• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION UNTUK MEMBANGUN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI FUNGSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION UNTUK MEMBANGUN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI FUNGSI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

2 Dosen pembimbing dan Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

BERBASIS REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION

UNTUK MEMBANGUN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI FUNGSI

1 Taufiq Hidayanto dan 2 Edy Bambang Irawan

Universitas Negeri Malang

E-mail: taufiqhidayanto749@gmail.com; ib_ide@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbasis Realistic Mathematic Education yang valid dan efektif sehingga dapat digunakan untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada submateri memahami relasi dan fungsi serta menentukan nilai fungsi. Bahan ajar dikembangkan dengan model 4-D yang direkomendasikan oleh Thiagarajan (1974) dan dimodifikasi menjadi tiga tahapan yaitu define, design, dan develop. Bahan ajar yang dikembangkan dinyatakan valid dan berkriteria efektif berdasarkan hasil uji coba kepada siswa.

Kata kunci: bahan ajar, realistic mathematic education, komunikasi matematis, fungsi

Komunikasi matematis merupakan kemampuan penyampaian ide atau gagasan baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis dengan menggu-nakan istilah matematika dan berbagai representasi yang sesuai serta

memperhatikan kaidah-kaidah matematika. Komunikasi termasuk salah satu kemampuan yang menjadi tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum yaitu mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (BSNP, 2006:140). Kemampuan komunikasi matematis juga salah satu aspek dalam standar proses pembelajaran matematika menurut rekomendasi NCTM (2000:12). Indikator standar proses komunikasi yang direkomendasikan NCTM meliputi 1) mengatur dan

menggabungkan ide matematis siswa melalui komunikasi, 2) mengkomunikasikan ide matematis siswa secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, maupun dengan yang lainnya, 3) menganalisis dan mengevaluasi ide dan strategi

matematis orang lain, dan 4) menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematis dengan tepat. Komunikasi sebagai bagian dari standar proses pembelajaran matematika membantu membangun konsep dan memperkuat ide siswa.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa tergolong masih lemah. Khususnya pada materi fungsi, hasil observasi lapangan, wawancara, dan uji coba awal peneliti memberikan hasil bahwa siswa masih mengalami kesalahan dalam mengkomunikasikan konsep fungsi, kesalahan dalam menotasikan fungsi, kurang tepat dalam menyajikan fungsi, serta kesalahan dalam menuliskan prosedur pencarian nilai fungsi. Selain itu, siswa dijumpai tidak menuliskan informasi pendukung dari soal dan menguraikan jawabnnya dengan tidak runtut serta kurang jelas. Hal ini akan menyebabkan berbedanya penafsiran dan membingungkan pembaca lain. Oleh karena itu, guru perlu menyusun suatu terobosan untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas.

Bahan ajar sangatlah diperlukan karena siswa dapat membangun kemampuan komunikasi matematisnya melalui aktivitas-aktivitas di dalamnya.

(2)

Sanjaya (2011:55) berpendapat bahwa pembelajaran dapat dipandang dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan proses pengaturan lingkungan agar siswa dapat belajar. Jika pembelajaran merupakan proses penyampaian materi, pembelajaran membutuhkan peran bahan ajar yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien. Jika pembelajaran merupakan proses pengaturan lingkungan agar siswa dapat belajar, pembelajaran membutuhkan berbagai sumber belajar berupa bahan ajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Oleh karena itu, keberadaan bahan ajar sangatlah diperlukan karena melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dalam belajar. Salah satu bahan ajar yang digunakan dapat berupa Lembar Kerja Siswa (LKS).

Realita di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak ditemukannya bahan ajar yang beredar dipasaran belum memenuhi karakter konstruktivistik dan kurang mendorong siswa dalam membangun kemampuan komunikasi matematisnya. Oleh karena itu, perlu disusun dan dikembangkan bahan ajar yang berkualitas menurut kriteria tertentu. Seorang guru menambahkan bahwa bahan ajar yang menggunakan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari sebagai titik awal pembelajaran dapat memberikan motivasi lebih kepada siswa untuk belajar matematika.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah nyata dari kehidupan sehari-hari sebagai titik awal pembelajaran untuk menunjukkan matematika sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa dikenal dengan pendekatan realistik atau Realistic Mathematics Education

(RME). Gravemaijer (2010:23) mengungkapkan terdapat tiga prinsip utama dalam mendesain pembelajaran berbasis RME yaitu penemuan (kembali) secara terbimbing (guided reinvention), fenomena didaktik (didactical phenomenology), pemodelan (emerging models). Zulkardi (2011) dan Izzati (2010) menambahkan terdapat lima karakteristik pemeblajaran berbasis RME, yaitu 1) penggunaan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran, 2) penggunaan model, situasi, skema dan simbol-simbol sebagai jembatan ke arah matematika formal, 3) penggunaan kontribusi siswa (sumbangan pemikiran dari siswa), 4) penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika, dan 5) adanya keterkaitan antartopik dalam matematika.

Tujuan penelitian dan pengembangan adalah untuk menghasilkan bahan ajar berbasis Realistic Mathematic Education yang valid dan efektif sehingga dapat digunakan untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada submateri memahami relasi dan fungsi serta menentukan nilai fungsi. Agar bahan ajar yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa di Indonesia, pengembangan bahan ajar ini juga memperhatikan standar bahan ajar PMRI. Menurut Marpaung (2010) dan Hadi (2012), terdapat lima aspek dalam standar bahan ajar PMRI, yaitu 1) Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku, 2) bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika, 3) bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh, 4) bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa, dan 5) bahan ajar dirumuskan/ disajikan sedemikian sehingga mendorong/ memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta berinteraksi dalam belajar.

(3)

METODOLOGI

Bahan ajar yang dikembangkan berbentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Pengembangan bahan ajar didasarkan pada model yang direkomendasikan oleh Thiagarajan (1974: 6-11) yaitu model 4-D yang meliputi pembatasan (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan

(disseminate). Peneliti memodifikasi model pengembangan tersebut dengan penyederhanaan model yaitu terbatas pada tahapan pengembangan (develop) dengan pertimbangan terbatasnya waktu serta biaya.

Produk pengembangan divalidasi oleh validator yang terdiri atas pakar matematika, yaitu dosen matematika, dan praktisi, yaitu guru matematika SMP. Uji kevalidan dilaksanakan dengan memberikan angket kepada validator. Tujuan dari uji kevalidan ini adalah menilai ketercapaian produk pada syarat kevalidan yaitu mencapai skor di atas standar yang telah ditentukan.

Uji keefektifan dilaksankan dengan mengujicobakan produk kepada siswa SMP dan mengukur ketercapaian kemampuan komunikasi matematis tulis siswa melalui analisis hasil pengerjaan soal uji kompetensi. Spesifikasi siswa yang dijadikan sebagai subjek uji keefektifan adalah 10 siswa dari suatu SMP yang belum menempuh materi Fungsi dengan rincian 3 siswa kelompok atas, 4 siswa kelompok tengah, dan 3 orang kelompok bawah dari tingkatan prestasi siswa dalam suatu kelas yang dipilih secara acak.Tujuan uji keefektifan adalah untuk menilai keefektifan produk dalam membangun kemampuan komunikasi matematis siswa.

Data hasil wawancara diperoleh dari kegiatan wawancara dengan siswa uji. Wawancara dilaksanakan untuk menggali tanggapan siswa terhadap sajian bahan ajar. Wawancara dilaksanakan melalui interaksi langsung kepada siswa ketika proses ujicoba. Aspek yang akan digali dalam wawancara ini yaitu aspek pembelajaran RME, aspek kejelasan petunjuk, aspek kebahasaan, dan aspek kegrafisan.

Teknik analisis data hasil uji kevalidan berupa teknik analisis deskriptif. Data kuantitatif hasil validasi dianalisis melalui beberapa tahapan yaitu

menentukan rata-rata skor hasil penilaian validator (𝐼𝑖) pada setiap indikator dan selanjutnya menentukan skor kevalidan (Va) dengan menghitung rata-rata 𝐼𝑖 dari semua indikator. Bahan ajar yang dikembangkan dikatakan valid jika hasil uji validasi terhadap bahan ajar mencapai skor dengan minimal berkriteria valid. Kriteria penilaian untuk menguji kevalidan bahan ajar disajikan dalam tabel 1:

Tabel 1 Kriteria Kevalidan

Skor Kevalidan (Va) Kriteria Kevalidan Keterangan

Va = 4 Sangat valid Tidak perlu revisi

3,25 ≤ Va < 4 Valid Tidak perlu revisi

2,50 ≤ Va < 3,25 Cukup valid Revisi sebagian

1,75 ≤ Va < 2,50 Kurang valid Revisi sebagian

1 ≤ Va < 1,75 Tidak valid Revisi total

(dimodifikasi dari Hobri, 2010:53)

Teknik analisis data hasil uji keefektifan berupa teknik analisis deskriptif analitis. Setiap soal uji kompetensi mewakili indikator kemampuan komunikasi matematis tertentu. Kemampuan komunikasi matematis diukur dari hasil setiap pengerjaan soal pada uji kompetensi yang diberi skor level 1, 2, 3, dan 4.

(4)

Penilaian kemampuan komunikasi matematis tiap siswa dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑇𝑖 = 𝑓1+ 2𝑓2+ 3𝑓3 + 4𝑓4 𝑓1+ 𝑓2+ 𝑓3+ 𝑓4 × 10 Keterangan:

Ti = skor kemampuan komunikasi siswa ke-i,

fj = banyaknya level j yang dicapai oleh seorang siswa

Penentuan skor keefektifan produk (E) diperoleh dengan menghitung rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis tiap siswa. Bahan ajar yang

dikembangkan dikatakan membangun komunikasi matematis siswa jika hasil pencapaian kemampuan komunikasi matematis subjek uji minimal berkriteria efektif dalam menyelesaikan uji kompetensi di LKS. Adapun kriteria

keefektifannya disajikan di tabel 2:

Tabel 2 Kriteria Keefektifan pembangunan Komunikasi Matematis

Interval skor level kriteria

37-40 4 efektif

33-36 3 efektif

29-32 2 Belum efektif

28 1 Belum efektif

(dimodifikasi dari Nyoto, 2008:80)

Teknik analisis hasil wawancara berupa teknik analisis deskriptif naratif karena hasil dari wawancara berupa tanggapan yang diberikan oleh siswa terhadap sajian bahan ajar yang dikembangkan. Peneliti menguraikan tanggapan yang diberikan oleh siswa terkait sajian bahan ajar yang meliputi ketertarikan siswa terhadap sajian bahan ajar berbasis RME, kejelasan instruksi, kebahasaan yang digunakan, dan kegrafisan tampilan produk. Peneliti menarik kesimpulan dari hasil uraian yang didapatkan. Kesimpulan yang telah diperoleh digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merevisi produk yang dikembangkan.

HASIL

Hasil Validasi

Validasi bahan ajar terdiri atas validasi sajian produk dan validasi soal uji kompetensi dalam mengukur kemampuan komunikasi matematis tulis siswa. Hasil validasi produk ditunjukkan pada tebel 3 dan 4, sedangkan hasil validasi soal uji kompetensi ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 3 dan tabel 4

menginformasikan bahwa untuk indikator sebanyak 20 dengan banyaknya validator (n) adalah 3, diperoleh 𝑚𝑖=1𝐼𝑖 = 47, Sehingga diperoleh 𝑉𝑎 = 2,35. Berdasarkan pedoman penilaian kevalidan produk pengembangan pada Tabel 1, kriteria kevalidan untuk 𝑉𝑎 = 2,35 adalah kurang valid dengan keterangan revisi sebagian. Tabel 5 menginformasikan bahwa untuk indikator sebanyak 4 dengan banyaknya validator (n) adalah 3, diperoleh 𝑚𝑖=1𝐼𝑖 = 9,33 , Sehingga diperoleh

𝑉𝑎 = 2,33. Berdasarkan pedoman penilaian kevalidan produk pengembangan pada Tabel 3.1, kriteria kevalidan untuk 𝑉𝑎 = 2,33 adalah kurang valid dengan

(5)

Tabel 3 Hasil validasi kesesuaian aspek RME terhadap sajian bahan ajar oleh Validator

ASPEK RME v1 v2 v3 𝑽𝒋𝒊

𝒏

𝒋=𝟏 Ii

AKTIVITAS 1

Siswa dihadapkan pada masalah kontekstual dan diberi

kesempatan untuk memahaminya 1 3 4 8 2,67

Siswa memecahkan permasalahan melaui pembuatan model 1 3 3 7 2,33 siswa dibimbing untuk menemukan matematika formal

melalui diskusi/ interaksi kelas 1 3 3 7 2,33

Mengaplikasikan dalam matematika maupun dalam bidang

lain 1 3 3 7 2,33

AKTIVITAS 2

Siswa dihadapkan pada masalah kontekstual dan diberi

kesempatan untuk memahaminya 1 2 3 6 2,00

Siswa memecahkan permasalahan melaui pembuatan model 1 3 3 7 2,33 siswa dibimbing untuk menemukan matematika formal

melalui diskusi/ interaksi kelas 1 3 3 7 2,33

Mengaplikasikan dalam matematika maupun dalam bidang

lain 1 3 3 7 2,33

AKTIVITAS 3

Siswa dihadapkan pada masalah kontekstual dan diberi

kesempatan untuk memahaminya 1 3 4 8 2,67

Siswa memecahkan permasalahan melaui pembuatan model 1 3 3 7 2,33 siswa dibimbing untuk menemukan matematika formal

melalui diskusi/ interaksi kelas 1 2 4 7 2,33

Mengaplikasikan dalam matematika maupun dalam bidang

lain 1 3 3 7 2,33

AKTIVITAS 4

Siswa dihadapkan pada masalah kontekstual dan diberi kesempatan untuk memahaminya

1 3 3 7 2,33

Siswa memecahkan permasalahan melaui pembuatan model 1 3 3 7 2,33 siswa dibimbing untuk menemukan matematika formal

melalui diskusi/ interaksi kelas 1 3 3 7 2,33

Mengaplikasikan dalam matematika maupun dalam bidang

lain 1 3 3 7 2,33

Jumlah 16 46 51 113 37,67

Tabel 4 Hasil validasi kesesuaian indikator terhadap sajian bahan ajar oleh Validator

INDIKATOR v1 v2 v3 𝑽𝒋𝒊

𝒏

𝒋=𝟏 Ii

Memahami relasi dan fungsi 1 3 3 7 2,33

Menentukan Notasi fungsi 1 3 3 7 2,33

Menyajikan fungsi dalam diagram panah, himpunan

pasangan berurutan, dan koordinat kartesius 1 3 3 7 2,33

Menentukan nilai fungsi 1 3 3 7 2,33

(6)

Tabel 5 Hasil validasi kesesuaian soal uji kompetensi terhadap aspek komunikasi matematis yang akan diukur

SOAL Aspek Komunikasi Matematis yang

diukur v1 v2 v3 𝑽𝒋𝒊 𝒏 𝒋=𝟏 Ii soal no 1 K1 dan K2 1 3 3 7 2,33 soal no 2 K1 dan K4 1 3 3 7 2,33 soal no 3 K4 1 3 3 7 2,33 soal no 4 K2 dan K4 1 3 3 7 2,33 Jumlah 4 12 12 28 9,33

Revisi dilakukan dengan memperhatikan komentar dan saran dari para validator. Tabel 6 merupakan analisis komentar dan saran yang diberikan validator untuk revisi produk. Tabel 7 merupakan analisis komentar dan saran yang diberikan validator untuk revisi soal uji kompetensi.

Tabel 6 komentar dan saran validator terhadap bahan ajar

Saran dan koreksi Alasan

Sajian bahan ajar perlu direvisi ke bentuk standar sajian bahan ajar berbasis RME

RME menggunakan judul aktivitas berupa masalah kontekstual yang akan digunakan sebagai titik awal dalam pembelajaran sedangkan dalam kurikulum KTSP menyajikan judul aktivitas berupa materi yang akan dipelajari siswa. Hal ini disajikan demikian dengan mempertimbangkan pandangan bahwa RME berupaya untuk mendekatkan matematika kepada diri siswa. Masalah yang disajikan sebagai titik

awal pembelajaran perlu lebih kontekstual

Hal ini mempertimbangkan prinsip rasionalitas bahwa masalah kontekstual yang disajikan merupakan suatu masalah yang memungkinkan dapat ditemui siswa dalam kehidupan sehari-harinya.

Mengurangi istilah baru yang kurang berperan pada materi Fugsi

Istilah-istilah baru, seperti variabel input, variabel output, variabel bebas, dan variabel bergantung, perlu diminimalisir untuk mengurangi kecenderungan siswa pada pola fikir menghafal, bukan bernalar. Oleh karena itu, bahan ajar yang dikembangkan diupayakan untuk berorientasi pada pengembangan mendalam, bukan pada pengembangan melebar.

Lebih menampakkan stimulus kepada siswa untuk menyusun suatu model pemecahan masalah dan pemberian kesempatan kepada siswa untuk berkontribusi dalam membangun konsep suatu materi

Bahan ajar yang disusun masih minim stimulus kepada siswa untuk menyusun suatu model pemecahan masalah dan pemberian kesempatan kepada siswa untuk

berkontribusi dalam membangun konsep suatu materi.

Menggunakan bahasa yang lebih simpel, efektif, dan mudah difahami oleh siswa SMP

Bahasa yang digunakan dan istilah-istilah baru dalam bahan ajar masih terlalu tinggi untuk tingkat siswa SMP

(7)

Tabel 7 komentar dan saran validator terhadap soal uji kompetensi

Saran dan koreksi Alasan

Perlu penambahan soal aplikasi yang berupa masalah kontekstual

Semua soal yang disajikan dalam uji kompetensi masih tergolong soal abstrak.

Penulisan himpunan pada soal disajikan dalam notasi pembentuk himpunan agar lebih efisien dan variatif

Pada soal no. 1, himpunan disajikan dalam bentuk pernyataan himpunan secara langsung sehingga kurang variatif dan kadang membingungkan siswa. Perlu penambahan soal dalam bentuk

Fungsi yang beragam

Agar siswa mendapat pengalaman lebih dalam menyelesaikan permasalahan yang beraneka ragam

Bahan ajar yang telah direvisi selanjutnya diajukan validasi ulang kepada validator karena belum dinyatakan valid oleh validator. Sesuai dengan prosedur penelitian, dosen pembimbing selaku expert dipilih sebagai validator bahan ajar yang telah direvisi. Hasil validasi menghasilkan keputusan bahwa bahan ajar yang telah direvisi dinyatakan valid oleh validator, baik sajian bahan ajar maupun soal uji kompetensi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis tulis siswa. Selanjutnya, bahan ajar yang telah direvisi dan dinyatakan valid oleh validator diujicobakan kepada subjek uji untuk diuji keefektifannya dalam membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi fungsi.

Hasil Uji Kompetensi

Analisis hasil uji kompetensi diawali dengan skoring indikator

kemampuan komunikasi matematis tulis hasil pengerjaan siswa uji pada setiap soal. Hasil analisis data pada tabel 6 diperoleh 𝐸 = 33,11. Kriteria keefektifan pembangunan komunikasi matematis produk pengembangan untuk 𝐸 = 33,11 adalah efektif menurut tabel 2. Dengan demikian, bahan ajar yang dikembangkan

efektif danlayak diaplikasikan untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi fungsi.

Tabel 8 Skor ketercapaian kemampuan komunikasi matematis siswa uji

Siswa Uji Soal No. 1 Soal No. 2 Soal No. 3 Soal No. 4 K3

K1 K4 K1 K4 K1 K2 K2 K4 GS 4 4 4 3 3 4 4 4 4 UD 4 3 4 3 3 4 4 4 4 DY 4 4 4 3 3 4 4 3 4 NN 4 3 4 3 3 4 4 4 4 HF 4 3 3 3 3 4 4 4 3 AF 4 2 3 3 3 4 4 3 3 SK 3 2 3 3 3 4 4 3 3 AS 3 3 3 2 3 4 3 3 3 PA 3 2 3 3 4 4 3 3 2 NA 3 2 3 2 3 3 2 3 2

Catatan: dalam penelitian ini, GS, UD, dan NN mewakili kelompok atas, DY, HF, AS, dan SK mewakili kelompok tengah, serta AS, PA, dan NA mewakili kelompok bawah.

(8)

Hasil Wawancara

Analisis terhadap hasil wawancara dengan siswa didapatkan bahwa bahan ajar berbasis RME dapat memberikan pengalaman baru bagi siswa, terutama dalam hal membangun konsep baru. Siswa menunjukkan ketertarikannya terhadap bahan ajar berbasis RME. Grafis yang disajikan membuat siswa lebih tertarik untuk belajar matematika dan membantunya dalam memahami permasalahan yang disajikan.

PEMBAHASAN

Bahan ajar yang dikembangkan telah dinyatakan valid oleh validator dan berkriteria efektif untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi fungsi, yaitu mencapai skor 33, 11. Skor kemampuan komunikasi matematis siswa uji dapat mencapai kriteria efektif meskipun skor yang diperoleh kurang maksimal. Berdasarkan tabel 8, kemampuan matematis yang memiliki skor lemah adalah K2, yaitu kemampuan menggunakan bahasa matematik untuk menyatakan ide matematika. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengerjaan soal uji kompetensi yang menunjukkan bahwa siswa masih lemah dalam menyampaikan alasan fungsi yang tidak tepat dan menuliskan prosedur menentukan nilai fungsi kurang tepat. Gambar 1 dan gambar 2adalah sajian alasan fungsi dan prosedur penentuan nilai fungsi yang dituliskan oleh siswa:

Gambar 1 Perbedaan alasan fungsi dari siswa

Gambar 2 prosedur penentuan nilai fungsi yang dituliskan siswa uji

Oleh karena itu, revisi bahan ajar yang menekankan pada aktivitas siswa dalam menyampaikan argumen alasan fungsi dan menuliskan prosedur penentuan nilai fungsi dengan tepat perlu dilakukan.

(9)

Berbagai revisi telah dilakukan dengan memperhatikan hasil validasi, hasil uji coba produk, dan tanggapan hasil wawancara dengan siswa uji sehingga tersusunlah suatu bahan ajar berbasis Realistic Mathematic Education (RME) untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi fungsi melalui hasil aktivitas pengembangan yang sistematis. Bahan ajar yang

dikembangkan memenuhi tiga prinsip dan lima karakteristik RME. Bahan ajar ini dikembangkan dengan memperhatikan standar bahan ajar PMRI karena pada dasarnya produk ini diaplikasikan untuk siswa Indonesia yang memiliki

karakteristik berbeda dengan negara asal RME dilahirkan, negara Belanda. Kajian bahan ajar dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut:

Bagian Awal

Bagian Awal bahan ajar terdiri atas halaman judul (cover), petunjuk siswa, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan daftar isi. Cover disajikan menarik dilengkapi dengan gambar ilustrasi yang berkenaan dengan fungsi serta form isian identitas siswa. Petunjuk siswa berisi penjelasan kepada siswa

mengenai prosedur penggunaan bahan ajar dan menjelaskan aktivitas yang harus dilakukan siswa pada setiap fitur bagian inti dalam bahan ajar. Daftar SK, KD, dan indikator menampilkan kompetensi yang akan dicapai setelah melaksanakan aktivitas dalam bahan ajar. Daftar isi memuat judul aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan siswa dalam bahan ajar dan dikemas dengan menyebutkan masalah kontekstual yang akan dipecahkan oleh siswa.

Bagian Inti

Bagian inti bahan ajar memiliki enam aktivitas yang akan diselesaikan oleh siswa. Masing-masing aktivitas memberikan kesempatan siswa untuk membangun kemampuan komunikasi matematisnya. Fitur tiap Aktivitas diawali dengan suatu masalah kontekstual yang dapat ditemui siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Masalah yang diberikan mengantarkan siswa untuk menemukan suatu konsep baru yang berkenaan dengan materi fungsi. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk memodelkan solusi masalah tersebut dalam bentuk tabel, gambar, skema, situasi, maupun grafik menurut cara mereka sendiri maupun mengikuti petunjuk yang diberikan. Hal ini dapat membangun kemampuan siswa dalam mengatur dan menggabungkan idenya melalui komunikasi.

Fitur diskusi pada tiap aktivitas dapat membangun interaktivitas siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkontribusi pada penemuan bentuk formal suatu konsep baru pada materi fungsi dalam suasana interaktif baik antarsiswa maupun dengan guru. Pada aktivitas ini kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan idenya secara runtut dan jelas, kemampuan mengevaluasi ide maupun pemikiran matematis siswa lain, dan kemampuan menggunakan bahasa matematis secara tepat akan dibangun. Fitur terakhir yaitu uji pemahaman siswa mengenai konsep baru yang telah ditemukannya serta pengaitannya dengan konsep himpunan sebagai aktivitas pengayaan.

(10)

Bagian Akhir

Bagian akhir berbentuk aktivitas uji kompetensi. Bagian ini berisi permasalahn-permasalahan pada materi fungsi yang telah ditemuakan dan dikonstruk oleh siswa. Bagian ini juga merupakan bentuk bahan uji

pengintegrasian antara kompetensi siswa pada materi fungsi dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang terbangun. Uji kompetensi dapat digunakan sebagai assesmen pembelajaran yang mengaplikasikan bahan ajar ini.

Bahan ajar materi Fungsi yang telah dikembangkan memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bahan ajar dikembangkan dengan model penelitian dan pengembangan 4-D, sehingga telah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.

2. Bahan ajar dikembangkan untuk membangun kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga akan mampu mengatasi permasalahan siswa yang berkenaan dengan kemampuan komunikasi matematis, memenuhi standar proses menurut NCTM, dan mampu memenuhi tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum yang berlaku.

3. Bahan ajar dikembangkan secara sistematis dengan prinsip konstruktivistik melalui aktivitas pendekatan pembelajaran berbasis Realistic Mathematic Education (RME) sehingga layak diaplikasikan di SMP dan dapat memenuhi kebutuhan bahan ajar di lapangan.

4. Bahan ajar telah divalidasi oleh dosen dan guru serta telah diuji coba kepada siswa sehingga modul sudah layak sebagi bahan ajar untuk SMP.

5. Bahan ajar ini dikembangkan berbasis Realistic Mathematic Education, namun pengaplikasian produk ini tidak harus menggunakan strategi pembelajaran dengan pendekatan RME.

Selain memiliki keunggulan, bahan ajar yang telah dikembangkan ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan dapat dilihat dari analisis data hasil uji coba pada setiap siswa. Bahan ajar ini lebih efektif pada siswa kelompok atas, dengan demikian aplikasi bahan ajar ini akan lebih efektif untuk pembelajaran pada golongan siswa kelompok atas atau pada kelas unggulan di sekolah. Bahan ajar ini tergolong tebal dan memungkinkan perlunya waktu lebih banyak ketika

diaplikasikan dalam pembelajaran. Hal ini dapat diantisipasi dengan menerapkan pembelajaran bersetting cooperative learning agar siswa dapat mengerjakan aktivitas-aktivitas dalam bahan ajar tidak memerlukan waktu yang relatif lama.

PENUTUP Kesimpulan

Bahan ajar yang dikembangkan memenuhi tiga prinsip dan lima

karakteristik RME. Bahan ajar ini dikembangkan dengan memperhatikan standar bahan ajar PMRI agar lebih sesuai dengan karakter siswa di Indonesia. Validasi bahan ajar menghasilkan keputusan bahwa produk yang telah dikembangkan dinyatakan valid oleh validator, baik sajian bahan ajar maupun soal uji

kompetensi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis tulis siswa. Uji coba produk mencapai skor 𝐸 = 33,11, sehinggga bahan ajar yang dikembangkan efektif dan layak diaplikasikan untuk membangun kemampuan komunikasi

matematis siswa pada materi fungsi. Analisis terhadap hasil wawancara dengan siswa didapatkan bahwa bahan ajar berbasis RME dapat memberikan pengalaman

(11)

baru bagi siswa, terutama dalam hal membangun konsep baru. Grafis dan sajian bahan ajar berbasis RME ini membuat siswa lebih tertarik untuk belajar

matematika dan membantunya dalam memahami permasalahan yang disajikan. Temuan dari analisis hasil uji coba produk menunjukkan bahwa bahan ajar ini lebih efektif pada siswa kelompok atas, dengan demikian aplikasi bahan ajar ini akan lebih efektif untuk pembelajaran pada golongan siswa kelompok atas atau pada kelas unggulan di sekolah.

Saran

RME merupakan pendekatan pembelajaran yang diadopsi dari Negara Belanda. Pengembangan bahan ajar berbasis RME untuk jenjang pendidikan dan materi yang lain disarankan untuk memperhatikan karakteristik siswa lokal sebagai calon user produk meskipun content dari bahan ajar harus memenuhi tiga prinsip dan lima karakteristik RME. Keberlanjutan pengembangan bahan ajar berbasis Realistic Mathematics Education (RME) untuk jenjang pendidikan dan materi yang lain perlu untuk dilakukan agar pembelajaran dan bahan ajar yang digunakan lebih variatif. Pengembang hendaknya memilih fenomena-fenomena yang lebih sering ditemui dan mudah difahami oleh siswa sebagai masalah kontekstual yang dipilih untuk mengawali pembelajaran. Untuk pengaplikasian produk, guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa di sekolah ketika hendak menggunakan bahan ajar ini agar pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal.

DAFTAR RUJUKAN

BSNP.2006. Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar SMP/MTs.Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.

Gravemeijer, Koeno.2010.Realistic mathematic EducationTheory as a Guideline for Problem–Centered, Interactive Mathematics Education. Dalam Robert Sembiring (Ed.), A Decade of PMRI in Indonesia (hlm. 41-50). Bandung: IP-PMRI.

Hadi, Sutarto.2012. Mathematics Education Reform Movement in Indonesia. Makalah disajikan pada 12th International Congress on Mathematical Education, Seoul, 8 July – 15 July 2012. dalam COEX database, (Online), (http://p4mriunlam.wordpress.com/tag/mathematics-education-reform-movement-in-indonesia/), diakses 21 November 2012.

Hobri.2010.Metodologi Penelitian Pengembangan.Jember:Pena Salsabila Izzati, Nur dan Didi Suryadi.2010. Komunikasi Matematik dan Pendidikan

Matematika Realistik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta,UNY, 27 Nov 2010, dalam prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan

(12)

(http://bundaiza.wordpress.com/2012/12/13/komunikasi-matematik-dan-pendidikan-matematika-realistik-2/), diakses 25 November 2012.

Nyoto.2008. Pembelajaran Penjumlahan Pecahan melalui Waca sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Principle and Standards for School Mathematics.2000.Reston:National Council of Teachers of Mathematics

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Thiagarajan, S., Dorothy S.S., & Melvyn I.S. 1974. Instructional Development for Training Teachers for Exceptional Children: A Source Book. Indiana: Indiana University.

(13)

Artikel ilmiah oleh Taufiq Hidayanto ini telah diperiksa dan disetujui oleh

Malang, Mei 2013 Pembimbing,

Dr. Edy Bambang Irawan, M.Pd. NIP. 19600223 198503 1 003

Malang, Mei 2013 Penulis

Taufiq Hidayanto NIM 109311422570

Gambar

Tabel 1 Kriteria Kevalidan
Tabel 4 Hasil validasi kesesuaian indikator terhadap sajian bahan ajar oleh Validator
Tabel 5 Hasil validasi kesesuaian soal uji kompetensi terhadap aspek komunikasi  matematis yang akan diukur
Tabel 7 komentar dan saran validator terhadap soal uji kompetensi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Layanan informasi karier oleh guru pembimbing pada kelas VIII Sekolah Menengah Pertama negeri 21 Pontianak dapat hasil persentase dengan kategori “Sedang”, hal ini

Hasil penelitian menunjukkan sediaan ekstrak etanol daging buah mahkota dewa dosis 1,25; 2,5 dan 5g/kgBB mampu menurunkan kadar asam urat pada serum darah mencit

Ada 4 level dalam permainan ini, dimana pemain harus mencari harta karun yang tersembunyi di tiap levelnya dengan background yang berbeda dan terdapat

Soetomo 2 Cilacap Tengah

Islam membenarkan seorang memilih kekayaan lebih dari yang lain sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang bersangkutan telah menunaikan kewajibannya

Hasil penelitian Analisis Kepuasan Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Program Jamkesda ( Studi kasus pasien rujukan RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu ),

PATM adalah teknologi pompa terbaru dengan menggunakan pemanfaatan gravitasi dimana akan menciptakan energi dari hantaman air yang menabrak faksi air lainnya untuk

Rancangan ini digunakan untuk menginputkan data transaksi simpanan wajib (SW) berdasar perubahan status keanggotaan yang dilakukan anggota sesuai dengan ketentuan yang