HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DIATAS NORMAL TERHADAP PREMENSTRUAL SYNDROME PADA WANITA USIA REPRODUKTIF DI
KELURAHAN LOA IPUH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan Oleh: Sandra Aulia Rahman
J500110045
Fakultas Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Hubungan Indeks Massa Tubuh Diatas Normal Terhadap Premenstrual Syndrome Pada Wanita Usia Reproduktif Di Kelurahan Loa Ipuh Kabupaten
Kutai Kartanegara
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Sandra Aulia Rahman, Retno Suryaningsih, Devi Usdiana Rosyidah
Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal terhadap premenstrual syndrome (PMS) pada wanita usia reproduktif di kelurahan Loa Ipuh Kabupaten Kartanegara. Metode penelitian yang digunakan adalah non eksperimen dengan desain observasional analitik, menggunakan analisis korelasi dengan desain cross sectional. Variabel bebas yang digunakan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal dan variable terikatnya adalah premenstrual syndrome (PMS). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 86 responden. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan IMT diatas normal yang mengalami PMS adalah sebanyak 25 sampel (29,0%), IMT diatas normal yang tidak mengalami PMS adalah sebanyak 17 sampel (19,7%). Kemudian didapatkan juga data wanita dengan IMT normal yang mengalami PMS adalah sebanyak 5 sampel (5,8%), sedangkan wanita dengan IMT normal yang tidak mengalami PMS adalah sebanyak 39 sampel (45,3%) dan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal dengan kejadian premenstrual syndrome (PMS) dengan nilai r = 0,488 yang artinya arahnya positif (+) dan kekuatannya sedang. Dapat disimpulkan bahwa wanita yang memiliki IMT diatas normal memiliki kecenderungan untuk terjadi PMS.
Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh, premenstrual syndrome, sindrom pramentruasi
Pendahuluan
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) adalah cara sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (obesitas) khususnya. Pada berat badan yang kurang, risiko terhadap penyakit infeksi akan meningkat, sedangkan pada berat badan berlebih maka risiko penyakit degeneratif akan meningkat. Oleh
karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (Ristianingrum et al., 2010).
memiliki indeks massa tubuh <19,8 kg/m2, berat badan normal (normoweight) 19,8-26 kg/m2 dan berat badan berlebih (overweight) >26 kg/m2 (Supriyono, 2003).
Meningkatnya industrialisasi, urbanisasi dan mekanisasi pada negara akan membawa dampak perubahan pola diet dan tingkah laku. Perubahan ini misalnya konsumsi makanan tinggi lemak, tinggi energi dan cara hidup santai atau aktivitas kurang sehingga akan meningkatkan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas (WHO, 2003).
Prevalensi berat badan berlebih dan obesitas telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting. Di Indonesia prevalensi obesitas terus meningkat. Prevalensi berat badan berlebih dan obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 21,7% (Riskesdas, 2010).
Premenstrual Syndrome (PMS) merupakan gangguan yang secara medis tidak bisa dijelaskan, ditunjukkan dengan perilaku dan gejala somatik selama fase luteal dari siklus menstruasi, biasanya berakhir setelah fase menstruasi selesai (Johnson et al., 2014).
Sebanyak 80% wanita usia reproduktif mengalami perubahan emosional dan gangguan fisik pada periode premenstrual yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Kurang lebih 30% wanita merasa
memerlukan pengobatan dan 3% - 8% wanita dilaporkan mengalami tanda-tanda yang berat (Tschudin et al., 2010). Angka prevalensi PMS hingga saat ini mencapai 85% populasi wanita usia reproduksi, dan hampir separuhnya tidak berupaya mencari pertolongan medis. Hanya sekitar 5 % dari mereka yang tercatat sebagai penderita PMS berat (Suparman, 2011).
Angka kejadian PMS di Indonesia menurut Pujiastuti (2007) dialami 70%-90% oleh wanita usia reproduktif dan 2%-10% mengalami gejala Premenstrual Syndrome berat (Lestari, 2013). Gejala yang timbul pada PMS terutama pada wanita usia reproduktif misalnya kecemasan, depresi, sakit kepala, dan perut sebah. Lebih dari 85 % wanita yang sedang menstruasi mengalami satu atau lebih gejala premenstrual syndrome (Brigitta, 2010). Premenstrual syndrome cukup berbahaya karena menandakan suatu ketidakseimbangan yang dapat disebabkan pola makan dan gaya hidup, ketidakseimbangan kronik bisa menyebabkan kanker, stroke, dan penyakit jantung. Premenstrual syndrome dapat dicegah dengan perubahan pola hidup seperti olahraga, tidur cukup, juga dengan pola makan yang sehat (Hapsari, 2010).
lemak di jaringan perifer yang kemudian dikonversi menjadi androstenedion yang merupakan prekursor estrogen. Konversi androstenedion menjadi estrogen meningkat dengan peningkatan berat badan (Supriyono, 2003).
Metode
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu variable bebas dan variable terikat diukur dalam periode yang sama dan dilakukan pengukuran hanya satu kali saja, pada satu waktu. Dilakukan di Kelurahan Loa Ipuh Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Waktu penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 sampai Januari 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien usia reproduktif yang memeriksakan diri di Kelurahan Loa Ipuh Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah wanita usia reproduktif yang memeriksakan diri di Puskesmas Loa Ipuh serta memenuhi kriteria restriksi. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan jumlah sampelnya adalah 86 orang.
Untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) maka diukur berat badan dengan menggunakan timbangan pegas dan tinggi badan menggunakan stature meter. Sedangkan untuk mengukur PMS, peneliti menggunakan
kuesioner Shortened Premenstrual Assessment Form (SPAF) yang berasal dari Premenstrual Assessment Form (PAF) yang dipersingkat. Kuesioner ini merupakan kuesioner yang telah divalidasi dan teruji reabilitasnya, berisi 10 poin yang merupakan hasil singkatan dari 95 poin PAF.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dimana data diperoleh secara langsung dari pasien. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: data identitas pasien, data Indeks Massa Tubuh (IMT), dan data dari Shorterned Premenstrual Assessment Form (SPAF) untuk menegakkan diagnosa PMS. Pengambilan data dilakukan di Kelurahan Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur dengan cara membagikan kuesioner berisi persetujuan menjadi responden, kemudian pasien dihitung indeks massa tubuhnya dan diminta untuk mengisi kuesioner PMS. Setelah data dikumpulkan baru akan dilakukan analisis data menggunakan uji korelasi Spearman.
Hasil
dalam rentang usis 28-37 ada sebanyak 16 orang, dalam rentang usia 38-47 ada sebanyak 18 orang dan usia diatas 47 tahun ada sebanyak 5 orang.
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Rentang Usia
Usia
PMS Tidak PMS
F % F %
18-27 7 8,1% 14 16,3% 28-37 14 16,3% 16 18,6% 38-47 10 11,7% 18 20,9%
>47 2 2,3% 5 5,8%
Total 33 38,4% 53 61,6%
Tabel 2 Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Premenstrual
Syndrome (PMS) IMT Diatas
Normal IMT Normal
F % F %
PMS 25 29,0% 5 5,8%
Tidak
PMS 17 19,7% 39 45,3%
Jumlah 42 48,7% 44 51,1%
Pada tabel 2 didapatkan bahwa wanita dengan IMT diatas normal yang mengalami PMS adalah sebanyak 25 sampel (29,0%), sedangkan wanita dengan IMT diatas normal yang tidak mengalami PMS adalah sebanyak 17 sampel (19,7%). Wanita dengan IMT normal yang mengalami PMS ada sebanyak 5 sampel (5,8%), sedangkan wanita dengan IMT normal yang tidak
mengalami PMS ada sebanyak 39 orang (51,1%).
Tabel 3 Hasil Uji Korelasi Spearman IMT
diatas Normal
IMT
Normal Total p r
F F
PMS 25 5 30
0,000 0,448 Tidak
PMS 17 39 56
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis data menggunakan uji korelasi Spearman maka didapatkan hasil p = < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal dengan kejadian premenstrual syndrome (PMS). Kemudian didapatkan juga kekuatan dua variabel yang diukur adalah “sedang” yang ditunjukkan dengan nilai r = 0,448 dengan arah korelasi positif (+) yang berarti searah.
Pembahasan
orang dan usia diatas 47 tahun ada sebanyak 5 orang. Hal ini memperkuat pendapat Moreno (2009) bahwa PMS cenderung banyak dialami oleh wanita pada dekade kedua sampai keempat.
Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa wanita dengan IMT diatas normal yang mengalami PMS adalah sebanyak 25 sampel (29,0%), sedangkan wanita dengan IMT diatas normal yang tidak mengalami PMS adalah sebanyak (19,7%). Kemudian didapatkan juga data wanita dengan IMT normal yang mengalami PMS adalah sebanyak 5 sampel (5,8%), sedangkan wanita dengan IMT normal yang tidak mengalami PMS adalah sebanyak 39 sampel (45,3%). Disini wanita dengan IMT diatas normal yang mengalami PMS jumlahnya lebih banyak daripada wanita dengan IMT diatas normal yang tidak mengalami PMS. Wanita dengan IMT normal yang tidak mengalami PMS jumlahnya lebih banyak daripada wanita dengan IMT normal yang tidak mengalami PMS. Berdasarkan teori yang telah dijabarkan, hal ini disebabkan karena wanita yang memiliki IMT lebih tinggi cenderung akan memproduksi hormon estrogen yang lebih tinggi pula sehingga akan menimbulkan gejala-gejala PMS (Supriyono, 2003).
Pada tabel 3 didapatkan hasil berdasarkan uji korelasi Spearman yang menunjukkan P < 0,05 maka hipotesis peneliti terbukti bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal terhadap premenstrual syndrome pada wanita usia reproduktif
di Kelurahan Loa Ipuh Kabupaten Kutai Kartanegara. Hal ini sesuai dengan teori yang di kepustakaan yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar lemak akan semakin meningkat pula produksi hormon estrogen yang bisa menimbulkan gejala-gejala PMS pada wanita dengan IMT diatas normal baik overweight maupun obesitas (Supriyono, 2003).
Pada orang dengan berat badan berlebih terutama obesitas maka kolesterol akan cenderung meningkat yang disebabkan oleh gangguan regulasi asam lemak dan ester kolesterol. Sumber pembuatan hormon steroid adalah kolesterol yang berasal dari diet yang dibawa LDL dalam pembuluh darah. Maka seiring dengan meningkatnya IMT yang menunjukkan presentasi lemak tubuh akan meningkat pula produksi hormon steroid estrogen (Harahap, 2012).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyono yang mana penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa wanita dengan IMT berlebih cenderung akan mengalami PMS, dibuktikan dengan mempunyai resiko 43,432 kali terjadi PMS, sedangkan berat badan normal cenderung mempunyai proteksi terhadap kejadian PMS (Supriyono, 2003).
Kekurangan penelitian ini adalah pada pengambilan sampel yang hanya pada sekelompok wanita usia reproduktif sehingga kurang bisa mewakili populasi wanita usia reproduktif yang ada.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas normal terhadap kejadian premenstrual syndrome di Kelurahan Loa Ipuh Kabupaten Kutrai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Daftar Pustaka
Allen, S. 1991. The Shortened Premenstrual Assessment Form. J Reprod Med. Vol 36 (11): 769-72.
Bekele, L.M., Tolossa, F.W. 2014. Prevalence, Impacts and Medical Managements of
Premenstrual Syndrome Among Female Students: Cross-Sectonal Studies in College of Health Science, Mekelle University, Makelle, Northern Ethiopia. BMC Women’s Health. 14:52 Pp 2-9.
Bloch, Miki., Schmidt, P.J., Rubinow, D.R. 1997. Premenstrual Syndrome, Evidence for Symptom Stability Across Cycles. The American Journal of Pshchiatry.
CDC. 2009. Body Mass Index: Considerations for Practitioners.
http://www.cdc.gov/obesity/do wnloads/bmiforpactitioners.p df. Diakses tanggal 1 September 2014.
CORE, 2007. Body Mass Index: BMI Calculator.
http://www.core.monash.org/ bmi-calculator.html. Diakses tanggal 1 September 2014. Dahlan, M. S. 2013. Besar Sampel dan
Cara pengambilan Sampel Dalam Penlitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Pp: 35-76 Dahlan, M. S. 2013. Statistik untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Pp: 10-22.
Premenstrual syndrome. AAFP. 67 : Pp 1743-52.
Dorland, W.A.N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, Pp: 1051, 2147.
Elvira, S.D. 2012. Sindrom Pramenstruasi, Normalkah?. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Garcia, L., N, P., Ascaso, C., T, A., Aguado, J., Gelabert, E., Santon, R.M. 2008. Family Caregiver Role and Premenstrual Syndrome as Associated Factors for Postnatal Depression. Arch Womans Ment-Health.
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hapsari, B. D.A. 2010. Pengaruh Hipertensi Primer terhadap Timbulnya Premenstrual Syndrome pada Wanita di Kelurahan Jati Kecamatan Jaten Karanganyar.
eprints.uns.ac.id/22/1/170302 311201011291.pdf. Diakses tanggal 10 September 2014. Hirokawa, K. 2011. Premenstrual
Symptomps in Young Japanese Women Agency, Communion and Lifestyle Habits.
Idapola, S. S.J. 2009. Hubungan Indeks Massa tubuh dengan Biokimia Darah pada Karyawan PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Jakarta. http://lib.ui.ac.id/file?file=dig
ital/126760-S-5637-Hubungan%20indeks-HA.pdf. Diakses tanggal 28 September 2014.
Inoue, Y., Terao, T., Iwata, N., Okamoto, K., Kojima, H., Okamoto, T., Yoshimura, R., Nakamura, J. 2007. Fluctuating Serotonergic Function in Premenstrual Dysphoric Disorder and Premenstrual Syndrome:
Findings from
Neuroendocrine Challenge Tests. Department of Psychiatry, University of
Occupational and
Environmental Health Japan.
Johson, E.R.B., Hankinson, S.E., Forger, N.G., Powers, S.I., Willet, W.C., Johson, S.R., Manson, J.E. 2014. Plasma 25-hydroxyvitamin D and Risk of Premenstrual Syndrome in a Prospective Cohort Study. BMC Woman’s Health.
Moran, L.J., Norman, R.J,. 2002. The Obese Patient with Infertility: a practical Approach to Diagnosis and Treatment. Nutr Clin Care. Pp: 290– 97. Moreno, AM., Giesel, A.E., Alderman,
E., Wolfram, W. 2009. Premenstrual Syndrome: Treatment and Management. http://emedicine.medscape.co m/article/953696-treatment. Diakses tanggal 30 September 2014.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pp 124-130.
Oliver, K.L., Davies, G.J. 2005. Diet, Lifestyle Factors and Symptoms of Premenstrual Syndrome. Nutrition and Food Science. Pp: 330
Pilver, S., Levy, B.R., Libby, D.J., Desai, R.A. 2011. Post Traumatic Stress Disorder and Trauma Characteristics are Correlates of Premenstrual Dysphoric Disorder. Arc Womans Ment Health.
Pujiastuti, A. 2007. Pengaruh Premenstrual Syndrome terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di Pabrik Korek Api Pematang Siantar. Tesis. http://repository.usu.ac.id/bits tream/123456789/7037/1/050
710002.pdf. Diakses tanggal 9 September 2014.
Puspitorini, M.D., Hakimi, Mohammad., Emilia, Ova. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Premenstrual Syndrome pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Kudus. Berita Kedokteran Masyarakat.
Riskesdas, 2010. Riset Kesehatan Dasar.
http://www.riskesdas.litbang. depkes.go.id/download/Tabel
Riskesdas2010.pdf. Jakarta:
Badana Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI
Ristianingrum, I., Rahmawati, I., Rujito., L. 2010. Hubngan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Tes Fungsi Paru. Mandala of Health.Vol.4:2 Pp 105-6.
Rosenfeld, R., Livne, D., Nevo, O., Dayan, L., Milloul, V., Lavi, S., Jacob, G. 2008. Hormonal and Volume Dysregulation in Woman with Premenstrual Syndrome. Pubmed US National Library of Medicine National Institute od Healt. Pp: 1225-30.
Syndrome. Arch Woman Mental Health.
Seedhom A.M., Mohammed E.S., Mahfouz E.M. 2013. Life Style Factors Associated with Premenstrual Syndrome among El-Minia University Students, Egypt. ISRN Public Health Journals. Vol 13: Pp 1-3.
Siswanto., S., Suyanto. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Pp:231-32.
Stang. 2014. Cara Praktis: Penentuan Uji Statistik dalam Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta: Mitra Wacana Media. Pp: 1-11
Steiner, M. 2000. Premenstrual Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder: Giudelines for Management. Journal of Psychiatry and Neuroscience.
Sctheingart, D. E. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Pp: 1279-83.
Suparman, E. 2011. Premenstrual Syndrome. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Supriyono, B. 2003. Hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan Sindroma Prahaid. Tesis.
http://eprints.undip.ac.id/122 80/1/2003FK140110342.pdf. Diakses tanggal 9 September 2014.
Tschudin, S., Bertea, PC., Zemp, E. 2010. Prevalence and Predictors of Premenstrual Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder in a Population-Based Sample. Arch Womens Met-Health.
Wahyuningsih, N. A.S. 2009. Hubungan Obesitas dengan Osteoartritis Lutut pada Lansia di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Surakarta. http://eprints.uns.ac.id/8368/1 /144851308201011141.pdf. Diakses tanggal 23 Agustus 2014.
Winkel, S., Einsle, F., Wittchen, H.U., Martini, J. 2013. Premenstrual Symptomps are Associated with Psychological and Physical Symptoms in Early Pregnancy. Arch Womens Ment-Health