PENANGANAN TINDAK PIDANA PASAL 80 ayat (1)
UU NOMOR 23 TAHUN 2002 tentang PERLINDUNGAN ANAK
(Studi Kasus di Polres Wonosobo)
Oleh:AGUNG ADINANTO NPM. 11100017
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji proses penanganan tindak pidana Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak dikaitkan dengan perlindungan khusus yang harus diberikan pada anak sebagai korban tindak pidana.
Latar belakang penelitian adalah bahwa anak yang menjadi korban suatu tindak pidana, menurut UU Perlindungan anak tersebut diharapkan ada upaya perlindungan guna mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Dalam UU Perlindungan Anak ini juga diatur tentang ketentuan pidana yang menjamin agar terhadap pelaku tindak pidana yang korbannya masih tergolong anak dikenakan ancaman pidana yang lebih berat jika dibandingkan dengan ancaman pidana yang ditentukan dalam KUHP.
Metode penelitian meliputi Lokasi Penelitian di wilayah hukum Polres Wonosobo jenis Penelitian yuridis sosiologis. Sifat penelitian, deskriptif Materi Penelitian meliputi KUHP, KUHAP, UU No.23 Tahun 2002 serta berkas tindak pidana pelanggaran Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak. Bahan Hukum Tertier meliputi Ensiklopedia Hukum Indonesia, Kamus Hukum Indonesia. Alat pengumpulan data adalah penelitian lapangan dan studi kepustakaan.Metode Analisa adalah secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian penyidik dalam melaksanakan proses penyidikan antara lain dengan melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan. Tindakan penyidik seperti diuraikan di atas, tidak selamanya dilakukan terhadap diri tersangka, tetapi disesuaikan dengan keadaan. Dalam kasus yang dikemukakan di atas misalnya, penyidik merasa tidak perlu melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti karena dalam kasus di atas memang tidak ada barang bukti yang perlu disita. Pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana sudah dianggap cukup dengan adanya bukti-bukti yang berupa keterangan para saksi serta keterangan tersangka sendiri. Keterangan para saksi yang saling bersesuaian satu dengan yang lain akan merupakan bukti yang meyakinkan. Kata kunci : Tindak pidana, Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2002
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai kasus pelanggaran hukum yang menimpa anak-anak disinyalir semakain hari semakin menunjukkan peningkatan.Berdasarkan catatan akhir tahun 2012, dari Komisi Nasional Perlindungan terungkap bahwa sepanjang tahun 2012, jumlah pengaduan masyarakat terhadap berbagai bentuk pelanggaran hak anak terus saja meningkat. Khusus pada kasus-kasus Anak berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai pelaku maupun kasus kekerasan terhadap anak misalnya, sepanjang tahun 2009 KomNas Perlindungan Anak telah menerima pengaduan sebanyak 1.998 kasus. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2011 yakni 1.736 kasus. 62,7 persen dari jumlah tersebut adalah kekerasan seksual dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis.( Catatan Akhir Tahun 2012 Kom.Nas. Perlindungan Anak)
Berdasarkan ilustrasi data di atas, maka hal tersebut layak menjadi keprihatinan kita bersama. Pemerintah sendiri telah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan tersebut, terbukti dengan banyaknya regulasi atau pengaturan hukum yang dilakukan guna memberikan perlindungan hukum bagi setiap anak yang berhadapan dengan hukum khususnya yang berkitan dengan keduukan anak sebagai korban tindak pidana. Pada tataran undang-undang telah ada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo Undang - undang Nomor 35 Tahun 2 014 tentang
Perlindungan Anak.
Anak yang menjadi korban suatu tindak pidana, menurut UU Perlindungan anak tersebut diharapkan ada upaya perlindungan guna mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Dalam hal ini perlu adanya dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.
Pasal 80 UU Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut : “(1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya”.
Hukum acara pidana yang berlaku dalam melakukan penegakkan terhadap tindak pidana dengan korban anak, tetap mengacu pada UU No.8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam melakukan tindakan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dengan korban anak setelah berlakunya UU Perlindungan Anak, proses penyidikannya memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena beradasarkan UU Perlindungan Anak, anak yang menjadi korban juga memiliki sejumlah hak yang harus diperhatikan oleh penyidik.
Pemenuhan hak tersebut juga berkaitan dengan kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus bagi korban tindak pidana yang dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian melalui penelitian dengan mengambil salah satu berkas tindak pidana dengan korban anak yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 80 ayat (1) UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah proses penyidikan tindak pidana dengan korban anak, khususnya Pasal 80 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengingat anak dalam UU Perlindungan Anak memiliki hak mendapat
perlindungan khusus? C. Metode Penelitian
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai identitas sendiri-sendiri, sehingga akan selalu terdapat perbedaan. Metodologi penelitian yang diterapkan pada setiap ilmu selalu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Penelitian ilmu sosial misalnya berbeda dengan penelitian ilmu hokum. (Ronny Hanitijo Soemitro, 1990: 9). Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah terpegang, di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari research, yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). (Bambang Sunggono, 2005:.27)
Guna mengetahui bagaimana penelitian ini dilakukan, maka berikut ini diuraikan hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polres Wonosobo Pemilihan lokasi ini dipertimbangkan karena di Kantor Polres Wonosobo memiliki data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat yuridis okum ive, karena penelitian ini akan meneliti aspek hukum yang bersumber dari UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KUHAP, dan sebagai penelitian yang bersifat hokum normatif, karena juga mempertimbangkan norma-norma okum yang berlaku dalam masyarakat dalam proses pengkajiannya.
3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif dimana akan digambarakan tentang proses penyidikan terhadap tindak pidana yang merupakan pelanggaran terhadap Pasal 80 UU Perlindungan Anak.
4. Materi Penelitian
Adapun materi penelitian ini meliputi: Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Sekunder
BahanHukumTertier 5. Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu cara pemilihan yang menghasilkan data-data deskriptif, yakni apa menghasilkan data-data deskriptif analisa, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari secara utuh. ( Soerjono Soekanto. 1988: 32)
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Penanganan Tindak Pidana Dengan Korban Anak, Khususnya Pasal 80 Ayat (1) UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
a. Hasil Penelitian/Deskripsi Kasus
Tersangka sdr.Donny Kurniawan als Dony bin (alm) Suratno, Tempat dan Tanggal lahir, : Wonosobo, 17 Oktober 1997, Umur 17 tahun 6 bulan, Agama Islam, Jenis kelamin laki-laki, Pekerjaan tidak bekerja Kewarganegaraan Indonesia/Jawa, Alamat Dk. Lemahbang Rt.03/2, Ds. Glonggong, Kabupaten Wonosobo diduga telah melakukan tindak pidana : Penganiayaan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) UURI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Korban atas nama sdr. Gilang Arif Giyanto bin Dwi Arif Sulistiyanto als Arif tempat lahir Karanganyar, 29 Desember 1998 Umur 16 tahun, Agama Islam, jenis Kelamin Laki-Laki, Pekerjaan Pelajar, Kewarganegaran Indonesia, Suku Bangsa : Jawa, Alamat tempat tinggal : Dk Tagung Rt 1 Rw 1 Ds Guli Kabupaten Wonosobo yang terjadi pada hari Kamis Tanggal 28 april 2011 sekira jam 18 WIB di Kios milik Bapak Yatno di dk. Mojobaru, Ds Prembun , Kabupaten Wonosobo.
b. Analisis
Tindakan penyidik dalam melaksanakan proses penyidikan antara lain melalui berbagai tahapan yaitu:
1). Penangkapan
Langkah pertama untuk melakukan penyidikan adalah dengan melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP, “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Dalam hal penangkapan, dilakukan oleh petugas kepolisian Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka serta menyebutkan alasan penangkapan tersebut, serta surat perintah penangkapan tersebut tembusannya harus diberikan kepada keluarganya dengan segera setelah penangkapan dilakukan. Penangkapan terhadap tersangka anak sendiri dalam Undang-Undang Pengadilan Anak tidak diatur lebih lanjut, sehingga tindakan penangkapan terhadap tersangka anak di bawah umur berlaku ketentuan KUHAP
sebagai peraturan pada umumnya (Lex generalis derogat lex spesialis).
2). Penahanan
Pengertian Penahanan menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi disini terdapat pertentangan antara dua asas yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati disatu pihak dan kepentingan ketertiban umum di lain pihak yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat tersangka. Perintah penahanan yang dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana sesuai dengan bukti yang cukup dimaksudkan karena timbulnya kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana serta penahanannya dapat dilakukan apabila perbuatan tersangka diancam pidana penjara lima tahun ke atas.
3). Penyitaan
Pengertian terhadap penyitaan berdasarkan Pasal 1 butir 16 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam pelaksanaan penyitaan yang dilakukan guna kepentingan acara pidana dapat dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan oleh undang-undang yaitu adanya suatu pembatasan-pembatasan dalam penyitaan, antara lain keharusan adanya izin ketua Pengadilan Negeri setempat. Namun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlabih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak, dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat guna mendapat persetujuannya.
4). Penggeledahan
Pengertian terhadap penggeledahan dalam KUHAP dipisahkan menjadi dua, yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Penggeledahan rumah menurut Pasal 1 butir 17 KUHAP adalah:
tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tertutup lainya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan penggeledahan badan menurut Pasal 1 butir 18 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita.
Berdasarkan analisa kasus sebagaimana tersebut di atas, di sini didapat petunjuk bahwa benar tersangka sdr Donny Kurniawan als Dony bin (alm) Suratno, Tempat dan Tanggal lahir, : Wonosobo, 17 Oktober 1997, Umur 17 tahun, Agama Islam, Jenis kelamin laki-laki, Pekerjaan tidak bekerja Kewarganegaraan Indonesia/Jawa, Alamat Dk. Lemahbang Rt.03/2, Ds. Glonggong, Kabupaten Wonosobo yang diduga telah melakukan tindak pidana : Penganiayaan terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) UURI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Korban atas nama sdr. Gilang Arif Giyanto Tempat lahir Wonosobo, Umur 16 tahun, Agama Islam, jenis Kelamin Laki-Laki, Pekerjaan Pelajar, Kewarganegaran Indonesia, Suku Jawa, Alamat tempat tinggal : Dk Tagung Rt 1 Rw 1 Ds Guli Kabupaten Wonosobo. Adapun mengenai bunyi Pasal yang dilanggar oleh tersangka adalah sebagai berikut :
“ Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
Unsur-Unsur Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 adalah : 1. Setiap orang
2. melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak
Pembuktian unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Setiap orang
Disini dapat dibuktikan bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah menunjuk seseorang atau lebih dalam perkara ini adalah tersangka Donny Kurniawan als Dony bin (alm) Suratno, Tempat dan Tanggal lahir, : Wonosobo, 17 Oktober 1997, Umur 17 tahun, Agama Islam, Jenis kelamin laki-laki, Pekerjaan tidak bekerja Kewarganegaraan Indonesia/Jawa, Alamat Dk. Lemahbang Rt.03/2, Ds. Glonggong, Kabupaten Wonosobo.
2. melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak
Disini dapat dibuktikan dengan keterangan korban dan para saksi bahwa tersangka telah melakukan pemukulan, menginjak-injak, menampar dan membenturkan kepala korban ke lantai sehingga korban menderita di
kepala bagian belakang benjol, pusing, dan muntah-muntah dan harus dirawat opname di RSUD Wonosobo.
Terhadap anak :
Yang dimaksud anak dalam perkara ini adalah korban yang bernama sdr. Gilang Arif Giyanto tempat lahir Boyolali, Umur 16 tahun, Agama Islam, jenis Kelamin Laki-Laki, Pekerjaan Pelajar, Kewarganegaran Indonesia, Suku Bangsa : Jawa, Alamat tempat tinggal : Dk Tagung Rt 1 Rw 1 Ds Guli Kabupaten Wonosobo dengan dikuatkan oleh akte kelahiran dan kartu keluarga.
Berdasarkan dari uraian pembahasan baik analisa kasus maupun analisa yuridis sebagaimana tersebut di atas, maka Penyidik berkesimpulan bahwa benar tersangka telah melakukan perbuatan tindak pidana penganiayaan terhadap anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
E. Kesimpulan
Penanganan tindak pidana Pasal80ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak melalui berbagai tahapan: penangkapan, penahanan. Langkah selanjutnya adalah penyitaan yaitu serangkaian tindakan untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Seterusnya adalah penggeledahan yang dalam hal ini ada dua pengertian yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Tindakan penyidik seperti diuraikan di atas, tidak selamanya dilakukan terhadap diri tersangka, tetapi disesuaikan dengan keadaan. Dalam kasus yang dikemukakan di atas penanganan tidak perlu melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti karena dalam kasus di atas memang tidak ada barang bukti yang perlu disita. Pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana sudah dianggap cukup dengan adanya bukti-bukti yang berupa keterangan para saksi serta keterangan tersangka sendiri. Keterangan para saksi yang saling bersesuaian satu dengan yang lain akan merupakan bukti yang meyakinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, 2002, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo
Persada : Jakarta.
Lamintang, 1984. Delik Khusus Tindak Pidana Kesusilaan, Bandung, Mandar Madju,
Lilik Mulyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia, Teori,Praktek dan
Permasalahannya, Bandung, CV. Mandar Maju
Moeljatno, 2000. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Samidja, 1985. Hukum Acara Pidana, Bandung, Alumni. Soerjono Soekanto. 1988. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP
PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP
Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakata: Sinar Grafika..