• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KEUSKUPAN AGUNG KUPANG,

MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Andida Maria Tael

NIM: 031124003

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Dengan penuh syukur skripsi ini kupersembahkan kepada: Allah Sumber Cinta dan Kebahagiaan, ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga

dan

teman-teman seperjuangan angkatan 2003.

(5)

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku”.

(Flp 4:13).

(6)

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 September 2007

(7)

Skripsi ini berjudul UPAYA MENINGKATKAN PENDAMPINGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTA MARIA MATER DOLOROSA, SOE, KEUSKUPAN AGUNG KUPANG MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Skripsi ini dipilih berdasarkan fakta bahwa penyelenggaraan katekese bagi kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe belum mendapat perhatian khusus dari Pastor Paroki, Pendamping Kaum Muda, dan Kaum Muda sendiri. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam setiap kegiatan katekese, jumlah kaum muda yang hadir sangat sedikit. Dalam proses katekese, kaum muda cenderung pasif dan hanya mendengarkan yang disampaikan oleh pemimpin katekese. Selama proses berlangsung, pemimpin katekese menjadi pemeran utama.

Bertitik tolak pada kenyataan ini, maka skripsi ini bertujuan untuk membantu para pendamping katekese kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe agar mendapatkan cara baru dalam berkatekese melalui katekese umat dengan menggunakan model Shared Christian Praxis.

Persoalan pokok dalam skripsi ini menguraikan upaya para pendamping katekese untuk melibatkan peserta dalam proses berkatekese, jenis katekese yang dapat membantu para pendamping, dengan cara berkatekese secara dialogis partisipatif. Pembahasan masalah dikaji dengan pengumpulan data-data melalui pemberian pedoman wawancara kepada para pendamping kaum muda dan kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, dan melalui studi pustaka untuk memperoleh masukan-masukan sebagai bahan refleksi. Gagasan-gagasan tersebut dipergunakan sebagai sumbangan katekese bagi para pendamping untuk menyelenggarakan katekese umat bagi kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe.

Dalam masa pertumbuhan, kaum muda membutuhkan tempat untuk berbagi pengalaman, baik yang dialami dalam keluarga, sekolah, Gereja maupun dalam masyarakat. Dan katekese umat merupakan tempat yang cocok bagi kaum muda untuk mengungkapkan pengalaman iman mereka. Katekese umat berangkat dari pengalaman konkrit peserta yang saling dikomunikasikan sehingga kaum muda semakin meningkatkan penghayatan iman mereka.

Katekese umat dengan model Shared Christian Praxis bertujuan membantu para pendamping katekese kaum muda agar menguasai suatu pendekatan berkatekese yang handal dan efektif sehingga kaum muda dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses berkatekese. Penulis menawarkan suatu program katekese umat dengan model Shared Christian Praxis yang dapat membantu kaum muda dalam meningkatkan penghayatan iman mereka.

(8)

The title of Thesis is THE EFFORT TO IMPROVE FAITH GUIDANCE OF THE YOUTH IN THE PARISH OF SANTA MARIA

MATER DOLOROSA, SOE THROUGH CATECHESES OF SHARED

CHRISTIAN PRAXIS MODEL. This thesis was chosen based on the fact that implementation of catecheses for the youth in the Parish of Santa Maria Mater Dolorosa, Soe had not got a special attention yet from the Parish Pastor, Counsel of Youth, and the Youth. The fact indicated that in every activity of catecheses, just a few of the youth attended. In the process of catecheses, the youth tended to be passive and only listened to what was presented by the facilitator leader of catecheses. During the process, the catechist catecheses became a major character.

Based on the fact, the goal of this thesis is proposed to help catechists who are in charge of the youth in Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe find a new way using Shared Christian Praxis model of catechism.

The basic problem in this thesis explaining the effort of catechists to make participants active in the process of catecheses, and what kinds of catecheses that can help catechist to create a participative dialogues catecheses. This problem was analyzed by data and interview guidance given to the youth assistants and the youth themselves in Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe and literary study was to obtain ideas to have reflection material. The ideas utilized as contribution of catechism for the youth assistant to organize catecheses in Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe.

The Youth in a growth stage require place to share their experience they have in the family, the schools, the Church, and society. They need faith assistance. The good place for them is catechism, because catecheses based on real life of the participants that is communicated can make young people progressively improve their faith.

The goal of Catechism using Shared Christian Praxis model is to assist all the Youth assistants to master an effective and reliable approach of catechism. The program of Shared Christian Praxis model is proposed to help to improve their faith.

(9)

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan cinta-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN PENDAMPINGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTA MARIA MATER DOLOROSA, SOE, KEUSKUPAN AGUNG KUPANG MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Skripsi ini ditulis bertitik tolak dari keprihatinan akan penyelenggaraan katekese di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, yang belum mendapat perhatian dari seluruh kaum muda yang ada. Skripsi ini juga ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 pada program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak dengan caranya sendiri, penulis tetap bersemangat dan ceria dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. M. Sumarno, Ds., S.J., M.A. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu, memberikan perhatian, membimbing penulis dengan penuh kesabaran, cinta, tekun dan teliti, dan memberikan masukan-masukan sejak awal sampai penulisan skripsi ini selesai.

(10)

yang dengan penuh perhatian telah membantu dan mendorong penulis selama belajar dan penulisan skripsi ini selesai.

3. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. selaku Dosen Penguji III yang telah bersedia meluangkan waktu mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK-FKIP Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar di kampus IPPAK, USD.

5. Ayah, ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga yang memberikan semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh studi di kampus IPPAK, USD.

6. Pastor Paroki, Para Dewan Paroki, Pendamping Kaum Muda dan seluruh Kaum Muda Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, yang telah membantu penulis mengumpulkan data-data yang untuk penyusunan skripsi ini.

7. Kakak Helenita, Odete Soares Maia, Fr. Donatus Naikofi, CMM, Devita, Sr. Hildegardis, JMJ, Sr. Olga Mendonsa, PRR, Sr. Tilde, CB, yang setia mendengarkan keluhan, memotivasi penulis melalui doa dan perhatian mereka sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seangkatan 2003 yang memberi semangat dan membantu penulis selama proses belajar di kampus IPPAK, USD.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

Akhirnya penulis menyadari masih banyak keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam menulis skripsi ini sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh

(11)

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca semua demi perbaikan skripsi ini. Dan akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berkepentingan.

Yogyakarta, 14 September 2007

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

BAB II. GAMBARAN UMUM KAUM MUDA DALAM KATEKESE UMAT DI PAROKI SANTA MARIA MATER DOLOROSA SOE, KEUSKUPAN AGUNG KUPANG ... 9

A. Gambaran paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe ... 10

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 10

2. Letak Geografis Pusat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 11

3. Jumlah dan Perkembangan Umat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 12

4. Kegiatan-kegiatan di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 12

B. Situasi Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 13

1. Tempat atau Kedudukan Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa ... 13

(13)

a. Koor ... 14

5. Harapan Kaum Muda terhadap Pelaksanaan Katekese yang Baik ... 19

3. Permasalahan-permasalahan Kaum Muda ... 29

a. Masalah dalam diri Kaum Muda ... 29

b. Masalah dalam keluarga ... 32

c. Masalah dalam Gereja ... 32

d. Masalah dalam masyarakat ... 33

4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja ... 34

5. Bentuk-bentuk Pendampingan Iman Kaum Muda ... 37

(14)

1) Olahraga ... 38

3) Katekese historico-profetis (atau pembebasan) ... 46

b. Latar Belakang katekese umat di Indonesia ... 47

C. Shared Christian Praxis sebagai Suatu Model Katekese Umat untuk Kaum Muda ... 60

(15)

b. Christian ... 62

c. Praxis ... 64

2. Langkah-langkah Shared Christian Praxis ... 65

a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual ... 65

b. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual ... 67

c. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Lebih Terjangkau ... 69

d. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkrit Peserta ... 71

e. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit ... 73

3. Catatan Penggunaan SCP dalam Katekese Umat ... 75

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE UMAT BAGI KAUM MUDA PAROKI SANTAMARIA MATER DOLOROSA, SOE, KEUSKUPAN AGUNG KUPANG ... 77

c. Langkah II: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual ... 93

d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Lebih Terjangkau ... 94

e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkrit Peserta ... 96

f. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit ... 98

(16)

BAB V. PENUTUP ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN ... 107

Lampiran 1: Pedoman Wawancara Tertulis untuk Para Dewan Paroki ... (1)

Lampiran 2: Pedoman Wawancara Tertulis untuk Pendamping Kaum Muda ... (2)

Lampiran 3: Pedoman Wawancara Tertulis untuk Kaum Muda ... (3)

Lampiran 4: Hasil Wawancara Tertulis Ketua Dewan Paroki ... (4)

Lampiran 5: Hasil Wawancara Tertulis Pendamping Kaum Muda ... (6)

Lampiran 6: Hasil Wawancara Tertulis Kaum Muda ... (9)

Lampiran 7: Gambar Mother Teresa ... (14)

(17)

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru dan Catatan Singkat. (Dipersembahkkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA: Apostolicam Actuasitatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

CL: Christifidelis Laici, Imbauan Apostolik Pasca Sinode Christifidelis Laici dari Bapa Suci Yohanes Paulus II tentang Panggilan dan tugas Kaum Awam beriman dalam Gereja dan di dalam dunia, 12 Maret 1989.

CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979. KAJ : Keuskupan Agung Jakarta KUB : Kelompok Umat Basis

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia MB : Madah Bakti

PAK : Pendidikan Agama Katolik

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

SD : Sekolah Dasar

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

(18)

SMU : Sekolah Menengah Umum SR : Sekolah Rakyat

STIPAS : Sekolah Tinggi Pastoral

SVD : Societatis Verbi Divini (Serikat Sabda Allah) WITA : Waktu Indonesia Tengah

(19)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe, merupakan salah satu Paroki dari Keuskupan Agung Kupang yang memiliki jumlah kaum muda cukup banyak. Kegiatan-kegiatan hidup menggereja yang sering dijalankan oleh kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa antara lain Doa rosario, Koor, Seminar, Sharing Alam Terbuka, Pekan Mudika Sedekenat, Rekoleksi, Doa Mingguan, dan Katekese.

Kaum muda Paroki Santa Maria Mater Mater Dolorosa, lebih mengenal istilah pendalaman Kitab Suci dari pada katekese karena Kitab Suci adalah satu-satunya sumber bahan yang digunakan oleh pemimpin. Penyelenggaraan katekese di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa belum mendapat perhatian penuh dari seluruh kaum muda. Katekese diadakan setahun dua kali yaitu pada bulan Kitab Suci Nasional dan APP, dan bahannya disediakan oleh Keuskupan Agung Kupang, sehingga pemandu atau pendamping katekese hanya membacakan saja dari buku panduan. Kitab Suci merupakan satu-satunya sumber bahan yang sering digunakan oleh pendamping dalam memimpin katekese.

Berdasarkan pengamatan penulis selama berkecimpung di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe, yang biasa berinisiatif melaksanakan katekese adalah para Suster yang berkarya di Paroki ini. Dalam pelaksanaan, pemimpin katekese lebih banyak bicara, sedangkan peserta hanya sebagai pendengar saja, sehingga katekese kesannya monoton seperti pelajaran agama.

(20)

berkembang. Gagasan dasar yang menjadi pokok pembicaraan dalam katekese adalah keyakinan bahwa iman umat kristiani pada hakikatnya adalah jawaban manusia kepada tawaran serta tindakan penyelamatan Allah. Dalam seluruh hidup serta dalam setiap keadaan hidup selalu terdapat tawaran penyelamatan Allah yang mengharapkan jawaban manusia yang utuh. Maka, tugas Gereja adalah memupuk dan membina iman jemaat secara terus menerus agar benar-benar merupakan jawaban terhadap tawaran dan tindakan penyelamatan Allah yang selalu bermakna (Setyakarjana, 1997: 1-2).

Salah satu bentuk pendampingan iman adalah katekese, karena katekese merupakan suatu kegiatan yang muncul dari tugas perutusan Gereja sebagai jemaat beriman keseluruhan. Katekese ingin menolong, menyadari, bahwa manusia menjalani hidup ini karena ditopang oleh cinta yang adalah Allah sendiri. Keterbukaan manusia terhadap sapaan cinta Allah dicoba dimungkinkan oleh katekese. Karena melalui katekese setiap orang dapat melihat dan memahami akan setiap pengalaman hidupnya (Setyakarjana, 1997: 3).

Katekese memberitahukan iman jemaat bahwa iman Kristiani bukanlah sikap perorangan melulu. Katekese adalah salah satu unsur atau faktor pembangun iman yang mampu mewarnai hidup Kristiani. Dengan sering berkatekese umat menghayati iman bersama-sama dan dengan demikian mewujudkan Gereja dalam kehidupan dan dalam karya (Setyakarjana, 1997: 70).

(21)

percaya diri, kepribadian dan martabat seseorang. Katekese umat selalu berbicara tentang hidup nyata dalam terang Injil. Hal ini menyadarkan umat pada intervensi Allah dalam hidup mereka. Itu berarti bahwa dengan katekese umat peserta senantiasa disadarkan secara konkret dan aktual bahwa Allah hadir dan berkarya dalam hidup nyata mereka. Katekese umat senantiasa mengandalkan bahwa dalam berkatekese, umat aktif berkomunikasi. Berkomunikasi tentang hidup nyata dalam terang iman (Telaumbanua, 1999: 11).

Katekese umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Melalui katekese setiap orang (umat) dapat mengungkapkan pengalaman imannya akan Yesus Kristus sebagai pola hidup kita. Dalam katekese umat ini tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman. Melalui kesaksian, umat dapat saling membantu sedemikian rupa sehingga iman masing-masing umat diteguhkan dan dihayati secara sempurna. Meskipun pengalaman iman umat lebih diutamakan, tetapi dapat dikaitkan dengan Kitab Suci (Setyakarjana, 1997: 67).

Dalam katekese yang menjemaat ini, pemimpin katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Tugas pemimpin katekese adalah menciptakan suasana komunikatif, ia membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Katekese umat menerima banyak jalur komunikasi dalam berkatekese. Pemimpin katekese umat menghayati/meneladani Kristus. Seorang pemimpin katekese juga harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan kepribadian (Setyakarjana, 1997: 71).

(22)

anggap sebagai tema katekese umat, situasi konkrit dalam masyarakat, menyadari dan merefleksikan situasi yang telah dianalisa dalam terang Sabda Allah dan yang terakhir memikirkan dan merencanakan aksi untuk bertindak (Setyakarjana, 1997: 67).

Peserta katekese adalah semua umat beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus menjadi pola hidup pribadi dan pola hidup kelompok, jadi seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok basis, maupun di sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja (Telaumbanua, 1999: 11).

Tujuan komunikasi iman adalah supaya terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita, kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas setempat dan mengokohkan Gereja semesta, sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Setyakarjana, 1997: 67).

(23)

katekese (Huber 1981: 145). Lebih jauh lagi Banyu Dewa Hs (1999: 22), mengungkapkan ada 2 hal yang perlu diperhatikan dan tidak boleh dilupakan dalam penyelenggaraan katekese yaitu diri katekis sebagai pewarta sabda dan peserta sebagai subyek yang menggumuli sabda. Oleh karena itu bagi seorang pewarta sabda haruslah yakin bahwa segala ungkapannya mengalir dari kekayaan rohaninya dan sekaligus pewartaannya harus dapat diresapi oleh alam pikiran peserta.

Setelah membaca dan mendengar cara melaksanakan suatu katekese yang baik serta melihat penyelenggaraan katekese di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, ada perbedaan yang sangat mencolok, antara teori dan kenyataan yang ada di Paroki ini. Katekese belum mendapat tempat dan perhatian penuh dari Pastor Paroki, Para Dewan dan Pendamping kaum muda. Maka dengan melihat situasi ini, penulis ingin membagikan pengalaman melalui skripsi ini, sehingga penulis memilih judul UPAYA MENINGKATKAN PENDAMPINGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTA MARIA MATER DOLOROSA, SOE, KEUSKUPAN AGUNG KUPANG, MELALUI KATEKESE UMAT MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS, sebagai satu cara untuk memperkenalkan Katekese Umat bagi seluruh umat khususnya bagi pendamping kaum muda dan kaum muda sendiri yang ada dalam paroki ini. Penulis berharap semoga melalui tulisan ini, mereka semakin mengenal model katekese lain yang digunakan dalam meningkatkan iman mereka.

B. Rumusan Permasalahan

(24)

1. Bagaimana proses pelaksanaan katekese bagi Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe?

2. Sejauh mana peranan katekese umat membantu kaum muda dalam mengembangkan iman mereka?

3. Katekese macam apa yang sesuai dalam mengembangkan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe?

C. Tujuan Penulisan

Karya tulis ini berkisar antara kenyataan yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe yang kurang mengetahui dan memahami akan katekese. Maka karya tulis ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan katekese di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe.

2. Untuk mengetahui sejauh mana Katekese Umat berperan dalam upaya pengembangan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe. 3. Untuk mengetahui model katekese yang sesuai dengan perkembangan iman kaum

muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe.

4. Karya tulis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

(25)

1. Meningkatkan pengetahuan kaum muda mengenai cara pelaksanaan katekese yang benar di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe.

2. Memperkenalkan Katekese Umat dengan model Shared Christian Praxis sebagai salah satu metode/cara dalam meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe.

3. Memberi sumbangan bagi para Pembina katekese dan siapa saja yang terlibat dalam karya pelayanan umat akan cara pelaksanaan katekese yang baik.

E. Metode Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan studi pustaka dan metode deskriptif analistis yang memaparkan, menguraikan serta menganalisa keadaan paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe, dalam keterkaitan dengan kehidupan iman mereka yang sebenarnya terjadi. Adapun data-data dikumpulkan melalui pedoman wawancara dan pengumpulan hasil wawancara.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan ditulis dalam lima bab. Penulisan akan mulai dengan Pendahuluan, yang akan dipaparkan secara jelas pada setiap babnya. Kemudian diakhiri dengan penutup kesimpulan dan saran.

Bab I berupa Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

(26)

geografis, jumlah dan perkembangan umat, kegiatan-kegiatan dalam Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe. Bagian yang kedua meliputi Situasi Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, tempat atau kedudukan kaum muda, kegiatan-kegiatan kaum muda, pemahaman kaum muda akan katekese, proses pelaksanaan katekese, harapan-harapan. Dan ketiga kesimpulan meliputi: permasalahan-permasalahan dalam katekese, pelaksanaan, peserta, pendamping, model dan sarana katekese.

Bab III membicarakan tentang kaum muda dalam katekese umat yang akan dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu: bagian pertama Situasi umum kaum muda dalam Gereja meliputi: pengertian kaum muda, gambaran situasi kaum muda kristiani dewasa ini, permasalahan-permasalahan kaum muda, bentuk-bentuk pendampingan iman kaum muda. Bagian kedua meliputi gambaran umum katekese umat, pengertian, isi, peserta, pemimpin, tujuan, model katekese umat dan kekhasan katekese umat untuk kaum muda. Dan bagian ketiga meliputi Shared Christian Praxis sebagai suatu model katekese umat untuk kaum muda, peristilahan dalam SCP, langkah-langkah SCP, catatan penggunaan SCP dalam katekese umat.

Bab IV mengenai usulan program katekese bagi kaum muda Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe yang meliputi, latar belakang penyusunan tema, alasan pemilihan tema dan tujuan, penjabaran program, petunjuk pelaksanaan program, dan contoh persiapan katekese.

(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM KAUM MUDA DALAM KATEKESE UMAT, PAROKI SANTA MARIA MATER DOLOROSA SOE,

KEUSKUPAN AGUNG KUPANG

Paroki Santa Maria Mater Dolorosa merupakan bagian dari Keuskupan Agung Kupang yang memiliki kaum muda cukup banyak. Dari segi status kaum muda sangat bervariasi yakni: ada yang SMP, SMU/SMK, Perguruan Tinggi dan pekerja. Penulis memberikan pedoman wawancara kepada para Dewan Paroki, Pendamping kaum muda dan kaum muda sendiri. Kaum muda dalam paroki ini biasanya melanjutkan perguruan tinggi di luar kota Soe, sehingga tidak semua pedoman wawancara dapat dijawab oleh seluruh kaum muda.

(28)

A. Gambaran Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe

Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai latar belakang berdirinya Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, letak geografis, jumlah dan perkembangan umat dan kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa. Pembahasan mengenai gambaran Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe diambil berdasarkan hasil pedoman wawancara yang dikumpulkan.

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santa Maria Mater Dolorosa

Pada tanggal 8 September 1935 Pater Jacobus Pessers, SVD mulai melaksanakan karya pastoralnya di Soe. Kegiatan Rohani berupa doa-doa diselenggarakan di rumah-rumah secara berkala dan dilaksanakan 3 bulan sekali karena Pater Jacobus Pessers menetap di Atambua, sedangkan perayaan Ekaristi dilaksanakan setiap hari Minggu di salah satu rumah umat [Lampiran 4: (4)].

Pada tahun 1953 Pater Vincent Lechovic, SVD ditugaskan di kota Soe untuk memimpin umat, Pater mendirikan sebuah kapela di Kota Soe untuk mengadakan perayaan Ekaristi. Dengan melihat jumlah umat yang semakin bertambah mengikuti perayaan Ekaristi maka pater Vincent Lechovic berinisiatif untuk mendirikan sebuah gereja yang sekarang diberi nama gereja Santa Maria Mater Dolorosa.

(29)

Berdasarkan buku kenangan peringatan berdirinya Gereja Santa Maria Mater Dolorosa, (Rua, 2006: 3) paroki ini mempunyai : 8 stasi yang ada di pedalaman dan 12 Wilayah dengan 37 Kelompok Umat Basis. Umat paroki Santa Maria Mater Dolorosa lebih mengenal istilah Kelompok umat basis daripada Lingkungan.

2. Letak Geografis Pusat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa

Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, berada di pusat kota Soe, sehingga mudah ditempuh dengan alat transportasi. Bagian Utara Paroki Santa Maria Mater Dolorosa berbatasan dengan paroki Aloysius Niki-niki, yang jaraknya ± 16 kilo meter dari kota Soe, bagian Selatan berbatasan dengan Paroki Kapan, yang jaraknya ± 15 kilo meter dari kota Soe, bagian Barat berbatasan dengan Paroki Santa Theresia Panite ± 20 kilo meter dari kota Soe dan bagian Timur berbatasan dengan paroki Santo Vinsensius Benlutu yang jaraknya ± 10 kilo meter dari kota Soe. Paroki Santa Maria Mater Dolorosa berada di antara bukit-bukit kecil dan pada dataran yang tinggi [Lampiran 4: (4)].

(30)

3. Jumlah dan Perkembangan Umat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa

Berdasarkan hasil pendataan tahun 2006 jumlah umat yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa adalah ± 5.866 jiwa, yang terdiri dari anak-anak, kaum muda dan orang tua. Setiap tahun jumlah umat terus bertambah sekitar 200-300 orang, baik orang pribumi maupun pendatang (pengungsi Timor-Timur). Umat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa kebanyakan adalah pendatang bukan orang pribumi [Lampiran 4: (4)].

4. Kegiatan-kegiatan di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa

Bentuk-bentuk kegiatan yang diselenggarakan di paroki Santa Maria Mater Dolorosa meliputi 5 bidang yaitu Liturgi dan Kitab Suci, Sosial Ekonomi, HAM dan Perempuan, Kepemudaan dan Anak-anak, Pembangunan. Dari ke lima bidang ini masing-masing ketua Lingkungan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut. Kegiatan liturgis dilaksanakan sesuai dengan kalender liturgi seperti: bulan Kitab Suci, bulan Maria, masa Adven dan masa Prapaskah [Lampiran 4: (5)].

(31)

dalam mengikuti kegiatan ini. Hal ini dapat dilihat dari semangat umat dan partisipasi mereka. Walaupun masih ada umat yang acuh dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan [Lampiran 4: (5)].

B. Situasi Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa

Dari segi status kaum muda yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa sangat bervariasi, antara lain berusia SMP, SMA, Perguruan Tinggi sampai pekerja. Dalam hasil wawancara tertulis, kaum muda yang mengisi pedoman wawancara adalah kebanyakan yang sudah bekerja. Jumlah kaum muda yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa dalam perkotaan sebanyak 418 orang yang tersebar di 37 Kelompok Umat Basis (KUB) [Lampiran 5: (6)].

1. Tempat atau Kedudukan Kaum Muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Kaum muda yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa mendapat perhatian khusus dari Gereja, sama seperti kaum muda yang ada di Paroki lain. Bentuk perhatian dari Gereja yang nampak adalah adanya para pendamping yang mau memperhatikan kaum muda dan mau melibatkan kaum muda dalam berbagai kegiatan yang ada dalam Paroki Santa Maria Mater Dolorosa.

(32)

Kaum muda Paroki Santa Maria Mater Dolorosa mempunyai program tahunan. Program ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan kaum muda sendiri dan untuk mengarahkan kaum muda akan pelaksanaan suatu kegiatan sehingga kegiatan yang dilaksanakan terarah. Kaum muda yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa adalah kebanyakan mahasiswa dan beberapa yang sudah kerja.

2. Kegiatan-kegiatan Kaum Muda di Pusat Paroki Santa Maria Mater Dolorosa Kaum muda yang memiliki tanggung jawab sebagai penerus Gereja, perlu mendapat perhatian melalui kegiatan-kegiatan rohani. Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh kaum muda selama dua tahun terakhir di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa antara lain:

a. Koor

Kegiatan ini dilaksanakan di tiap-tiap kelompok umat basis untuk memenuhi tugas koor di gereja (hari Minggu biasa). Sedangkan pada hari raya besar (Natal, Paskah, hari ulang tahun Paroki) semua mudika berkumpul di Paroki untuk melaksanakan latihan koor bersama-sama. Kegiatan ini diikuti oleh semua kaum muda yang ada di setiap Lingkungan, peserta yang hadir selama dua tahun terakhir kurang lebih 70 orang. Tujuan dari kegiatan ini adalah melatih kaum muda untuk menyadari tanggung jawab mereka sebagai penerus dan tanggung jawab Gereja [Lampiran 6: (9)].

b. Doa rosario

(33)

Maria Bitauni yang tempatnya ± 45 kilo meter dari kota Soe. Peserta yang mengikuti kegiatan ini kurang lebih 100 orang. Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkenalkan Bunda Maria sebagai Ibu Tuhan. Adapun kegiatan yang dilaksanakan antara lain Jalan Salib, doa rosario dan misa [Lampiran 6: (10)].

c. Seminar

Kegiatan ini diadakan setahun sekali. Tujuan diselenggarakan kegiatan ini untuk mengakrabkan semua kaum muda yang ada di kota Soe dan juga sebagai pembinaan mental kaum muda. Peserta yang hadir kurang lebih 80 orang, lebih banyak dari pada peserta yang mengikuti kegiatan katekese, karena kaum muda lebih senang mengikuti seminar. Materi yang diberikan biasanya sesuai dengan keadaan kaum muda. Kaum muda yang sedang dalam masa pertumbuhan perlu mendapat pembinaan mental demi masa depan mereka. Salah satu tema yang diberikan adalah kepemimpinan, tujuan dari tema ini adalah melatih kaum muda untuk bisa mengambil keputusan dan juga mampu berorganisasi. Pemandunya adalah para Biarawan/biarawati [Lampiran 6: (10)].

d. Sharing alam terbuka

(34)

kegiatan ini berupa teks dari Kitab Suci yang disesuaikan dengan bacaan hari Minggu [Lampiran 6: (10)].

e. Pekan mudika sedekenat

Kegiatan ini biasanya diselenggarakan di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa yang merupakan pusat Dekenat. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh kaum muda dari 8 paroki yang jumlahnya kurang lebih 150 orang. Kegiatan ini dilaksanakan setahun sekali dan berlangsung seminggu. Para peserta membawa bekal sendiri dari masing-masing Paroki, sedangkan tempat penginapan disiapkan dari Paroki Santa Maria Mater Dolorosa. Bentuk kegiatan yang diadakan antara lain pertandingan bola voli, paduan suara dan berbagai kegiatan lain yang mempunyai tujuan mengakrabkan kaum muda [Lampiran 6: (10)].

f. Rekoleksi

Kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun menjelang Natal dan Paskah. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempersipakan kaum muda dalam menyambut kelahiran dan kebangkitan Kristus. Kegiatan ini biasanya diikuti oleh seluruh pelajar sekota Soe, dan peserta yang hadir kurang lebih 80 orang. Bahan yang digunakan sesuai tema masa Adven atau masa Prapaskah yang sudah disiapkan oleh keuskupan, dan pendampingnya adalah para guru agama dari masing-masing sekolah dan pembicaranya adalah Frater atau Suster [Lampiran 6: (9)].

g. Doa mingguan

(35)

mudika dan kerja sama dengan ketua kelompok umat basis (KUB). Peserta yang hadir kurang lebih 15 orang. Bentuk kegiatan doa mingguan berupa doa rosario yang dipimpin oleh ketua mudika dan juga kesediaan peserta. Tujuan kegiatan ini adalah agar kaum muda peka akan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di kelompok umat basis [Lampiran 6: (10)].

h. Katekese

Kegiatan ini dilaksanakan setahun dua kali yaitu pada bulan Kitab Suci dan pada masa APP. Kegiatan ini juga diselenggarakan di masing-masing kelompok umat basis. Pada minggu terakhir dalam masa itu semua kaum muda berkumpul di gereja untuk mengikuti katekese. Peserta yang hadir selama dua tahun kurang lebih 100 orang. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan iman mereka akan Yesus sebagai Sang Penyelamat. Bahan yang digunakan dari paroki dan keuskupan yang sudah disusun sesuai tema masa Adven atau APP. Proses penyelenggaraan katekese sesuai dengan buku panduan yaitu pengantar, doa dan lagu pembuka, sharing pengalaman, pembacaan Kitab Suci, tafsir Kitab Suci dari pemandu, kesimpulan, doa dan lagu penutup. Pemandu katekese dari para pendamping kaum muda paroki Santa Maria Mater Dolorosa Soe dan para Frater atau Suster yang ada di paroki Santa Maria Mater Dolorosa [Lampiran 6: (10)-(11)]. 3. Pemahaman Kaum Muda akan Katekese

(36)

sesuai dengan nilai-nilai Injil, ada juga yang mengatakan katekese adalah suatu tempat di mana orang/umat berkumpul untuk mendengarkan, berbicara dan menghayati pengalaman iman masing-masing dan berusaha membuat seimbang dengan ajaran yang benar. Ada juga yang mengatakan proses pendalaman iman, komunikasi iman, kegiatan interaktif/dialog umat dalam membagi pengalaman iman [Lampiran 6: (13)].

Tujuan katekese menurut kaum muda adalah mengubah dan membina iman umat pribadi dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan nyata, untuk bersama-sama menghayati dan mensharingkan pengalaman iman. Ada juga yang mengatakan terwujudnya perubahan sikap dari yang tidak baik menjadi baik berdasarkan nilai-nilai injil, menumbuhkan dan mengembangkan iman seseorang [Lampiran 6: (13)-(14)].

Sedangkan motivasi kaum muda mengikuti kegiatan katekese adalah untuk membagi pengalaman iman dan mendengarkan pesan Kitab Suci. Ada juga yang mengatakan meningkatkan pengetahuan, dapat pengalaman baru untuk perkembangan iman dan kemajuan diri untuk masa depan [Lampiran 6: (12)].

4. Proses Pelaksanaan Katekese

(37)

penyelenggaraan katekese adalah buku panduan dari keuskupan, Madah Bakti dan Kitab Suci [Lampiran 6: (10)-(11)].

Dalam hasil wawancara kebanyakan kaum muda mengatakan hal yang menghambat mereka dalam mengikuti kegiatan katekese adalah kurangnya kesadaran dari dalam diri sendiri, keaktifan kaum muda sangat kurang, dalam diri kaum muda muncul kemalasan, dan terbentur dengan kegiatan lain. Sedangkan hal yang mendukung antara lain: suasana yang terjalin akrab diantara kaum muda pada saat kegiatan berlangsung, adanya kesadaran untuk terlibat dan aktif selama proses katekese berlangsung, adanya panduan dari Paroki, menambah pengetahuan, perubahan tingkah laku dan mental dalam diri kaum muda [Lampiran 6: (12)-(13)].

5. Harapan Kaum Muda Terhadap Pelaksanaan Katekese yang Baik

Dalam hasil wawancara banyak kaum muda yang mengharapkan agar pelaksanaan katekese dilaksanakan sesuai dengan kehidupan peserta, baik dari segi materi, sarana maupun pendamping katekese. Mereka mengharapkan agar pemandu katekese adalah biarawan/biarawati, katekis atau guru agama yang mengetahui bagaimana cara memimpin katekese. Sarana yang digunakan juga diharapkan membantu kaum muda dalam mengembangkan iman mereka [Lampiran 6: (14)-(15)].

(38)

mengatakan bahwa katekese adalah pola pembinaan iman yang terprogram demi terwujudnya perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan sesuai dengan nilai-nilai Injil [Lampiran 6: (13)].

Dengan membaca hasil wawancara tertulis kaum muda penulis menyimpulkan bahwa keinginan kaum muda untuk mengikuti proses katekese sangat besar sehingga mereka mengharapkan agar pelaksanaan katekese jangan dilaksanakan hanya setahun sekali atau dua tahun sekali tetapi sering dilaksanakan.

Kaum muda sangat antusias dalam mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini sangat membantu mereka dalam meningkatkan iman mereka dan menyadarkan mereka akan tanggung jawab mereka sebagai penerus dan tulang punggung Gereja.

C. Rangkuman Permasalahan

Setelah membaca hasil wawancara tertulis dengan ketua Dewan Paroki, pendamping kaum muda dan kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, penulis dapat merangkum sehubungan dengan permasalahan-permasalahan dalam katekese, pelaksanaan katekese, peserta, pendamping, model dan sarana katekese.

1. Permasalahan-permasalahan dalam Katekese

(39)

penulis peroleh belum ada, hanya masalah yang muncul dari dalam diri kaum muda sendiri yaitu kecenderungan kaum muda yang belum sadar akan pentingnya kegiatan-kegiatan rohani [Lampiran 5: (6)-(7)].

2. Pelaksanaan Katekese

Penyelenggaraan katekese dilaksanakan sesuai dengan buku panduan yang sudah disiapkan dari keuskupan. Dan juga penyelenggaraan katekese hanya dilaksanakan pada masa Adven dan masa Prapaskah, padahal katekese bisa diselenggarakan kapan saja. Hal ini disebabkan karena kaum muda kurang mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani dan belum menyadari akan pentingnya katekese.

Langkah-langkah pelaksanaan katekese sesuai dengan buku panduan yang telah disiapkan dari keuskupan antara lain: Doa dan lagu pembuka, sharing pengalaman sesuai tema, pembacaan Kitab Suci, tafsir Kitab Suci, membangun niat, doa dan lagu penutup [Lampiran 6: (10)-(11)].

3. Peserta Katekese

(40)

kelompok umat basis dan peserta yang hadir kurang lebih 50 orang [Lampiran 6: (10)-(11)].

4. Pendamping Katekese

Dalam hasil wawancara, penulis tidak menemukan seorang pendamping katekese yang diharapkan dalam teori katekese umat. Seorang pendamping katekese yang kreatif dalam memimpin katekese. Pendamping katekese yang ada di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa tidak memiliki pendidikan khusus mengenai katekese, sehingga proses penyelenggaraan katekese monoton (terpaku pada teks) dan pendamping katekese menganggap dirinya adalah pemimpin [Lampiran 6: (10)-(11)].

5. Model Katekese

Dalam hasil wawancara, penulis tidak menemukan model katekese yang digunakan oleh pendamping katekese selain model katekese campuran. Penulis mengatakan model katekese campuran karena penulis melihat langkah-langkah dari proses pelaksanaan katekese yang diselenggarakan di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa. Melihat model katekese yang digunakan dalam proses penyelenggaraan katekese di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa kurang bervariasi.

6. Sarana Katekese

(41)
(42)

BAB III

KAUM MUDA DALAM KATEKESE UMAT

Kaum muda sepantasnya memainkan peranan yang nyata dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan daya kreatifitas, kaum muda diharapkan dapat melihat dan memprioritaskan sendiri sesuatu yang pantas diteruskan. Dengan demikian mereka tidak sekedar menjadi generasi pewaris atau penerus, melainkan menjadi generasi pembaharu, yang mengadakan pembaharuan terhadap hal-hal yang sudah tidak relevan dan tidak menjawab kebutuhan manusia. Maka kaum muda diharapkan mendapat perhatian khusus dan diberi kesempatan bagi mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan, baik di Gereja maupun di masyarakat (Shelton, 1987: 19).

Salah satu bentuk kegiatan yang diadakan oleh Gereja adalah katekese. Di Indonesia arah katekese yang sangat membantu perkembangan iman kaum muda adalah katekese umat. Namun penyelenggaraan katekese umat bagi kaum muda belum mendapat perhatian khusus dari Gereja. Dalam kenyataannya, katekese umat dapat membantu kaum muda dalam merefleksikan setiap pengalaman, sehingga mereka semakin meningkatkan penghayatan iman mereka.

(43)

A. Situasi Umum Kaum Muda dalam Gereja

Kaum Muda menduduki peranan yang penting sebagai generasi penerus dalam lingkup keluarga, Gereja dan masyarakat. Mereka adalah generasi penerus karena mereka bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarga, Gereja dan institusi- institusi lain, dalam masyarakat misalnya, dunia pendidikan, ekonomi, dan politik. Mereka menjadi tunas harapan sekaligus bagi anggota lingkup-lingkup tersebut (Shelton, 1987: 19)

Kaum muda yang sedang tumbuh dan berkembang berada dalam situasi hidup yang berbeda-beda, karena proses pertumbuhan dan perkembangan mereka tidak sama: ada sebagian orang muda sudah mencapai kedewasaan, dan sebagian lain sedang menuju ke kedewasaan. Keberadaan kaum muda semacam itu sekaligus memberi kesempatan bagi mereka untuk memperkembangkan diri dalam berbagai aspek kehidupan dengan kemampuan yang mereka miliki (Mangunhardjana, 1986: 12).

Kaum muda merupakan masa perkembangan sikap kritis yang dipacu oleh tuntutan masyarakat yang semakin banyak maupun oleh pengalaman hidup yang dalam, sehingga kaum muda mengembangkan gagasan-gagasan, sikap dan nilai-nilai sendiri, dan bersiap-siap memasuki dunia kaum dewasa dalam masyarakat. Sikap kritis menyangkut masalah adanya Tuhan dan tempat Yesus dalam hidup mereka (Shelton, 1987: 106).

1. Pengertian Kaum Muda

(44)

Kaum yang berarti golongan orang yang sekerja, sepaham, sepangkat dan sebagainya, sedangkan ”muda” berarti belum sampai setengah umur. Maka kaum muda adalah orang yang sekerja, sepaham, namun belum sampai setengah umur.

Shelton (1987: 64) berpendapat bahwa ”kaum muda” adalah mereka yang berusia antara 15-24 tahun dan sedang mengalami tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral serta religius. Mangunhardjana (1986: 11-12) berpendapat bahwa ”kaum muda diperuntukkan untuk menunjuk kaum, golongan atau kelompok orang masih muda usianya, yang berumur 15 sampai 21 tahun”. Dalam ilmu psikologi ”kaum muda” disebut remaja yang mencakup muda-mudi usia SMU dan studi di perguruan tinggi. Elizabeth B. Hurlock (1996: 206) dalam buku Psikologi Perkembangan mengemukakan bahwa masyarakat pada umumnya menyebut seseorang sebagai ”pemuda-pemudi” atau ”kawula muda”, kalau sudah menginjak usia remaja akhir yaitu kurang lebih 16-18 tahun, sedangkan seseorang yang menginjak usia remaja awal (usia 13-16 dan 17 tahun) masih disebut anak usia belasan yang pada dasarnya dianggap belum memiliki perilaku matang.

Philip Tangdilintin (1984: 5) dalam buku Pembinaan Generasi Muda: Visi dan Latihan, mengutip tulisan Dr. J. Riberu dengan memakai istilah ”muda-mudi”, sebagai berikut:

(45)

sebaliknya orang yang sudah melampaui usia tersebut toh masih dianggap muda-mudi).

Untuk membuat batasan tentang kaum muda memang sulit karena perlu memperhatikan berbagai segi: psikologis, sosiologis, biologis dan seterusnya. Karena perkembangan pribadi kaum muda berbeda-beda, ada yang sudah mencapai umur kedewasaan tapi sikap masih kekanak-kanakan. Kepribadian kaum muda dapat dilihat sebagai pribadi yang sedang berada pada taraf perkembangan.

Dari beberapa pandangan mengenai pengertian kaum muda di atas, dan sesuai dengan situasi kaum muda di tempat penelitian penulis, kaum muda adalah manusia yang berumur kira-kira 15 sampai 27 tahun, umumnya sedang menempuh pendidikan setingkat SMTA atau Perguruan Tinggi, mereka ini sedang menghadapi masa pancaroba, menghadapi penentuan atau pencarian hidupnya dan mulai menemukan serta mengambil tanggung jawab pribadi untuk mengarahkan hidup mereka sendiri.

2. Gambaran Situasi Kaum Muda Kristiani Dewasa ini

Masa Muda adalah proses peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, masa ini juga merupakan masa yang paling menentukan perkembangan manusia di bidang emosional, moral, spiritual dan fisik. Masa muda juga merupakan masa perkembangan dan perubahan, masa goncangan dan penuh pemberontakan. Maka pada masa-masa ini banyak kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan jati diri, sehingga menyebabkan mereka mudah terjerumus pada tindakan-tindakan yang kurang bijaksana dan merugikan diri sendiri.

(46)

dengan tahap perkembangan hidup seseorang dalam mendapatkan perasaan, harga diri, sifat khas mereka sendiri. Dalam usaha menemukan identitas diri, kaum muda mulai menentukan dan mengambil tanggung jawab pribadi untuk mengarahkan diri.

Peran kaum muda dalam hidup bersama, digambarkan oleh Konsili Vatikan II dalam AA art. 12. Artikel tersebut menegaskan bahwa kaum muda merupakan kekuatan penting dalam masyarakat sekarang. Pernyataan ini menekankan bahwa peran kaum muda sangat dibutuhkan dalam masyarakat karena mereka merupakan tulang punggung bangsa dan Gereja. Mereka menentukan perkembangan bangsa dan Gereja dikemudian hari. Dengan semakin bertambahnya peran mereka dalam masyarakat, mereka juga dituntut untuk mampu menjadi rasul-rasul pertama dan juga bagi kaum muda di kalangan mereka sendiri. Maka dengan keterlibatan mereka, baik dalam lingkup Gereja maupun masyarakat luas, mereka mampu untuk menampakkan iman akan Kristus dalam sikap dan tindakan. Dengan demikian kehadiran mereka sungguh berarti bagi orang lain khususnya dalam memperbaharui hidup sesama.

(47)

berkembang maju dalam kebijaksanaan, usia serta rahmat di hadirat Allah dan manusia (CL, art. 46).

3. Permasalahan-permasalahan Kaum Muda

Kaum Muda dikenal sebagai orang-orang muda yang berenergik, bersemangat dan penuh kreatifitas yang tinggi. Sebagai orang muda yang mempunyai semangat yang tinggi dalam mengekspresikan diri, kaum muda dalam hidupnya tidak jarang mengalami hal yang menyenangkan saja, melainkan merekapun terbentur dengan permasalahan-permasalahan hidup (Komisi Kepemudaan KAJ, 1992: 70), seperti masalah dalam diri kaum muda, keluarga, Gereja dan masyarakat.

a. Masalah dalam diri kaum muda

Mangunhardjana (1986: 11-19) berpendapat bahwa kaum muda berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, moral, dan religius dengan segala permasalahannya.

(48)

problem-problem yang bersangkutan. Secara fisik/biologis mereka sudah cukup masak untuk pengalaman seksual, tetapi mereka belum cukup mampu bertanggung jawab atas hidup perkawinan (Mangunhardjana, 1986: 12).

Permasalahan mental nampak pada gejala-gejala perubahan dalam perkembangan intelektual, dalam cara berpikir. Dengan meninggalkan masa kanak-kanak kaum muda juga meninggalkan cara berpikir sebagai kanak-kanak-kanak-kanak dan mulai berpikir sebagai orang dewasa dengan menggunakan konsep-konsep yang lebih abstrak dan kritis. Dengan kecakapan berpikir abstrak dan kritis, kaum muda menggali pengertian tentang dirinya, membentuk gambaran diri mereka, memahami peranan yang diharapkan dari mereka, dan mengerti panggilan hidup dan masa depan mereka. Hal tersebut merupakan masalah yang cukup berat bagi kaum muda sehingga kerapkali masih nampak resah, suka menyendiri, dan melamun (Mangunhardjana,1986: 13).

Permasalahan emosional kaum muda berhubungan dengan perkembangan fisik, karena dengan perkembangan fisik terjadilah perubahan pada keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh mereka. Perkembangan emosional nampak pada semangat mereka yang meletup-meletup, perpindahan gejolak hati yang cepat, muncul sikap-sikap masa bodoh, keras kepala dan tingkah laku yang tidak jarang hingar bingar. Masalah yang dihadapi kaum muda di sekitar perkembangan emosional adalah bagaimana menilai baik buruknya emosi dan bagaimana menguasai serta mengarahkannya (Mangunhardjana, 1986: 13-14).

(49)

memikirkan banyak hal dan mereka telah dibentuk untuk mengerti hal yang benar dan salah. Namun pada usia dewasa mereka berusaha untuk mencari tahu dasar dari tindakan baik dan buruk. Semua hal tersebut mengharapkan kaum muda pada masalah pencarian patokan moral sehingga dapat mereka gunakan sebagai alat untuk menentukan pegangan pedoman hidup dalam masyarakat (Mangunhardjana, 1986: 14).

Permasalahan moral membawa kaum muda ke dalam tingkat hidup yang lain daripada masa sebelumnya. Pada masa kanak-kanak, hidup mereka terasa sederhana. Dengan bertambah umur dan masuk dalam kelompok kaum muda, para muda-mudi mengalami perubahan fisik. Masalah-masalah moral tidak hanya terbatas pada diri mereka, tetapi meluas sampai pada masalah moral dalam hidup masyarakat, misalnya kebebasan agama, hak-hak asasi manusia (peranan yang diharapkan dari mereka). Oleh karena menghadapi berbagai kenyataan hidup dan harus mengambil keputusan-keputusan moral, kaum muda mengalami berbagai ketegangan batin (Mangunhardjana, 1986: 14-15).

Permasalahan religius menyangkut hubungan dengan Yang Mutlak. Pada masa ini dengan berbagai cara kaum muda ingin mengetahui segi-segi yang paling dalam tentang Yang Mutlak, hubungan-Nya dengan manusia dan dunia, serta peranan-Nya dalam hidup sekarang dan yang akan datang. Maka, pada masa perkembangan religius, kaum muda menghadapi masalah-masalah yang cukup berat, mengenai apa arti Yang Mutlak, arti hidup, arti agama, arti agama dan hidup, arti agama dan ibadah, agama dan kejahatan, dan arti hidup setelah kematian (Mangunhardjana, 1986: 15-16).

(50)

b. Masalah dalam Keluarga

Dalam keluarga banyak dijumpai kaum muda yang merasa tidak didengarkan serta tidak dipercaya. Hal tersebut terjadi karena kurang adanya komunikasi antara anak dan orang tua karena banyak orang tua sibuk dengan kegiatannya sepanjang hari, sehingga kadang sulit untuk menyempatkan diri berkomunikasi dengan anaknya. Sebaliknya para kaum muda sibuk dengan kegiatan-kegiatan baik di sekolah maupun kampus, sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan keluarga.

Kesalahpahaman antara kaum muda dan orang tua lebih banyak disebabkan karena kurang komunikasi. Dalam hal ini orang tua seyogyanya menjadi pemimpin yang baik yaitu yang selalu berada di muka, di tengah-tengah dan selalu mengawasi dari belakang serta memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya (Tangdilintin, 1984: 26-28).

c. Masalah dalam Gereja

(51)

Sejak kecil kaum muda meneladani atau diperintah orang tua dan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh atas diri mereka. Sehingga setelah menjadi dewasa, kaum muda merasa mengikuti ajaran-ajaran Gereja sifatnya terpaksa karena bukan kemauan atau dorongannya sendiri melainkan takut dimarahi oleh orang tua atau tokoh-tokoh agama (Da Gomez, 2005: 13- 14).

Gereja, yang telah menyediakan wadah bagi kaum muda, mengharapkan agar kaum muda mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Gereja. Namun kebanyakan kaum muda tidak mau terlibat karena mereka belum menyadari akan pentingnya kegiatan-kegiatan rohani.

Kaum muda tidak mau terlibat atau jarang ikut dalam kegiatan-kegiatan rohani karena mereka menghadapi berbagai masalah dalam keluarga, masalah sosial dan masalah dalam diri kaum muda sendiri. Melihat berbagai masalah yang dihadapi oleh kaum muda, Gereja berusaha memberikan pendampingan kepada mereka, baik secara pribadi, kelompok maupun bersama.

d. Masalah dalam Masyarakat

(52)

dalam waktu yang panjang. Budaya instant ini menjadi gangguan dalam pribadi kaum muda, karena akan mematikan semangat dan daya kreatifitas mereka sebagai orang muda (Tangdilintin, 1984: 29-31).

Di samping budaya instant masih banyak gangguan yang ada di masyarakat, misalnya: masalah-masalah di sekitar pergaulan mereka dengan teman-teman, cara masuk dalam kelompok, bergaul dalam kelompok, sikap serta cara menghadapi pengaruh-pengaruh kelompok dan peranan mereka dalam kelompok, penerimaan diri oleh kelompok, penghargaan kelompok dan macam-macam keterlibatan yang diberikan kepada mereka oleh kelompok. Selain itu, kemajuan teknologi yang semakin canggih mempengaruhi kaum muda untuk lebih menggunakan alat-alat teknologi daripada mengikuti atau menghadiri kegiatan-kegiatan yang ada.

Masalah-masalah yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan pribadi kaum muda sebagai penerus bangsa dan Gereja seperti individualistis, persaingan yang tidak sehat, dan lain sebagainya (Tangdilintin, 1984: 29-31).

4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja

(53)

setiap hari Minggu karena sudah terbiasa sejak kecil. Dan masih banyak alasan lain yang dikemukakan sehubungan dengan alasan mereka ke gereja (Khoo, 2001: 16-18).

Terhadap kenyataan yang ada, dapat disimpulkan bahwa kaum muda ke gereja bukan karena kesadaran yang muncul dari dalam diri mereka sendiri, tetapi sebagai rutinitas atau formalitas yang harus dijalankan. Dengan demikian kaum muda dalam mengikuti Perayaan Ekaristi belum sampai pada perjumpaan dengan Allah yang Maha Kasih, sehingga kadang mereka mengalami kekosongan atau kekeringan batin. Banyak kaum muda yang kurang diberi kepercayaan dan kesempatan dalam mengembangkan kreatifitasnya. Padahal dalam diri kaum muda terdapat potensi-potensi: bakat dan kemampuan untuk dikembangkan. Namun mereka terbentur dengan berbagai hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri sendiri.

(54)

tindakan mereka dalam berelasi dengan sesama, baik yang beragama Katolik maupun non Katolik sehingga mereka kurang menjadi saksi-saksi iman Kristiani bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Tom Jacobs (1979: 4) dalam buku Dinamika Gereja mengemukakan bahwa hidup menggereja adalah hidup yang menampakkan iman akan Kristus baik di lingkup Gereja maupun masyarakat luas. Maka seharusnya kaum muda sebagai anggota Gereja, yang telah diterima secara resmi melalui penerimaan Sakramen Babtis dan telah dikuatkan melalui Sakramen Krisma, harus dapat mengungkapkan iman akan Kristus melalui sikap dan perbuatannya dalam hidup sehari-hari. Melalui keterlibatannya, baik di lingkup gerejani dalam berbagai kegiatan Gereja maupun masyarakat sekitarnya, mereka mewujudkan hidup berdasarkan nilai-nilai Kristiani seperti yang diteladankan oleh Kristus.

Kaum muda adalah penerus atau tulang punggung Gereja yang menentukan kehidupan Gereja di masa mendatang. Sebagai generasi penerus atau tulang punggung Gereja, mereka berhadapan dengan berbagai tantangan yang mempengaruhi kehidupan keagamaan mereka dan terikat dengan hal-hal duniawi yang menawarkan berbagai kesenangan yang bersifat sementara, sehingga mereka masih sulit untuk menarik diri dari hal-hal duniawi, dan lebih memilih kesenangan dari pada mengikuti kegiatan-kegiatan menggereja.

(55)

menghabiskan berjam-jam per hari di depan monitor games jaringan terbaru (Khoo, 2004: 19).

5. Bentuk-bentuk Pendampingan Iman Kaum Muda

Usaha untuk membantu kaum muda dalam penyiapan diri mereka menuju ke masa depan, disebut dengan berbagai istilah: pendidikan, pembinaan, pembentukan, pengembangan dan pendampingan. Dari semua istilah ini, penulis lebih mengutamakan kata pendampingan karena kata pendampingan menunjuk pada suatu usaha membantu kaum muda menyongsong masa depan. Selain membantu kaum muda menyongsong masa depan mereka, pendampingan dilaksanakan sebagai suatu pelayanan bagi kaum muda dalam persiapan mereka untuk dapat hidup dan berperan secara memadai di tengah masyarakat (Mangunhardjana, 1986: 21-26)

Mangunhardjana (1986: 47-52) dalam buku Pendampingan Kaum Muda mengemukakan bahwa bentuk pendampingan merupakan wujud atau sosok, dari usaha pendampingan. Berkat bentuk pendampingan jalan menuju ke titik tujuan pendampingan diciptakan dan usaha pendampingan menjadi kongkret. Ada dua jenis bentuk pendampingan yaitu pendampingan pribadi dan kelompok. Pendampingan iman melalui katekese merupakan bentuk pendampingan kelompok. Pendampingan kelompok kecil terdiri dari 10 sampai 20 orang, kelompok cukupan terdiri dari 20 sampai 40 orang, sedangkan kelompok besar meliputi 40 sampai 100 orang, dan pendampingan kelompok massa jumlahnya tidak terbatas (Mangunhardjana, 1986: 49).

(56)

jasmaniah: Olahraga, penalaran, ketrampilan, kemasyarakatan, kesenian dan kaderisasi. Sedangkan bentuk pendampingan yang bersifat rohaniah: Retret, rekoleksi, Ziarah, EKM, dan katekese.

a. Bentuk pendampingan kaum muda pada umumnya

Bentuk pendampingan untuk mendampingi kaum muda dalam kelompok, dapat digolongkan dalam bidang olahraga, penalaran, keterampilan, kemasyarakatan, kesenian, dan kaderisasi.

1) Olahraga

Iman yang matang perlu dikembangkan dalam segi kehendak dan perilaku seseorang. Maka, bentuk kegiatan pendampingan dalam bidang olahraga ini bertujuan untuk mengembangkan segi kehendak dan perilaku kaum muda. Selain itu, kegiatan ini dapat melatih sikap sportif, menumbuhkan semangat bersaing yang sehat, mengembangkan bakat dan ketrampilan, serta dapat menjalin persaudaraan di antara kaum muda. Bentuk-bentuk kegiatan bidang ini antara lain: olahraga rutin kelompok kaum muda dan pertandingan persahabatan di paroki (Setyakarjana, 1997: 18).

2) Penalaran

(57)

dalam bidang ini antara lain: ceramah, diskusi, seminar dan nonton video bersama (Heryatno Wono Wulung, 1999: 29).

3) Ketrampilan

Pendampingan dalam bidang ketrampilan bertujuan untuk mengembangkan kecakapan, ketrampilan dan mempersiapkan masa depan kaum muda. Bentuk-bentuk kegiatan dalam bidang ini antara lain pelatihan keterampilan kerja, kursus wirausaha, pelatihan keterampilan bergaul dalam kelompok, live-in, kegiatan pasar murah dan usaha melibatkan kaum muda dalam pos kesehatan Paroki (Tangdilintin, 1984: 55).

4) Kemasyarakatan

Kegiatan dalam bidang kemasyarakatan bertujuan supaya kaum muda memiliki kesadaran politis, mengetahui hak-hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat, dan dapat terlibat aktif membangun masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kegiatan ini, kaum muda diharapkan dapat menjalin relasi dengan kaum muda yang berbeda golongan, agama, suku, dan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Bentuk-bentuk kegiatan dalam bidang ini antara lain: dialog antar agama, kerja bakti, kunjungan ke panti asuhan, kunjungan ke penjara dan karya sosial kesehatan (Tangdilintin, 1984: 52).

5) Kesenian

(58)

mereka mendapatkan pengakuan. Pengakuan diri sungguh dibutuhkan kaum muda dalam masa-masa perkembangannya. Kegiatan pendampingan iman dalam bidang kesenian ini antara lain: paduan suara, koor, lomba baca puisi dan pentas perayaan ulang tahun paroki (Tangdilintin, 1984: 71).

6) Kaderisasi

Untuk melestarikan kelompok kaum muda dalam Gereja perlu diperhatikan juga pendampingan iman dalam bidang kaderisasi. Bentuk pendampingan dalam kaderisasi tersebut antara lain: latihan dasar kepemimpinan, pembenahan organisasi kaum muda, dan pertemuan rutin kaum muda (Sabato, 1996: 86).

b. Bentuk pendampingan iman kaum muda

Bentuk pendampingan iman adalah berbagai kegiatan yang dapat digunakan dalam upaya pendampingan dalam kelompok. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut antara lain: retret, rekoleksi, ziarah, EKM dan katekese.

Bidang kerohanian bertujuan agar kaum muda dapat melaksanakan kegiatan yang menyangkut liturgi dan devosi. Bentuk kegiatan pendampingan iman dalam bidang kerohanian ini dapat dimaksud untuk kegiatan pendampingan iman mereka yaitu: jalan Salib, ziarah dan doa rosario bersama pada bulan Maria, retret, rekoleksi, latihan koor, dan katekese (Tangdilintin, 1984: 88-94).

1) Retret

(59)

pemeriksaan batin, renungan, samadi dan kontemplasi (Mangunhardjana, 1986: 33-34). Materi retret umumnya meninjau karya-karya Allah dan tanggapan peserta terhadap karya-karya Allah tersebut atas dasar pesan-pesan dari kitab suci. Peserta pada umumnya bersifat homogen dan harus mendaftarkan diri ke panitia retret. Waktu retret kurang lebih tiga hari, bahkan ada yang sampai satu atau dua bulan. Dalam kegiatan retret biasanya peserta mengadakan pemeriksaan batin, refleksi terhadap karya-karya Allah dalam dirinya lalu mengadakan pendalaman dan penghayatan serta pada akhirnya mengungkapkan dalam bentuk niat untuk mengubah dan memperbaiki diri. Suasana yang dibutuhkan dalam retret biasanya suasana tenang. Pendamping retret biasanya seorang katekis, pastor, suster, bruder atau awam yang mampu mendampingi peserta retret (Mangunhardjana, 1986: 11-13).

2) Rekoleksi

(60)

dilaksanakan oleh Pastor, Suster, Bruder atau seorang awam yang mampu membimbing (Mangunhardjana, 1986: 29-31).

3) Ziarah

Ziarah adalah kegiatan kunjungan ke tempat tertentu yang dianggap suci atau keramat oleh umat katolik yakni Gua Maria. Dalam kegiatan ziarah biasanya diiringi dengan jalan salib atau rosario apabila dilaksanakan dalam bulan Maria. Supaya pelaksanaan kegiatan ziarah berjalan lancar, biasanya kaum muda dapat dilibatkan misalnya: memimpin Jalan Salib atau rosario, memimpin renungan, menjadi pembaca Kitab Suci, menjadi dirigen atau jenis kegiatan lainnya (Tangdilintin, 1984: 88-89).

4) EKM

Ekaristi Kaum Muda tidak berbeda jauh dengan perayaan Ekaristi pada umumnya. Ciri khusus Ekaristi Kaum Muda adalah dilibatkannya kaum muda dalam perayaan tersebut. Keterlibatan kaum muda dalam perayaan Ekaristi tidak hanya sebagai umat yang merayakan Ekaristi, namun juga terlibat sebagai petugas dalam persiapan tata liturgi Ekaristi (Komisi Liturgi MAWI, 1984: 66). Ekaristi kaum muda dapat membantu kaum muda dalam menghayati Ekaristi dengan gaya kemudaannya (Tangdilintin, 1984: 89).

5) Katekese

(61)

Menurut Alberich, yang dikutip oleh Telaumbanua (1999: 27) mengungkapkan bahwa tiga aspek dasar peranan katekese adalah memberitakan sabda Allah dan mewartakan Kristus, mendidik orang untuk beriman dan mengembangkan Gereja. Peserta katekese biasanya homogen atau heterogen dan tidak perlu mendaftarkan diri seperti pada retret atau rekoleksi. Katekese dapat diikuti oleh seluruh jemaat, dari anak-anak kecil, kaum remaja, kaum muda, kaum dewasa, penyandang cacat dan katekumen (CT, art. 35-45). Tempat untuk berkatekese bisa di rumah jemaat, di Gereja, di Sekolah, atau di tempat lain yang memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan katekese. Pendamping katekese berperan sebagai informator yang berperan untuk membawa peserta berhubungan langsung dengan bahan pengetahuan bersama, dan sebagai animator yang berperan untuk memperhatikan keterlibatan peserta dalam kegiatan kelompok (Sumarno Ds, 2005: 44).

B. Gambaran Umum Katekese Umat

(62)

1. Latar Belakang Katekese Umat

Pada awalnya katekese hanya digunakan untuk membangkitkan iman demi persiapan permandian, karena iman yang dimulai dengan permandian tidak sekali diperoleh untuk mencapai kematangan, iman senantiasa diterangi, dirangsang, dan diperbaharui melalui katekese. Katekese dapat membantu setiap pribadi yang ingin membagikan pengalaman imannya yang telah dialami, sehingga dapat mengantar setiap pribadi pada pengalaman hidup yang baru. Penjabaran mengenai sejarah katekese umat di Indonesia akan dibahas selanjutnya.

a. Latar belakang umum katekese umat

Menurut Sumarno Ds, (2005: 6) dalam Program Pengalaman Lapangan PAK Paroki mengungkapkan bahwa pada akhir abad 20 Gereja terdapat suatu gerakan kateketik yang meluas dan mengarah pada perubahan dari penekanan atas katekismus ke katekese. Ada dua arah besar dalam gerakan katekese, khususnya di Eropa pada saat itu yakni gerakan katekese yang bersifat pedagogis/psikologis dan gerakan katekese yang lebih teologis/pastoral. Gerakan yang lebih pedagogis menekankan metode pengajaran agama, sedangkan gerakan yang lebih teologis/pastoral ditandai dengan suatu refleksi atas isi pewartaan yang hendak disampaikan. Gerakan ini sering disebut dengan katekese kerugmatik.

(63)

Konsili Vatikan II mengakhiri masa ”Katekismus” dan memulai suatu orientasi yang lebih global yang diberikan pada masa ”katekese” (Sumarno Ds, 2005: 6).

Gerakan katekese kerugmatik dalam Gereja berkembang dalam tahun 1960 dalam tiga aliran yang berbeda-beda: Katekese model katekumenat, katekese anthropologis, katekese historico-profetis (atau pembebasan).

1) Katekese model katekumenat

Katekese ini merupakan suatu langkah pendampingan dalam proses beriman bagi orang kristiani. Pendampingan peserta dari proses pertobatan, pematangan iman sampai pada integrasi iman dalam hidup komunitas Gereja. Katekese ini diperuntukkan bagi orang dewasa. Proses pematangan iman untuk orang dewasa yang baru saja dipermandikan dengan cara yang juga dewasa lebih berpikir dan berdialog dan tidak hanya diindoktrinasi dari atas (Sumarno Ds, 2005: 8).

Katekese ini juga bercorak pribadi. Inisiasi kristiani dipikirkan dengan cara lebih bersifat pribadi: situasi, umur, kebutuhan dll. Metodologi katekesenya menekankan kontak atau komunikasi pribadi antara peserta dengan Tuhan dan dengan dirinya sendiri. Katekese mengarah pada katekese terus menerus (pendalaman iman) dalam komunitas. Selain corak pribadi, katekese ini juga mengarah pada kepentingan komunitas: berperhatian pada komunitas, memperdalam iman dan merayakannya serta memberi kesaksian imannya dalam masyarakat (Sumarno Ds, 2005: 8).

2) Katekese anthropologis

(64)

sendiri. Setelah mengungkapkan pengalaman, dikonfrontasikan dengan warta gembira (Kitab Suci). Katekese merefleksikan dalam terang warta gembira atas pengalaman peserta atau dengan kata lain pengalaman peserta diterangi oleh warta gembira dalam arah untuk hidup sehari-hari (Sumarno Ds, 2005: 8).

Setelah konfrontasi, katekese mulai tahap pengajaran lebih sistematik tentang iman, Tradisi, dan praktek hidup kristiani dan dihubungkan dengan pengalaman konkrit. Sehingga pada akhirnya peserta sampai pada tindakan konkrit dalam masyarakat atas nama Gereja (Sumarno Ds, 2005: 8).

Kekhasan dari model katekese ini adalah bertolak dari pengalaman konkrit peserta sehingga peserta mudah dalam membagikan pengalamannya kepada sesama peserta katekese. Setelah membagikan pengalaman peserta diajak untuk mampu merefleksikan pengalamannya dengan warta gembira yaitu Kitab Suci.

3) Katekese historico-profetis (atau pembebasan)

Katekese ini menekankan tindakan cinta terutama diberikan prioritas pada tindakan yang keluar dari cinta persaudaraan dan perjuangan demi manusia dan keterlibatan orang kristiani dalam masyarakat untuk menuju suatu perubahan sosial. Kekhsan katekese ini adalah: situasi historis dewasa ini merupakan bagian integral dari isi katekese historico-profetis. Katekese ini tidak hanya berurusan dengan pengalaman pribadi manusia saja yang konkrit, namun keterlibatan manusia dalam dunia (Sumarno Ds, 2005: 8).

(65)

modern dalam media komunikasi dan teknologi modern. Katekese ini harus tanggap dan berawal dari situasi yang diciptakan oleh kemajuan teknologi modern agar dapat menyampaikan suatu penyajian yang tepat guna dari warta gembira Yesus Kristus (Sumarno Ds, 2005: 9).

b. Latar belakang katekese umat di Indonesia

Katekese di Indonesia pada awalnya berupa persiapan untuk permandian. Katekese untuk orang dewasa, kaum muda dan anak-anak di percayakan pada yayasan-yayasan persekolahan katolik, padahal katekese di sekolah kurang mendapat perhatian. Katekese bukan hanya untuk mempersiapkan iman demi persiapan permandian tetapi iman seseorang perlu diterangi terus menerus dan diperbarui melalui katekese, maka katekese perlu dilaksanakan terus menerus (Setyakarjana, 1997: 3).

Melihat berbagai keprihatinan yang ada di Indonesia maka dalam pertemuan PKKI pertama (1977) yang diselenggarakan di Wisma Samadi Syalom Sindanglaya mencari dan membahas mengenai arah katekese di Indonesia yang kemudian disepakati bahwa yang dikembangkan di Indonesia adalah katekese umat (Telaumbanua, 1999: 11).

(66)

pembandingan antara pengalaman dengan teks Kitab Suci, dan penerapan konkret dalam hidup masing-masing dan bersama (Telaumbanua, 1999: 11).

Penyelenggaraan katekese ini dilaksanakan dalam suasana ibadat dengan doa dan lagu-lagu rohani, aksi bina iman sejenis disebut juga pendalaman iman. Hasilnya sangat mengharukan, membuat orang bertobat kembali dan tumbuh niat untuk hidup lebih suci. Peranan pembina sangat penting agar komunikasi tetap terarah dan bergema (Telaumbanua, 1999: 11).

Dari ketiga model katekese yang dipaparkan model katekese yang sampai sekarang terus berkembang di Indonesia adalah model katekese anthropologis. Dalam katekese umat model ini cocok karena berangkat dari situasi konkrit hidup peserta yang telah dialami sehingga mampu merefleksikan dengan sabda Tuhan melalui Kitab Suci (Telaumbanua, 1999: 11).

2. Pengertian Katekese Umat

Th. Huber (1981: 10) dalam buku Katekese Umat mengemukakan bahwa katekese umat adalah:

Komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (= penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok, yang sebagai kesaksian saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese umat mengandaikan ada perencanaan.

Referensi

Dokumen terkait