• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jampersal

Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Jampersal diperuntukkan bagi seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.

2.1.1 Ruang Lingkup

Jaminan Persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) paska salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu.

Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:

a. Pelayanan persalinan tingkat pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk

(2)

pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama.

Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

a.1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; a.2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir a.3. Pertolongan persalinan normal;

a.4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas Pelayanan Obstreti Neonatal Emergensi Dasar (PONED).

a.5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;

a.6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.

a.7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/ bayinya.

b. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis.

Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:

(3)

b.1. Pemeriksaan kehamilan atau ante natal care (ANC) dengan risiko tinggi (risti) b.2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu

dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

b.3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.

b.4. Pemeriksaan paska persalinan atau post natal care (PNC) dengan risiko

tinggi (risti).

b.5. Penatalaksanaan KB paska salin dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi. c. Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. 2.1.2. Mekanisme Pelayanan Jampersal

Pelayanan Jampersal ini meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan jaringannya), fasilitas kesehatan swasta yang tersedia fasilitas persalinan (Klinik/Rumah Bersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik) dan yang telah menanda-tangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Selain itu, pemeriksaan

(4)

kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan komplikasi dilakukan secara berjenjang di Puskesmas dan Rumah Sakit berdasarkan rujukan.

Dalam Kebijakan Operasional sebagaimana tercantum dalam SK Menkes No. 515/Menkes/SK/III/2011 tentang Penerima dana Penyelenggaraan Jamkesmas dan Jampersal di pelayanan Dasar untuk tiap Kabupaten/Kota tahun anggaran 2011 diatur beberapa poin, diantaranya pengelolaan Jampersal di setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Pelayanan tersebut sudah mulai berjalan dan rumah sakit yang melayani jampersal bisa melakukan klaim ke Kementeria program dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan Rumah sakit (RS) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.

Pengelolaan kepesertaan Jampersal merupakan perluasan kepesertaan dari program Jamkesmas yang mengikuti tata kelola kepesertaan dan manajemen Jamkesmas, namun dengan kekhususan dalam hal penetapan pesertanya. Sementara pelayanannya diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) didanai berdasarkan usulan rencana kerja (Plan Of Action/POA) Puskesmas. Untuk pelayanan paket persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan swasta dibayarkan dengan

(5)

mekanisme klaim. Klaim persalinan didasarkan atas tempat (lokasi wilayah) pelayanan persalinan dilakukan.

Dana untuk pelayanan Jamkesmas termasuk Jampersal merupakan satu kesatuan (secara terintegrasi) disalurkan langsung dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V ke Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab Pengelolaan Jamkesmas di wilayahnya dan Rekening RS untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (pemerintah dan swasta).

Pembayaran untuk pelayanan Jaminan Persalinan dilakukan dengan cara klaim untuk Pembayaran di fasilitas kesehatan Tingkat Pertama. Sementara pembayaran di fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan dengan cara klaim, didasarkan paket INA-CBGs (Indonesia-Case Base Groups) dahulu INA-DRG. dari 1.523 rumah sakit swasta , sebanyak 337 di antaranya telah bergabung mengikuti program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang baru diterapkan tahun 2011. Rumah sakit swasta yang mengikuti Jampersal bukan ditunjuk dari Kementerian Kesehatan melainkan mengajukan sendiri. "Kalau ada yang mau daftar dibolehkan dengan mengajukan persyaratan (Kemenkes RI, 2011).

2.1.3. Manfaat

Manfaat yang diterima oleh penerima Jaminan Persalinan sebagaimana diuraikan dibawah ini, sedangkan pada peserta Jamkesmas dijamin berbagai kelainan dan penyakit. Manfaat pelayanan jaminan persalinan meliputi:

(6)

1. Pemeriksaan Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku Pedoman Kematian Ibu dan Anak (KIA), dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi:

1.1. Satu kali pada triwulan pertama 1.2. Satu kali pada triwulan kedua 1.3. Dua kali pada triwulan ketiga

Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas pada tiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini. Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda/Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota.

Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain:

a. Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion b. Penatalaksanaan mola hidatidosa

c. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

d. Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) e. Hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi f. Perdarahan pada masa kehamilan

(7)

h. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai usia kehamilan i. Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa.

2. Penatalaksanaan Persalinan: a. Persalinan per vaginam

a.1. Persalinan per vaginam normal

a.2. Persalinan per vaginam melalui induksi a.3. Persalinan per vaginam dengan tindakan a.4. Persalinan per vaginam dengan komplikasi

a.5. Persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar.

Persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED atau Rumah Sakit.

b. Persalinan per abdominam

b.1. Seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi medis b.2. Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis

b.3. Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi).

c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan : c.1. Perdarahan

c.2. Eklamsi

c.3. Retensio plasenta

c.4. Penyulit pada persalinan. c.5. Infeksi

(8)

c.6. Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin d. Penatalaksanaan bayi baru lahir

d.1. Perawatan bayi baru lahir

d.2. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, Berat Badan Lahir rendah (BBLR), infeksi, ikterus, kejang, Sindrom Gawat Nafas pada Neonatus (SGNN)

e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan

e.1. Persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari

e.2. Persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 (dua) hari e.3. Persalinan dengan penyulit post sectio-caesaria dirawat inap minimal 3 (tiga) hari

3. Pelayanan Nifas (PNC) a. Tatalaksana pelayanan

Pelayanan nifas (PNC) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini ditujukan pada ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin.

Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tatalaksana asuhan PNC merupakan pelayanan Ibu dan Bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal.

Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada :

(9)

1. Kunjungan pertama untuk Kunjungan Nifas 1 (6 jam s/d hari ke-2) 2. Kunjungan kedua untuk Kunjungan Nifas 2 (hari ke-3 s/d hari ke-7) 3. Kunjungan ketiga untuk Kunjungan Nifas 3 (hari ke-8 s/d hari ke-28) 4. Kunjungan keempat untuk Kunjungan Nifas 4 (hari ke-29 s/d hari ke-42) Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42 hari pasca persalinan. Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi nifas antara lain : 1. Perdarahan 2. Sepsis 3. Eklamsi 4. Asfiksia 5. Ikterus 6. BBLR 7. Kejang

8. Abses/Infeksi diakibatkan oleh komplikasi pemasangan alat kontrasepsi.

9. Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai komplikasi persalinan

b. KB

1. Jenis Pelayanan KB

Pelayanan Keluarga Berencana pasca salin antara lain; a. Kontrasepsi Mantap (Kontap);

b. Intra Uterine Device (IUD), Implant, dan c. Suntik

(10)

2. Tatalaksana Pelayanan KB dan ketersediaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontap sedangkan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai berikut;

a. Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar :

a.1. Alokon disediakan oleh BKKBN terdiri dari IUD, Implant, dan Suntik.

a.2. Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat.

a.3. Dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan membuat rencana kebutuhan alokon untuk pelayanan keluarga berencana dan kemudian diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada diwilayahnya.

a.4. Puskesmas setelah mendapatkan alokon dari SKPD Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan sesuai usulannya.

(11)

b. Pelayanan KB di fasilitas kesehatan lanjutan: b.1. Alokon disediakan oleh BKKBN.

b.2. Rumah Sakit yang melayani program Jaminan Persalinan membuat rencana kebutuhan alokon yang diperlukan untuk pelayanan KB di Rumah Sakit tersebut dan selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. b.3. Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan lanjutan menjadi bagian dari

penerimaan menurut tarif Indonesia Case Base Group's (INA CBG’s).

Agar pelayanan KB dalam Jaminan persalinan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya antara Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit), Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD Kabupaten/Kota yang menangani program keluarga berencana serta BKKBN Provinsi.

2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dan proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfatan/ utilisasi (Ilyas, 2003).

(12)

2.2.1. Teori Pemanfaatan Pelayanan Jampersal 2.2.1.1. Teori H.L. Blum

Paradigma sehat menurut H.L. Blum, ada empat faktor yang menentukan derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Faktor tersebut adalah:

a. Faktor genetik

Merupakan faktor yang paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan perorangan atau masyarakat dibandingkan dengan ketiga faktor yang lain. Pengaruhnya pada status kesehatan perorangan tejadi secara evolutif dan paling sukar di deteksi. b. Faktor pelayanan kesehatan

Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas akan berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan yang diimbangi dengan kelengkapan sarana/prasarana, dan dana akan menjamin kualitas pelayanan kesehatan.

c. Faktor perilaku masyarakat

Terutama di negara berkembang paling besar pengaruhnya terhadap munculnya gangguan kesehatan atau masalah kesehatan di masyarakat. Tersedianya jasa kesehatan (health services) tanpa disertai perubahan perilaku akan mengakibatkan masalah kesehatan tetap potensial berkembang di masyarakat.

d. Faktor lingkungan

Terkendalinya lingkungan akibat sikap hidup dan perilaku masyarakat yang baik dapat menekan berkembangnya masalah kesehatan (AA. Gde Munindjaya, 2004).

(13)

Gambar 2.1 Paradigma Kesehatan (H.L. Blum) Sumber: Soekidjo Notoatmodjo

2.2.1.2. Teori Andersen (1975)

Sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model of health services utilization) Andersen (1975) dalam Ilyas (2006). Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu: a. Karakteristik Predisposisi (presdiposing characteristic)

Menggambarkan bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu:

a.1. Ciri demografi, seperti umur, jenis kelamin, paritas dan status perkawinan. a.2. Struktur sosial seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan

sebagainya.

a.3. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

GENETIK PELAYANAN KESEHATAN SEHAT LINGKUNGAN PERILAKU MASYARAKAT

(14)

b. Karakteristik Kemampuan (enabling characteristics)

Menggambarkan keadaan dan kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhanya terhadap pelayanan kesehatan. Dibagi kedalam dua kelompok yaitu:

b.1. Sumber daya keluarga diantaranya, penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. b.2. Sumber daya masyarakat diantaranya, jumlah sarana kesehatan yang ada,

jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. c. Karakteristik Kebutuhan (need characteristics)

Merupakan komponen yang paling berhubungan langsung dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Digunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari faktor kebutuhan. Penilaian kebutuhan ini diperoleh dari dua sumber yaitu:

c.1. Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.

c.2. Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya. Hal ini tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.

(15)

2.2.1.3. Teori Zschock (1979)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan pelayanan kesehatan menurut Zschock (1979) dalam Ilyas (2006) adalah:

a. Status kesehatan dan pendidikan

Faktor status kesehatan mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Makin rendah status kesehatan seseorang, maka ada kecenderungan orang tersebut banyak menggunakan pelayanan kesehatan. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat utilisasi pelayanan kesehatan. Orang dengan tingkat pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai tingkat pengetahuan akan infromasi tentang pelayanan kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya akan mempengaruhi status kesehatan seseorang.

b. Faktor konsumen dan pemberi pelayanan kesehatan

Provider sebagai pemberi jasa pelayanan mempunyai peranan yang lebih besar dalam menentukan tingkat dan jenis pelayanan yang akan dikonsumsi bila dibandingkan dengan konsumen sebagai pembeli jasa pelayanan.

c. Kemampuan dan penerimaan

Kemampuan membayar pelayanan kesehatan berhubungan dengan tingkat penerimaan dan penggunaan pelayanan kesehatan.

d. Resiko sakit dan lingkungan

Resiko sakit tidak sama pada setiap individu dan datangnya penyakit tidak terduga pada masing-masing individu.

(16)

2.2.1.4. Teori L. Green (1980)

Menurut Lawrence Green dalam Soekidjo Notoadmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor pendahulu yang menjadi dasar atau motivasi perilaku, diantaranya adalah karakteristik masyarakat (umur, jenis kelamin, suku, dan lama tinggal di daerah tersebut), pekerjaan, pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan, sikap terhadap kesehatan, dan manfaat umum yang dirasakan terhadap layanan kesehatan.

b. Faktor yang mendukung (enabling factor) merupakan faktor pemungkin dalam terlaksananya perilaku diantaranya adalah tingkat pendapatan keluarga, kepesertaan asuransi, tempat tinggal (kota atau desa) dan tingkatan wilayah administrasi dimana mereka berada.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan perilaku diantaranya adalah sikap petugas kesehatan, perilaku petugas, dan dukungan keluarga.

2.2.1.5. Model Andersen dan Anderson (1979)

Menurut Andersen dan Anderson dalam Ilyas (2003), menggolongkan model pemanfataan (utilisasi) kesehatan ke dalam enam kategori berdasarkan tipe dari variabel yang digunakan sebagai faktor yang menentukan utilisasi pelayanan kesehatan.

(17)

Keenam faktor tersebut adalah:

a. Faktor Demografi, variabel yang digunakan pada faktor ini berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan paritas. Variabel tersebut digunakan sebagai indikator yang memengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.

a.1. Umur

Wanita dikatakan sudah matang atau siap untuk bereproduksi apabila sudah mendapatkan haid. Umur yang baik untuk wanita bereproduksi adalah antara 20-35 tahun. Umur ibu dapat memengaruhi ibu untuk mengambil keputusan dalam memelihara kesehatannya. Semakin bertambah umur maka pengalaman pengetahuan semakin bertambah. Usia kurang dari 20 tahun merupakan usia rentan yang tidak aman karena dikhawatirkan mengundang resiko terhadap gangguan dan komplikasi yang berhubungan dengan kesehatan bereproduksi wanita yang bersangkutan. Gangguan-gangguan terjadi karena belum ada kesempurnaan baik dari segi fisik maupun mental sebaliknya pada ibu berusia lebih dari 35 tahun juga akan banyak merugikan perkembangan dari fungsi-fungsi alat reproduksi (Maulana, 2008).

a.2. Pendidikan

Pendidikan menurut John Dewey merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Secara umum pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo,

(18)

2010). Pendidikan tentang kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan program dan masyarakat. Orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi umumnya lebih terbuka menerima perubahan atau hal-hal yang berguna. Dan menjadi lebih kritis untuk mengetahui kebutuhannya dengan membaca koran, majalah, buku, dari internet atau bertanya kepadaahlinya (BKKBN, 2006).

a.3. Pekerjaan

Pengetahuan ibu yang bekerja akan lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan ibu yang tidak bekerja. Semua ini disebabkan karena ibu yang bekerja di luar rumah (sektor formal) memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi mengenai kesehatan (BKKBN, 2006).

a.4. Penghasilan

Pengertian penghasilan menurut Mulyadi (2008) adalah pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh pegawai administrasi atau yang mempunyai jenjang jabatan manajer yang pada umumnya dibayarkan secara tetap per bulan. Dapat diambil kesimpulan bahwa gaji dibayarkan kepada karyawan administrasi setiap bulannya secara rutin oleh si pemberi kerja atas jasa yang telah diberikan. a.5. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara (Prawirohardjo, 2009). Klasifikasi paritas sebagai berikut :

(19)

1. Primipara, adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).

2. Multipara, adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009).

3. Grandemultipara, adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih (Varney, 2006).

b. Faktor Struktur Sosial, variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan dan etnis. Variabel-variabel tersebut mencerminkan status sosial dari individu atau keluarga dalam masyarakat dan dapat pula menggambarkan gaya hidup individu dan keluarga.

c. Faktor Psikologis, variabel yang digunakan adalah pengetahuan, sikap dan kepercayaan individu di dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Variabel tersebut memengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan bertindak di dalam menggunakan pelayanan kesehatan.

d. Faktor Sumber Daya Keluarga, variabel yang digunakan dalam adalah pendapatan keluarga dan cakupan mengenai pelayanan kesehatan. Variabel tersebut dapat mengukur kesanggupan dari setiap individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

e. Faktor Sumber Daya Masyarakat, yang digunakan dalam faktor ini adalah pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat.

(20)

f. Faktor Organisasi, yang digunakan dalam faktor ini adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan. Pada umumnya variabel yang biasa digunakan adalah

1. Gaya praktek pengobatan sendiri (sendiri, rekanan, kelompok)

2. Sifat alamiah dari pelayanan tersebut (pembayaran secara langsung atau tidak).

3. Lokasi dari pelayanan kesehatan (pribadi, rumah sakit atau klinik)

4. Petugas kesehatan yang pertama kali dihubungi oleh pasien (dokter, perawat atau yang lainnya).

2.2.1.6. Teori Aday et.al (1980)

Karakteristik sistem pelayanan kesehatan adalah salah satu faktor penting dalam mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yang terdiri dari sumber daya dan lembaga kesehatan. Sumber daya mencakup pemberi pelayanan kesehatan, alat kesehatan dan obat, serta struktur organisasi dimana pelayanan kesehatan diberikan. Lembaga/organisasi kesehatan merupakan suatu tempat dimana tenaga dan fasilitas pelayanan kesehatan dikoordinasi dan dikontrol dalam proses pemberian pelayanan kesehatan.

Sejumlah riset telah dilakukan ke dalam faktor-faktor penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Kebanyakan dari riset inilah model-model adanya penggunaan pelayanan kesehatan dikembangkan dan dilengkapi.

(21)

1. Tujuan Penggunaan Model Pelayanan Kesehatan

Anderson dan Newman (1973) menjelaskan bahwa model penggunaan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih dari 5 tujuan berikut.

a. Untuk melukiskan hubungan kedua belah pihak antara faktor penentu dari penggunaan pelayanan kesehatan.

b. Untuk meringankan peramalan kebutuhan masa depan pelayanan kesehatan. c. Untuk menentukan ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian

pelayanan kesehatan yang berat sebelah.

d. Untuk menyarankan cara-cara memanipulasi kebijaksanaan yang berhubungan dengan variabel-variabel agar memberikan perubahan-perubahan yang diinginkan.

e. Untuk menilai pengaruh pembentukan program atau proyek-proyek pemeliharaan atau perawatan kesehatan yang baru.

2. Tujuan Tipe-tipe Kategori Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Tujuan tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model sistem kesehatan.

a. Model demografi (Kependudukan)

Dalam model ini tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status perkawinan, paritas, dan besarnya keluarga. Variabel-variabel yang digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur, seks) dan

(22)

siklus hidup (status perkawinan, paritas, dan besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel di atas. Karakteristik demografi juga mencerminkan atau berhubungan dengan karateristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin memengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

b. Model-model struktur sosial (social structur models)

Di dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologis. Masalah utama dari model struktur sosial dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui mengapa variabel ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan.

c. Model-model sosial psikologis (Psychological models)

Dalam model ini tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Variabel-variabel sosio-psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:

1. Pengertian kerentanan terhadap penyakit 2. Pengertian keseluruhan dari penyakit

3. Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit

(23)

4. Kesiapan tindakan individu

Masalah utama dengan model ini adalah menganggap suatu mata rantai penyebab langsung antara sikap dan prilaku yang belum dapat dijelaskan. d. Model sumber keluarga (family resource models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapat keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Karakteristik ini untuk menggukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.

e. Model sumber daya masyarakat (community resource models)

Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat.

f. Model-model organisasi (organization models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:

1. Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekanan, atau grup)

(24)

3. Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

4. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat asisten dokter).

g. Model sistem kesehatan

Keenam kategori model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model sistem kesehatan mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempurna. Untuk itu maka demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara). Dengan demikian apabila dilakukan analisis terhadap penyediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka harus diperhitungkan juga faktor-faktor yang terlibat didalamnya.

h. Model kepercayaan kesehatan (The health belief models)

Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio-psikologis seperti disebutkan di atas. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa masalah-masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan

(25)

ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior).

Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif maupun negative, di suatu daerah atau wilayah terentu. Apabila seseorang keadaannya atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif. Implikasinya di dalam kesehatan adalah, penyakit atau sakit adalah suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang di alami dalam tindakannya melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.

1. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)

Agar seorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptibility) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarga rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness)

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan terhadap suatu penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut

(26)

terhadap individu atau masyarakat. Penyakit polio, misalnya, akan dirasakan lebih serius dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.

3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benefit and barriers)

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk pentakit-penyakit yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan dari pada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.

4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerantanan, kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya, pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya.

(27)

2.3. Landasan Teori

Jaminan Persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu. Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan mengacu pada teori menurut Andersen dan Anderson dalam Ilyas (2003), menggolongkan model pemanfataan (utilisasi) kesehatan kedalam enam kategori berdasarkan tipe dari variabel yang digunakan sebagai faktor yang menentukan utilisasi pelayanan kesehatan. Keenam faktor tersebut adalah:

a. Faktor Demografis, yang digunakan pada faktor ini berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan paritas.

b. Faktor Struktur Sosial, yang digunakan pada faktor ini adalah pendidikan, pekerjaan dan etnis.

c. Faktor Psikologis, pada faktor ini variabel yang digunakan adalah pengetahuan, sikap dan keyakinan individu di dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

d. Faktor Sumber Daya Keluarga, yang digunakan dalam faktor ini adalah pendapatan keluarga dan cakupan mengenai pelayanan kesehatan.

e. Faktor Sumber Daya Masyarakat, yang digunakan dalam faktor ini adalah pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat.

(28)

f. Faktor Organisasi, yang digunakan dalam faktor ini adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan.

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka teoritis sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Teoritis Penelitian Faktor Utilisasi Pelayanan

Kesehatan 1. Faktor Demografis 2. Faktor Struktur Sosial 3. Faktor Psikologis

4. Faktor Sumber Daya Keluarga 5. Faktor Sumber Daya Masyarakat 6. Faktor Organisasi

Pemanfaatan Pelayanan Jampersal

(29)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Demografis 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Penghasilan 5. Paritas Faktor Psikologis 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan

Pemanfaatan Pelayanan Jampersal

Faktor Organisasi 1. Sifat pelayanan 2. Lokasi pelayanan

Gambar

Gambar 2.1 Paradigma Kesehatan (H.L. Blum)  Sumber: Soekidjo Notoatmodjo
Gambar 2.2. Kerangka Teoritis Penelitian
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Demografis 1.  Umur 2.  Pendidikan 3.  Pekerjaan 4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mata kuliah profesi kependidikan mahasiswa diajarkan untuk menguasai kode etik keguruan, dan bersikap sebagai seorang guru yang menguasai kompetensi dasar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan menghasilkan pertumbuhan rata-rata panjang batang lebih pendek dari perlakuan tanpa pemangkasan, sebaliknya

Scene Mulai Main Memilih tombol Menu Sistem akan berpindah scene ke scene Menu Sukses, output sesuai yang diha- rapkan, scene akan berpindah ke scene Menu Scene Mulai Main

Hasil menunjukkan pola hubungan IHSG dengan faktor makroekonominya di BEI menggunakan pendugaan parameter copula dengan pendekatn tau kendall dengan hasil fitting log-likelihood

DUNIA MAYA ( CYBERSPACE CYBERSPACE ) ) MELALUI MEDIA INTERNET.. MELALUI

Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dan kinerja guru dengan penerapan media Game Education pada mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VII MTs Hasbur

Palisser serta hambatan dan upaya yang dilakukan dalam memberikan perlindungan hukum keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja di PT..

Those types are the that -clauses, the wh- interrogative clauses, the yes-no interrogative clauses, the nominal relative clauses, the to- infinitive nominal clauses, the –ing