dan self-efficacy 16

10 Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self

regulated learning 16

11 Koefisien uji regresi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi

akademik 17

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik 5 2 Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengukuran motivasi belajar 14 3 Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengukuran strategi belajar 14

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Remaja merupakan fase optimalisasi aspek kognitif yang berkaitan dengan kemampuan intelektual seperti kemampuan memahami, mencerna, dan mengatasi masalah dalam proses belajar (Piaget dalam Santrock 2003). Berhasil atau tidaknya remaja dalam fase kognitif ini salah satunya dapat diketahui dari capaian hasil belajar di sekolah berupa prestasi akademik. Data dari TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2011 menunjukkan pencapaian prestasi Matematika dan Sains siswa Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara partisipan lain. Berdasarkan data Mathematics Achievement kelas delapan, siswa Indonesia memperoleh skor sebesar 386 atau jauh di bawah TIMSS scale centerpoint (500) dan menempati peringkat ke 38 dari 42 negara partisipan. Sementara itu, pada Science Achievement siswa Indonesia memperoleh skor sebesar 406 dan menempati peringkat ke 40 dari 42 negara partisipan (IES 2011).

Prestasi akademik menunjukkan seberapa jauh hasil yang telah dicapai siswa selama proses belajar dalam kurun waktu tertentu dan biasanya dinyatakan dalam bentuk penilaian. Dalam social learning theory, seseorang akan belajar dengan mengamati perilaku orang lain di sekitarnya yang disebut model (Hastuti 2009). Baik orang tua, sekolah maupun lingkungan sosial lain di sekitar remaja akan mempengaruhi dan mengatur perilaku belajar dan pencapaian akademik. Pintrich dan De Groot (1990) juga mengungkapkan faktor yang mempengaruhi prestasi akademik diantaranya perbedaan karakteristik anak dalam hal motivasi, pengaturan diri, kondisi sosial dan kognitif anak. Beberapa faktor internal seperti pencapaian kognitif, perilaku akademik dan kompetensi logis akan berinteraksi dan timbul sebagai hasil dari proses akademik remaja. Pada dasarnya sistem kognitif tersebut juga mempengaruhi seberapa tinggi tingkat kesadaran dan pemahaman dalam menentukan perilaku belajar serta tujuan akademiknya (Lerner & Steinberg 2004). Kesadaran dan pemahaman merupakan bagian dari diri atau self yang akan menjadi motif dari perilaku dan berbeda antar individu. Hal inilah yang menyebabkan remaja memiliki self-efficacy yang berbeda-beda pula.

Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif (Santrock 2002). Keyakinan ini dapat menimbulkan kekuatan dan kebergunaan pemikiran remaja sehingga dapat mengorganisasi segala sesuatu yang ingin dicapai remaja. Melalui kemampuan organisasi dan strategi tersebut, kemudian self-efficacy dapat mempengaruhi self regulated learning remaja. Pada penelitian Ho (2005) ditemukan bahwa indikator self-efficacy siswa memiliki hubungan yang paling kuat mempengaruhi self regulated learning. Self regulated learning menggambarkan strategi dan kepercayaan diri remaja terhadap kemampuan mentalnya yang dituangkan dalam proses belajar akademik. Dengan strategi self regulated learning remaja mengorganisasikan potensi kognitif, metakognitif, dan motivasi akademiknya secara sistematis dan siklis agar dapat mencapai prestasi yang diinginkan. Self regulated learning akan mempengaruhi prestasi remaja, seperti dalam penelitian Salmeron-Perez et al. (2010) yang menunjukkan bahwa

(12)

2

semakin tinggi self regulated learning siswa, maka semakin tinggi pula school performance atau prestasi akademiknya.

Baik self regulated learning maupun self-efficacy merupakan kemampuan yang berasal dari dalam diri remaja dan dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keluarga. Lingkungan keluarga termasuk di dalamnya keterlibatan orang tua, memiliki pengaruh sangat besar dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja. Keterlibatan orang tua berperan penting dalam menumbuhkan self regulated learning dan self-efficacy yang baik, serta dalam pencapaian prestasi akademik remaja. Peran tersebut diterapkan oleh orang tua melalui gaya pengasuhan. Kepercayaan dan motivasi diri remaja terhadap kemampuan akademik muncul ketika rasa aman dari pengasuhan yang tepat diterapkan oleh orang tua. Menurut Grolnick dan Ryan (1989), terdapat hubungan yang positif antara dimensi orang tua (autonomy support dan maternal involved) dengan self regulation dan prestasi objektif anak. Oleh karena itu, mengingat pentingnya prestasi akademik bagi perkembangan remaja, maka penting untuk meneliti faktor-faktor dari dalam dan luar diri yang dapat mempengaruhinya, seperti self regulated learning, self-efficacy, dan gaya pengasuhan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan data TIMSS tahun 2011 diketahui prestasi remaja Indonesia masih berada di bawah rata-rata standar internasional. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan remaja belum dikembangkan secara optimal dalam pencapaian prestasi akademik. Permasalahan yang muncul adalah banyak remaja yang memiliki potensi akademik yang baik atau memiliki kecerdasan di atas rata-rata namun tidak bisa meraih prestasi yang tinggi di sekolah. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain dalam diri remaja yang mempengaruhi prestasi akademik seperti self-efficacy dan self regulated learning. Pengetahuan dan kemampuan akademik remaja harus diimbangi pula oleh self-efficacy yang baik, sebab self-efficacy dapat membantu remaja dalam menghadapi tugas sulit hingga menentukan tujuan belajar. Schunk dan Meece (2005) mengungkapkan bahwa self-efficacy, baik secara langsung ataupun tidak langsung, mempengaruhi prestasi akademik yang diperoleh anak.

Hal tersebut juga berkaitan dengan self-efficacy. Bandura et al. (2003) juga mengungkapkan bahwa dalam self-efficacy anak akan mempengaruhi secara langsung terhadap kemampuan self regulation, kognisi, efektivitas, minat dan pengambilan keputusan, khususnya dalam proses akademik. Semakin tinggi keyakinan remaja dalam melakukan tugasnya maka semakin tinggi pula kemampuan remaja dalam mengatur strategi belajarnya (Ho 2005). Perbedaan self regulated learning dalam proses belajar remaja ditentukan oleh faktor internal, khususnya perkembangan biologis dan psikologis. Ada remaja yang sudah mampu menggunakan strategi self regulated learning dengan baik, namun ada pula remaja yang belum mampu menggunakan strategi ini untuk mengoptimalkan hasil belajarnya.

Self regulated learning pada dasarnya bukan hanya terkait proses logika dan mental, tetapi juga kondisi emosional dan motivasi belajar (Salmeron-Perez et al. 2010). Self-efficacy dan self regulated learning ini diduga berkembang dari

(13)

3 hasil lingkungan pembelajaran remaja dan keterlibatan orang tua, dalam hal ini adalah gaya pengasuhan yang diterapkan. Gaya pengasuhan yang baik diduga akan menciptakan situasi emosional yang baik dan meningkatkan kepercayaan diri anak dalam proses belajar, sehingga prestasi akademik remaja juga meningkat. Dalam pencapaian prestasi akademik, gaya pengasuhan authoritative diduga berpengaruh paling kuat terhadap self-efficacy dan self regulated learning yang tinggi. Hal tersebut telah dibuktikan dalam penelitian Grolnick dan Ryan (1989) pada siswa di Amerika, namun fakta ini belum banyak dibuktikan di Indonesia.

Penelitian-penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa gaya pengasuhan menjadi indikator penting yang mempengaruhi prestasi akademik remaja. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Namun, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa caranya mendidik dan mengasuh membuat remaja kehilangan kepercayaan diri atau menurunkan motivasi remaja untuk berprestasi. Beberapa penelitian menemukan bahwa pada remaja kompetensi interpersonal dan perubahan perkembangan kognitif termasuk di dalamnya performa sosial akademik juga diadaptasi dari lingkungan keluarga, khususnya pengasuhan dari orang tua (Lerner & Steinberg 2004). Ketiga faktor utama yang terdiri dari gaya pengasuhan orang tua, self-efficacy dan self regulated learning ini menjadi fokus utama yang akan diteliti terhadap pengaruhnya pada prestasi akademik remaja. Berdasarkan hal tersebut di atas, pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah:

1. Adakah hubungan karakteristik remaja dan karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan dan self-efficacy?

2. Adakah hubungan gaya pengasuhan dan self-efficacy dengan self regulated learning pada remaja?

3. Adakah pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik pada remaja.

Tujuan Khusus

Ada pun yang menjadi tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya

pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning.

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik remaja dan karakteristik keluarga dengan gaya pengasuhan dan self-efficacy.

3. Menganalisis hubungan gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning.

4. Menganalisis hubungan antara self regulated learning dengan prestasi akademik.

(14)

4

5. Menganalisis pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran kepada orang tua dan pihak terkait mengenai pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik anak. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian diharapkan mampu menjadi gambaran untuk menerapkan metode pembelajaran yang lebih baik. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penetapan kebijakan-kebijakan terkait sistem pendidikan, khususnya pada remaja. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan referensi dan dapat menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis dengan topik yang sama.

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut teori social interaction Vygotsky yang diacu dalam Hastuti (2009), interaksi sosial antara kemampuan pikir anak dan pengasuh merupakan kunci penting bagi perkembangan kognitif anak. Kemampuan diri yang diduga berpengaruh secara langsung terhadap pencapaian prestasi akademik remaja salah satunya adalah self regulated learning. Self regulated learning menggambarkan strategi dan kepercayaan diri remaja terhadap kemampuan mentalnya yang dituangkan dalam proses belajar akademik. Self regulated learning dalam proses belajar sangat ditentukan oleh kepercayaan diri remaja terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang disebut sebagai self-efficacy. Bandura et al. (2003) mengungkapkan bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan individu dengan self-efficacy yang rendah. Oleh karena itu, self-efficacy diduga akan berpengaruh langsung terhadap self regulated learning.

Menurut Bandura (1986) self-efficacy mempengaruhi remaja dalam memilih kegiatannya. Remaja dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan remaja dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Self-efficacy dan self regulated learning yang dimiliki oleh remaja akan mempengaruhi remaja tersebut dalam memotivasi dirinya untuk mendapatkan suatu prestasi yang baik dalam sekolahnya. Kedua aspek kepribadian tersebut akan dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungan keluarga. Salah satu peran yang dimiliki oleh keluarga yaitu sebagai pemberi pengasuhan utama dalam rangka mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengasuhan merupakan sebuah proses yang sangat krusial, masa ketika anak harus mendapatkan pengasuhan yang tepat dari orang tua untuk membentuk kepribadian positif, seperti self-efficacy. Hal ini juga

(15)

5

Prestasi Akademik

berkaitan dengan peran orang tua dalam memikul tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik, guru dan pemimpin bagi anak-anaknya.

Menurut Grolnick dan Ryan (1989), salah satu yang mempengaruhi kompetensi remaja di sekolah adalah lingkungan keluarga, khususnya dimensi perilaku orang tua. Dalam hal ini, lingkungan keluarga menyediakan pola dan fasilitas belajar dalam bentuk gaya pengasuhan orang tua, diantaranya adalah gaya pengasuhan otoriter, permisif, dan otoritatif. Gaya pengasuhan tersebut berhubungan dengan karakteristik remaja yang terdiri dari jenis kelamin dan urutan kelahiran, serta karakteristik keluarga yang terdiri dari tingkat pendidikan orang tua, pendapatan per kapita, dan besar keluarga. Kerangka pemikiran operasional analisis gaya pengasuhan, self-efficacy, self regulated learning dan prestasi akademik siswa disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik

Karakteristik Keluarga: • Pendidikan ayah • Pendidikan ibu • Pendapatan per kapita • Besar keluarga Karakteristik Remaja: • Jenis kelamin • Usia • Urutan kelahiran Gaya Pengasuhan: • Otoriter • Permisif • Otoritatif

Self-Efficacy Self Regulated

(16)

6

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan topik besar “Self Regulated Learning” dan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di dua Sekolah Menengah Pertama di wilayah Bogor. Penentuan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan berdasarkan kesediaan sekolah sebagai responden serta memiliki karakteristik siswa yang heterogen. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai Maret hingga Mei 2013.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Dramaga dan SMP Negeri 5 Bogor yang berjumlah 766 orang. Penentuan contoh didasarkan atas pertimbangan bahwa siswa kelas VIII telah memiliki pengalaman belajar di SMP lebih lama dibandingkan kelas VII, namun tidak disibukkan dengan persiapan Ujian Akhir Nasional seperti kelas IX. Perhitungan jumlah minimal contoh menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

n = Keterangan:

n = jumlah minimal contoh N = populasi (orang) = 766 orang

Ne = persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih ditolerir, yaitu 10 persen Dengan menggunakan rumus dan margin error 0.1 diperoleh jumlah minimal contoh sebagai berikut:

n =

. ²

n =

.

n = 89

Berdasarkan pertimbangan sebanyak 20% cadangan, maka total jumlah contoh untuk penelitian ini sebanyak 108 contoh yang dipilih secara acak dari setiap kelas VIII. Namun, data contoh yang memenuhi kriteria dan diolah hingga akhir penelitian berjumlah 91 contoh.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik self report dengan alat bantu kuesioner yang

(17)

7 diisi oleh contoh setelah mendapat penjelasan dan panduan dari peneliti. Data primer meliputi karakteristik remaja (jenis kelamin, usia, urutan kelahiran), karakteristik keluarga (lama pendidikan orang tua, pendapatan per kapita, besar keluarga), gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning. Data sekunder terdiri atas prestasi akademik yang diperoleh dari pihak sekolah. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data dan cara pengumpulan data

Jenis Data Variabel Alat Bantu Skala Data

Primer

Karakteristik remaja: - Jenis kelamin - Usia

- Urutan kelahiran Kuesioner

Rasio Rasio Rasio Primer Karakteristik keluarga: - Pendidikan ayah - Pendidikan ibu - Pendapatan per kapita - Besar keluarga

Kuesioner Rasio Rasio Rasio Rasio

Primer Gaya pengasuhan Kuesioner Rasio

Primer Self-efficacy Kuesioner Rasio

Primer Self regulated learning Kuesioner Rasio

Sekunder Prestasi akademik Rapor siswa Rasio

Gaya pengasuhan orang tua diukur menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Latifah (2009), mengenai persepsi gaya pengasuhan orang tua yang terbagi menjadi tiga tipe, yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif. Ketiga gaya pengasuhan orang tua ini terdiri dari dimensi demandingness (kontrol) dan responsiveness (kehangatan). Variabel ini terdiri atas 30 pertanyaan (9 pertanyaan gaya pengasuhan otoriter, 12 pertanyaan gaya pengasuhan permisif, dan 9 pertanyaan gaya pengasuhan otoritatif) dengan skala Likert 1-4 meliputi keterangan 1=tidak pernah; 2=hampir tidak pernah; 3=sering; 4=sangat sering. Reliabilitas dari kuesioner gaya pengasuhan adalah 0.843.

Self-efficacy diukur menggunakan kuesioner yang mengacu pada kuesioner self-efficacy yang disusun oleh Hambawany (2007) diacu dalam Novariandhini (2011), mengenai self-efficacy remaja. Variabel self-efficacy ini terdiri atas 24 pertanyaan dengan skala Likert meliputi keterangan STS=sangat tidak setuju; TS=tidak setuju; S=setuju; SS=sangat setuju. Reliabilitas dari kuesioner self-efficacy adalah 0.790.

Self regulated learning diukur menggunakan kuesioner berbentuk skala yang mengacu pada instrumen Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich et al. (1991) mengenai orientasi motivasional dan penggunaan strategi belajar siswa yang berhubungan dengan perilaku belajar dan pencapaian prestasi siswa. Instrumen ini terdiri atas dua dimensi utama yaitu motivation dan learning strategies. Variabel self regulated learning terdiri atas 81 pertanyaan yang dijawab dengan menggunakan skala Likert 1-7 meliputi keterangan 1=sangat-sangat tidak setuju; 2=sangat tidak setuju; 3=tidak setuju; 4=netral; 5=setuju; 6=sangat setuju; dan 7=sangat-sangat setuju. Reliabilitas dari kuesioner self regulated learning adalah 0.892. Berikut ini adalah pengukuran, dimensi dan jumlah item pertanyaan pada MSLQ yang disajikan dalam Tabel 2.

(18)

8

Tabel 2 Pengukuran, dimensi, dan jumlah item pertanyaan pada instrumen MSLQ

Pengukuran Motivasi Belajar Pengukuran Strategi Belajar

Dimensi Jumlah item Dimensi Jumlah item

Intrinsic goal orientation (IGO) 4 Rehearsal (RE) 4

Extrinsic goal orientation (EGO) 4 Elaboration (EL) 6

Task value (TV) 6 Organization (OR) 4

Control of learning beliefs (CLB) 4 Critical thinking (CT) 5

Self efficacy for learning & performance (SELP)

8 Metacognitive self-regulation

(MSR)

12

Task anxiety (TA) 5 Time/study environmental

management (SEM)

8

Effort regulation (ER) 4

Peer learning (PL) 3

Help seeking (HS) 4

Total item 31 Total item 50

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh melalui proses pengolahan dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entrying, scoring dan cleaning data. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Pengontrolan kualitas data dilakukan melalui uji reliabilitas instrumen gaya pengasuhan, self-efficacy dan self regulated learning dengan metode Cronbach’s Alpha.

Data karakteristik remaja terdiri dari jenis kelamin, usia dan urutan kelahiran contoh. Data jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Data usia didasarkan pada sebaran responden yang dibagi menjadi 3 kategori usia. Data urutan kelahiran dibedakan menjadi anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Data karakteristik keluarga terdiri dari data besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, serta pendapatan per kapita. Data besar keluarga dibedakan menjadi keluarga besar, keluarga sedang dan keluarga kecil. Data pendidikan ayah dan ibu dibedakan menjadi 6 kategori, sedangkan pendapatan per kapita dibedakan menjadi 7 kategori menurut interval garis kemiskinan Bogor tahun 2010.

Sistem skoring dibuat konsisten untuk variabel gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning. Penentuannya didasarkan pada jawaban dari masing-masing pertanyaan yang kemudian masing-masing dijumlahkan dan dikategorikan menggunakan persentase indeks sebagai berikut:

% 100%

Keterangan:

Persentase skor = skor contoh yang telah diindeks Xreal = skor real yang diperoleh contoh Xminimal = skor minimal pada kuesioner Xmaksimal = skor maksimal pada kuesioner

(19)

9 Penilaian terhadap data gaya pengasuhan, yaitu semakin tinggi persentase dari skor yang diperoleh pada suatu gaya pengasuhan tertentu maka semakin orang tua menerapkan gaya pengasuhan tersebut. Penentuan kategorian gaya pengasuhan didasarkan pada hasil persentase terbesar diantara ketiga gaya pengasuhan dimensi arahan (otoriter, permisif dan otoritatif). Sementara itu, untuk pengkategorian variabel self-efficacy dan self regulated learning menggunakan cut off yang terdiri dari tiga kategori yaitu: rendah = <60%; sedang = 60%-80%; tinggi = >80%.

Data prestasi akademik dilihat dengan menggunakan rapor siswa yang didapatkan dari pihak sekolah. Prestasi akademik dilihat dari rata-rata nilai rapor contoh pada kelas 7 semester 2 dan kelas 8 semester 1. Nilai rata-rata rapor contoh didapat dari rata-rata total nilai 10 mata pelajaran, yaitu PKN, IPA, IPS, Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani, Seni Budaya, dan TIK. Skor tersebut kemudian dirata-ratakan dengan keseluruhan nilai rata-rata contoh dan dikategorikan. Rata-rata skor prestasi akademik contoh adalah 79.1. Pengkategorian dari prestasi akademik contoh terdiri dari dua kategori yaitu: di bawah rata-rata = <79.1; di atas rata-rata = >79.1. Jenis dan pengkategorian data disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jenis data dan pengkategorian data

Jenis Data Pengkategorian Data

Karakteristik Remaja: Jenis kelamin Usia Urutan kelahiran Laki-laki, Perempuan 13-13.11, 14-14.11, ≥15

Anak sulung, Anak tengah, Anak Bungsu Karakteristik Keluarga:

Besar keluarga Keluarga besar (≥ 8 orang), Keluarga sedang (5-7 orang), Keluarga kecil (≤ 4 orang)

Pendidikan ayah Tidak tamat SD, Tamat SD, Tamat SMP, Tamat SMA, Tamat S1, Tamat S2 atau lebih

Pendidikan ibu Tidak tamat SD, Tamat SD, Tamat SMP, Tamat SMA, Tamat S1, Tamat S2 atau lebih

Pendapatan per kapita ≤Rp214 338, Rp214 339-Rp428 676, Rp428 677-Rp643 014, Rp643 015-Rp857 352, Rp857 353-Rp1 071 690, Rp1 071 691-Rp 1 286 028, >Rp1 286 029

Gaya Pengasuhan Otoriter, Permisif, Otoritatif

Self-Efficacy Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), Tinggi (>80%)

Self Regulated Learning Rendah (<60%), Sedang (60%-80%), Tinggi (>80%)

Prestasi Akademik Di bawah rata-rata (<79.1), Di atas rata-rata (>79.1)

Analisis frekuensi, rataan dan standar deviasi dilakukan secara statistik deskriptif. Analisis secara statistik inferensia yang digunakan, antara lain: (1) uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, self regulated learning, dan prestasi akademik yang diperoleh; dan (2) uji regresi linier berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, self regulated learning, dan prestasi akademik yang diperoleh. Berikut adalah persamaan dari uji yang akan dilakukan:

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12

(20)

10

dengan keterangan sebagai berikut: Y : Prestasi akademik a : konstanta

b1 : koefisien regresi variabel X1 X1 : Jenis kelamin

b2 : koefisien regresi variabel X2

X2 : Usia

b3 : koefisien regresi variabel X1 X3 : Urutan kelahiran

b4 : koefisien regresi variabel X2 X4 : Besar keluarga

b5 : koefisien regresi variabel X1 X5 : Pendidikan ayah

b6 : koefisien regresi variabel X2 X6 : Pendidikan ibu

b7 : koefisien regresi variabel X1 X7 : Pendapatan per kapita keluarga b8 : koefisien regresi variabel X3 X8 : Gaya pengasuhan otoriter b9 : koefisien regresi variabel X1 X9 : Gaya pengasuhan permisif b10 : koefisien regresi variabel X2 X10 : Gaya pengasuhan otoritatif b11 : koefisien regresi variabel X4 X11 : Self-efficacy

b12 : koefisien regresi variabel X5 X12 : Self regulated learning

Definisi Operasional

Karakteristik Remaja adalah ciri khas contoh yang terdiri atas jenis kelamin, usia dan urutan kelahiran.

Jenis Kelamin adalah jenis kelamin contoh yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

Usia adalah usia contoh pada saat penelitian yang berkisar antara 13 sampai 15. Masa remaja dimulai pada usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun (Santrock 2003).

Urutan Kelahiran adalah urut lahir anak dalam keluarga yang menentukan posisi anak sebagai anak sulung, anak tengah atau anak bungsu.

Karakteristik Keluarga adalah ciri khas keluarga contoh yang terdiri atas pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga.

Besar Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya, dinyatakan dalam jumlah orang dan dikategorikan menjadi keluarga besar, keluarga sedang, dan keluarga kecil (BKKBN 1998).

PendidikanOrang Tua adalah lama pendidikan formal yang telah ditempuh oleh ayah dan ibu contoh yang dihitung dengan satuan tahun yang

(21)

11 dikelompokkan ke dalam 6 kelas dengan pendidikan terendah adalah tidak tamat SD (0 tahun) dan tertinggi adalah tamat S2 atau lebih (21 tahun). Pendapatan Per Kapita adalah pendapatan per kapita per bulan yang diperoleh

ayah dan ibu serta anggota keluarga lain dalam keluarga, dikategorikan dalam interval kelas berdasarkan garis kemiskinan Bogor tahun 2010 sebesar Rp214 338/per kapita/per bulan (BPS dalam TNP2K 2011).

Gaya Pengasuhan adalah persepsi contoh tentang bagaimana orang tua melakukan interaksi dengan contoh, meliputi otoriter, permisif dan otoritatif yang diukur berdasarkan persepsi remaja.

Gaya Pengasuhan Otoriter adalah orang tua bersikap kaku terhadap anak, mengharapkan ketaatan tingkah laku tanpa memberi penjelasan, banyak menetapkan batasan bagi anak.

Gaya Pengasuhan Permisif adalah orang tua bersikap hangat dan komunikatif terhadap anak tetapi memberikan pembatasan yang sedikit pada tingkah laku. Gaya Pengasuhan Otoritatif adalah orang tua yang memberi kehangatan, lebih

luwes dalam menetapkan batasan dan disertai penjelasan pada anak.

Self-Efficacy adalah keyakinan contoh bahwa ia dapat menguasai situasi,

memperoleh hasil positif dari usahanya dalam menyelesaikan tugas-tugas, dan mampu menghadapi kesulitan atau hambatan.

Self Regulated Learning adalah menggambarkan kemampuan remaja mengatur

diri dan strategi terhadap kemampuan mentalnya yang dituangkan dalam proses belajar akademik, terdiri atas pengukuran motivasi belajar (intrinsic goal orientation, extrinsic goal orientation, task value, control of learning beliefs, self-efficacy for learning & performance, task anxiety) dan pengukuran strategi belajar (rehearsal, elaboration, organization, critical thinking, metacognitive self-regulation, time/study environmental management, effort regulation, peer learning, help seeking).

Prestasi Akademik adalah nilai ketuntasan belajar pada kurun waktu tertentu, dalam hal ini adalah rata-rata nilai rapor contoh pada semester dua kelas tujuh dan semester satu kelas delapan, kemudian dibagi ke dalam kategori di bawah rata-rata dan di atas rata-rata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik Remaja

Hasil penelitian menunjukkan persentase terbesar contoh berjenis kelamin perempuan sebanyak 53.8 persen dan sisanya laki-laki sebanyak 46.2 persen. Usia remaja yang tergolong remaja awal yaitu usia 12 sampai 15 tahun (Hurlock 1980). Lebih dari separuh contoh (58.2%) berada pada rentang usia 14-14.11 tahun dengan rata-rata usia yaitu 13.9 tahun. Hampir separuh contoh (41.8%) tergolong dalam kategori anak sulung dalam keluarga. Sebaran data karakteristik remaja (usia dan urutan kelahiran) dapat dilihat pada Tabel 4.

(22)

12

Karakteristik Keluarga

Berdasarkan BKKBN (1998) besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah contoh (50.5%) tergolong dalam keluarga kecil (≤4 orang). Persentase terbesar ayah dan ibu telah menempuh pendidikan hingga tamat SMA yaitu sebesar 47.3 persen dan 53.8 persen. Pendapatan per kapita menunjukkan bahwa lebih dari satu per empat keluarga contoh (28.6%) memiliki pendapatan di atas Rp1 286 029 dengan rata-rata sebesar Rp1 158 082. Tabel 4 berikut menunjukkan sebaran data karakteristik remaja dan karakteristik keluarga.

Tabel 4 Sebaran data karakteristik remaja dan karakteristik keluarga

Variabel Min-Max Rataan ± Std

Karakteristik remaja

Usia (tahun) 13.0 – 15.4 13.9 ± 0.5 Urutan kelahiran 1 – 9 2.0 ± 1.3 Karakteristik keluarga

Besar keluarga (orang) 3 – 10 5 ± 1.1 Pendidikan ayah (tahun) 0 – 20 12.1 ± 4.2 Pendidikan ibu (tahun) 2 – 18 11.6 ± 3.5 Pendapatan per kapita (Rp/bulan) 120 000 –7 200 000 1 158 082 ± 1 151 863

Gaya Pengasuhan

Pengasuhan merupakan tindakan yang dilakukan orang tua agar anak dapat bertanggung jawab, memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat, termasuk apa yang dilakukan ketika menghadapi emosi yang ditunjukkan anak seperti menangis, agresif, berbohong atau menunjukkan kompetensi yang kurang dalam pendidikan (Brooks 2001). Menurut Baumrind (1967) terdapat tiga gaya pengasuhan orang tua dalam dua komponen utama gaya pendisiplinan (demandingness dan responsiveness), yaitu authoritarian (otoriter), permissive (permisif) dan authoritative (otoritatif). Hasil dari penelitian menunjukkan sebagian besar contoh mempersepsikan gaya pengasuhan otoritatif yaitu sebesar 86.8 persen, sedangkan sebanyak 11.0 persen contoh mempersepsikan gaya pengasuhan otoriter (Tabel 5).

Analisis per item pertanyaan menunjukkan lebih dari separuh contoh menjawab tidak pernah pada item-item gaya pengasuhan otoriter seperti orang tua memaksa mengikuti les tambahan, memberi hukuman tanpa penjelasan, dan menentukan dengan siapa contoh bergaul. Pada item-item pertanyaan gaya pengasuhan permisif, lebih dari separuh contoh menjawab tidak pernah untuk pernyataan seperti orang tua tidak pernah marah walaupun saya membantah, membebaskan pergaulan tanpa ada batasan, dan tidak menerapkan aturan apapun. Sementara itu, pada gaya pengasuhan otoritatif persentase terbesar contoh adalah yang menjawab sering di seluruh item pertanyaan.

(23)

13 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan gaya pengasuhan

Gaya pengasuhan n % Frekuensi

Otoriter 10 11.0

Permisif 2 2.2

Otoritatif 79 86.8

Total 91 100.0

Self-Efficacy

Menurut Pajares (2006) self-efficacy merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa ia dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat contoh (78.0%) dalam penelitian memiliki self-efficacy yang tergolong dalam kategori sedang dan sebanyak 15.4% contoh tergolong dalam self-efficacy rendah. Rata-rata persentase skor contoh adalah sebesar 68.4%.

Pada analisis per item pertanyaan, contoh cenderung menjawab setuju untuk pernyataan positif seperti saya yakin mampu mewujudkan cita-cita setelah lulus, saya yakin dapat mempersiapkan ujian dengan baik meskipun banyak hambatan. Contoh cenderung menjawab tidak setuju untuk pertanyaan negatif seperti saya merasa tidak percaya diri bersaing dengan orang yang lebih pandai, saya merasa tidak mampu menghadapi situasi sulit. Namun, untuk pernyataan negatif seperti saya sering cemas menunggu hasil ujian, lebih dari separuh contoh menjawab setuju

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan self-efficacy

Self-efficacy n % Frekuensi Rendah (<60%) 14 15.4 Sedang (60%–80%) 71 78.0 Tinggi (>80%) 6 6.6 Total 91 100.0 Min – max 48.6 – 90.3 Rata-rata ± Std 68.4 ± 7.8

Self Regulated Learning

Self regulated learning merupakan fondasi proses belajar sepanjang hayat yang membelajarkan peserta didik untuk mengendalikan pikiran, sikap dan tindakannya secara terencana dan siklis untuk mencapai tujuan pembelajaran (Zimmerman 1989). Pengukuran self regulated learning terdiri atas dua pengukuran utama yaitu motivasi belajar dan strategi belajar. Pada Gambar 3 terdapat hasil sebaran 6 dimensi pengukuran motivasi belajar, diketahui bahwa persentase terbesar contoh berada dalam kategori sedang di hampir seluruh dimensi, kecuali dimensi extrinsic goal orientation (EGO). Adapun pada kategori rendah, dimensi task anxiety (TA) memiliki persentase sebaran contoh paling besar atau hampir separuh contoh (41.8%). Sementara pada kategori tinggi,

(24)

14

dimensi extrinsic goal orientation (EGO) memiliki sebaran contoh paling besar atau lebih dari separuh contoh (58.2%) (Gambar 2).

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengukuran motivasi belajar Hasil sebaran 9 dimensi pengukuran strategi belajar, menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh berada dalam kategori sedang di seluruh dimensi. Adapun pada kategori rendah, dimensi time/study environmental management (SEM) memiliki persentase sebaran contoh paling besar atau hampir separuh contoh (44.0%). Sementara pada kategori tinggi, dimensi effort regulation (ER) dan help seeking (HS) memiliki sebaran contoh paling besar yaitu (14.3%) (Gambar 3).

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengukuran strategi belajar

41.8 17.6 2.2 20.9 3.3 19.8 53.8 71.4 57.1 64.8 38.5 62.6 4.4 11 40.7 14.3 58.2 17.6 0 20 40 60 80 100 TA SELP CLB TV EGO IGO Rendah (<60%) Sedang (60-80%) Tinggi (>80%) 29.7 38.5 34.1 44 35.2 17.6 23.1 23.1 30.8 56 50.5 51.6 52.7 61.5 76.9 68.1 67 56 14.3 11 14.3 3.3 3.3 5.5 8.8 9.9 13.2 0 20 40 60 80 100 HS PL ER SEM MSR CT OR EL RE Rendah (<60%) Sedang (60-80%) Tinggi(>80%) Keterangan:

RE : Rehearsal SEM : Time/Study Environmental Management

EL : Elaboration ER : Effort Regulation

OR : Organization PL : Peer Learning

CT : Critical Thinking HS : Help Seeking

MSR : Metacognitive Self-Regulation

Keterangan:

IGO : Intrinsic Goal Orientation CLB : Control of Learning Beliefs

EGO : Extrinsic Goal Orientation SELP : Self-Efficacy for Learning & Performance

(25)

15 Pada Tabel 7, hasil pengukuran motivasi belajar, strategi belajar, dan total self regulated learning tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan pengukuran per dimensi. Hampir seluruh contoh berada dalam kategori sedang pada motivasi belajar (84.6%) dengan rata-rata persentase skor sebesar 70.0%. Lebih dari tiga per empat contoh (75.8%) juga terkategori sedang pada strategi belajar dengan rata-rata persentase skor sebesar 65.0%. Konsisten dengan hasil kedua pengukuran utama, total self regulated learning sebesar 87.9 persen contoh juga berada dalam kategori sedang dan hanya 9.9 persen contoh yang terkategori tinggi, dengan rata-rata persentase skor sebesar 67.0%.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan self regulated learning

Kategori Motivasi belajar n % n % n % Strategi belajar SRL

Rendah (<60%) 8 8.8 19 20.9 9 9.9 Sedang (60%-80%) 77 84.6 69 75.8 80 87.9 Tinggi (>80%) 6 6.6 3 3.3 2 2.2 Total 91 100.0 91 100.0 91 100.0 Min – max 56.0 – 88.0 44.0 – 83.0 51.0 – 81.0 Rata-rata ± std. 70.0 ± 6.9 65.0 ± 7.2 67.0 ± 6.1 Prestasi Akademik

Setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan. Tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi pelajaran setelah mengalami proses belajar ditunjukkan dengan pencapaian prestasi akademiknya. Dalam penelitian ini, prestasi akademik adalah nilai rata-rata rapor contoh di kelas tujuh semester dua dan kelas delapan semester satu. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada prestasi akademik sebanyak lebih dari setengah contoh (58.2%) berada pada kategori di bawah rata-rata, sedangkan sebanyak 41.8 persen contoh berada pada kategori di atas rata-rata.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik

Prestasi akademik n % Frekuensi

Di bawah rata-rata (<79.1) 53 58,2 Di atas rata-rata (>79.1) 38 41,8 Total 91 100,0 Min – max 73.7 – 87.6 79.1 ± 3.7 Rata-rata ± std.

Hubungan antara Karakteristik Remaja dan Karakteristik Keluarga dengan Gaya Pengasuhan dan Self-Efficacy

Pada karakteristik remaja, jenis kelamin berhubungan positif signifikan dengan gaya pengasuhan otoriter (r=0.317, p-value<0.01). Artinya bahwa contoh laki-laki cenderung menerima gaya pengasuhan otoriter dari orang tua. Urutan kelahiran contoh diketahui memiliki hubungan positif signifikan dengan gaya pengasuhan otoriter (r=0.282, p-value<0.01), serta berhubungan negatif signifikan

(26)

16

dengan gaya pengasuhan orang tua otoritatif (r=-0.272, p-value<0.01). Artinya bahwa semakin bungsu urutan kelahiran contoh, maka gaya pengasuhan orang tua semakin otoriter atau tidak otoritatif. Pada karakteristik keluarga, terdapat hubungan yang positif signifikan antara besar keluarga dengan gaya pengasuhan otoriter (r=0.337, p-value<0.01). Artinya bahwa semakin banyak jumlah anggota dalam keluarga contoh, maka gaya pengasuhan orang tua semakin otoriter. Sementara itu, karakteristik remaja dan karakteristik keluarga tidak berhubungan dengan self-efficacy contoh (Tabel 9).

Tabel 9 Koefisien korelasi antara karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, dan self-efficacy

Hubungan antar variabel Gaya pengasuhan Self-efficacy

Otoriter Permisif Otoritatif Karakteristik remaja Jenis kelamin 0.317** -0.089 -0.062 0.201 Usia 0.021 0.127 -0.018 -0.068 Urutan kelahiran 0.282** -0.094 -0.272** 0.145 Karakteristik keluarga Besar keluarga 0.337** -0.045 -0.205 0.058 Pendidikan ayah -0.086 0.120 0.114 -0.023 Pendidikan ibu -0.067 -0.028 0.152 -0.113

Pendapatan per kapita -0.092 0.132 -0.033 0.085 Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Hubungan Gaya Pengasuhan, Self-Efficacy, dan Self Regulated Learning

Pada uji korelasi antara gaya pengasuhan dengan self-efficacy menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan ketiga gaya pengasuhan. Hasil lain menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara gaya pengasuhan otoritatif dengan self regulated learning (r=0.257, p-value<0.05). Artinya bahwa semakin otoritatif gaya pengasuhan orang tua, semakin tinggi pula self regulated learningnya Adapun hasil lain menunjukkan bahwa self-efficacy berhubungan positif signifikan dengan self regulated learning (r=0.330, p-value<0.01). Artinya bahwa semakin tinggi self-efficacy contoh, semakin tinggi pula self regulated learningnya (Tabel 10). Tabel 10 Koefisien korelasi antara gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self

regulated learning

Hubungan antar variabel Self-efficacy Self regulated learning

Gaya pengasuhan otoriter -0.034 0.023

Gaya pengasuhan permisif -0.096 -0.142

Gaya pengasuhan otoritatif 0.182 0.257*

Self-efficacy 1.000 0.330**

Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Prestasi Akademik

Berdasarkan uji hubungan yang dilakukan antara self regulated learning dengan prestasi akademik contoh, tidak ditemukan hubungan yang signifikan di

(27)

17 antara keduanya. Hasil uji hubungan menunjukkan koefisien korelasi antara self regulated learning adalah sebesar 0.018 dengan p-value>0.05.

Pengaruh Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, Gaya Pengasuhan, Self-Efficacy, dan Self Regulated Learning terhadap Prestasi Akademik

Hasil uji regresi linier berganda pada model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0.288 dan 71.2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel yang diteliti. Adapun jenis kelamin ditemukan berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik (β=-0.267, p-value=0.014), artinya remaja laki-laki berhubungan signifikan dengan menurunnya prestasi akademik sebesar 0.267. Pendidikan ayah berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi akademik (β=0.315, p-value=0.006), artinya bahwa setiap kenaikan 1 tahun pendidikan ayah maka akan meningkatkan prestasi akademik contoh sebesar 0.315. Gaya pengasuhan permisif berpengaruh negatif signifikan terhadap prestasi akademik (β=-0.203, p-value=0.039), artinya bahwa setiap kenaikan 1 skor persepsi gaya pengasuhan permisif maka akan menurunkan prestasi akademik sebesar 0.039. Sebaliknya pengaruh positif signifikan ditemukan pada gaya pengasuhan otoritatif terhadap prestasi akademik (β=0.259, p-value=0.014), artinya bahwa setiap kenaikan 1 skor persepsi gaya pengasuhan otoritatif maka akan meningkatkan prestasi akademik sebesar 0.259 (Tabel 11).

Tabel 11 Koefisien uji regresi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik

Variabel β Sig. Prestasi akademik

Konstanta - 0.000 Jenis kelamin -0.267 0.014* Usia -0.084 0.386 Urutan kelahiran 0.224 0.121 Besar keluarga -0.224 0.093 Pendidikan ayah 0.315 0.006** Pendidikan ibu 0.098 0.402 Pendapatan keluarga 0.060 0.587

Gaya pengasuhan otoriter 0.126 0.251

Gaya pengasuhan permisif -0.203 0.039*

Gaya pengasuhan otoritatif 0.259 0.014*

Self-efficacy 0.184 0.078

Self regulated learning -0.134 0.221

N 91 Df 1 R2 0.383 R2 adjusted 0.288 F 4.034 Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

(28)

18

Pembahasan

Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua cenderung berkaitan dengan karakteristik remaja, keadaan dan kondisi sosio ekonomi keluarga. Karakteristik anak seperti jenis kelamin menjadi pertimbangan orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. Dalam penelitian, remaja laki-laki cenderung mempersepsikan gaya pengasuhan otoriter. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Dornbusch et al. (1987) yang menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan perempuan dalam hal gaya pengasuhan otoriter. Remaja perempuan lebih rendah dalam menerima gaya pengasuhan orang tua otoriter dibandingkan remaja laki-laki. Berbeda dengan hasil penelitian Stephens (2009) yang mengemukakan bahwa orang tua terutama ayah lebih berperilaku overprotected dan otoriter pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki. Pada dasarnya gaya pengasuhan tidak membedakan gender anak, baik laki-laki maupun perempuan memerlukan gaya pengasuhan yang mengarah pada gaya pengasuhan otoritatif (Hastuti 2009). Namun, kesan feminim dan maskulin yang timbul pada anak, cenderung mempersepsikan bahwa anak perempuan membutuhkan interaksi yang lebih lembut, sedangkan laki-laki membutuhkan interaksi yang lebih kuat dan tegas.

Selain jenis kelamin remaja, urutan kelahiran pada umumnya juga dapat mempengaruhi gaya pengasuhan orang tua. Anak sulung dalam keluarga cenderung menerima gaya pengasuhan otoriter, karena pengetahuan dan pengalaman orang tua dalam pengasuhan cenderung masih minim, sehingga berlebihan dalam melindungi anak. Namun, hasil penelitian juga menemukan bahwa semakin bungsu urutan anak, maka gaya pengasuhan orang tua semakin otoriter. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmaisya (2011) yang menemukan bahwa semakin bungsu urutan anak, maka gaya pengasuhan orang tua semakin tidak otoritatif, cenderung otoriter atau permisif. Dalam penelitian ini, sebagian besar anak bungsu memiliki saudara kandung yang sudah memasuki usia dewasa, maka dari itu orang tua cenderung memberikan pengasuhan yang lebih ketat pada anak bungsu karena dianggap masih membutuhkan lebih banyak perhatian.

Adapun selain dipengaruhi karakteristik remaja, gaya pengasuhan juga berkaitan dengan kondisi dan lingkungan keluarga. Sebanyak 81.8% contoh yang mempersepsikan gaya pengasuhan otoriter berasal dari keluarga sedang dan keluarga besar. Akibat interaksi yang terlalu kompleks dalam keluarga contoh, orang tua bisa jadi memberi ketegasan yang berlebihan sebagai kompensasi dalam melindungi anaknya. Hastuti (2009) juga mengungkapkan bahwa interaksi interpersonal antar anggota keluarga akan semakin kompleks dengan semakin banyaknya anggota keluarga. Hasil penelitian sejalan karena adanya kepadatan akan mempengaruhi hubungan dan pola komunikasi antar anggota keluarga yang berjalan tidak semestinya, begitu juga dengan praktek pengasuhan orang tua. Meskipun karakteristik remaja dan keluarga berhubungan dengan gaya pengasuhan orang tua, self-efficacy remaja tidak berhubungan dengan kedua karakteristik tersebut. Motivasi secara emosional, social models yang tepat bagi anak, dan seberapa luas orang tua mengajarkan anak dalam problem solving lebih efektif dalam meningkatkan self-efficacy (Schunk & Meece 2005).

(29)

19 Keterlibatan orang tua juga menjadi faktor penting dalam usaha meningkatkan self-efficacy remaja. Namun, dalam penelitian ini ketiga gaya pengasuhan orang tua tidak berhubungan dengan self-efficacy contoh. Shaw (2008) mengungkapkan hal senada yaitu tidak adanya hubungan signifikan antara gaya pengasuhan dengan self-efficacy akademik. Sementara itu, hasil berbeda ditemukan pada penelitian Tam et al. (2012) yang mengungkapkan bahwa gaya pengasuhan otoritatif berhubungan positif signifikan dengan self-efficacy remaja. Gaya pengasuhan otoritatif cenderung memiliki peran yang vital bagi level self-efficacy remaja dibandingkan dengan gaya pengasuhan otoriter dan permisif. Baumrind (1967) juga menyatakan bahwa anak-anak yang hidup dalam keluarga otoritatif akan menjalani kehidupannya dengan rasa penuh percaya diri dan memiliki pengendalian diri dalam mengelola emosi dan tujuannya.

Seperti pada pernyataan Baumrind tersebut, gaya pengasuhan orang tua berkaitan dengan kemampuan remaja dalam mengendalikan diri, mengelola emosi dan tujuannya. Pada usia remaja, kemampuan ini juga termasuk untuk mengelola tujuan akademiknya atau disebut self regulated learning. Proses self regulated learning yang ditunjukkan melalui perilaku remaja pada kehidupan akademik atau sekolah, erat kaitannya dengan perilaku pengasuhan orang tua (Purdie, Carrol & Roche 2004). Dalam penelitian ini, gaya pengasuhan otoritatif berhubungan dengan self regulated learning yang tinggi pada contoh. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Erden dan Uredi (2008) yang menyatakan bahwa siswa dengan orang tua otoritatif lebih tinggi dalam menggunakan strategi self regulated learning, kognitif dan metakognitif dibandingkan siswa dengan orang tua otoriter dan permisif.

Gaya pengasuhan otoritatif cenderung memberikan respon berupa sikap dan perilaku yang mendukung otonomi anak secara psikologis, kemudian dapat menghasilkan self-esteem dan self-regulation yang baik dalam diri anak (Maccoby & Martin 1983). Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan contoh cenderung memiliki extrinsic goal orientation yang tinggi dibandingkan dimensi lain dalam pengukuran motivasi belajar, serta effort regulation dan help seeking yang tinggi dalam dimensi pengukuran strategi belajar. Contoh memiliki motivasi untuk mencapai tujuan belajar yang berasal dari luar diri, seperti keinginan untuk menunjukkan prestasinya pada orang tua dan keluarga. Contoh juga memiliki usaha dan kerja keras yang baik untuk memperoleh hasil belajar maksimal. Dalam memecahkan masalah belajar, contoh juga tidak segan meminta pertolongan dari pembimbing, guru, teman, dan orang-orang yang dipercayanya. Gaya pengasuhan otoritatif tidak menerapkan interaksi yang kaku, tetapi responsif dan tanggap untuk mendengarkan perasaan dan keluh kesah anak (Baumrind 1967).

Tidak hanya berkembang dari gaya pengasuhan orang tua, self regulated learning pun erat kaitannya dengan self-efficacy yang dimiliki remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi self-efficacy contoh maka semakin tinggi pula self regulated learningnya. Menurut Bandura dalam Hoyle (2010), self-efficacy mempengaruhi remaja dalam merencanakan strategi pencapaian tujuannya. Remaja akan menetapkan tujuan dan mengatur strategi belajar yang dipercaya dapat diimplementasikan sesuai dengan kompetensi atau kemampuannya. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian Zimmerman dan Martinez-Pons (1990) juga menyatakan bahwa persepsi self-efficacy akademik

(30)

20

berhubungan positif signifikan dengan penggunaan strategi self regulated learning pada semua jenis kompetensi akademik, baik verbal maupun matematik. Self-efficacy memiliki empat macam fungsi yaitu menentukan pilihan tingkah laku, menentukan berapa besar tingkat komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha, mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional, serta menentukan standar yang akan dilakukan selanjutnya. Dalam hal pencapaian prestasi akademik, self-efficacy merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan self-regulation dan strategi manajemen pola pikir individu (Bandura dalam Santrock 2002).

Pencapaian prestasi akademik pada dasarnya merupakan outcome yang salah satunya berasal dari proses self regulated learning. Namun, hasil penelitian ini tidak menemukan hubungan antara self regulated learning dengan prestasi akademik, tidak sejalan dengan hasil penelitian Pintrich dan De Groot (1990) yang menyatakan bahwa siswa dengan nilai tinggi lebih banyak menggunakan strategi self-regulatory dibandingkan siswa dengan nilai rendah. Hal ini berkaitan dengan hasil pengukuran motivasi belajar, yang menunjukkan bahwa contoh masih rendah dalam dimensi test anxiety. Contoh cenderung memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kegagalan ketika ujian. Kecemasan dan ketakutan tersebut seringkali mengganggu contoh ketika menghadapi ujian, sehingga hasilnya pun kurang maksimal. Pada pengukuran strategi belajar, contoh masih rendah dalam kemampuannya mengatur lingkungan belajar (time/study environmental management). Contoh merasakan kesulitan membagi fokus dan waktu belajar dengan kegiatan lain, serta sulit menciptakan suasana kondusif untuk kegiatan belajarnya. Masalah-masalah ini pula yang dapat menghambat contoh untuk mencapai prestasi yang baik di sekolah.

Sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Bandura, terbentuknya perilaku-perilaku yang berkaitan dengan pencapaian prestasi akademik juga merupakan hasil interaksi antara faktor personal dan lingkungan. Faktor personal seperti self-efficacy dan self regulated learning, bukan satu-satunya yang mempengaruhi prestasi akademik dan bukan juga satu-satunya faktor yang paling penting. Self-efficacy yang sudah terbentuk dalam diri tidak dapat menghasilkan kompetensi yang baik apabila pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan kurang memadai (Schunk & Meece 2005). Siswa yang menggunakan self regulated learning dibedakan pula oleh penggunaan metakognitif secara sistematis, strategi motivasional dan perilaku, respon terhadap efektivitas belajar, dan persepsi diri terhadap pencapaian prestasinya. Namun, untuk siswa yang masih tergolong kurang dalam hasrat dan kemampuan akademiknya membutuhkan bantuan dari pendidik agar dapat menggunakan proses self regulated learning ini dengan baik dan mencapai prestasi akademik yang optimal (Zimmerman 1990).

Jika kemampuan remaja dalam self-efficacy dan self regulated learning dapat mempengaruhi prestasi akademik baik secara langsung maupun tidak langsung, faktor biologis remaja bisa jadi memiliki kontribusi yang sama terhadap pencapaian prestasi akademik. Seperti pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa contoh laki-laki berpengaruh signifikan terhadap menurunnya prestasi akademik. Sejalan dengan penelitian Long et al. (2007) bahwa secara signifikan remaja laki-laki cenderung memiliki pencapaian nilai akademik yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan. Dalam pencapaian prestasi akademik, remaja laki-laki cenderung lebih berfokus pada hasil (performance goal oriented),

(31)

21 sedangkan remaja perempuan cenderung berfokus pada proses belajar (learning goal oriented). Hasil tersebut berbeda dengan pernyataan Maccoby dan Jacklin diacu dalam Hastuti (2009) bahwa laki-laki lebih agresif, lebih berkemampuan visual-spatial, berorientasi prestasi atau achievement, sedangkan perempuan lebih tinggi kemampuan verbal dan sosialnya. Remaja dalam tahap perkembangannya memiliki kebutuhan yang berbeda dengan tahap lainnya. Pertumbuhan yang berbeda pada remaja laki-laki dan perempuan baik fisik maupun psikis juga akan mempengaruhi keseluruhan pola perilaku, tidak terkecuali dalam pencapaian prestasi akademik (Goleman 1999).

Dari segi faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi akademik, pendidikan ayah dan gaya pengasuhan menunjukkan pengaruh yang signifikan. Pendidikan ayah yang tinggi memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap prestasi remaja yang tinggi. Farooq et al. (2011) mengungkapkan hasil penelitian bahwa ayah yang berpendidikan tinggi seperti sarjana dan master lebih berpengaruh terhadap prestasi sekolah anak yang tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan ayah yang rendah. Orang tua yang berpendidikan tinggi, relatif lebih kaya dalam memberikan stimulasi yang lebih baik kepada anak, memiliki alokasi waktu yang relatif lebih banyak dengan anak, berinteraksi lebih sering, serta lebih mampu memberikan biaya yang cukup untuk aktivitas kurikuler dan ekstrakurikuler kepada anak-anaknya (Hartoyo & Hastuti 2004).

Sementara itu, gaya pengasuhan otoritatif lebih baik pengaruhnya terhadap prestasi akademik yang tinggi dibandingkan gaya pengasuhan permisif dan otoriter. Setara dengan hasil penelitian tersebut, Dornbusch et al. (1987) juga menemukan hubungan negatif signifikan antara gaya pengasuhan otoriter dan permisif dengan nilai akademik remaja, sebaliknya hubungan positif signifikan terdapat pada gaya pengasuhan otoritatif dengan nilai akademik remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Berbeda dengan hasil penelitian lain yang tidak menemukan hubungan signifikan antara gaya pengasuhan otoritatif dengan prestasi akademik remaja dan adanya hubungan positif signifikan antara gaya pengasuhan permisif dengan prestasi akademik remaja (Alfiasari, Latifah & Wulandari 2011). Remaja yang berada dalam pengasuhan permisif sangat tidak matang dalam berbagai aspek psikososial, merasa tidak aman, tidak punya orientasi, dan penuh keraguan karena kurangnya bimbingan dan pengarahan dari orang tua (Baumrind 1967). Sebaliknya, kualitas pola interaksi dan gaya pengasuhan orang tua otoritatif akan memunculkan keberanian, motivasi dan kemandirian remaja dalam menghadapi masa depannya (Santrock 2003).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja masih memiliki prestasi akademik di bawah rata-rata, meskipun sebagian besar remaja menerima gaya pengasuhan otoritatif dari orang tua dan memiliki self-efficacy yang terkategori sedang. Secara keseluruhan, self regulated learning remaja

(32)

22

tergolong dalam kategori sedang. Namun, remaja cenderung masih rendah dalam dimensi text anxiety dan time/study environmental management, artinya remaja masih sulit mengendalikan kecemasan dan membuat lingkungan yang kondusif dalam proses belajarnya. Lebih dari separuh remaja memiliki motivasi belajar yang tinggi dari luar diri (extrinsic goal orientation), serta pada strategi belajar remaja lebih banyak yang mencapai kategori tinggi dalam dimensi effort regulation dan help seeking. Remaja memiliki usaha yang baik untuk mengendalikan diri dan mencari bantuan ketika menghadapi masalah belajar.

Hasil lain menunjukkan semakin bungsu urutan kelahiran, gaya pengasuhan orang tua semakin otoriter. Remaja laki-laki cenderung mempersepsikan gaya pengasuhan orang tua yang otoriter. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin otoriter gaya pengasuhan orang tua. Semakin otoritatif gaya pengasuhan orang tua dan semakin tinggi self-efficacy, maka semakin tinggi pula self regulated learning remaja. Remaja laki-laki berhubungan dengan menurunnya prestasi akademik. Semakin tinggi pendidikan ayah, maka semakin meningkatkan prestasi akademik remaja. Gaya pengasuhan otoritatif terbukti paling baik dalam mendorong prestasi remaja di sekolah dibandingkan kedua gaya lainnya. Gaya pengasuhan permisif berpengaruh menurunkan prestasi akademik remaja, berbeda halnya dengan gaya pengasuhan otoritatif yang berpengaruh meningkatkan prestasi akademik remaja.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian pada dimensi-dimensi self regulated learning, orang tua dan sekolah dapat membantu remaja dalam menciptakan waktu, suasana, dan lingkungan yang kondusif untuk proses belajarnya. Mengenai adanya pengaruh negatif antara jenis kelamin laki-laki terhadap prestasi akademik, baik orang tua maupun guru dapat lebih memberikan stimulus akademik yang dapat memotivasi remaja laki-laki untuk meningkatkan prestasi akademiknya. Pentingnya pengaruh pendidikan ayah bagi prestasi akademik remaja sebaiknya menjadi pertimbangan orang tua untuk dapat meraih prestasi setinggi-tingginya agar menjadi role model dan motivator yang baik bagi anaknya. Selain itu, orang tua sebaiknya mengurangi pengasuhan permisif dan lebih meningkatkan pengasuhan yang mengarah pada otoritatif atau demokratis, yang juga dapat membantu remaja menurunkan kecemasan dan meyakinkannya untuk mengatur kegiatan belajar dengan baik. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan mampu meneliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik selain dalam diri individu dan lingkungan keluarga, seperti peer group serta lingkungan sekolah.

(33)

23

DAFTAR PUSTAKA

[BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Data Besar Keluarga. Jakarta: BKKBN.

[IES]. Institute of Education Science. 2011. Overview TIMSS and PIRLS Achievement 2011. USA: IES.

[TNP2K]. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2011. Indikator Kesejahteraan Daerah Provinsi Jawa Barat. Jakarta: TNP2K.

Alfiasari, Latifah M, Wulandari A. 2011. Pengasuhan otoriter berpotensi menurunkan kecerdasan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik remaja. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol 4 (1), 46-56. ID: Institut Pertanian Bogor.

Bandura A. 1986. Social Foundation of Tought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall.

_________, Caprara GV, Barbaranelli C, Gerbino M, Pastorelli C. 2003. Role of affective self-regulatory efficacy in diverse spheres of psychosocial functioning. Child Development. Vol 74, 769-782.

Baumrind D. 1967. Child-care practices anteceding three patterns of preschool behavior. Genetic Psychology Monographs. Vol 75, 43-88.

Brooks JB. 2001. Parenting, Third Edition. California: Mayfield Publishing Company.

Dornbusch SM, Ritter PL, Leiderman PH, Roberts DF, Fraleigh MJ. 1987. The relation of parenting styles to adolescent school performance. Child Development. Vol 58 (5), 1244-1257.

Erden M, Uredi I. 2008. The effect of perceived parenting styles on self-regulated learning strategies and motivational beliefs. International Journal about Parents in Education. Vol 2 (1), 25-34.

Farooq MS, Chaudhry AH, Shafiq M, Berhanu G. 2011. Factors affecting students’ quality of academic performance: A case of secondary school level. Jurnal of Quality and Technology Management. Vol III, Issue II, 01-14. Goleman D. 1999. Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting dari IQ.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Grolnick WS, Ryan RM. 1989. Parent styles associated with children’s self regulation and competence in school. Journal of Education Psychology. Vol 81 (2), 143-154.American Psychological Association, Inc.

Hambawany E. 2007. Hubungan antara self efficacy anak dan persepsi anak terhadap perhatian orang tua dengan prestasi belajar pada penyandang tuna daksa [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hartoyo, Hastuti D. 2004. Perilaku investasi pada anak nelayan dan implikasinya terhadap pengentasan kemiskinan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. IPB.

Ho ESC. 2005. Self regulated learning and academic achievement of Hong Kong secondary school students. Education Jurnal. Vol 32 (2), Winter 2004. The Chinese University of Hong Kong.

Gambar

Gambar 1 Pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya pengasuhan,  self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi akademik
Tabel 1 Jenis data dan cara pengumpulan data
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengukuran motivasi belajar  Hasil sebaran 9 dimensi pengukuran strategi belajar, menunjukkan bahwa  persentase terbesar contoh berada dalam kategori sedang di seluruh dimensi
Tabel 11 Koefisien uji regresi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, gaya  pengasuhan, self-efficacy, dan self regulated learning terhadap prestasi  akademik

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Airlangga Pasal 59 disebutkan Program Pascasarjana berubah nama menjadi Sekolah Pascasarjana

Os formulários preenchidos devem ser entregues, juntamente com cópias de quaisquer outras informações requeridas, à Unidade de Registo do DNRD em Díli ou aos

Sampai saat ini, produksi biopestisida dari tanaman nimba dilakukan dengan cara mengisolasi langsung dari tanaman utuh, terutama dari biji. Setiap gram biji nimba mengandung 3,6 mg

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dibuat kesimpulan bahwa Ada hubungan positif dan signifikan antara sikap terhadap Alat Pelindung Diri (APD) dengan

Pendidikan kesehatan menggunakan buklet telah memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap mengenai deteksi dini kanker serviks

Kesimpulan dari penilitian ini adalah bahwa sistem informasi ini dapat menangani proses input data siswa, guru dan karyawan serta dapat mengolahnya dengan hasil yaitu berupa

Kegiatan LDBI ini diikuti oelh perwakilan peserta didik terbaik dari 34 provinsi yang ada Indonesia, dimana setiap tim akan terdiri dari 3 orang peserta didik SMA.. Sehubungan

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa guru kurang maksimal dalam menjelaskan kembali semua materi yang diberikan, siswa kurang memperhatikan dan menanggapi