• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL AWAL PENELITIAN ZONA SEISMOGENIK DI PANTAI BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL AWAL PENELITIAN ZONA SEISMOGENIK DI PANTAI BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL AWAL PENELITIAN ZONA SEISMOGENIK DI PANTAI

BARAT SUMATERA BAGIAN UTARA

Lina Handayani1, Nugroho D. Hananto1, Titi Anggono2, Syuhada2, dan Iwan Setiawan1 1

Puslit Geoteknologi LIPI, Jalan Sangkuriang Bandung 40135 Email: [email protected]

2

Puslit Fisika LIPI, Puspiptek Serpong, Tangerang 15314

ABSTRAK

Zona subduksi sepanjang busur Sunda merupakan tempat akan terjadinya gempabumi megathrust yang berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa megathrust umumnya terjadi di wilayah perairan busur muka. Pada daerah yang disebut sebagai zona seismogenik, dimana ~10 – 30 km di bawah dasar laut. Pengetahuan tentang zona seismogenik ini sangat penting dalam mitigasi bencana gempa dan tsunami. Tahun ini kami melakukan identifikasi zona seismogenik di sepanjang Sumatera dengan menggunakan data-data geofisika. Data seismik telemetri menunjukkan distribusi seismisitas di sepanjang Pulau Sumatera dan daerah lepas pantai baratnya.Survey geologi dilakukan di Pulau Simeulue, sebagai representasi dari pulau-pulau di sisi barat, untuk mencari aktivitas terobosan batuan dari bawah permukaan sebagai petunjuk adanya aktivitas pensesaran anjak (backthrust). Selain itu, survey kegempaan juga dilakukan di Pulau Simeulue untuk memperoleh karakteristik seismik lokal pulau tersebut.

Kata kunci: zona seismogenik, gempa megathrust, Sumatera, Pulau Simeulue, mikrozonasi.

ABSTRACT

Subduction zone along the Sunda Arc is an area that has high megathrust earthquakes occurrence that might trigger a tsunami. Megathrust earthquakes usually occurred in offshore-forearc region, with epicenters located at the depth of 10 – 30 km, at the area that was called as seismogenic zone. Knowledge of the seismogenic zone characteristic is very important in earthquake and tsunami mitigation effort. This year, we investigated the seismogenic zone along Sumatra using several geophysics data. Telemetry seismic data provided us the seismicity along Sumatra, particularly the west offshore of the island. For further detailed investigation, Simeulue Island was our destination for geological and seismic survey. Geological survey in Simeulue Island has a purpose to find a possible intrusion or mud diapir as an evidence of backthrust activity. In addition, a seismic survey using short period seismograph was executed to record some local seismic attribute.

(2)

PENDAHULUAN

Zona subduksi merupakan tempat dimana sebagian kerak samudera menyusup di bawah suatu lempeng (overridingplate) dan mengalami penghancuran. Dalam proses tumbukan antar lempeng dan penghancuran kerak samudera dan tubrukan antar lempeng, terjadi berbagai proses tektonik yang kemudian meninggalkan jejak antara lain berupa zona sesar anjak (thrust) di prisma akresi, cekungan busur muka, gunung api aktif dan sesar-sesar lain yang mengakomodasi gaya-gaya akibat subduksi.

Gambar 1. Tatanan seismotektonik dari busur Sunda. Data kegempaan berdasarkan data dari USGS. Peta batimetri bersumber dari GEBCO. Panah merah menunjukkan batas-batas dari

Busur Sunda.

Di sepanjang Busur Sunda, Lempeng India-Australia yang bergerak ke arah utara tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia. Busur Sumatera yang merupakan bagian Busur Sunda, dari Andaman hingga Selat Sunda (Gambar 1), menjadi salah satu tempat yang ideal untuk memahami dinamika dari suatu zona subduksi. Walaupun fitur utama tektonik di sepanjang Busur Sumatera tampak serupa, namun ternyata terdapat variasi di sepanjang zona ini (Widiyantoro dan Hilst, 1996; Malod dan Kemal, 1996; McCaffrey, 1992). Karakteristik tektonik yang bervariasi juga akan mempengaruhi zona seismogenik, yaitu segmen dari sesar naik yang terkoyakkan saat terjadi gempa (Hyndman et al., 1997). Gambar 2 menggambarkan sketsa zona-zona kegempaan pada profil suatu subduksi lempeng (Byrne et al., 1988). Tampak zona seismogenik sebagai satu kelompok kegempaan yang pusat gempanya terletak di kedalaman antara 10 hingga 40 km. Zona ini sangat penting untuk diketahui dengan lebih baik karena gempa-gempa tersebut dapat memicu megathrust yang kemudian menimbulkan tsunami.

(3)

Gambar 2. Sketsa kartun zona subduksi pada kedalaman < 50 km. Gempa interplate terjadi pada zona seismogenik yang dibatasi oleh batas atas dan batas bawah dengan kedalaman tertentu.

Sketsa dimodifikasi dari Byrne et al., 1988.

METODOLOGI

Sketsa pada Gambar 2 menunjukkan perkiraan letak zona seismogenik secara umum. Namun berbagai pengamatan terakhir menunjukkan bahwa batas atas dan bawah dari zona tersebut tidak sama di semua zona subduksi (Sakaguchi et al., 2011; Singh et al., 2011). Oleh sebab itu, pendefinisian batas atas dan batas bawah perlu didiskusikan kembali. Penelitian yang bertujuan untuk mendefinisikan karakter zona seismogenik di sepanjang Sumatera ini dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan yang meliputi pengolahan data seismisitas serta kegiatan lapangan untuk survey seismik lokal yang dilakukan di Pulau Simeulue.

Data seismisitas diperoleh dari Global CMT Catalog (Dziewonski et al., 1981; Ekström et al., 2012), yang terdiri dari kejadian-kejadian gempabumi sejak tahun 1976 hingga 2005. Data seismik telemetri ini menunjukkan distribusi seismisitas di sepanjang Pulau Sumatera dan daerah lepas pantai baratnya. Selain itu, pengukuran kegemppan dengan menggunakan seismometer periode pendek (short-period) dilakukan di Pulau Simeulue selama 6 hari pada 4 stasiun. Data seismik yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan dalam pemetaan mikrozonasi pulau tersebut.

Singh et al. (2011) menemukan bukti adanya sesar anjak balik (backthrust) di daerah prisma akresi yang tampak jelas pada penampang seismik refleksi. Garis sesar tersebut memanjang dari dasar kerak hingga ke dasar samudera. Diperkirakan sesar anjak balik ini berkaitan dengan adanya gunungan lumpur atau diapir pada cekungan Simeulue. Survey geologi dilakukan di Pulau Simeulue, sebagai representasi dari pulau-pulau di sisi barat, untuk mencari aktivitas terobosan

(4)

metamorf, serta proses-proses ikutan yang menyertainya seperti, kemungkinan, pembentukan mineralisasi atau hasil kegiatan magmatik lainnya.

HASIL

Seismik

Pada peta seismisitas (Gambar 3), gempa-gempa dangkal (< 40 km) digambarkan dengan lingkaran biru, sedangkan gempa dalam berwarna merah (>40 km). Batas gempa dangkal yang dimaksud adalah perkiraan batas sumber gempa yang terletak pada kerak samudra yang tersubduksi. Kelima profil dalam Gambar 4 menunjukkan sebaran kedalaman.

Profil 1 (utara Sumatera) menunjukkan sebaran gempabumi dangkal yang merata dari sisi barat palung hingga di sisi timurnya. Gempabumi dalam berkelompok di bawah cekungan Aceh yang lebar. Pada Profil 2 (melintas Pulau Simeulue), kejadian-kejadian gempabumi dalam dan dangkal terjadi pada sisi yang sama. Demikian pula Profil 3 menunjukkan sifat yang sama, kecuali beberapa gempa dangkal di daerah sebelah barat dari palung. Profil 4 yang melintasi Kepulauan Pagai menunjukkan aktiviats kegempaan yang rendah. Profil 5 yang memotong sisi selatan menunjukkan kesamaan karakter dengan Profil 2, namun frekuensi kejadian yang tercatat lebih banyak.

Kelima profil tersebut menunjukkan adanya variasi posisi zona seismogenik, yang digambarkan dalam sebaran episenter dangkal. Namun demikian masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memetakan zona seismogenik di setiap segmennya.

Gambar 3. Sebaran episenter gempabumi di sepanjang Sumatera. Titik 0 km pada skala horizontal menunjukkan titik palung. Bola biru untuk gempabumi dengan kedalaman sumber

kurang dari 40 km dan bola merah untuk kedalaman lebih dari 40 km.

Pulau

Simeulue

(5)

Pengamatan kegempaan dengan menggunakan seismometer periode pendek di Pulau Simeulue menghasilkan data perekaman getaran seismik selama 6 hari pada 4 stasiun bergantian. Tidak ada kejadian gempabumi pada saat pengamatan. Gambar 4 menunjukkan contoh hasil perekaman pada satu stasiun selama 24 jam. Hasil-hasil rekaman seismik yang diperoleh masih memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh data yang kemudian dapat digunakan dalam menentukan karakteristik lokal sebagai masukan perhitungan mikrozonasi.

Gambar 4. Contoh hasil perekaman selama satu hari pada satu stasiun.

Geologi

Peta geologi pada Gambar 5 digunakan sebagai dasar acuan survei geologi. Batuan utama penutup pulau berumur Tersier (ungu). Sebagian kecil area, terutama di sisi pantai, merupakan batuan sedimen berumur Kuarter. Struktur terutama didominasi oleh struktur berarah Baratlaut – Tenggara. Kemungkinan besar batuan magmatik dan metamorf dapat ditemukan di sisi timur dan selatan pulau. Oleh sebab itu pencarian batuan terobosan difokuskan di daerah tersebut.

(6)

Pengamatan secara umum hasil orientasi lapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh batuan yang menyusun daerah Simeulue adalah satuan batupasir-batulempung serta batugamping. Sementara batuan beku dan batuan metamorf (Gambar 6) hadir di sebagian kecil wilayah Simeulue bagian Tengah, terutama daerah Lugu Sebahak, Delok Sibau, Desa Kuala Makmur dan Desa Kotabatu.

Gambar 6. Foto singkapan basalt di Kuala Makmur.

DISKUSI

Sumatera bagian barat sangat dipengaruhi oleh aktifitas dari subduksi lempeng India-Australia dengan tingkat kegempaan yang sangat tinggi. Namun ternyata seismisitas di sepanjang sisi barat Pulau Sumatera ini tidak merata. Berdasarkan sebaran episenter gempabumi dangkal, daerah ini dapat dibagi menjadi setidaknya lima segmen yang sangat berbeda. Pada Segmen Aceh, kejadian gempabumi tinggi yang terjadi di area sebelum palung menunjukkan aktifitas akibat gaya pelengkungan lempeng. Pada segmen Simeulue, Mentawai dan Enggano, terdapat kesamaan berupa sebaran episenter yang menyebar dari palung hingga daerah prisma akresi. Hal tersebut menjadi alasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai batas atas zona seismogenik, karena sebaran di wilayah ini melampaui batas atas, teoritas zona seismogenik. Segmen yang sangat berbeda adalah Segmen Pagai dengan kejadian gempabumi yang sangat sedikit. Penelitian lebih lanjut di segmen ini diperlukan untuk melihat penyebab tidak aktifnya zona seismogenik di sini.

Survei geologi yang dilakukan di Pulau Simeulue menunjukkan adanya dua jenis utama batuan penutup. Batuan penyusun utama adalah sedimen (batugamping dan batupasir) berumur Tersier. Batuan sedimen Kuarter terdapat di daerah pantai, terutama di sepanjang pantai barat. Batuan matrik bancuh ditemukan di daerah timur laut dan selatan pulau, dengan komposisi campuran batuan beku dan batuan malihan yang mengandung mineral peridotit tinggi. Matrik batuan demikian kemungkinan besar berasal dari dalam mantel dan menjadi petunjuk adanya pergerakan material dari daerah zona antarmuka lempeng (peralihan antara kerak oseanik dan bantalan akresi) permukaan. Munculnya material dari zona tersebut tentunya hanya dapat terjadi oleh adanya pergerakan sesar anjak (thrust) atau anjak balik (back thrust) yang biasa terjadi di zona akresi dalam suatu sistim subduksi.

(7)

KESIMPULAN

Hasil awal dari penelitian mengenai zona sismogenik ini masih pada tahap pengumpulan data yang perlu diolah lebih lanjut. Meskipun demikian dari data awal ini dapat kita ketahui adanya kemungkinan variasi zona seismogenik di sepanjang barat Sumatera. Pengamatan geologi telah dapat mengkonfirmasi adanya terobosan-terobosan batuan beku purba yang merupakan bukti adanya aktivitas sesar anjak di Pulau Simeulue, yang merupakan daerah prisma akresi sistem subduksi Sumatera.

DAFTAR PUSTAKA

Aldiss, D.T., Whandoyo, R., Ghazali, S.A., dan Kusyono, 1993. Peta Geologi Lembar Sidikalang dan Sebagian Sinabang, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Byrne, D.E., Davis,D., M. Sykes., L.R., 1988. Loci and Maximum size of Thrust Earthquakes and

the Mechanics of the Shallow Region of Subduction Zones. Tectonics, 7 (4), 833 – 857. Dziewonski, A. M., Chou, T.-A., and Woodhouse, J. H., 1981. Determination of earthquake

source parameters from waveform data for studies of global and regional seismicity. J. Geophys. Res., 86, 2825-2852, doi:10.1029/JB086iB04p02825

Ekström, G., M. Nettles, and A. M. Dziewonski, 2012. The global CMT project 2004-2010: Centroid-moment tensors for 13,017 earthquakes, Phys. Earth Planet. Inter., 200-201, 1-9, doi:10.1016/j.pepi.2012.04.002

Endharto, M. dan Sukido, 1994. Peta Geologi Lembar Sinabang, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Hyndman, R.D., Yamano, M., dan Oleskevich, D.A., 1997. The seismogenic zone of subduction thrust fault. The Island Arc, 6, 244-260.

Malod, J. A. dan B. M. Kemal, 1996. The Sumatra margin: oblique subduction and lateral displacement of the accretionary prism. Geological Society, London, Special Publications 1996, 106, 19-28, doi:10.1144/GSL.SP.1996.106.01.03.

McCaffrey, R., 1992. Oblique plate convergence, slip vectors, and forearc deformation, Journ. of Geoph. Res., 97 (B6), 8905-8915.

Sakaguchi A.,Chester, F., Curewitz. D., Fabbri., O., Goldsby, D., Kimura G., Chunfeng, L., Masaki, Y., Screaton, J.E., Tsutsumi A., , Kohtaro, U., Yamaguchi, A., 2011. Seismic slip propagation to the updip end of plate boundary subduction interface faults; vitrinite reflectance geothermometry on Integrated Ocean Drilling Program NanTro SEIZE cores, Geology (Boulder), 39(4):395-398.

Singh, S.C., Hananto, N., Mukti, M., Permana, H., Djajadiharja, Y., Harjono, H., 2011. Seismic images of the megathrust rupture during the 25th October 2010 Pagai earthquake, SW Sumatra: Frontal rupture and large tsunami. Geophysical Research Letters 38, L16313, doi:10.1029/2011GL048935.

Gambar

Gambar 1. Tatanan seismotektonik dari busur Sunda. Data kegempaan berdasarkan data dari  USGS
Gambar 2. Sketsa kartun zona subduksi pada kedalaman &lt; 50 km. Gempa interplate terjadi pada  zona seismogenik yang dibatasi oleh batas atas dan batas bawah dengan kedalaman tertentu
Gambar 3. Sebaran episenter gempabumi di sepanjang Sumatera. Titik 0 km pada skala  horizontal menunjukkan titik palung
Gambar 4. Contoh hasil perekaman selama satu hari pada satu stasiun.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Wilayah pantai Barat propinsi Sumatera Utara terdiri dari satu kota dan empat kabupaten dengan luas sekitar 35,33 persen dari seluruh luas propinsi tetapi penduduknya hanya

Guna menanggapi kondisi ini, akan dilakuk an penelitian yang berjudul “ Penentuan Parameter Fisika Dan Kimia Air Laut Di Sekitar Pantai Pulau Poncan Sibolga Sumatera

Judul Skripsi : Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Pantai, Selam dan Snorkeling di Pulau Berhala Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung untuk Ekowisata Pantai, Selam, dan Snorkeling di Pulau Berhala Serdang Bedagai Sumatera Utara.. Di Bawah Bimbingan YUNASFI dan

Hasil Regresi Model REM Pantai Timur Sumatera Utara Dependent Variable: IW. Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 01/28/15

Persentase kejadian gelombang di lepas pantai Pulau Karakelang sebelah barat dalam bentuk waverose dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.5.. Distribusi Tinggi dan

Berdasarkan nilai indeks kesesuaian wisata (IKW) kondisi fisik Pantai Utara Pulau Pisang masuk dalam kategori kelas S1(sangat sesuai) untuk kegiatan susur

Kawasan pesisir Padang – Bungus Teluk Kabung berupa pantai teluk, stabil, disusun oleh batuan volkanik membentuk bentang alam perbukitan dan pantai terjal.. Abrasi terjadi di