• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Penggunaan berbagai jenis flokulan (polimer organik sintetik) seperti turunan poliakrilamid, polivinilpirimidin, polietilenimin, dan sodiumpoliakrilat merupakan agen yang banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair (Yokoi 1998). Polimer organik ini bersifat unbiodegradabel sehingga tidak mudah pembuangannya dan meninggalkan residu di lingkungan. Turunan poliakrilamid paling banyak digunakan dalam industri pengolahan limbah cair karena merupakan agen flokulasi yang bersifat efektif dan ekonomis (Kurane et al. 1986). Turunan poliakrilamid membahayakan lingkungan secara nyata dan merupakan sumber polusi yang berbahaya juga berpengaruh buruk untuk generasi mendatang. Monomer akrilamid juga bersifat neurotoksik dan bersifat karsinogen kuat pada tubuh manusia (Kurane et al. 1986). Eksplorasi dari sumber-sumber alami terutama dari sumber-sumber mikrobiologi seperti bakteri merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan agen flokulan alternatif yang disebut bioflokulan yang bersifat lebih aman bagi manusia juga ramah terhadap lingkungan.

Bioflokulan merupakan polimer esensial yang diproduksi oleh mikroorganisme pada masa pertumbuhannya dengan aktivitas flokulasi yang bergantung pada karakteristik dari flokulan. Dibandingkan dengan sintetis flokulan, bioflokulan memiliki keuntungan yang khusus seperti, aman, biodegradable, dan tidak berbahaya bagi manusia juga lingkungan, sehingga berpotensi untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair, proses industri hulu dan proses fermentasi (Jie et al. 2005).

Banyak mikroorganisme penghasil bioflokulan termasuk bakteri, fungi, dan aktinomisetes yang telah dilaporkan memproduksi substansi polimer ekstraseluler, seperti polisakarida, protein, dan glikoprotein yang berfungsi sebagai bioflokulan. Setiap mikroorganisme dapat menghasilkan bioflokulan yang berbeda sehingga dengan perbedaan tersebut dapat dihasilkan bioflokulan yang dapat di manfaatkan dalam industri secara luas. Flokulan yang diproduksi Bacillus sp. Haloalkalofilik, Alcaligenes cupidus, dan Bacillus substilis merupakan bioflokulan polisakarida. Nocardia amarae, Bacillus licheniformis, dan Rhodococcus erythropolis memproduksi bioflokulan protein, sedangkan Arcuaden sp. dan

Arachrobacter sp. memproduksi bioflokulan glikoprotein (Jie et al. 2005).

Ditemukannya berbagai mikroorganisme dengan aktivitas flokulasi yang tinggi dari bioflokulan sangat menarik untuk digunakan dalam industri secara luas. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan mikrob potensial penghasil bioflokulan yang berasal dari lumpur aktif.

Banyaknya dampak negatif (sumber polusi) terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (karsinogen, neurotoksik) karena penggunaan polimer sintetik di berbagai industri, mendorong akan kebutuhan flokulan yang bersifat biodegradable. Oleh karena itu isolasi mikroorganisme yang mampu menghasilkan bioflokulan dan mempunyai aktivitas dalam memflokulasi secara efisien perlu dilakukan. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi dari berbagai sumber seperti lumpur aktif, tanah, perairan, serta limbah-limbah industri. Pada penelitian ini mikroorganisme diisolasi dari lumpur aktif. Seleksi diprioritaskan terhadap mikrob yang dapat menghasilkan bioflokulan dengan aktivitas flokulasi tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bioflokulan yang memiliki aktivitas flokulasi tinggi melalui proses isolasi mikrob, produksi dan optimasi bioflokulan.

Bakteri hasil isolasi dari lumpur aktif mampu menghasilkan bioflokulan yang bersifat biodegradable dengan aktivitas flokulasi tinggi. Bioflokulan yang dihasilkan diharapkan dapat bermanfaat di industri pengolahan limbah, sehingga penggunaan flokulan sintetik dapat dihilangkan karena sifatnya yang berbahaya. Juga dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Koagulasi

Koloid merupakan sistem yang partikel-partikelnya terdispersi secara merata di dalam suatu medium pendispersi. Partikel koloid memiliki beberapa sifat yang khas, diantaranya adalah tidak dapat disaring, fasa terdispersi tersebar secara merata dalam medium pendispersi, serta dapat memberikan suatu hamburan cahaya yang bergerak tidak teratur jika terkena seberkas cahaya yang dinamakan efek Tyndall (Benefield et al. 1982). Definisi koloid menurut Manahan

(2)

(1994) adalah partikel-partikel yang memiliki beberapa karakteristik dalam larutan juga memiliki diameter yang berukuran 0.001-1 µm dan beberapa koloid ada yang sampai berukuran 10 µm. Partikel koloid dapat dipisahkan dari larutannya dengan cara pendestabilisasian partikel koloid menjadi agregat-agregat yang memiliki ukuran yang lebih besar sehingga mudah diendapkan. Proses pendestabilan koloid ini disebut koagulasi.

Koagulasi secara umum didefinisikan sebagai penambahan zat kimia (koagulan) ke dalam air baku dengan maksud mengurangi gaya tolak menolak antar partikel koloid, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok halus (Mujiadi & Karnaningroem 2001). Koagulasi terpenuhi dengan penambahan ion-ion yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan partikel koloid. Partikel koloid umumnya bermuatan negatif oleh karena itu ion-ion yang ditambahkan harus kation atau bermuatan positif. Kekuatan koagulasi ion-ion tersebut bergantung pada bilangan valensi atau besarnya muatan. Ion bivalen (+2) 30-60 kali lebih efektif dari ion monovalen (+1). Ion trivalent (+3) 700-1000 kali lebih efektif dari ion monovalen.

Proses koagulasi dipengaruhi oleh muatan ion yang berasal dari larutan elektrolit yang ditambahkan. Hal ini diperjelas dengan data yang terdapat pada Tabel 1. Tabel tersebut memberikan hubungan antara jenis elektrolit dengan gaya koagulasinya pada koloid bermuatan positif atau negatif. Efek penambahan ion tersebut akan semakin meningkat tergantung pada jumlah muatan (jenis ion) yang dimilikinya (Sawyer et al. 1994).

Tabel 1 Perbandingan kekuatan koagulasi relatif dari beberapa elektrolit

Kekuatan koagulasi relatif Elektrolit Koloid positif Koloid negatif NaCl 1 1 Na2SO4 30 1 Na3PO4 1000 1 BaCl2 1 30 MgSO4 30 30 AlCl3 1 1000 Al2(SO4)3 30 > 1000 FeCl3 1 1000 Fe2(SO4)3 30 > 1000 Proses Flokulasi

Proses koagulasi biasanya dilanjutkan dengan proses flokulasi. Flokulasi adalah proses penggumpalan koloid dan agregat yang telah mengalami koagulasi membentuk bahan-bahan padat (flok) yang cukup besar untuk diendapkan. Proses flokulasi dilakukan dengan menambahkan flokulan, yaitu senyawa kimia berupa polimer. Polimer disebut juga polielektrolit jika monomernya mengandung gugus fungsi yang dapat terionissi. Flokulan biasanya dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu, flokulan anorganik seperti aluminium sulfat dan polialuminium klorida, flokulan organik sintetik seperti asam poliakril dan turunan poliakrilamid, dan bioflokulan seperti sitosan, natrium alginate, gelatin, dan polimer mikrob (Dermlim et al. 1999).

Proses flokulasi dapat terjadi dalam tiga tahap (Gambar 1), yaitu (1) penyerapan polimer pada permukaan partikel (2) persilangan antara segmen polielektrolit untuk membentuk jembatan antara partikel koloid (3) pembentukan struktur tiga dimensi. Proses pembentukan jembatan akan terjadi apabila terjadi penggabungan antara molekul polimer dengan partikel koloid (reaksi1). Apabila polimer dan partikel koloid yang akan bergabung berbeda muatan, maka proses penggabungan akan dipengaruhi gaya Coulomb. Sedangkan proses penggabungan akan dipengaruhi oleh adanya pertukaran ion, terbentuknya ikatan hidrogen atau gaya tarik Van der Waals apabila molekul polimer dan partikel koloidnya bermuatan sama. Ekor polimer yang telah bergabung dengan partikel koloid akan mengikat partikel koloid lain sehingga terbentuk jembatan antar partikel koloid. Proses pembentukan jembatan ini akan dihasilkan partikel flok yang dapat mengendap (reaksi 2). Apabila perpanjangan segmen polimer tidak dapat berikatan dengan sisi aktif partikel koloid lain, polimer tersebut akan berbalik dan terikat pada sisi aktif partikel koloid semula kemudian membentuk partikel yang restabil (stabil kembali) seperti yang digambarkan pada reaksi 3.

Proses flokulasi yang tidak efisien dapat terjadi akibat dosis polimer yang berlebih atau proses pengadukan yang terlalu cepat dan lama. Jika hal ini terjadi molekul polimer akan menutupi seluruh permukaan partikel koloid sehingga tidak ada lagi situs aktif yang dapat digunakan untuk membentuk jembatan (reaksi 4). Hal ini mengakibatkan partikel restabil atau mungkin terjadi pembalikan muatan.

(3)

Pengadukan yang terlalu cepat dan lama akan mengakibatkan putusnya jembatan yang telah terbentuk sehingga terjadi restabilisasi pertikel seperti yang digambarkan pada reaksi 5 dan 6 (Benefield et al 1982).

Gambar 1 Skema reaksi antara partikel koloid dengan polimer.

Mikroorganisme dalam Lumpur Aktif

Lumpur aktif merupakan gabungan dari flok-flok mikroorganisme, bahan orgnik dan bahan anorganik. Umumnya lumpur aktif mempunyai komposisi 70-90% bahan organik dan 10% bahan anorganik. Struktur flok lumpur akif cenderung bermuatan negatif sebagai hasil interaksi kimia-fisika antara mikroorganisme (khususnya bakteri), partikel organik (oksida silikat, fosfat, besi), polimer eksoseluler dan berbagai kation (Cheremisinoff 1987). Lumput aktif biasanya digunakan pada pengolahan limbah cair industri tekstil (Gambar 2).

Gambar 2 Lumpur aktif pada pengolahan limbah cair industri tekstil. Istilah lumpur aktif digunakan karena mikrob aerobik umumnya tampak menggumpal seperti lumpur tanah. Lumpur aktif terdiri dari berbagai jenis mikrob aerobik yang terdiri dari 95% bakteri dan 5% adalah fungi, alga, rotifera dan protozoa. Bakteri aerobik yang mendukung keberhasilan unit lumpur aktif harus memiliki keaktifan metabolisme yang tinggi. Keaktifan metabolisme dapat dinilai melalui banyaknya O2 yang dibutuhkan oleh bakteri, mampu

membentuk lumpur yang mudah mengendap. Bakteri lumpur aktif dapat dikelompokkan sebagai bakteri penggumpal (floc-foming bacteria) dan bakteri filamen. Keberadaan bakteri filamen sangat menentukan karakteristik pengendapan lumpur aktif.

Mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif dibagi menjadi empat kelompok, yaitu mikroorganisme pembentuk flok, saprofit, predator dan organisme penghambat. Organisme pembentuk flok merupakan mikroorganisme yang paling berperan dalam proses lumpur aktif. Bakteri merupakan mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok pembentuk flok. Mikroorganisme saprofit berfungsi mendegradasi senyawa organik melalui metabolisme selnya, mikroorganisme yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah bakteri aerob. Mikroorganisme predator merupakan mikroorganisme yang memakan organisme lain di dalam lumpur aktif. Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok ini adalah protozoa. Mikroorganisme penghambat pembentuk flok, menghambat terjadinya reduksi rapat massa dari flok yang telah terbentuk adalah berbagai jenis jamur dan alga.

Mikroorganisme yang hidup dalam pengolahan limbah secara aerob adalah kelompok bakteri, kapang, alga, dan protozoa. Menurut Metcalf dan Eddy (1978) bahwa bakteri heterotrof merupakan kelompok yang mempunyai peranan penting atas kebutuhannya akan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi. Menurut Milano

(4)

(1998) di dalam proses lumpur aktif, bakteri merupakan partikel biokoloid-hidrofilik yang memiliki muatan permukaan elektronegatif. Bakteri dominan dalam reaktor aerasi karena mampu mendegradasi senyawa organik dan mampu membentuk flok supaya biomassanya mudah dipisahkan dari effluent serta diharapkan mikroorganisme tersebut dapat bertahan hidup dalam sistem pengolahan ini (Jenkins 1993).

Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan dan pengendalian mikroorganisme merupakan faktor yng sangat penting dalam pengolahan limbah cair secara biologi, karena aktivitas bio-oksidasi bergantung pada biomassa populasi mikroorganisme. Berdasarkan laju pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibagi menjadi empat fase (Gambar 3), yaitu fase pertumbuhan lambat (lag phase), fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian.

Fase lag merupakan periode aklimatisasi mikroorganisme pada kondisi lingkungan baru. Meskipun tidak terjadi perubahan biomassa atau jumlah sel dalam periode ini, namun banyak terjadi aktivitas metabolisme di dalam mikroorganisme. Substrat diasimilasi dan digunakan untuk sintesis enzim-enzim baru dan untuk pertumbuhan sel sebelum berkembang biak.

Fase eksponensial, mikroorganisme berkembang biak secara meningkat karena mikroorganisme telah mampu beradaptasi dan melakukan aktivitas metabolismenya secara optimum sampai medium tidak mampu mendukung pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Akibat habisnya substrat, nutriant, serta faktor lain yang esensial bagi pertumbuhan mikroorganisme, adanya ekskresi metabolisme menjadi penyebab adanya perubahan pH medium akibat asam yang terbentuk dari ekskresi metabolisme mikroorganisme menyebabkan sejumlah sel-sel tidak mampu lagi berkembang biak dan mati sehingga mikroorganisme memasuki fase stasioner (Milono 1998).

Gambar 3 Kurva pertumbuhan mikroorganisme

Fase stasioner ini terjadi jika perbandingan antara bakteri mati dengan yang tumbuh berada dalam keadaan seimbang. Pada fase ini, nutrien telah habis dan populasi mikroorganisme berada pada konsentrasi tinggi. Fase stasioner ini disebut juga fase endogen. Mikroorganisme mengalami fase kematian setelah mengalami fase stasioner. Laju kematian meningkat pada fase ini dan ada kemungkinan sel-sel hancur oleh pengaruh enzim yang berasal dari sel itu sendiri (Benefield 1980).

Bioflokulan

Beberapa tahun terakhir ini telah berhasil diisolasi mikrorganisme yang dapat menghasilkan flokulan dan sering disebut sebagai bioflokulan. Penggunaan bioflokulan dianggap lebih aman dan lebih ramah lingkungan karena bersifat biodegradable dibandingkan flokulan sintetik. Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari lumpur aktif terbatas pada jenis bakteri seperti Pseudomonas, Zooglea, Alcaligenes, Flavobacterium dan Nocardia (Nakamura et al. 1976). Bahan polimer ekstrasel yang diisolasi dari kultur lumpur aktif memiliki aktivitas yang hampir setara dengan flokulan polielektrolit sintetik. Flokulan tersebut menunjukkan akivitas flokulasi yang tinggi terhadap bahan anorganik seperti kaolin (kaolin clay).

Beberapa mikroorganisme penghasil biofokulan yang telah dikenal antara lain berbagai jenis bakteri seperti Rhodococcus erythropolis S-1 dan Nocardia amarae YK-1 menurut Yokoi et al. (1995) dapat menghasilkan protein flokulan. Polisakarida flokulan dihasilkan oleh bakteri Alcaligenes cupidus KT201. Nohata dan Kurane (1994) menjelaskan biopolimer yang dihasilkan Alcaligenes latus B-16 memiliki aktivitas tinggi terhadap kaolin, limbah cair industri kosmetik, serta emulsi minyak. Beberapa strain fungi, bakteri dan aktionomisetes yang telah ditemukan Nakamura et al. (1976) sebagai penghasil bioflokulan adalah Aspergillus sojae, Anixiella reticulata, Geotrichum candidum, Eupenicillium crustaceus, Circinella sydowi, Monascus anka, Sordaria fimicola, Pseudomonas fluorescens, Staphylococcus aureus, Corynebacterium brevicale, Brevibacterium insectiphilum, dan Streptomyces vinaceus. Dijelaskan pula bahwa bakteri Corynebacterium hydrocarboclatus berhasil diisolasi dari minyak tanah yang dapat memflokulasikan clay.

(5)

Bioflokulan dari Alcaligenes latus merupakan super bioabsorben polisakarida baru yang dapat menyerap air lebih dari 1000 kali bobotnya dan diperkirakan lima kali lebih kuat dari polimer sintetik. Kurane et al. (1986) menjelaskan bahwa bakteri Rhodococcus erythropolis diketahui menghasilkan bahan yang dapat memflokulasikan bahan organik seperti mikroorganisme dan bahan anorganik seperti arang aktif.

Kebutuhan Fisik dan Lingkungan Mikroorganisme

Setiap mikroorganisme memerlukan sejumlah syarat agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Syarat tersebut selain nutrisi adalah keasaman lingkungan serta suhu. Keasaman suatu lingkungan tempat tumbuhnya mikroorganisme sangat penting bagi mikroorganisme dimana pH diluar rentan pH minimal dan pH maksimal, mikroorganisme tidak dapat tumbuh bahkan dapat mengalami kematiaan. Hal ini disebabkan karena lingkungan yang ekstrim dapat merusak struktur dinding sel mikroorganisme sehingga merusak sistem metabolisme sel secara keseluruhan. Tingkat keasaman dari lingkungan tempat mikroorganisme tumbuh tidak hanya berasal dari peristiwa biokimia melainkan juga dapat berasal dari produk akhir metabolisme mikroorganisme yang terakumulasi dilingkungan dimana produk akhirnya cenderung bersifat racun bagi mikroorganisme tersebut.

Semua pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi, maka pola pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu. Keragaman suhu dapat merubah proses-proses metabolik tertentu serta morfologi sel. Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu seperti psikrofil yang tumbuh pada 0-30 oC, mesofil yang tumbuh pada suhu 25-40 oC, dan termofil yang tumbuh pada suhu 50 oC atau lebih (Pelczar & Chan 1986). Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat adalah selama periode waktu yang singkat (12-24 jam) dan dikenal sebagai suhu pertumbuhan optimum.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Flokulasi

Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja flokulan agar terjadi flokulasi antara lain adalah kecepatan dan lama pengadukan, konsentrasi flokulan, pH, kekeruhan, serta

sifat flokulan (Novita 1997). Pengadukan sangat mempengaruhi terbentuknya flok setelah penambahan flokulan. Tujuan dari pengadukan adalah untuk menyempurnakan proses homogenisasi antara flokulan atau koagulan dengan air limbah yang akan diolah. Kecepatan pengadukan yang tidak efiaien dapat menyebabkan pemborosan zat dan lambatnya proses pembentukan agregat. Penambahan flokulan serta pengadukan dapat meningkatkan interaksi antarpartikel tetapi pengadukan yang terlalu kuat dapat menghancurkan flok yang telah terbentuk. Namun pengadukan yang kurang kuat juga menghasilkan flok yang kurang sempurna.

Konsentrasi flokulan yang digunakan juga berpengaruh terhadap terbentuknya flok. Kurangnya konsentrasi flokulan yang dipakai menyebabkan flok mudah goyah sedangkan jika jumlahnya terlalu banyak juga menghalangi terbentuknya flok karena jembatan antarpartikel tidak terjadi akibat tidak adanya sisi aktif partikel yang tersedia. Flokulasi optimum terjadi jika separuh permukaan partikel ditempati oleh flokulan.

Faktor lain yang sangat berpengaruh adalah pH. Tiap jenis flokulan memiliki kisaran pH optimumnya masing-masing. Umumnya sebagian besar kation multivalen yang bereaksi membentuk hidroksida bekerja pada pH alkali. Oleh karena itu, untuk jenis flokulan tertentu kadang-kadang dalam proses pengolahan ditambahkan bahan lain selain flokulan seperti kapur atau soda kaustik untuk menaikkan pH.

Kekeruhan juga ikut berpengaruh dalam proses flokulasi secara tidak langsung. Kekeruhan berbanding terbalik dengan efek flokulasi. Semakin banyak flok yang terbentuk, nilai kekeruhan semakin kecil (dekolorisasi). Faktor ini menjadi salah satu tolok ukur efektivitas flokulasi.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu labu Erlenmeyer, mikropipet, pipet volumetrik, gelas ukur, termometer, pH meter, spektrofotometer, rotary shaker, laminar air flow, homogenizer, tabung reaksi, batang pengaduk, cawan petri, pemanas.

Bahan yang digunakan adalah lumpur aktif, larutan fisiologis, pepton, NaCl, bakto agar, glukosa, sukrosa, KH2PO4, HCl,

(NH4)2SO4,, urea, Yeast ekstract, aquades,

Gambar

Gambar 2  Lumpur aktif pada pengolahan           limbah cair industri tekstil.  Istilah  lumpur  aktif  digunakan  karena  mikrob  aerobik  umumnya  tampak  menggumpal  seperti  lumpur  tanah

Referensi

Dokumen terkait

Sel reisil juhtus seda sageli: mõne hoone või muu objekti juures räägiti, kuidas see nägi välja varem, kes olid need inimesed, kes seal toimetasid ja mismoodi nägi elu sel

Langkah-langkah penyusunan instrumen didasarkan pada Arikunto (2009: 191) secara singkat sebagai berikut: diawali perumusan masalah dan anggapan dasar, memilih

Prestasi Akademik yang pernah diraih9. Prestasi Non-Akademik yang

Ujung tombak keberhasilan implementasi business intelligence pada perguruan tinggi salah satunya adalah pelayanan dari sistem yang terintegrasi dengan data pada

Temuan dari penelitian ini dapat membantu perusahaan penyedia data untuk lebih memfokuskan pada dimensi / atribut spesifik yang dianggap penting oleh pelanggan: Empathy,

Si., selaku Bupati Timor Tengah Selatan yang telah berkenan memberikan kesempatan berharga ini, dukungan moril serta dukungan finansial secara baik kepada penulis untuk

Penyusunan pola gerak hendaknya menggunakan konsep-konsep interaksi gerak (lihat Bab I halaman 50), kemudian disusun menjadi skematis pola-gerak (lihat Bab I halaman 51). 6)

Aplikasi Komputer untuk Statistik & Rancangan Percobaan) ELKB 310 Akhmad Rizali Saidy, SP,MAgSc,PhD* Ir.M.Mahbub,MP. (Perencanaan Tata Guna lahan dan Pengembangan Wilayah)