• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI MENINGIOMA DAN SCHWANNOMA DARI CITRA CT-SCAN MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRICES (GLCM) DAN BACKPROPAGATION SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DETEKSI MENINGIOMA DAN SCHWANNOMA DARI CITRA CT-SCAN MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRICES (GLCM) DAN BACKPROPAGATION SKRIPSI"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSIMENINGIOMADANSCHWANNOMADARI CITRACT-SCAN MENGGUNAKANGRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRICES (GLCM)

DANBACKPROPAGATION

DETEKSIMENINGIOMADANSCHWANNOMADARI CITRACT-SCAN MENGGUNAKANGRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRICES (GLCM)

DANBACKPROPAGATION

DETEKSIMENINGIOMADANSCHWANNOMADARI CITRACT-SCAN MENGGUNAKANGRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRICES (GLCM)

(2)
(3)
(4)

iv

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi Meningioma dan Schwannoma dari Citra CT-Scan Menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrices dan Backproagation”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

Diharapkan melalui skripsi ini, penulis dapat melakukan penelitian dengan baik dan menghasilkan karya yang bermanfaat bagi dunia medis. Selain itu, skripsi ini diharapkan dapat membantu generasi selanjutnya dalam mengangkat sebuah topik penelitian dan melakukan penyusunan skripsi. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerja keras dan juga dukungan berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada :

1. Kedua orang tua, dan saudara-saudara yang selalu mendukung penulis dengan doa, cinta, dorongan moral, serta semangat yang tak pernah putus untuk menyelesaikan naskah skripsi ini.

(6)

vi

3. Dr. Moh. Yasin, M.Si selaku ketua Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

4. Dr. Khusnul Ain,S.T.,M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

5. Prof. Dr. Retna Apsari. M.Si selaku dosen pembimbing I skripsi ini yang telah membimbing penulisdengan memberikan saran, arahan, waktu, serta fasilitas lainnya dalam penulisan skripsi.

6. Endah Purwanti,S.Si. M.T selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan kepada penulisberupa saran, arahan, waktu serta fasilitas lainnya dalam penulisan skripsi.

7. Franky Chandra S.A, S.T, M.T selaku penguji I proposal dan skripsi. 8. Drs. Adri Supardi, M.S selaku penguji II skripsi.

9. Lailatul Muqmiroh, dr., SpRad(K) selaku dokter pembimbing penulis yang memberikan saran, ide, waktu, maupun literatur yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

10. Dr. Suryani Dyah Astuti. M.Si selaku dosen wali penulis yang telah mengijinkan serta memberi berbagai saran dalam pengambilan mata kuliah skripsi yang memberikan saran, ide, waktu, maupun literatur yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

(7)

vii

saran, ide, waktu, maupun literatur yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

12. Para pegawai diklat RSUD Ulin Banjarmasin yang telah memberikan izin serta arahan penulis dalam pengambilan dataCT-Scan.

13. Para pegawai instalasi radiologi RSUD Ulin Banjarmasin yang telah memberikan arahan, ilmu, maupun bantuan dalam pengambilan data CT-Scan.

14. Para pegawai instalasi radiologi RSUD dr. Soetomo Surabaya yang telah memberikan arahan, dan bantuan dalam pengambilan dataCT-Scan. 15. Sdri. Priyanka Wardani selaku senior penulis yang memberikan

pengarahan dalam pembuatan naskah maupun penggunaan Matlab.

16. Dewa Ayu Githa M.S, Anif Hidayati, Rizka Andhitia M.P, Kirana Nathalie P., Karina Dwi S., Novia Dwi A., Cindy Astelia, Inas Fatimah, dan Fadilla Nashiri K. selaku teman perjuangan skripsi penulis yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam penulisan skripsi.

17. Teman-teman S-1 Teknobiomedik angkatan 2012 yang turut membantu dan memotivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk mengembangkan penelitian skripsi ini.

Surabaya, 20 Juli 2016 Penulis

(8)

viii

Fransiska Meilisa, 2016.Deteksi Meningioma dan Schwannoma dari Citra CT-Scan Menggunakan Gray Level Co-Occurrence Matrices (GLCM) dan Backpropagation. Skripsi di bawah bimbingan Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si dan Endah Purwanti, S.Si, M.T, Program Studi S1 Teknobiomedik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah program yang mampu mendeteksi kelainan meningioma, schwannoma, dan normal dari citra otak CT-Scan menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation. Fitur yang digunakan sebagai masukanbackpropagationadalah fitur tekstur energi, entropi, daninverse different moment. Semua fitur tersebut diambil menggunakan metode gray level co-occurrence matrices (GLCM). Akurasi pelatihan backpropagation tertinggi yaitu sebesar 85,5263% dengan maksimum epoh 10000, learning rate 1, dan jumlah neuron dihidden layer10. Akurasi pengujian sebesar 89,47% dari seluruh data uji, 100% untuk keseluruhan data uji meningioma, 100% untuk keseluruhan data uji normal, dan 50% untuk keseluruhan data uji schwannoma. Akurasi pengujian untuk membedakan otak normal dengan tumor memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada literatur. Akan tetapi akurasi utntuk membedakan keseluruhan kasus lebih rendah daripada penelitian sebelumnya. Penambahan fitur morfologi ventrikel otak dan massa tumor dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya guna meningkatkan akurasi sistem.

(9)

ix

Fransiska Meilisa, 2016.Meningioma and Schwannoma detection ofCT-Scan Images Using Gray Level Co-Occurrence Matrices (GLCM) and Backpropagation. This thesis was under guidance of Prof. Dr. Retna Apsari, M.Si and Endah Purwanti, S.Si, M.T, Biomedical Engineering Study Program, Faculty of Science dan Technology, Airlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

This research aims to develop a program that can detect brain abnormalities such as meningioma, schwannoma, and normal brain from CT scan images using backpropagationneural networks. The featurs that used as backpropagation inputsare energy, entropy, and inverse different moment of the textural features. All of these features were extratcted using gray level co-occurrence matrices (GLCM) method. The highest backpropagation training accuracy is 85,5263% using 10000 maximum epoch ,1 learning rate, and 10neurons in the hidden layer. Testing accuracy is 89,47% for overall testing data, 100% for overall meningioma testing data, 100% for overall normal brain data, and 50% for overall schwannoma testing data. Testing accuracy to distinguish normal brain and tumour is higher than the previous research. However, accuracy to distinguish all cases lower than the previous research. The addition of morphological features of the brain ventricles and tumor mass can be considered for further research in order to improve the accuracy of the system.

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSAKA ... 10

2.1 Otak ... 10

2.2 Tumor Otak ... 11

2.2.1 Diagnosa Tumor Otak ... 12

2.2.1.1Imaging Test Computed Tomography... 12

2.2.1.2Imaging Test Magnetic Resonance Imaging... 12

2.2.1.3 Biopsi (Biopsy) ... 13

2.2.2 Gambaran Radiologis Tumor Otak PadaCT-Scan... 14

2.2.3 Jenis-Jenis Tumor Otak ... 15

2.2.3.1 Tumor Otak Primer ... 15

2.2.3.2 Tumor Otak Sekunder (Metastatic Brain Tumours)... 19

(11)

xi

2.4CT-Scan(Computed Tomogrphy Scanner) ... 22

2.4.1 Sinar-X ... 22

2.4.2 Prinsip DasarCT-Scan... 23

2.4.3 Rekonstruksi CitraCT-Scan... 25

2.5Gray Level Co-occurance Matrices... 30

2.5.1 KontruksiCo-occurance Matrices... 31

2.5.2 Fitur TeksturGray Level Co-occurance Matrices... 33

2.6 Jaringan Syaraf Tiruan ... 34

a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)... 35

b. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)... 35

c. Pembelajaran Hibrida (Hybrid Learning) ... 35

2.7Bacpropagation... 36

BAB III METODE PENELITIAN... 41

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan... 41

3.2 Peralatan danSoftware... 41

3.3 Prosedur Penelitian... 42

3.3.1 Persiapan Data... 42

3.3.2 Ekstrasi Fitur Tekstur... 44

3.3.3 Pelatihan JaringanBackpropagation... 45

3.3.4 Pengujian JaringanBackpropaation... 47

3.3.5 Analisa Data... 47

3.4 DesainInterface... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 55

4.1 Tampilan Program ... 55

4.1.1 Jendela Beranda... 55

4.1.2 Jendela Program Deteksi... 56

4.1.3 Jendela ProgramTrainingdanTesting... 57

4.1.4 Jendela Bantuan... 61

4.2 Hasil Pengumpulan Data... 62

(12)

xii

4.4 Peatihan JaringanBackpropagation... 69

4.5 PengujianBackpropagation... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 80 5.1 Kesimpulan... 80

5.2 Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA... 82

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Otak Manusia ... 10

Gambar 2.2 Citra MRI dari Tumor Otak Benigna dan Maligna... 13

Gambar 2.3 Prosedur Biopsi... 14

Gambar 2.4 Otak Normal pada CitraCT-Scan... 15

Gambar 2.5 Tumor Otak pada CitraCT-Scan... 15

Gambar 2.6 CitraCT-Scan otak normal,meningioma, dan schwannoma... 19

Gambar 2.7 Tumor Otak Menekan dan Merubah Posisi Jaringan Normal... 20

Gambar 2.8 Dua Buah Poyeksi Memperlihatkan Sebuah Objek yang Terdiri dari Sepasang Silinder... 22

Gambar 2.9 Susunan AlatCT-Scan... 23

Gambar 2.10 Pengukuran TransmisiSinar-X... 24

Gambar 2.11 Matriks RekonstruksiCT-Scan... 26

Gambar 2.12 Algoritma ART padaCT-Scan... 29

Gambar 2.13 AlgoritmaBackprojection CT-Scan... 30

Gambar 2.14 Algoritma FBPCT-Scan... 30

Gambar 2.15 Arah Sudut dalam Membangun GLCM... 31

Gambar 2.16 Arsitektur JaringanBackpropagation... 37

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian... 43

Gambar 3.2 Algoritma PelatihanBackpropagation... 46

Gambar 3.3 Algoritma Pengujian Backpropagation... 47

Gambar 3.4 Desain Tampilan Jendela Beranda... 48

Gambar 3.5 Desain Tampilan Jendela Program Deteksi... 49

Gambar 3.6 Desain Tampilan Jendela Login... 51

(15)

xv

Gambar 3.8 Desain Tampilan Jendela Bantuan... 54

Gambar 4.1 Tampilan Jendela Beranda... 56

Gambar 4.2 Tampilan Jendela Program Deteksi... 57

Gambar 4.3 Tampilan JendelaLogin... 58

Gambar 4.4 Tampilan JendelaTrainingdanTesting... 59

Gambar 4.5 Tampilan PanelTraining... 60

Gambar 4.6 Tampilan PanelTesting... 60

Gambar 4.7 Tampilan Jendela Bantuan... 61

Gambar 4.8 Grafik Nilai Rata-Rata Fitur IDM dari Sudut 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒuntuk Data Latih... 64

Gambar 4.9 Grafik Nilai Rata-Rata Fitur Entropi dari Sudut 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒuntuk Data Latih... 66

Gambar 4.10 Grafik Nilai Rata-Rata Fitur Energi dari Sudut 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒuntuk Data Latih... 68

Gambar 4.11 Grafik MSE PelatihanBackpropagationdengan masukan energi+entropi+IDM, 10Hidden Layer, Learning Rate1, dan Maksimum Epoh 10000... 71

Gambar 4.12 Akurasi PelatihanBackpropagationdengan masukan energi+entropi+IDM, 10Hidden Layer,Learning Rate 1, dan Maksimum Epoh 10000... 72

Gambar 4.13 Grafik Akurasi TerhadapLearning Ratedari Berbagai Variasi Epoh danHidden LayerMenggunakan 3 Masukan... 73

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran Halaman

Lampiran 1 Nilai Hasil Ekstrasi Fitur CitraCT-ScanOtak

Data Training... 85

Lampiran 2 Akurasi PelatihanBackpropagation... 88

Lampiran 3 ListingGUI Program... 95

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang sangat mematikan dan banyak diderita oleh pasien dengan variasi usia yang sangat beragam.Cancer Support Communitymenyatakan bahwa pada tahun 2012 di United States, lebih dari 688.000 orang didiagnosa menderita tumor otak primer dimana 63% merupakan tumor otak jinak dan 37% merupakan tumor otak ganas. Selain itu, menurut American Brain Tumor Association, tumor otak merupakan penyebab kematian nomor lima dari seluruh pasien kanker pada wanita yang berusia 20-39 tahun (Sari et al, 2014). Kasus tumor otak primer yang paling banyak yaitu

meningioma dan schwannoma. Menurut American Brain Tumor Association

jumlah kasus meningioma mencapai 34% dari keseluruhan kasus tumor otak primer. Sedangkan jumlah kasus shwanoma mencapai 8% dari keseluruhan kasus tumor otak primer pada rongga intrakranial, sebagian besar berasal dari syaraf akustik dan trigeminal (Sunet al,1998).

(18)

Tumor otak ada dua jenis yaitu benigna (jinak) dan maligna (ganas).Tumor benigna memiliki pertumbuhan sel yang lambat dan memiliki batas yang jelas serta jarang menyebar (Mayfield Clinic, 2013). Tumor maligna memiliki pertumbuhan sel yang cepat dan memiliki batas yang tidak jelas serta menyebar ke area otak yang lain (Mayfield Clinic, 2013). Walaupun tumor benigna tumbuh secara lambat, pertumbuhannya dapat membahayakan kehidupan pasien. Tumor benigna dapat tumbuh membesar dan menekan organ maupun jaringan sehat pada otak sehingga dapat menganggu fungsinya dan menyerang jaringan lain (Kohir,2015). Oleh karena itu dibutuhkan sebuah diagnosa dini tumor otak sebagai langkah pengambilan keputusan bagi tenaga medis untuk memberikan terapi yang sesuai bagi pasien.

(19)

Beberapa dekade terakhir CT scan digunakan secara luas dalam mendukung diagnosis klinik suatu penyakit. Alat ini dapat membantu tenaga medis dalam menentukan lokasi patologis dengan lebih akurat. CT scan dapat menampilkan bermacam-macam jaringan tubuh berdasarkan perbedaan tingkat keabuannya(Padma et al,2011a). CT scan memiliki keterbatasan dalam menampilkan citra kepala akibat adanya efek volume ruang yang mana berimbas pada rendahnya kontras antar jaringan otak dan objek lainnya sehingga memiliki intensitas yang sama (Padma et al,2011b). Berdasarkan permasalahan tersebut maka analisis suatu citra CT scan otak oleh mata telanjang memerlukan waktu yang lama, seharusnya pasien membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat sesuai jenis tumor yang diderita. Oleh karena itu sudah dilakukan penelitian mengenai deteksi, segmentasi, maupun klasifikasi kelainan otak guna menghemat waktu pemeriksaan radiologis.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susmikanti (2010), dilakukan pengenalan berbasis jaringan syaraf tiruan dalam analisa CT scan tumor otak benigna dengan fitur dominan yang disederhanakan oleh Principle Component Analysis dan jaringan syaraf tiruan perceptron. Dalam penelitian tersebut didapatkan akurasi rata-rata sebesar 95,8% bagi jaringan yang dibangun untuk membedakan otak normal, meningioma, Adenoma Pituitari, Kraniofaringioma,

Pilocytic Astrositoma, danAkustik Neurinoma.

(20)

Berdasarkan penelitian Padma et al (2011 ), dalam penelitian ini digunakan 13 fitur tekstur dari metodeGray Level Co-occurrence Matrices (GLCM) dalam empat sudut yakni 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, dan 135ᵒ. 13 buah fitur tekstur tersebut kemudian

direduksi menggunakan student t-test (ρ<0,001) menjadi 8 fitur dan selanjutnya dilakukan percobaan untuk mengetahui kombinasi fitur yang tepat sebagai masukan. Citra CT-Scan yang digunakan yaitu 30 normal dan 50 tumor otak (benigna dan maligna). 13 fitur tekstur yang digunakan direduksi sehingga didapatkan 8 fitur terbaik yaitu variance, angular second moment (ASM/energy),contrast, correlation, entropy, sum entropy, difference variance,

dan difference entropy.Akurasi klasifikasi tertinggi didapatkan dengan menggunakan kombinasi 4 masukan fitur tekstur yaitu energy, entropy, variance,

dan inverse difference moment sebesar 93,7%. Nilai akurasi berkurang seiring bertambahnya fitur tekstur dari GLCM. Klasifikasi dibuat untuk membedakan citra normal dengan abnormal (tumor otak). Selain itu dengan keempat buah fitur tekstur tersebut, didapatkan akurasi segmentasi tertinggi sebesar 99,7%.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Padma et al (2013), dilakukan klasifikasi tumor otak dan segmentasi jaringan lunak otak pada citra CT scan menggunakan Dominat Gray Level Run Length Texture Features berbasis

(21)

Beberapa peneliti tersebut menjadi dasar bagi penulis unutk melakukan penelitian yang berjudul “Deteksi Meningiomadan Schwannomadari Citra CT-Scan Menggunakan Gray Level Co-occurrence Matrices (GLCM) dan

Backpropagation”. Pemilihan kedua jenis tumor tersebut sebagai objek penelitian yaitu berdasarkan ciri dan tingkat keabuan yang hampir sama pada citra CT-Scan sehingga menyebabkan keraguan bahkan kesalahan diagnosis bagi para medis. Perbedaan dari kedua jenis tumor otak tersebut terlihat pada tekstur jaringannya setelah dilakukan pembedahan. Berdasarkan Grossman et al(1994), tekstur massa jaringan meningioma hiperdens dan schwannoma isodensdibandingkan jaringan otak normal. Berdasarkan Claussen et al (1982), massa yang hiperdens memiliki tingkat keabuan yang lebih tinggi dariada jaringan normal begitu juga sebaliknya massa isodens memiliki tingkat keabuan yang sama dengan jaringan otak normal. Pada citra CT-Scan, terkadang massa hiperdens terutama massa isodens memiliki tingkat keabuan yang sama dengan jaringan normal sehingga dalam pemeriksaan tumor pasien harus diberikan zat kontras. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya diagnosis untuk membedakan kedua sifat jaringan tersebut pada citraCT-Scan.

Citra CT-Scan dalam diperoleh melalui mesin CT-Scan multislice dengan spesifikasi yang sama yaitu ukuran citra 512x512 piksel dengan keadaan maksimum 130kV. Hal ini dibutuhkan untuk mengurangi perbedaan kualitas citra yang didapatkan sebagai sumber data.

Fitur yang diambil dari citraCT-Scanyaitu fitur tekstur. Berdasarkan Padma

(22)

otak dengan intensitas dan kontras yang sama pada banyak bagian. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan fitur tektstur untuk membedakan massa jaringan hiperdens dan isodens dari kedua jenis tumor tersebut dengan massa jaringan otak normal. Fitur tekstur yang diambil dari GLCM untuk analisis citra

CT-Scanotakmerupakan 4 fitur tektur yang digunakan dalam penelititan Padmaet al(2011b) yaituenergy, entropy, variance,daninverse difference moment.Namun dalam penelitian ini hanya diambil fiturenergy, entropy, dan inverse differrent moment karena nilai semua fitur varians sama untuk semua citra. Ketigat fitur tekstur tersebut mampu menggambarkan homogenitas massa tumor, homogenitas edema, selisih tingkat keabuan massa dengan jaringan sekitarnya, dan keberagaman tingkat keabuan jaringan normal citra otak normal dengan

meningiomadanschwannoma.

Penelitian ini menggunakan backpropagation sebagai metode klasifikasi citra CT-Scan otak. Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan mengenali pola yang digunakan selama training serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa namun tidak sama dengan pola yang dipakai selama pelatihan (Siang, 2005; dalam Azizi, 2013). Dalam penelitian ini dilakukan variasi nilai parameter jaringan backpropagation yaitu maksimum epoh, learning rate dan jumlah neuron di hidden layer. Variasi nilai parameter tersebut bertujuan untuk mengetahui nilai parameter optimum yang menghasilkan akurasi tertinggi dari aplikasi yang dibangun. Fitur yang menjadi input

(23)

fitur tektur tersebut dilakukan variasi kombinasi input untuk mendapatkan akurasi terbaik. Keluaran dari backpropagation ada tiga yaitu normal, meningioma, dan

schwannoma. Penilaian keberhasilan dan kinerja backpropagation dalam penelitian ini diukur melalui tingkatakurasi. Akurasi merupakan kesesuain antara dignosis ahli radiologi dengan keluaran dari backropagation. Nilai akurasi dalam penelitian ini akan menjadi dasar dalam analisis kinerja dari sistem deteksi yang dibuat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, penulis merumusakan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kombinasi fitur tekstur energy, entropy, dan inverse difference moment yang didapatkan dari gray level co-occurrence matrices(GLCM) sehingga dihasilkan akurasi tertinggi?

2. Berapa nilai parameter optimal backpropagation yang digunakan dalam pembelajaran jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk klasifikasi citraCT-Scanotak?

(24)

1.3 Batasan Masalah

1. Citra yang digunakan sebagai objek penelitian adalah citra CT-Scan yang merupakan citra digital potongan aksial otak yang diperoleh dari RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD dr. Soetomo Surabaya, serta telah diklasifikasi oleh dokter radiologi.

2. Citra otak diperoleh dari subyek normal tanpa diagnosa tumor otak dan penderita meningioma dan schwannomadi RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD dr.Soetomo, Surabaya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkankombinasi fitur tekstur energy, entropy, dan inverse difference moment yang didapatkan dari GLCM sehingga dihasilkan akurasi tertinggi.

2. Memperoleh nilai parameter optimal backpropagation yang digunakan dalam pembelajaran jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk klasifikasi citraCT-Scanotak.

(25)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mengembangkan sistem CAD (Computer Aided Detection) pada alat tomografi sehingga mampu membantu tugas seorang radiologis dalam menganalisis citra tomografi otak yang memiliki penyakit seperti

meningiomadanschwannoma.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otak

Otak merupakan organ tubuh yang terdiri dari kumpulan jaringan lunak seperti spong dan berfungsi sebagai pusat koordinasi tubuh. Organ ini dilindungi oleh tengkorak, tiga lapisan jaringan tipis (meninges), cairan serebrospinal yang mengalir di ruangan antara meninges dengan otak (ventrikel).

Gambar 2.1Otak Manusia (Utari, 2012)

Otak melaksanakan semua fungsi yang disadari. Otak bertanggung jawab terhadap pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang menuruti kemauan (disadari), dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian dan ramalan (Utari, 2012).

(27)

kesadaran, dan pertimbangan. Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Mesensefalon berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh. Diensefalon terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipothalamus yag berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif. Pons varoli merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan serta menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

2.2 Tumor Otak

Tumor otak merupakan penyakit yang menjadi objek dalam penelitian ini. Tumor (disebut juga neoplasma atau lesi) merupakan jaringan abnormal yang tumbuh dari pembelahan sel yang tidak terkendali (Mayfield Clinic, 2013). Sel normal tumbuh secara terkendali sebagai sel baru untuk mengganti sel yang sudah tua atau rusak. Beberapa faktor dapat menyebabkan sel tumbuh secara tidak terkendali dan menyimpang dari sifatnya sehingga menganggu bahkan merusak sel disekitarnya.

(28)

2.2.1 Diagnosa Tumor Otak

Diagnosa awal dilakukan dengan memperolah data riwayat kesehatan keluarga pasien dan pemeriksaan fisik. Setelah itu dilakukan pemeriksaan neurologis unutk mengetahui status mental, memory, fungsi syaraf cranial, kekuatan otot, koordinasi, refleks, dan respon terhadap rasa sakit. Namun terkadang dibutuhkan pemeriksaan tambahan sepert audiometri, evaluasi hormon endokrin dalam urin dan darah, tes ketajaman pengelihatan, danspinal tap.

Langkah selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis melalaui

CT-ScanatauMRI (Magnetic Resonanse Imaging). 2.2.1.1 Imaging Test Computed Tomography

Computed Tomography (CT) Scan merupakan sebuah tes yang aman dan noninvasive yang menggunnakan pancaran sinar-X dan komputer untuk menghasilkan citra otak 2 dimensi (Mayfield Clinics,

2013). Alat ini dapat menghasilkan citra otak dalam potongan aksial. Potongan tersebut jumlahnya ditentukan dari kemampuan atau spesifikasi CT-Scan yang digunakan. Zat kontras terkadang diinjeksikan pada pasien dalam pemeriksaan radiologis alat ini agar meningkatkan kualitas citra dari organ yang ingin dilihat.

2.2.1.2 Imaging Test Magnetic Resonance Imaging

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan sebuah tes

(29)

Clinics,2013). Alat ini menghasilkan citra 3 dimensi dari potongan tubuh seperti Gambar 2.2. Zat kontras terkadang diperlukan untuk memperjelas citra organ tubuh yang ingin dilihat. MRI sangat berfungsi dalam evalusai lesi otak dan efeknya terhadap jaringan sekitar.

Gambar 2.2Citra MRI dari Tumor Otak Benigna dan Maligna (Mayfield Clinics, 2013)

2.2.1.3 Biopsi (Biopsy)

Hasil diagnosa pemeriksaan radiologis terkadang masih belum jelas dan tepat dalam menentukan jenis tumor otak sehingga diperlukan biopsi. Biopsi merupakan sebuah prosedur untuk mengambil sedikit bagian dari tumor untuk diperiksa oleh ahli patologis di bawah mikroskop (Mayfield Clinics,2013).

(30)

Gambar 2.3Prosedur Biopsi (Mayfiled Clinics, 2013) 2.2.2 Gambaran Radiologis Tumor Otak padaCT-Scan

Pemeriksaan dengan CT-Scan di daerah kepala dengan maupun tanpa kontras, sangat membantu dalam diagnosa jenis tumor otak. Jaringan abnormal pada CT-Scanumumnya memiliki densitas atau kepadatan yang berbeda dengan jaringan normal.Massa yang berwarna lebih terang dari jarngan otak normal meruapakan hasil dari peningkatan penyerapan sinar-X disebut hiperdens (Claussen et al, 1982).Massa yang berwarna lebih gelap daripada jaringan otak normal karena penurunan serapan sinar-X disebut hipodens (Claussenet al, 1982).Massa yang memiliki warna sama dengan jaringan otak normal karena memiliki daya serap sinar-X yang sama dengan jaringan normal disebut isodens (Clausenet al, 1982) .

(31)

otak, ventrikel ketiga, maupun pineal, dan perubahan posisi jaringan otak disekitarnya (Armstrong et al 1940).Citra CT-Scan tumor otak dan otak normal dapat dilihat pada Gambar2.4dan Gambar 2.5.

Gambar 2.4Otak Normal pada CitraCT-Scan(Armstronget al, 1940)

Gambar 2.5Tumor Otak pada CitraCT-Scan(Claussenet al, 1982) 2.2.3 Jenis-Jenis Tumor Otak

Tumor otak diberi nama sesuai dengan asal selnya tumbuh. Tumor otak dapat bersifat primer (sel berasal dari otak sendiri) dan sekunder (sel berasal dari penyebaran tumor di area lain).

2.2.3.1 Tumor Otak Primer

(32)

tidak bersifat ganas, tumor ini mengandung sel jinak yang tumbuh tak terkendali di lokasi vital otak dan membahayakan nyawa pasien. Tumor maligna memiliki pertumbuhan sel yang cepat, memiliki batas yang tidak jelas serta menyebar ke area otak yang lain. Tumor ini terkadang disebut kanker otak, namun sebenarnya bukan karena tidak menyebar ke organ tubuh lain selain tulang belakang dan otak. Dalam penelitian ini dipilih jenis tumor otak primermeningiomadanschwannoma.

Meningioma merupakan salah satu jenis tumor otak primer dan neoplasma ekstraksial yang paling sering terjadi. Namun sebenarnya

meningioma tidak tumbuh dari jaringan otak itu sendiri, melainkan timbul dari meninges, yaitu tiga lapisan jaringan tipis yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang (American Brain Tumor Association, 2012). Tumor ini paling sering tumbuh ke dalam bagian organ yang diserang sehingga menyebabkan tekanan pada otak atau sumsum tulang belakang, tetapi juga memungkinkan tumbuh keluar menuju tengkorak. Kebanyakan meningioma jinak, tumbuh lambat, beberapa berisi kista (kantung dari cairan), kalsifikasi, atau buntalan padat pembuluh darah.

Schwannoma merupakan tumor yang timbul dari sel Schwann di akson selubung mielin (Mehra et al, 2013). Secara histologi

(33)

neuroma). Paling sering kedua terjadi pada syaraf trigeminal (trigeminal

schwannoma) dan jarang terjadi pada syaraf wajah. Gejala dan pengobatan kedua jenis tumor tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1Gejala dan PengobatanMeningiomadanSchwannoma(Mayfield

Clinics, 2013)

Meningioma Schwannoma

Gejala

1. Gejala seringkali tidak terasa hingga massa membesar. 2. Gejala yang timbul

tergantung lokasi tumbuhnya tumor.

3. Gejala awal seperti sakit kepala, melemahnya alat

1. Pembedahan (surgery) dengan mempertimbangkan

1. Pembedahan (surgery) dengan prioritas persentase

Berdasarkan Tabel 2.2, satu-satunya tanda yang benar-benar menbedakanmeningiomadenganschwannomayaitu sifat jaringan yang ditampilkan pada citraCT-Scan sbelum pasien diberikan kontras. Pada

meningioma jaringan bersifat hiperdens sedangkan schwannoma

(34)

terutama massa isodens memiliki tingkat keabuan yang sama dengan jaringan normal sehingga dalam pemeriksaan tumor pasien harus diberikan zat kontras. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan citraCT-Scanpos kontras.

Tabel 2.2Diagnosa PembedaMeningiomadenganSchwannoma

(Grossman et al, 1994)

Fitur Meningioma Schwannoma

Dural tail Sering Sangat jarang

Bony Reaction Osteolisis atau hipertosis Jarang

Angle Made with Dura Obtus akut

Kalsifikasi 20% Sangat jarang

Cyst(nekrosis) Jarang Mencapai 10%

Enhancement Seragam Inhortogenus dalam 32% Keterlibatan Kanal

Auditori Internal Jarang 80%

Atenuasi Prekontras CT Hiperdens Isodens

Pendarahan Jarang Umumnya ada

Massa meningioma cendrung tampak dan homogen setelah pemberian kontras. Hal ini sangat meningkatkan penggambaran tumor, terutama jika sebelum pemberian kontras bersifat isodense. Meningioma bisa berbentuk bulat, oval, atau lobular dengan batas yang jelas (Clausen et al, 1982). Sebagian besar schwannoma hanya terlihat setelah pemberian kontras. Peningkatannya graylevelintens, menjadi tampak, dan sebagian besar homogen (Clausenet al, 1982).

(35)

berbagai jaringan otak (CSF, garis tengah otak, pineal) sehingga nilai entropi meningkat. Adanya massa dengan graylevel yang hampir seragam, mendorong dan mendominasi jaringan otak lain sehingga mempersempit area jaringan normal menyebabkan keberagaman

graylevel menurun sehingga menurunkan nilai fitur entropi. Meningioma bersifat hiperdens dengan batas tegas yakni batas memiliki tingkat keabuan yang lebih cerah daripada jaringan otak lain maupun edema sehingga selisih graylevel antar piksel lebih kecildan mengakibatkan nilai fitur IDM (inverse different moment) meningkat. Sedangkan schwannoma bersifat isodens namun massa akan tampak setelah pemberian kontras dengan batas tidak begitu tegas sehingga selisih grayscale antar piksel lebih besardan mengakibatkan nilai IDM rendah.

Gambar 2.6(Dari Kiri Ke Kanan) CitraCT-Scan otak normal,meningioma, dan

schwannoma

(36)

yang biasanya menyebar ke otak yaitu kanker paru-paru dan kanker payudara.

Tumor benigna dapat tumbuh membesar dan menekan organ maupun jaringan sehat pada otak sehingga dapat menganggu fungsinya dan menyerang jaringan lain (Kohir, 2015).Tumor benigna, maligna maupun metastasis berpotensi untuk membahayakan nyawa.

Otak tidak bisa memberikan ruang lebih bagi tumor untuk tumbuh karena tertutup oleh tengkorak sehingga pertumbuhan tumor menyebabkan tekanan dan perubahan posisi pada jaringan otak seperti pada Gambar 2.7. Beberapa jenis tumor otak menyebabkan obstruksi cairan serebrospinal yang mengalir di sekitar maupun melalui otak. Obstruksi ini meningkatkan tekanan dan memperbesar ventrikel otak (hydrocephalus). Tumor juga terkadang menyebabkan edema (pembengkakan). Ukuran, tekanan, dan pembengkakan ini membentuk efek massa yang menyebabkan berbagai keluhan bagi pasien.

(37)

2.3 Computed Tomography

Dua kata tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Tomographymengacu pada gambaran irisan melintang dari sebuah objek melalui transmisi maupun refleksi data yang dikumpulkan dengan memperjelas objek dari berbagai arah berbeda (Avinash et al, 1999). Computed merupakan kata kerja dari bahasa inggris yang artinya dihitung atau terkomputasi (perhitungan menggunakan komputer). Computed tomography merupakan sebuah metode untuk memperoleh gambaran melintang sebuah objek melaui transmisi maupun refleksi data yang diambil dalam berbagai arah dan dihitung atau terkomputasi oleh komputer.

(38)

Gambar2.8Dua Buah Poyeksi Memperlihatkan Sebuah Objek yang Terdiri dari Sepasang Silinder (Avinashet al,1999)

2.4 CT-Scan (Computed Tomography Scanner)

CT-Scan merupakan salah satu alat diagnostik dalam dunia kedokteran yang menggunakan metode computed tomography. Penggunaan CT dalam pencitraan kedokteran nuklir telah berkembang, pertama dengan pengenalan PET dikombinasikan dengan CT (PET/CT) dan, baru-baru ini, dengan pengenalan SPECT dikombinasikan dengan CT (SPECT/CT) (Goldman, 2007). Alat inimampu memberikan gambaran organ dalam pasien tanpa dilakukan pembedahan oleh dokter. Di Indonesia, penggunaan CT-Scan telah banyak dilakukan oleh rumah sakit pemerintah maupun swasta. Alat ini memanfaatkan sinar-X sebagai sumbernya.

2.4.1 Sinar-X

(39)

dan apabila antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju ke anoda. Dengan percepatan elektron tersebut maka akan terjadi tumbukan tak kenyal sempurna antara elektron dengan anoda, akibatnya terjadi pancaran radiasi sinar-X. 2.4.2 Prinsip DasarCT-Scan

Hounsfield mengasumsikan hasil citra objek yang dipindai oleh

CT-Scan merupakan irisan aksialnya. Dalam membangun sebuah CT-Scan, Hounsfield memanfaatkan sinar-X . Sinar-X yang digunakan telah difokuskan atau dibentuk menjadi seberkas sinar sempit (selebar pensil) (Goldman, 2007). Ukuran cahaya tersebut yaitu 3 mm dalam bidang irisan dan lebarnya 13 mm tegak lurus dengan bidang irisan. Posisi tabung sinar-X saling berhadapan dengan detektor x-ray yang terletak di sisi lain dari subjek. Secara bersamaan, tabung memancarkan sinar-X selebar pensil tadi pada subjek dan detektor menerima atau mengukur sinar-X yang dilewatkan. Gerakan memindai transversal linier dari tabung dan detektor tersebut dikenal sebagai translasi. Susunan peralatan ini digambarkan pada Gambar 2.9.

(40)

Selama gerak translasi, pengukuran transmisi sinar-X melalui subjek yang diterima oleh detektor pada banyak lokasi seperti yang diperlihatkan Gambar 2.10. Besarnya sinar-X yang melewati pasien dalam setiap satu pengukuran disebut sebuah ray. Semua pengukuran yang dilakukan selama translasi danrayyang dihasilkan disebut sebuah

view. Sebagai contoh, scanner Hounsfield Mark I mengukur translasi darin 160 ray setiap view. Setelah melakukan translasi, tabung detektor diputar terhadap subjek sebanyak 1ᵒ, dan translasi diulang untuk mengumpulkan view yang kedua. Jika translasi pertama diperoleh dengan posisi tabung tepat di atas dan detektor di bawah subjek (0ᵒ), maka tabung detektor berputar sebanyak 1ᵒ kemudian translasi dilakukan kembali untuk mendapatkanviewkedua. Rotasi dan translasi ini dilakukan terus hingga 180 kali padaCT-Scangenerasi pertama dan 360 kali padaCT-Scansaat ini.

(41)

Kombinasi translasi yang diikuti oleh rotasi disebut gerak translasi rotasi. Pengumpulan data dilakukan oleh pancaran seberkas sinar sempit dan satu detektor sintilasi natrium iodida (NaI). Susunan alat dengan detektor tunggal dan seberkas cahay sempit dengan gerakan translasi rotasi ini merupakan CT-Scan generasi pertama dibutuhkan waktu 5 sampai 6 menit untuk melakukan sebuah pemindaian. Untuk meminimalkan waktu pemindaian, scanner Mark I menggunakan 2 buah detektor yang berdekatan dan sinar-X dengan lebar 26mm secara bersamaan untuk melakukan pengukuran dan menghasilkan dua citra irisan aksial subjek. Pada akhir pemindaian, Hounsfield mendapatkan 28.800 pengukuran (180 view x 160 ray) untuk setiap irisan yang diambil melalui banyak sudut (180) dan posisi (160).

2.4.3 Rekonstruksi Citra CT-Scan

(42)

Setelah pengumpulan seluruh view didapatkan pengukuran yang mencakup sebuah area pemindaian berbentuk lingkaran ( scan cricle) dengan diameter 250 mm. Jika scan circle dibagi kedalam matriks berukuran 250 baris x 250 kolom, maka setiap voxel memiliki ukuran 1 mm x 1 mm. Jika ukuran matriks 250 x 250 maka ukuran voxelmenjadi 0,5 mm x 0,5 mm. Matriks tersebut disebut sebagai matriks rekonstruksi.

Gambar 2.11Matriks RekonstruksiCT-Scan(Goldman, 2007) Tujuan dari rekonstruksi gambar CT yaitu untuk menentukan seberapa banyak atenuasi atau pelemahan dari sinar-X yang terjadi dalam setiap voxel dari matriks rekonstruksi (Goldman, 2007). Nilai perhitungan atenuasi tersebut mewakili tingkat keabuan dalam sebuah gambaran 2 dimensi dari irisan subjek. Dalam dunia citra digital,voxel

2 dimensi yang terletak pada pada bidang irisan (X dan Y) biasanya dikenal juga sebagai pixel, namun ukuran pixel citra yang ditampilkan (matriks citra) tentunya tidak sama dengan pixel matriks rekonstruksi akan tetapi cukup terinterpolasi dari matriks rekonstruksi agar bisa ditampilkan pada layar maupun untuk keperluan grafis sepertizooming

(43)

Hasil rekonstruksi ditampilkan dengan mempertimbangkan baris dari voxel yang merupakan ray selama pengumpulan data yang ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Pada Gambar 2.11, Ni merupakan intensitas sinar-X yang ditransmisikan danraydiukur oleh detektor. No merupakan ray hasil pengukuran intensitas sinar-X yang diterima oleh subjek. Ha tersebut dapat diketahui bahwa Xi merupakan jumlah dari nilai atenuasi dalam voxel sepanjang ray. Perhitungan jumlah atenuasi tersebut untuk baris voxel seperti pada Gambar 2.14diperlihatkan oleh persamaan berikut:

Xi = µ1 + µ2 + µ3 + µ4 + ... µn ...(2.1) Keterangan:

Xi : Jumlah atenuasi = -ln(Ni/No) µi = atenuasi darivoxeli = wi.µi

Dengan cara yang sama, pengukuran untuk semua ray di semua posisi dan sudut dapat dinyatakan sebagai jumlah dari nilai-nilai atenuasi voxel pada setiap ray yang diukur. Perlu dierhatikan bahwa nilai Xi diketahui melauiperhitungan dari setiap pengukuran intensitas sinar-X oleh detektor (Ni) dengan dimensivoxelX dan Y (W) diketahui dan intensitas sinar-x yang yang diterima pasien diketahui (No). Pada

scannerbuatan Hounsfield, No langsung diukur oleh detektor referensi yang melakukan sampling intensitas sinar-Xdari tabungnya. Scanner

(44)

Sebagai contoh sebuah matriks berukuran 2 x 2 pada Gambar 2.15.

View didapatkan dalam 4 arah sudut (0ᵒ, 90ᵒ, 45ᵒ, 135ᵒ) dan setiap pengukuran merupakan jumlah dari nilai penguatan voxel setiap ray. Nilai setiap atenuasi (U) dalam matriks tersebut belum diketahu nilainya sehingga dibutuhkan sebuah algoritma yang disebut ART (algebraic reconstruction technique). Cara kerja atau algoritma dari ART dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Algoritma ART memiliki kelemahan yaitu tidak ada jaminan bahwa ART mampu melakukan seluruh pengukuran secara tepat karena pengukuran itu sendiri mengandung kesalahan acak. Kesalahan acak ini muncul dari noise (quantum mottle) pada citra akibat terbatasnya jumlah poton sinar-X (akibat terbatasnya dosis radiasi pada pasien) yang terlibat pada setiap pengukuran oleh detektor.

Oleh karena itu muncul algoritma baru dalam rekonstruksi citra

(45)

karena itu dibuatlah sebuah filter untuk menghasilkan citra yang lebih jelas disebut FBP (filtered backprojection).

(46)

Gambar 2.13AlgoritmaBackprojection CT-Scan(Goldman, 2007)

Gambar 2.14Algoritma FBPCT-Scan(Goldman, 2007) 2.5 Gray Level Co-occurrence Matrices(GLCM)

Metode gray level co-occurance matrices (GLCM) digunakan untuk melakukan ekstraksi 14 fitur tekstur pertama kali diperkenalkan oleh Haralick pada tahun 1973. Fitur tekstur mengandung informasi mengenai distribusi spasial dari variasi derajat keabuan sebuah citra (Haralick et al, 1973). Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tersebut, yang sama sekali lepas dari warna permukaan tersebut (Budiarso, 2010).

(47)

2.5.1 KontruksiCo-occurance Matrices

Haralick mendefinisikan GLCM sebagai matriks persegi P dengan ukuran N x N. P(x1,x2) merupakan distribusi probabilitas bersama dari pasangan pixel bertetangga dengangraylevel x1dan x2 pada posisi (m,n) berjarak r dengan sudutƟ. Sudut Ɵ inilah yang menunjukkan empat arah sudut tetangga yaitu 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, dan 135ᵒseperti pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15Arah Sudut dalam Membangun GLCM (Nayaket al, 2014) Berdasarkan definisi GLCM menurut Haralick, dimisalkan sebuah citra grayscale I dengan jumlah total level keabuan N, maka ketentuan untuk pasangan pixel dengan jarak r dan sudutƟ adalah (Putra, 2010):

, ( , ) = | ( , ), ( , ) ∈ : − = 0, | − | = , , =

, , = |...(2.2)

, ( , ) = | ( , ), ( , ) ∈ : ( − = , | − | =

− ) ( − = − , − = , , = , , = |...(2.3)

, ( , ) = | ( , ), ( , ) ∈ : | − | = , ( − ) = 0, , =

(48)

, ( , ) = | ( , ), ( , ) ∈ : ( − = , − = ), , =

, , = |...(2.5)

Keterangan :

P = probabilitas kemunculan pasangan piksel bertetangga x1 =graylevelpasangan piksel tetangga x2

x2 =graylevelpasangan piksel tetangga x1 r = jarak piksel tetangga

j = posisi baris piksel x1 k = posisi kolom piksel x1 m= posisi baris piksel x2 n = posisi kolom piksel x2

Matriks PƟ,r(x1,x2) yang sudah terbentuk kemudian ditambah dengan transposenya sehingga terbentuk matrik simetris. Selanjutnya semua komponen matriks simetris ini dibagi dengan jumlah komponen matriks sehingga terbentuk matriks p yang sudah ternormalisasi.

(49)

Fitur tekstur akan diambil dari masing-masing sudut tersebut. Albergsten 2008 menyarankan untuk hanya menggunakan nilai rata-rata fitur tekstur dari keempat sudut jika ingin menghindari ketergantungan arah piksel bertetangga.

2.5.2 Fitur TeksturGray Level Co-occurence Matrices

Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tersebut, yang sama sekali lepas dari warna permukaan tersebut (Budiarso, 2010).Fitur tekstur dihitung dengan melakukan rata-rata matriks co-occurence empat arah sehingga dihasilkan suatu matriks. Haralick merumuskan 14 fitur tektur yang dapat diambil dari GLCM. Dalam penelitian ini hanya digunakan 3 fitur tekstur.

Matriks p merupakan matrisk GLCM yang sudah dinormalisasi dengan dimensi i baris dan j kolom, maka fitur tekstur dari GLCM dapat dirumuskan sebagai berikut (Haralicket al, 1973):

1. Angular second moment(ASM/energy)

ASM juga dikenal sebagai keseragaman energi. ASM mengukur atau menyatakan homogenitas dari suatu citra.

Nilai ASM besar jika citra memiliki homogenitas yang sangat baik. ASM dapat dihitung menggunakan Persamaan

(50)

2. Inverse Difference Moment(IDM)

Inverse Difference Momen (IDM) menyatakan homogenitas lokal. IDM bernilaibesar ketika tingkat keabuan lokal seragam dan invers dari GLCM tinggi (Nayak et al, 2014). Dengan kata lain nilai IDM akan meningkat apabila selisih derajat keabuan sepasang piksel semakin kecil. Nilai IDM dapat dihitung menggunakan Persamaan

= Ʃ Ʃ ( ) p(i,j)...(2.7) 3. Entropy(Entropi)

Entropi adalah ukuran statistik dari keacakan (ketidakteraturan) yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi tekstur citra input. Apabila sebuah citra secara tekstural tidak seragam, maka banyak elemen GLCM yang bernilai rendah sehingga nilai entropi menjadi besar. Entopi dapat dihitung menggunakan Persamaan

=

−Ʃ ∑ ( , )log ( ( , ))...(2.8)

2.6 Jaringan Syaraf Tiruan

(51)

yang dilatih. Selama proses pembelajaran terjadi perbaikan bobot-bobot berdasarkan algoritma tertentu. Pembelajaran atau pelatihan Jaringan syaraf tiruan dikelompokkan menjadi 3 (Sinambelaet al,2013) yaitu:

a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning)

Dalam metode ini, setiap pola yang diberikan kedalam jaringan syaraf tiruan telah diketahui outputnya. Selisih antara pola output aktual (output yang dihasilkan) dengan pola output yang dikehendaki (output target) yang disebut error digunakan untuk mengoreksi bobot jaringan syaraf tiruan hingga mampu menghasilkan output sedekat mungkin dengan target yang telah diketahui oleh jaringan syaraf tiruan. Apabila nilai error ini masih cukup besar, mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi. Contoh pembelajaran terawasi adalah: Hebbian, Perceptron, ADALINE, Boltzman, Hopfield, dan Backpropagation.

b. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)

Metode ini tidak memerlukan target output. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini yaitu mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu.

c. Pembelajaran Hibrida (Hybrid Learning)

(52)

tiruan backpropagation untuk klasifikasi citra CT-Scan otak normal,

meningioma, danschwannoma.

2.7Backpropagation

Backpropagation merupakan salah satu jenis jaringan syaraf tiruan yang terdiri dari beberapa layer (multilayer) dengan metode pembelajaran terawasi (Supervised Learning). Algoritma pembelajaran error backpropagation

merupakan sebuah algoritma jaringan syaraf yang belajar untuk membedakan pola yang tidak bisa dipisahkan secara linier (Anzai, 1946).

Setiap unit jaringan backpropagation yang berada di lapisan input terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi (hidden layer) terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan output. Ketika jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan, maka pola tersebut menuju unit-unit lapisan tersembunyi untuk selanjutnya keluaran akan memberikan respon sebagai keluaran jaringan syaraf tiruan. Saat hasil keluaran tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka keluaran akan dijalankan mundur (backward) pada lapisan tersembunyi kemudian dari lapisan tersembunyi menuju lapisan masukan.

Arsitektur jaringan backpropagation ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Setiap unit di dalam layer input pada jaringan backpropagation selalu terhubung dengan setiap unit yang berada pada layer tersembunyi, demikian juga setiap unit pada layer tersembunyi selalu dari banyak lapisan (Sinambelaet al, 2013) yaitu:

1. Lapisan input (1 buah), yang terdiri dari 1 hingga n unit input.

(53)

3. Lapisan output (1 buah), yang terdiri dari 1 hingga m unit output.

Gambar2.16Arsitektur JaringanBackpropagation(Sinambelaet al, 2013) Algoritma pelatihan backpropagation terdiri dari 2 tahapan (Sinambela et al, 2013), feedforward dan backward propagation. Algoritma pelatihan jaringan

backpropagation(Sinambelaet al, 2013) dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil).

2. Tetapkan: maksimum Epoh, Target Error, dan Learning Rate (α). 3. Inisialisasikan: Epoh = 0.

4. Kerjakan langkah-langkah berikut selama (Epoh < maksimum Epoh) dan (MSE < Target Error):

a. Epoh = Epoh + 1

b. Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran

(54)

b.1 Tiap-tiap unit input (Xi, i=1, 2, 3…., n) menerima sinyal xi dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi).

b.2 Tiap-tiap unit pada suatu lapisan tersembunyi (Zi, j=1, 2, 3,….p) menjumlahkan sinyal- sinyal input terbobot:

z_inj= b1j+Ʃ xivij...(2.9) Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: zj= f (z_inj) = 1 _ ...(2.10) Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output).

b.3 Tiap-tiap unit output (Yk, k=1, 2, 3,…..m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot.

zink= b2k+Ʃ ziwjk...(2.11) Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: yk= f (yink) = ...(2.12) Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). Catatan: Langkah (b.2) dilakukan sebanyak jumlah neuron padahidden layer.

Backward propagation

b.4 Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,…..,m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi errornya:

(55)

φ2jk= δkzj...( 2.14) β2k= δk...(2.15) kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai wjk:

∆wjk= α φjk...(2.16) Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai b2k:

∆b2k= α...(2.17) Langkah (b.4) dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersembunyi, yaitu menghitung informasi error dari suatu lapisan tersembunyi ke lapisan tersembunyi sebelumnya.

b.5 Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,….,p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit-unit yang berada pada lapisan di atasnya): δ_inj=Ʃ δiwjk...(2.18) kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error:

δ1j= δ_injf′(z_inj)...(2.19) φ1ij= δjxj...(2.20) β1j= δ1j...(2.21) kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai vij:

(56)

Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai b1j:

b1j= α φ 1j... (2.23) b.6 Tiap-tiap unit output (Yk, k=1,2,3,….,m) memperbaiki bias dan

bobotnya (j = 0,1,2,….,p):

wjk(baru) = wjk(lama) + ∆wjk...(2.24) b2k(baru) = b2k(lama) + ∆b2k...(2.25) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j=1,2,3,…..,p) memperbaiki bias dan bobotnya (i=0,1,2,….,n ):

vij(baru) = vij(lama) + ∆vij...(2.26) b1j(baru) = b1j+ ∆b1j...(2.27) 5. Hitung (MSE)Mean Square Error

Setelah dilakukan algoritma tersebut pada jaringan, maka akan didapatkan jaringan yang sudah dilatih. Sehingga untuk melakukan identifikasi, dapat dilakukan dengan langsung memberikan input dan jaringan akan mengklasifikasikannya sesuai dengan bobot- bobot yang diperoleh dari proses training sebelumnya. Dimana besar mean square errorditunjukka persamaan berikut.

= Ʃ ( ) − ( ) ...(2.28)

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Instumentasi Medis dan Laboratorium Komputer, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga untuk membuat sistem. Penelitian dilakukan selama kurang lebih enam bulan dari Februari hingga Juli 2016

3.2 Peralatan danSoftware

Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah:

1. Laptop Hewlett Packard model Pavilion 14n016TU dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Intel Core i7-4500U @1.80GHz-2.40GHz processor / RAM 4 GB.

b. 64-bitoperating system.

2. Data citra potongan axial otak dari RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD dr. Soetomo Surabaya.

(58)

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian Klasifikasi Citra CT Scan untuk Deteksi Meningioma dan Schwannoma MenggunakanGray Level Co-occurrence Matrices (GLCM) dan Backpropagation akan dilakukan dengan beberapa tahap seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.1. dengan penjelasan lengkap pada subbab 3.3.1 hingga 3.3.5.

3.3.1 Persiapan Data

Data citra CT-Scan otakpost contrast dalam penelitian ini berjumlah 95 pasien meliputi 32 citra otak normal, 43 meningioma,

dan 20schwannoma yang telah terdiagnosa secara visual oleh dokter radiologi. Data yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari RSUD Ulin Banjarmasin dan RSUD dr.Soetomo Surabaya.

Citra yang didapatkankemudian dibagi untuk keperluan

(59)

Citra otak CT scan

CitraTraining CitraTesting

Persiapan Data

Pembentukan Matriks GLCM 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒ

Penghitungan fitur tekstur dari Matriks GLCM Ekstraksi fitur tekstur

Pelatihan jaringanbackpropagation

Bobot akhir

Pelatihan jaringan

Pengujian jaringanBackpropagation

Akurasi

Analisa data

Testing

Analisa data Pemilihan fitur dan variasi nilai parameter JST

Energy Entropy IDM

(60)

3.3.2 Esktrasi Fitur Tekstur

Fitur tekstur dalam penelitian ini didapatkan melalui metode gray level co-occurrence matrices (GLCM). Matriks GLCM dibentuk melalui empat arah sudut yakni 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒyang juga mewakili

arah 180ᵒ, 225ᵒ, 270ᵒ, 315ᵒ sehingga nilai fitur akan tetap sama

walaupun posisi kepala pasien berubah-ubah. Ekstrasi fitur ini dilakukan pada data-data citra CT-Scan pada tahap persiapan data. Fitur-fitur yang diambil dari metode GLCM yaiu 3 fiturdari 14 fitur tekstur Haralick yang mewakili citra sebagai berikut :

1. Angular second moment(ASM/energy)

ASM juga dikenal sebagai keseragaman energi. ASM mengukur atau menyatakan homogenitas dari suatu citra. Nilai ASM besar jika citra memiliki homogenitas yang sangat baik. ASM dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.6

2. Inverse Difference Moment(IDM)

Inverse Difference Momen (IDM) menyatakan homogenitas lokal. IDM bernilaibesar ketika tingkat keabuan lokal seragam dan invers dari GLCM tinggi (Nayak et al, 2014). Nilai IDM dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.7

3. Entropy(Entropi)

(61)

Semua fitur tekstur diatas didapatkan melaui metode GLCM. nilai fitur yang digunakan sebagai input backpropagation

merupakan nilai rata-rata masing-masing fitur dari ke empat sudut matriks GLCM yaitu 0ᵒ, 45ᵒ, 90ᵒ, 135ᵒ. Hasil ekstrasi fitur

datatrainingdantestingdiberikan pada Lampiran 2.

3.3.3 Pelatihan JaringanBackpropagation

Pelatihan dilakukan menggunakan data yang diperoleh dari proses persiapan data. Fitur yang didapatkan dari proses ekstraksi fitur menjadi masukan bagi backpropagation. Keluaran dari jaringan

backpropagation ada 3 yaitu normal dengan indeks 0,

(62)
(63)

3.3.4 Pengujian Jaringan Backpropagation

Data uji bagi jaringan backpropagation yang dibuat merupakan 20% dari masing-masing citra otak terdiri dari 6 normal, 9

meningioma, dan 4 schwannoma pada proses persiapan data. Fitur masukan merupakan kombinasi dari jumlah fitur yang didapatkan dengan akurasi tertinggi pada tahap pelatihan. Nilai bobot dan error yang digunakan didapat memlalui tahap pelatihan backpropagation. Algoritma pengujianbackpropagationdisajikan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3Algoritma PengujianBackpropagation

3.3.5 Analisa Data

Hasil pengujian disajikan pada Tabel 4.1. Tingkat akurasi pengujian jaringan backpropagation dapat diketahui dengan menbandingkan hasil keluaran jaringan dengan hasil diagnosa dokter radiologi.

(64)

2011 ).Akurasi dalam penelitian ini merupakan persentase kesesuain dignosa dokter radiologi dengan keluaran jaringan backpropagation. Tingkat akurasi tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

= Ʃ 100%

3.4 DesainInterface

Perangkatinterfacepada penelitian ini didesain menggunakanGraphical User Interface (GUI). Pembuatan interface bertujuan untuk mempermudah penggunaan user. GUI yang dibuat terdiri dari beberapa menu utama atau jendela yaitu beranda, program deteksi, program trainingdan testing, dan bantuan.

1. Jendela Beranda

Gambar 3.4Desain Tampilan Jendela Beranda Berdasarkan Gambar 3.4 jendela beranda terdiri dari :

1. Program deteksi :push buttonyang berisi perintah untuk membukaprogram deteksi.

2. Programtrainingdantesting:push buttonyang berisi perintah untuk

1 2

3

(65)

membuka programtrainingdantesting. 3. Bantuan :push buttonyang berisi perintah untuk

membuka jendela bantuan.

4. Tentang :push buttonyang berisi perintah untuk membuka jendela tentang.

5. Keluar :push buttonyang berisi perintah untuk memberikan pilihan mengakhiri program kepadauser.

Jendela beranda memiliki dua buah axes yang berfungsi untuk menampilkan logo Universitas Airlangga.

2. Jendela Program Deteksi

Jendela program deteksi berfungsi untuk melakukan diagnosa atau mendeteksi citra yang dimasukkan oleh user. Selain itu jendela ini digunakan oleh peneliti untuk menguji citra data uji. Desain tampilan jendela program deteksi ditunjukkan oleh Gambar 3.5.

Gambar 3.5Desain Tampilan Jendela Program Deteksi

3 2

1

4

5 6 7

8 9

(66)

Berdasarkan Gambar 3.5 jendela program deteksi terdiri :

1. Axes 1 : berfungsi menampilkan citra yang akan didiagnosa. 2. Browse :push buttonyang berisi perintah untuk memilih citra

yang akan didiagnosa.

3. Edit 1 : berfungsi menampilkan nama citra.

4. Ambil fitur :push buttonyang berisi perintah untuk menghitung nilai fitur citra.

5. Text 5 : berfungsi menampilkan nilai fitur entropi. 6. Text 6 : berfungsi menampilkan nilai fitur IDM. 7. Text 7 : berfungsi menampilkan nilai fitur energi.

8. DIAGNOSA :push buttonyang berisi perintah untuk melakukan diagnosa.

9. Text 8 : berfungsi menampilkan text yang menyatakan hasil diagnosa.

10. Reset :push buttonyang berisi perintah untuk mengosongkan semua data.

11. Keluar :push buttonyang berisi perintah untuk memberikan pilihan mengakhiri program.

3. Jendela ProgramTrainingdanTesting

(67)

testing ditampilkan oleh Gambar 3.7, selain itu berfungsi sekaligus untuk menguji data uji yang didapatkan dalam penelitian maupun data uji baru dari user. Sebelum memasuki jendela program training dan testing dibuat jendelalogin. Desain tampilan jendelaloginditunjukkan oleh Gambar 3.6.

Gambar 3.6Desain Tampilan JendelaLogin

Berdasarkan Gambar 3.6 jendela login terdiri dari : 1. Edit 1 : berfungsi untuk mengisiusername. 2. Edit 2 : berfungsi untuk mengisipassword.

3. Login :push buttonyang berisi perintah untuk memeriksa

kecocokan antarausername dengan password, jika cocok maka akan terbuka jendela programtrainingdantesting, jika tidak maka akan terbuka textbox berisi keterangan ketidakcocokan.

4. Axes 1 : berfungsi menampilkan logo Universitas Airlangga. 5. Axes 2 : berfungsi menampilkan logoUniversitas Airlangga.

5 4

3

(68)

Setelah username dan password cocok maka akan terbuka jendela program training dan testing. Berdasarkan Gambar 4.7 jendela ini terdiri atas:

1. Browse :push buttonyang berisi perintah memilih data

trainingdantesting.

2. Edit 1 : berfungsi menampilkan nama datatraining. 3. Edit 2 : berfungsi memasukkan nilailearning rate.

4. Edit 3 : berfungsi memasukkan nilaihidden layer. 5. Edit 4 : berfungsi memasukkan nilai epoh.

6. Edit 5 : berfungsi menampilkan nama datatesting. 7. Tabel fitur : berfungsi menampilkan data fiturtrainingdan

testing.

8. Tabel output : berfungsi menampilkan output jaringan dan target padatrainingmaupuntesting.

9. Text 1 : berfungsi menampilkan akurasi pelatihan. 10. Text 2 : berfung menampilkan jumlah data latih. 11. Text 13 : berfungsi menampilkan jumlah data benar. 12. Text 15 : berfungsi menampilkan akurasitesting.

13. MulaiTraining :push buttonyang berisi perintah untuk memulai

training.

14. MulaiTesting :push buttonyang berisi perintah untuk memulai

testing.

(69)

16. Tabel Bobot W2 : berfungsi menampilkan bobot W2. 17. Tabel Bobot b1 : berfungsi menampilkan bobot b1. 18. Tabel Bobot b2 : berfungsi menampilkan bobot b2. 19. Reset :push buttonyang berisi perintah untuk

mengosongkan semua data.

20. Keluar :push buttonyang berisi perintah menampilkan pilihan untuk mengakhiri program.

Gambar 3.7Desain Tampilan Jendela ProgramTrainingdanTesting

4. Jendela Bantuan

(70)

Jendela bantuan memiliki push button KELUAR yang berisi perintah perintah menampilkan pilihan untuk mengakhiri program.

(71)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tampilan Program

Tampilan program deteksi meningioma dan schwannoma dari citra CT-Scan ini didesain menggunakan Graphical User Interface (GUI) dengan tujuan untuk mempermudah userdalam menggunakannya.Interfaceprogram didesain menggunakan GUI sehingga lebih praktis dan aplikatif. Pada subbab 4.1.1 sampai dengan 4.1.4 akan dijelaskan tampilan jendela-jendela di dalam GUI beserta fungsi menu dan tombol di dalamnya. Desain interface program ini diberi nama AIMeSD (Artificial Intelligent for Meningioma and Schwannoma Detection). Program ini memiliki nama lain yaitu “Aplikasi Pendeteksi Meningioma dan Schwannoma dari Citra CT-Scan Otak menggunakanBackpropagation”.

4.1.1 Jendela Beranda

Jendela beranda merupakan tampilan awal yang berisi menu utama dari keseluruhan program deteksi meningioma dan schwannoma dari citra CT-Scan ini. Tampilan jendela beranda ditunjukkan oleh Gambar 4.1. Jendela beranda dapat dibuka melalui menu “beranda” pada jendela bantuan, program deteksi,login, serta programtrainingdantesting.

Menu yang terdapat di dalam jendela ini yaitu program training

(72)

digunakan untuk menampilkan instruksi atau cara penggunaan program ini. Selain itu juga terdapat tombol KELUAR yang akan memberikan penawaran kepadauseruntuk mengakhiri penggunaan program.

Gambar 4.1Tampilan Jendela Beranda

4.1.2 Jendela Program Deteksi

(73)

Gambar 4.2Tampilan Jendela Program Deteksi

Hal pertama yang harus dilakukan user yaitu menekan tombol “BROWSE” untuk memilih citra dengan format “.dcm” atau DICOM. Kemudian user menekan tombol “AMBIL FITUR” untuk mengetahui nilai fitur tekstur citra yang terdiri dari entropi, IDM, dan energi. Setelah nilai muncul maka user dapat menekan tombol “DIAGNOSA” untuk mengetahui hasil diagnosa program terhadap citra yang digunakan.

4.1.3 Jendela ProgramTrainingdanTesting

Jendela program latihdan uji berfungsi untuk mendapatkan bobot baru menggunakan data yang digunakan dalam penelitian ini maupun data baru yang digunakan user. Bobot awal yang digunakan dalam

tariningdipilih secara acak oleh program latihdan uji dengan rentang nilai dari -1 hingga 1. Bobot baru akan digunakan ke dalam

(74)

serta password yang diberikan oleh peneliti ke dalam jendela login. Tampilan jendelalogin ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Tampilan jendela programtrainingdantestingditunjukkan oleh Gambar 4.4.

Hal pertama yang harus dilakukan oleh user setelah login yaitu memasukkan data pelatihan dengan format “.mat” menggunakan tombol “BROWSE” pada panel training. Tampilan panel training

ditunjukkan oleh Gambar 4.5. Kemudian mengisi nilai parameter

backpropagationyaitulearning rate,hidden layer(jumlah neuron pada

hidden layer), dan epoch (maksimum epoh). Setelah semua parameter diisi kemudianusermenekan tombol “MULAI TRAINING” dan proses pelatihan dimulai. Proses ini akan berakhir jika grafik MSE muncul dan nilai hasil pelatihan berupa akurasi pelatihan, jumlah data latih, jumlah data benar, dan tabel output target telah disajikan. Setelah proses pelatihan selesai bobot akan muncul pada paneltesting.

(75)

Gambar 4.4Tampilan JendelaTrainingdanTesting

Bobot pada panel testingtesrdiri dari W1, W2, b1, dan b2. Tampilan panel testingditunjukkan oleh Gambar 4.6. Setelah semua bobot muncul pada tabel, user memasukkan data testing dalam format “.mat” menggunakan tombol “BROWSE” di panel testing kemudian menekan tombol “Mulai Testing”. Hasil pengujian berupa akurasi dan tabel kesesuain antara outputdengan target akan muncul jika proses

testingselesai.

Pada jendela program training dan testing terdapat tombol “RESET” yang berfungsi untuk mengosongkan semua data pada panel

Gambar

Tabel 2.1Gejala dan Pengobata Meningioma dan Schwannoma
Gambar 2.1Otak Manusia (Utari, 2012)
Gambar 2.2Citra MRI dari Tumor Otak Benigna dan Maligna
Gambar 2.3 Prosedur Biopsi (Mayfiled Clinics, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Pengadilan bersama dengan Kepolisian dan Kejaksaan adalah lembaga yang diberikan amanat untuk menyelenggarakan pengelolaan perkara pelanggaran lalu lintas

Laporan Praktek Kerja Nyata yang berjudul Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan pada Pemandian Alam Tasnan, (Kantor Pariwisata Seni dan Budaya3. Kabupaten

• Dari hasil perhitungan jumlah line dan work study, maka kita dapat menentukan kebutuhan mesin yang diperlukan. Perancangan

maka ditetapkan sebagai pemenang pengadaan langsung untuk pekerjaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:. Pekerjaan Nilai

[r]

21. he concentration of SO 2 in a sample of air was determined by the p-rosaniline method. After adding p-rosaniline and formaldehyde, the colored solution was diluted to 25 mL in

resistensi insulin (DMT2), maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa dalam darah

Panjang maksimum efektif (Le dinyatakan dalam meter) merupakan panjang permukaan danau maksimum tanpa melintasi pulau atau daratan yang mungkin terdapat didanau.. Lebar