1
PERBEDAAN PEMBERIAN
KINESIOTAPING
DAN
PENAMBAHAN
TOWEL TOE CURL
DENGAN
KINESIOTAPING
TERHADAP KEMAMPUAN FUNGSIONAL
SPRAIN ANKLE
KRONIS
MAPALA SANGGURU UMS
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh : Miftakhul Zufie Kurniawan
1610301291
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
3
PERBEDAAN PEMBERIAN
KINESIOTAPING
DAN
PENAMBAHAN
TOWEL TOE CURL
DENGAN
KINESIOTAPING
TERHADAP KEMAMPUAN FUNGSIONAL
SPRAIN ANKLE
KRONIS
MAPALA SANGGURU UMS
1Miftakhul Zufie Kurniawan2, Agus Riyanto3
ABSTRAK
Latar Belakang : Pendakian gunung adalah salah satu olahraga favorit bagi pecinta alam, sebuah olahraga yang membutuhkan stamina fisik, mental, kesehatan dan strategi untuk menjaga keselamatan. Sprain ankle kronis adalah penguluran dan kerobekan (overstrech) trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah. Peneliti mengaplikasikan metode pemberian kinesiotaping dan latihan
towel toe curl untuk mengetahui peningkatan aktifitas fungsional. Tujuan Penelitian
: Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pemberian kinesiotaping dan penambahan towel toe curl dengan kinesiotaping terhadap kemampuan aktifitas fungsional. Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian ini bersifat pre and post test two group design. Sampel berjumlah 16 orang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 diberikan intervensi
kinesiotaping sendangkan kelompok 2 diberikan intervensi towel toe curl dan
kinesiotaping. Uji pengaruh menggunakan Paired T-Test untuk mengetahui pengaruh
pre and post test sedangkan uji beda menggunakan Independent T-Test. Hasil :
Penelitian menunjukkan terdapat pengaruh kinesiotaping (p value 0,000), terdapat pengaruh penambahan towel toe curl dan kinesiotaping (p value 0,000), terdapat perbedaan pengaruh antara kinesiotaping dan penambahan towel toe curl dengan
kinesiotaping terhadap peningkatan fungsional sprain ankle (p value 0,010).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan pengaruh kinesiotaping dan penambahan towel toe
curl dengan kinesiotaping terhadap kemampuan fungsional.
Kata Kunci : Kinesiotaping, Towel Toe Curl, Sprain Ankle Kronis.
Kepustakaan : 33 Referensi (2001-2017)
1
Judul Skripsi 2
4
DIFFERENT IMPACT OF GIVING
KINESIOTAPING
AND
ADDING
TOWEL TOE CURL
WITH
KINESIOTAPING
TO
FUNCTIONAL ABILITY OF
CHRONIC SPRAIN ANKLE
ON
MAPALA SANGGURU UMS
1Miftakhul Zufie Kurniawan2, Agus Riyanto3
ABSTRACT
Background: Climbing mountain is one favorite sport done by students who love the nature. The sport needs physical stamina, health, and strategy to keep the safety. Chronic sprain ankle is overstretching trauma on the lateral complex ligament as the result of sudden inversion and plantar flexor when the legs do not step o the ground perfectly. The study applied the method of giving kinesiotaping and tower toe curl exercise to analyze the increase of functional activity. Objective: The aim of the study was to determine different impact of kinesiotaping and adding towel toe curl with kinesiotaping to the ability of functional activity. Method: The study applied experimental method with pre and post test two group design. The samples were 16 people divided to 2 groups. Group 1 was given kinesiotaping intervention, and group 2 got towel toe curl with kinesiotaping. Influence test used Paired T-Test to analyze the impact of preand post test while different test used Independent T-Test. Result: The study showed that there was impact of kinesiotaping (p value 0.000); there was impact of towel toe curl with kinesiotaping (p value 0.000); there was different impact of kinesiotaping and adding towel toe curl with kinesiotaping to the functional increase of sprain ankle (p value 0.010). Conclusion: Based on the result of the study, it can be concluded that there was different impact of kinesiotaping and adding towel toe curl with kinesiotaping to functional ability.
Keywords : Kinesiotaping, Towel Toe Curl, ChronicSprain Ankle.
References : 33 References (2001-2017)
1
Thesis Title
2Student of Physical Therapy Program, Health Sciences Faculty, „Aisyiyah
University of Yogyakarta
5 PENDAHULUAN
Pendakian gunung adalah salah satu olahraga favorit bagi pecinta alam atau penggiat alam bebas, sebuah olahraga yang membutuhkan stamina fisik, mental, kesehatan dan strategi untuk menjaga keselamatan dalam pendakian gunung, karena disetiap perjalanan tidak selalu menemukan perjalanan yang mulus dan lancar. Dikarenakan medan dilalui banyak terdapat rintangan dan tantangan sangat ekstrim dan membahayakan bagi keselamatan para pendaki, namun hal tersebut tidak menggoyahkan semangat para pendaki gunung. Tujuan seseorang untuk melakukan pendakian semakin hari semakin berkembang, baik individu maupun kelompok, seperti berpetualangan adventure dan hobi, segi ilmu pengetahuan, segi rekreasi dan wisata wahana Alam. Perkembangan ini dilakukan secara luas mencakup satu segi saja atau berkaitan, misalnya berpetualang melakukan pendakian gunung saja atau untuk olahraga sekaligus rekreasi dan wisata (Marlia Husna, 2007). Pada saat ini banyak terjadi kecelakaan di gunung seperti tersesat, kehilangan jalur, fisik yang kurang memadai dan mental yang tidak siap menerima keadaan alam (cuaca buruk dan berkabut) yang mengakibatkan hilangnya jalur pendakian, namun bagi penggiat alam bebas hal-hal tersebut bisa diatasi, karena mereka mempunyai bekal yang cukup untuk menghadapi hal yang demikian, seperti pelatihan dan pengalaman yang banyak mereka kantongi, rata-rata dari korban kecelakaan digunung disebabkan oleh lemahnya fisik, tidak mengatur pola makan dan gizi,
sehingga membahayakan
kesehatannya dalam pendakian gunung, atau tidak memperhatikan manajemen perjalanan, seperti membawa perlengkapan kurang
memadai yang mendatangkan bahaya bagi para pendaki, sehingga menimbukan kecelakaan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya cedera
sprain ankle yaitu kelemahan otot
terutama otot-otot disekitar sendi foot
and ankle. Kelemahan atau
longgarnya ligamen-ligamen pada sendi foot and ankle, balance ability yang buruk, permukaan lapangan olah raga yang tidak rata, sepatu atau alas kaki yang tidak tepat dan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, berolahraga, berjalan dan lain-lain (Farquhar, 2013).
Di Indonesia sendiri hasil penelitian yang khusus tentang kejadian sprain ankle terhadap MAPALA belum pernah dijelaskan seperti di atas. Hal ini juga yang mendasari penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang sprain ankle yang berkaitan dengan hobi yang berkaitan dengan proses berjalan terhadap medan yang berat.
Sprain ankle kronis adalah cedera pada ligamen kompleks lateral yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cedera dengan keluhan nyeri, inflamasi kronis dan ketidakstabilan dalam melakukan aktivitas yang disebabkan terjadinya kelemahan ligamen dan penurunan fungsi termasuk defisit sensorimotor yang dapat menimbulkan terjadinya kelemahan otot sehingga tonus postural dan kekuatan otot menurun dan menurunnya propioceptive, fleksibilitas menurun, stabilitas dan keseimbangan menurun (Catalayud et al., 2014).
Menurut World Conferedation
for Physical Therapy (WCPT) yang
6 kemasyarakatan /aktivitas yang berhubungan dengan kesenangan (hobi).
Foot and ankle disability dapat diketahui dengan pengukuran prosedur tetap pemeriksaan fisioterapi pada
ankle and foot, dan untuk mengukur
intensitas disabilitas dengan FADI
(Foot/Ankle Disability index). FADI
merupakan kuesioner yang berisi aktivitas pasien yang terdiri dari 26 item yang terdiri dari 4 intensitas nyeri dan 24 aktivitas sehari – hari (Martin, 2013).
Kinesiotaping, metode yang dirancang untuk memfasilitasi tubuh, proses penyembuhan alami dan menyediakan dukungan dan stabilitas di persendian otot tanpa pembatasan jangkauan gerak dapat digunakan untuk mengobati berbagai orthopedic, neuromuscular, neurologis dan kondisi medis.
Kinesio tape telah di desain
untuk membuat penguluran longitudinal sepanjang 55-60% dari panjang saat istirahat. Derajat penguluran ini kira-kira sama dengan kualitas elastisitas kulit manusia.
Taping tidak di desain untuk mengulur
secara horizontal. Gulungan rata-rata kinesio taping dapat memanjang 35% panjang saat istirahat. Kualiatas elastisitas dari kinesio taping efektif untuk 3-5 hari sebelum polimer elastisitasnya berkurang (Kase, 2013).melompat dengan jarak tempuh loncatan yang diraih setelah melompat.
Towel toe curl dicapai dengan melengkungkan jari-jari kaki di atas handuk, mengaitkan handuk di bawah kaki dengan menggunakan fleksi interphalangeal dan metatarsophalangeal pada jari-jari kaki. Berbagai metode dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya Lynn el al. Latihan dilakukan dalam posisi duduk tanpa beban selama 1-4 minggu. Untuk latihan sendiri dilakukan 3 kali dalam seminggu (Phys Ther Rehabil Sci, 2017).
METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian ini bersifat quasy eksperimental dengan rancangan pre and post test group two
design yang bertujuan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara kinesiotaping dan penambahan towel toe curl pada
kinesiotaping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional Sprain Ankle. Pada penelitian ini digunakan 2 kelompok perlakuan, kelompok 1 diberikan kinesiotapping, dan kelompok 2 diberikan towel toe curl,
dan kinesiotapping. Sebelum diberikan
perlakuan, kedua kelompok sampel diukur tingkat fungsional dengan menggunakan alat ukur FADI.
Variabel bebas atau independent dalam penelitian ini adalah towel toe
curl dan kinesiotaping. Variabel
terikat penelitian ini adalah peningkatan kemampuan fungsional. Etika dalam penelitian memperhatikan persetujuan dari responden, kerahasiaan responden, keamanan responden, dan bertindak adil. Untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh kinesiotaping dan penambahan towel toe curl dan
kinesiotaping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional sebelum dan sesudah latihan maka dilakukan uji normalitas data menggunakan
shapiro-wilk, data berdistribusi
normal diuji hipotesis dengan Paired T-Test.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai perbedaan pemberian
kinesiotaping dan penambahan towel
toe curl dan kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional
sprain ankle kronis. Sampel dalam
penelitian ini adalah pendaki
MAPALA SANGGURU UMS,
7 peneliti melalui serangkaian proses
assessment sehingga benar-benar
mewakili populasi.
a. Distribusi Responden Berdasarkan Usia.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia (Januari, 2018)
Berdasarkan tabel 4.1, distribusi responden berdasarkan usia pada kelompok 1 adalah lebih banyak responden dengan rentang umur 20-23 tahun sebanyak 6 orang dan rentang umur 24-26 tahun sebanyak 2 orang. Responden pada kelompok 1 terdiri dari 1 orang dengan usia 21 tahun (12,5%), 2 orang dengan usia 22 tahun (25,0%), 3 orang dengan usia 23 tahun (37,5%), 1 orang dengan usia 24 tahun (12,5%) dan 1 orang dengan usia 26 tahun (12,5%). Sedangkan pada kelompok 2 dari rentang umur 20-23 tahun terdiri dari 7 orang dan rentang umur 24-26 tahun 1 orang, dengan 2 orang dengan usia 20 tahun (25,0%), 2 orang dengan usia 21 tahun (25,0%), 2 orang dengan usia 22 tahun (25,0%), 1 orang dengan usia 23 tahun (12,5%) dan 1 orang dengan usia 25 tahun (12,5%).
Penelitian yang dilakukan oleh Prakash dan Singh (2014), yang berjudul “Comparative Effect of Wobble Board and Single Leg Stance
Exercises on Ankle Joint
Propioception in Asymptomatic
Subjects” di lakukan di Departemen Fisioterapi Guru Jambeshwar Universitas Sains & Teknologi, Hisar,
Haryana. Pada sampel penelitian ini faktor usia tidak menjadi salah satu faktor terjadinya sprain ankle, pada
pendaki UKM MAPALA
SANGGURU UMS.
b. Distribusi Responden Berdasarkan IMT.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh
(IMT) (Januari, 2018)
Berdasarkan tabel 4.2, distribusi (12,5%) dan 1 orang dengan IMT 23,6 (12,5%). Sedangkan pada kelompok 2 terdiri dari kelompok IMT 18,8-19,7 orang dengan IMT 22,3 (12,5%) dan 1 orang dengan IMT 23,5 (12,5%). IMT pada Kelompok 1 didapatkan rerata 20,988 kg/m² dan Usia
(tahun)
Kelompok 1 Kelompok 2
8 pada Kelompok 2 20,975 kg/m². Rerata nilai IMT antara Kelompok 1 dan Kelompok 2 tidak terlalu jauh serta masih memenuhi standar normal IMT yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI yakni 18-25 kg/m² (Depkes RI, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri H. (2016) IMT (Indeks Massa Tubuh) tidak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sprain ankle, melainkan karena faktor internal maupun eksternal lainnya seperti cidera sebelumnya, kondisi tubuh itu sendiri, psikologis, peralatan yang digunakan.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Foot Ankle
Disability Index(FADI) (Januari,
2018)
n
Kelompok 1 Kelompok 2
Pre Test Post
Berdasarkan tabel 4.3, distribusi responden berdasarkan penurunan fungsional kaki dengan foot ankle
disability index (FADI) pada
kelompok 1 sebelum perlakuan responden mengalami penurunan fungsional pada kaki, kemudian setelah dilakukan perlakuan responden mengalami peningkatan fungsional pada kaki. Pada kelompok 2 sebelum perlakuan responden mengalami penurunan fungsional pada kaki, kemudian setelah dilakukan perlakuan responden mengalami peningkatan fungsional pada kaki.
Dapat dilihat hasil pengukuran
Foot Ankle Disability Index sebelum
dan sesudah perlakuan. Kelompok perlakuan I yaitu dengan menggunakan Kinesiotaping, didapat nilai mean setelah perlakuan sebesar 89,287 dan standar deviasi sebesar 3,9412 dan pada kelompok perlakuan II yaitu dengan pemberian Towel Toe
Curl dan Kinesiotaping, didapat nilai
mean setelah perlakuan 82,813 dan standar deviasi sebesar 10,0075. 1. Analisi Data
a. Uji Normalitas
Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu harus diketahui normalitas distribusi data menggunakan Shapiro Wilk Test dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.4 Uji Normalitas dengan
Shapiro Wilk Test
(Januari, 2018)
Berdasarkan tabel 4.4, didapatkan nilai p pada kelompok perlakuan I sebelum intervensi adalah 0,817 dan sesudah intervensi 0,135 dimana p>0,05 yang berarti sampel berdistribusi normal, nilai p kelompok perlakuan II sebelum intervensi adalah 0,490 dan sesudah intervensi 0,467 dimana p >0,05 yang berarti sampel berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
Uji Homegenitas digunakan untuk mengetahui apakah varian data dari kelompok 1 dan kelompok 2 sama atau tidak. uji lavene’s test.
Tabel 4.5 Uji Homogenitas FADI dengan Lavene’s Test
(Januari, 2018)
Variabel Nilai
p
Hasil
Kelompok 1
Sebelum
Intervensi 0,817 Normal Sesudah
Intervensi 0,135 Normal
Kelompok 2
Sebelum
Intervensi 0,490 Normal Sesudah
9 Berdasarkan tabel 4.5, hasil perhitungan uji homogenitas dengan menggunakan lavene’s test, dari nilai
Foot Ankle Disability Index kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan I sebelum intervensi diperoleh nilai p 0,498 dimana nilai p >( 0,05 ), maka dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok adalah sama atau homogen. c. Uji Hipotesis I
Untuk mengetahui pengaruh
kinesiotaping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional pada sprain
ankle kronis digunakan uji paired
sample t-test karena mempunyai
distribusi data yang normal baik sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Tabel 4.6 Uji hipotesis I
Berdasarkan tabel 4.6, hasil tes tersebut diperoleh nilai p = 0,000 artinya p < 0,05 dan Ha diterima dan Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada pemberian
kinesiotaping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional sprain ankle kronis.
Ada pengaruh yang signifikan pada pemberian kinesiotaping terhadap peningkatan kemampuan fungsional. Untuk menguji hipotesis I digunakan uji paired sampel t-test. Kelompok perlakuan I yang berjumlah 8 sampel dengan pemberian
kinesiotaping, yang diukur
menggunakan foot ankle disability
index dan diperoleh nilai foot ankle
disability index pada awal
pengukuran sebelum diberikan
kinesiotaping didapatkan nilai dengan
mean 51,913 dan SD sebesar 6,9925. Kemudian pada akhir pengukuran sesudah diberikan kinesiotaping, didapatkan nilai foot ankle disability
index dengan mean 89,287 dan SD
3,9412. Kemudian dilakukan pengujian dengan uji paired sampel t-test pada kelompok perlakuan I dengan hasil p = 0,000 dimana jika nilai p<0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh
kinesiotaping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional. d. Uji Hipotesis II
Untuk mengetahui pengaruh
towel toe curl dan kinesiotaping
terhadap peningkatan kemampuan fungsional digunakan uji paired sample
t-test karena mempunyai distribusi data
yang normal baik sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Tabel 4.7 Uji hipotesis II Pemberian disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada pemberian towel toe
curl dan kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional
sprain ankle kronis.
Ada pengaruh yang signifikan pada pemberian latihan towel toe curl
dan kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional. Untuk menguji hipotesis II digunakan
uji paired sampel t-test. Kelompok
perlakuan I yang berjumlah 8 sampel dengan pemberian towel toe curl dan
kinesiotaping, yang diukur
menggunakan foot ankle disability Kelompok I dan
II Nilai p Hasil
Sebelum
Intervensi 0,498 Homogen
10
index dan diperoleh nilai foot ankle
disability index pada awal
pengukuran sebelum diberikan latihan
towel toe curl dan kinesiotaping,
didapatkan nilai dengan mean 61,062 dan SD sebesar 5,3316. Kemudian pada akhir pengukuran sesudah diberikan latihan towel toe curl dan
kinesiotaping, didapatkan nilai foot
ankle disability index dengan mean
82,813 dan SD 10,0075. Kemudian dilakukan pengujian dengan uji paired
sampel t-test pada kelompok
perlakuan I dengan hasil p = 0,000 dimana jika nilai p<0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh latihan towel toe curl
dan kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional. e. Uji Hipotesis III
Tabel 4.8 Uji Normalitas pada kelompok perlakuan I dan II
Tabel 4.9 Uji hipotesis III pada kelompok perlakuan I dan II
Hipotesis III uji komparabilitas ini menggunakan independent sample
t-test, karena distribusi data baik pada
kelompok perlakuan I maupun kelompok perlakuan II datanya berdistribusi normal, baik sebelum dan
sesudah perlakuan. Selain itu data kedua kelompok tersebut homogen, atau mempunyai varian populasi yang sama. Hasil tes tersebut diperoleh nilai p = 0,010 yang berarti p > 0,05 dan Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara
kinesiotaping dan penambahan towel
toe curl pada kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional sprain ankle.
Berdasarkan hasil uji beda
independent sample t-test
menunjukkan selisih p=0,010 dimana p<0,05, maka dapat disimpulkan ada perbedaan pengaruh antara
kinesiotaping dan penambahan towel
toe curl pada kinesiotaping terhadap
peningkatan kemampuan fungsional sprain ankle.
Data distribusi nilai peningkatan kemampuan aktivitas fungsional sesudah intervensi pada kelompok 1 di dapat nilai mean 89,287 dan kelompok 2 di dapat nilai mean 82,813. Dari hal tersebut berarti terdapat adanya perbedaan pengaruh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh A. Chung (2016) menunjukan bahwa hasil towel toe curl lebih efektif dalam memberikan pelatihan otot
intrinsik untuk pasien dengan kaki
pronasi diantara pasien sprain ankle kronis. Selanjutnya latihan towel toe curl bisa digunaan untuk stabilitas pergelangan kaki.
Towel toe curl adalah metode
pelatihan yang lebih efektif dalam menerima informasi aferen selama kontraksi. Menurut hasil eksperimen
towel toe curl lebih efektif dan juga
hasil yang lebih baik untuk ketidak stabilan sprain ankle (Lee at al, 2011).
Menurut Slupik (2007)
kinesiotaping dapat mengangkat kulit
dan memberikan ruang antara kulit dan otot dan meningkatkan
propioseptif, mengurangi nyeri serta
menormalkan otot. Dan efek Saphiro
Wilk Test Setelah
intervensi Kelompok 1
0,841 Setelah
intervensi Kelompok 2
11
neuromuskuler dapat memberi
rangsangan dan mengaktivasi kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu gerak fungsional.
Direkomendasikan agar
kinesiotaping dapat digunakan dalam
praktik klinik untuk mencegah cedera
sprain ankle melalui pengaruhnya
terhadap kontrol postural dan mengatur cedera sprain ankle, karena efek positifnya pada propioceptif, daya tahan otot dan aktivitas (Wilson B, 2015).
Adanya peningkatan
propioceptif saat pemberian towel toe
curl pada penanganan cedera sprain
ankle. Rangsangan terhadap otot-otot
pada ankle dengan towel toe curl dapat memberi peningkatan. Dan kemudian berefek pada stabilisasi ankle (Takashi, 2017).
Dalam meningkatkan kontrol postural hal ini menyebabkan ekstipeptif kulit dari kaki dan ankle. Dalam penelitian kami, kinesiotaping ditemukan untuk meningkatkan stabilitas postural dinamis disegala arah pada kondisi sprain ankle (Willems, 2002).
SIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada skripsi yang berjudul “Perbedaan Pemberian
Kinesiotaping DanPenambahan Towel
Toe Curl Dengan Kinesiotaping
Terhadap Kemampuan Fungsional
Sprain Ankle Kronis MAPALA
SANGGURU UMS” dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh pemberian kinesiotapping terhadap peningkatan kemampuan fungsional sprain ankle kronis. 2. Tidak ada perbedaan pengaruh
latihan plyometric depth jump dan
knee tuck jump terhadap terhadap
peningkatan vertical jump pada pemain bola voli.
3. Ada perbedaan pengaruh antara
kinesiotaping dan penambahan
towel toe curl pada kinesiotaping
terhadap peningkatan kemampuan fungsional sprain ankle.
B.Saran
Saran dari penelitian ini adalah pertama perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penambahan towel toe curl pada
kinesiotapping terhadap peningkatan
kemampuan fungsional dengan jumlah subjek yang lebih banyak. Kedua menyarankan untuk mengontrol aktivitas subjek penelitian yang berbeda-beda diluar waktu perlakuan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
Calatayud J, Borreani S, Colado J. C, Flandes J, Page P. 2014. exercise and ankle sprain injuries A Comprehensive
Review. Hal 88- 93, vol 42
issue 1, februari 2014, ISNN- 0091-3847.
From:http://www.physsports med.comGrimshaw, et. al.,
Sport and Exercise
Biomechanics, (Taylor and Francis : New york, 2007).
Chung, et al,(2016). The effect of intrinsic foot muscle training on medial longitudinal arch and ankle stability in patients with chronic ankle sprain
accompanied by foot
pronation.Hairy, Y. (2005).
Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Depdiknas. Departemen Kesehatan Ri. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), Jakarta; (internet) 2003. (citied 14 Desember 2013)
Available from:
12 Farquhar W, 2013. Muscle Spindle
Traffic in Functionally
Unstable Ankles During Ligamenous Stress. Journal
of Athletic Training
2013;48(2):192–202, doi: 10.4085/1062-6050-48.1.09, by the National Athletic Trainers‟Association, Inc, from:
http://www.natajournals.org Husna, Marlia. 2007. Hubungan Antara
Sensation Seeking Self Esteem Pada Pendaki Gunung Di Mapala Universitas Andalas, Padang : UPI “YPTK” Padang.
Kase, K., Tatsuyuki, H. and Tomoki, O. 2013. Development of
KinesioTMtape .Kinesio TM
Taping Perfect Manual
3nd.Kinesio Taping
Association6-10,
117-118.Tokyo : Ken Ikai Co. Ltd. Lee, et al. 2011. A Comparison in the
muscle activity of the
abductor halluces and the medial longitudinal arch angle during toe curl and short foot exercise. Phys Ther Sport. 12, 30-5
Martin R, Daven P, Stephen P, Wukich D, Josep. 2013.
Ankle Stability and
Movement Coordination
impairments: Ankle
Ligamen Sprains. Clinical Practice Guidelines Linked to
the International
Classification of Functioning, Disability and Health From the Orthopaedic Sectionof the American Physical Therapy
Therapy Rehabilitation Science is Indexed In Korea Citation
Index. From : www.jptrs.org
Radcliffe J. C., Farentinos R. C. (2002). Plyometrics Explosive Power Training. Champaign, Illionis: Human Kinetics Published, Inc. Prakash . S dan Singh, V. 2014.
Comparative Effect of Wobble Board And Single Leg Stance
Exercise on Ankle Joint
Propioception in Asymptomatic
Subjects. IJHSR. 2014;4(6):
123-128Rismana, E. A., 2013. Pengaruh Pemberian DeLorme Terhadap Kekuatan Otot Quadriceps Femoris Pada Pemain Futsal.
Slupik A. 2007. Effect of Kinesio Taping on bioelectrical activity of vastus medialis muscle. Preliminary report.
Takashi Shiroshita. 2017. Effect of the towel curl exercise on the medial longitudinal arch of the foot.