• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang berperan penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku pakan ternak dan industri (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI, 2015). Untuk pakan ternak digunakan biji, tongkol, dan daunnya sebagai hijauan. Untuk bahan baku industri, bijinya diolah menjadi minyak jagung dan tepung jagung (Prahasta, 2009). Berdasarkan hal tersebut, maka permintaan jagung akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan daya beli terutama untuk pemenuhan kebutuhan daging ayam (Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI, 2015).

Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2015 adalah 19.612.435 ton dengan luas panen 3.787.367 ha, sehingga produktivitasnya 5,18 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2016). Produktivitas ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi produksi jagung hibrida 9-10 ton/ha (Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI, 2015). Rendahnya produktivitas jagung kemungkinan disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain penggunaan benih hibrida di kalangan petani yang masih rendah, kurang baiknya pengelolaan tanaman, serta gangguan hama dan penyakit tanaman (Prihatman, 2000).

Penyakit utama pada tanaman jagung di Indonesia adalah: bulai disebabkan Peronosclerospora maydis, bercak daun oleh Helminthosporium turcicum, karat oleh Puccinia sorghi Schw, gosong bengkak oleh Ustilago maydis, dan busuk tongkol oleh Gibberella fujikuroi, dan layu Stewart oleh Pantoea stewartii subsp. stewartii (Dirjen Tanaman Pangan Kementan RI, 2015; Rahma, 2013).

P. stewartii subsp. stewartii tergolong patogen penting karena dapat mengakibatkan kehilangan hasil antara 40-100% pada varietas rentan dan terinfeksi pada fase V5 (Pataky dan Michener, 2004). Disamping itu penyebaran patogen ini dapat melalui benih (Munkvold, 2001; Pollock, 2002; Pataky, 2003; Baylor Collage

(2)

of Medicine, 2006; dan European and Mediterranean Plant Protection Organization (EPPO) Buletin, 2006) dan serangga vektor terutama kumbang flea (Chaetocnema pulicaria Melsheimer) (Pataky, Michener, Freeman, dan Weinzierl, 2002; Esker dan Nutter, 2000).

Keberadaan P. stewartii subsp. stewartii di Indonesia masih tergolong baru, karena sampai tahun 2015 dinyatakan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kategori A1 (Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 93/Permentan/Ot.140/12/2011) dan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 51/Permentan/Kr.010/9/2015 ditetapkan sebagai OPTK kategori A2 (Kementerian Pertanian RI, 2015). Meskipun sebelumnya telah ada beberapa laporan tentang keberadaan P. stewartii subsp. stewartii di Indonesia, antara lain: Rahma dan Armansyah (2008) menunjukkan bahwa gejala penyakit telah ditemukan di lapangan (studi kasus di Pasaman Barat) dengan tingkat serangan 1-15%, namun belum dikarakterisasi secara lengkap. Zuroaidah et al. (2012) telah mendeteksi P. stewartii subsp. stewartii pada pertanaman jagung di Kotamadya Cilegon dan Kabupaten Serang Provinsi Banten. Selanjutnya Rahma (2013) melaporkan bahwa semua sampel benih jagung dari berbagai varietas dan sumber benih di Jawa Barat menunjukkan terinfeksi P. stewartii subsp. stewartii. Sehubungan dengan telah ditemukannya penyakit ini sejak tahun 2008, dan telah tersebarnya pada beberapa daerah di Indonesia, maka untuk merancang strategi pengelolaan penyakit layu Stewart dibutuhkan informasi tentang model kurva perkembangan (temporal) dan pola penyebaran (spatial) penyakit. Menurut Lopez et al. (2014) kajian tentang aspek temporal-spatial dari proses penyakit adalah penting karena dapat meningkatkan kemampuan dalam menangani penyakit dengan tepat, seperti mengetahui model matematika yang dapat membantu menilai probabilitas, introduksi, reproduksi, penyebaran penyakit, dan besarnya pengaruh terhadap hasil dan kualitas hasil tanaman.

Agar epidemi suatu penyakit tanaman dapat dianalisis maka harus bisa direpresentasikan dalam bentuk model matematik yang bersifat kuantitatif (Rivai, 2001). Morales et al. (2003) mendapatkan model kurva perkembangan

(3)

monomolecular terhadap penyakit layu Stewart pada tanaman jagung varietas Triunfo dan 9Bx52 di Meksiko (daerah tropis). Sedangkan Liu (2010) melakukan penelitian di Iowa (daerah subtropis) mendapatkan model kurva perkembangan exponential

terhadap bakteri P. stewartii subsp. stewartii di dalam jaringan tanaman jagung, demikian juga di lapangan yang dibantu penyebarannya oleh vektor C. pulicaria

Melsheimer. Informasi tentang model kurva perkembangan penyakit layu Stewart pada tanaman jagung di daerah tropis basah, masih terbatas.

Penyebaran penyakit dari suatu tempat ke tempat lain (spatial) atau menyebarnya di dalam populasi tanaman merupakan refleksi dari interaksi biologi dan proses fisika di antara inang dan patogen dalam lingkungan yang kompleks (Nelson, 1995). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat memiliki semacam pola penyebaran menurut ruang. Jadi pola ruang adalah susunan dari unit penyakit/patogen relatif terhadap sesamanya dan bentuk dari inang. Berdasarkan bentuk dan susunan tadi, maka pola ruang dapat dibagi atas tiga kategori yaitu: aggregate, regular, dan random (Habazar dan Rivai, 2000). Morales et al. (2003) melakukan pengujian terhadap indeks dispersi penyakit layu Stewart pada tanaman jagung di Meksiko (daerah tropis), mendapatkan pola penyebaran aggregate pada varietas Triunfo dan

random pada varietas 9Bx52. Sedangkan Liu (2010) melakukan penelitian di Iowa (daerah subtropis), juga mendapatkan pola penyebaran random terhadap penyakit layu Stewart pada tanaman jagung yang disebarkan oleh vektor C. pulicaria

Melsheimer. Informasi tentang pola penyebaran penyakit layu Stewart pada tanaman jagung di daerah tropis basah, masih terbatas.

Penaksiran kehilangan hasil yang didasarkan pada penyakit yang diamati merupakan pekerjaan yang sangat sukar. Oleh karena itu strategi yang tepat untuk meramal besarnya kehilangan hasil adalah dengan menggunakan pendekatan simulasi, yang memanfaatkan model matematik pertumbuhan tanaman yang berkaitan dengan keadaan lingkungannya, dan menghubungkan perubahan pertumbuhan serta fisiologi akibat keberadaan patogen terhadap perubahan hasil (Shaw, 1997 dalam Rivai, 2006).

(4)

Model kehilangan hasil telah digunakan untuk menduga kehilangan/kerugian tanaman di lapangan dan menghubungkannya dengan perkembangan penyakit serta tahap-tahap pertumbuhan tanaman. Hubungan antara severitas penyakit Northern Leaf Blight (NLB) pada tanaman jagung dengan kehilangan hasil menggunakan model Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) hanya 1 dari 2 tahun percobaan, karena AUDPC hanya efektif apabila severitas penyakit tinggi (Raymundo dan Hooker, 1981 dalam Perkins dan Pedersen, 1987). Perkins dan Pedersen (1987) juga mendapatkan hubungan severitas penyakit NLB dengan kehilangan hasil menggunakan model AUDPC dengan waktu kritis 3, 5, dan 6 hari setelah pembentukan bunga betina. Informasi tentang model kehilangan hasil serta waktu kritis terhadap penyakit layu Stewart pada tanaman jagung di daerah tropis basah, masih terbatas.

Oleh karena masih terbatasnya informasi tentang perkembangan temporal-spatial penyakit layu Stewart terutama di daerah tropis basah, maka diperlukan adanya penelitian untuk mendapatkan model kurva perkembangan (temporal), pola penyebaran (spatial), dan model kehilangan hasil serta waktu kritis (predictor) penyakit layu Stewart pada tanaman jagung yang disebabkan oleh bakteri P. stewartii subsp. stewartii pada dua periode tanam.

B. Masalah Penelitian

Penyakit layu Stewart merupakan penyakit pada tanaman jagung yang sangat penting karena dapat menimbulkan kehilangan hasil yang sangat besar. Penyakit ini disebabkan oleh P. stewartii subsp. stewartii yang bersifat tular benih dan disebarkan oleh serangga vektor C. pulicaria Melsheimer. Pada daerah subtropis, prevalensi layu Stewart menunjukkan perkembangan exponential yang sangat dramatis. Demikian juga dengan kehilangan hasil yang terjadi akibat serangan penyakit layu Stewart berkisar 40-100% pada varietas rentan dan terinfeksi pada fase V5.

Perkembangan dan penyebaran penyakit layu Stewart pada tanaman jagung di daerah tropis basah belum banyak dilaporkan. Keberadaan penyakit ini telah dilaporkan sejak tahun 2008 seperti terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa

(5)

Barat, dan Banten sehingga pada tahun 2015 patogen ini ditetapkan sebagai OPTK kategori A2. Keberadaan penyakit ini di sentra produksi jagung di Sumatera Barat baru dilaporkan berdasarkan gejala dan belum dikarakterisasi secara lengkap.

Sehubungan dengan hal di atas perlu dikarakterisasi isolat P. stewartii subsp. stewartii dari beberapa sentra produksi jagung di Sumatera Barat, dengan mempelajari gejala-gejala penyakit yang bervariasi di lapangan, mengkarakterisasi isolat-isolat secara in vitro, baik secara morfologi, fisiologi, dan patogenisitas serta reaksi hipersensitifnya, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi secara molekuler menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR), dan uji virulensi untuk mengetahui isolat yang lebih agresif.

Terkait dengan strategi pengelolaan penyakit, maka perlu dipahami epidemi penyakit di lapangan. Oleh karena data kuantitatif berkaitan dengan model kurva perkembangan (temporal), pola penyebaran (spatial), dan model kehilangan hasil serta waktu kritis (predictor) penyakit layu Stewart pada tanaman jagung manis masih terbatas, maka dilakukan percobaan lapangan di daerah endemik penyakit layu Stewart selama dua periode tanam.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri penyebab penyakit layu Stewart dari beberapa sentra produksi jagung di Sumatera Barat.

2. Mendapatkan model kurva perkembangan (temporal), pola penyebaran (spatial), dan model kehilangan hasil serta waktu kritis (predictor) penyakit layu Stewart pada tanaman jagung pada dua periode tanam di daerah tropis basah.

D. Manfaat Penelitian

Pemahaman perkembangan temporal-spatial dapat digunakan untuk memandu strategi pengelolaan penyakit dengan waktu dan biaya yang lebih efektif. Berdasarkan model kurva perkembangan penyakit dapat diketahui, severitas awal, severitas maksimum, periode epidemi, dan laju perkembangan penyakit sehingga dapat dirancang usaha pengelolaan penyakit yang akan dilakukan seperti: waktu

(6)

penanaman, pemupukan, dan penyemprotan insektisida. Berdasarkan pola penyebaran penyakit dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya pola penyebaran tersebut sehingga dapat dirancang usaha pengendalian yang sesuai dengan pola penyebaran tadi. Berdasarkan model kehilangan hasil dapat diketahui predictor (waktu kritis), yaitu satu hari tertentu dimana terdapat severitas maksimum sehingga dapat digunakan untuk menduga kehilangan hasil tanaman. Semua informasi sangat bermanfaat dalam pengelolaan penyakit untuk mengurangi resiko akibat penyakit. Informasi tersebut dapat juga digunakan oleh petani, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petugas penyeleksi benih, dan pengambil kebijakan dalam membantu pelaksanaan pengamatan agar lebih efisien dalam usaha pengelolaan penyakit di lapangan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan reward dalam pendidikan merupakan suatu cara yang dilakukan guru agar dapat menyenangkan hati murid dengan

Alat yang kita butuhkan untuk m Alat yang kita butuhkan untuk membuat kabel jaringan adalah sebuah konektor dan crimping embuat kabel jaringan adalah sebuah konektor dan crimping

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi masalah lalu lintas yang akan terjadi sebelum dan setelah masa konstruksi pembangunan fasilitas residensial dan

perhitungan manual terhadap Algoritma fuzzy yang telah dimodelkan, dengan nilai kesehatan 75, jarak 55 dan amunisi 8, maka tahapan tahapan untuk mendapatkan hasil keputusan

Ì×ÒÖßËßÒ ÐËÍÌßÕß ßò Ì·²¶¿«¿²

Penurunan viabilitas tertinggi adalah pada serbuk sari sampel dari Klungkung yang disimpan pada suhu ruang.Hal tersebut disebabkan karena pada saat penelitian dengan