• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENETAPAN DESA-DESA DI KABUPATEN SLEMAN SEBAGAI DESA WISATA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SETEMPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DAMPAK PENETAPAN DESA-DESA DI KABUPATEN SLEMAN SEBAGAI DESA WISATA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SETEMPAT"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENETAPAN DESA-DESA DI KABUPATEN SLEMAN

SEBAGAI DESA WISATA

TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SETEMPAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Disusun Oleh :

Urbanus Yulianto Kurniawan 031324004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

▸ Baca selengkapnya: sub tema : kehidupan di kota dan di desa

(2)
(3)
(4)

Dengan segala cinta dan syukur kepada

Dengan segala cinta dan syukur kepada

Dengan segala cinta dan syukur kepada

Dengan segala cinta dan syukur kepada

Tuhan Yesus Kristus kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus kupersembahkan karya ini untuk:

Ayahku tercinta Floribertus Mugiyono

Ayahku tercinta Floribertus Mugiyono

Ayahku tercinta Floribertus Mugiyono

Ayahku tercinta Floribertus Mugiyono

Ibuku Yustina Budiyah

Ibuku Yustina Budiyah

Ibuku Yustina Budiyah

Ibuku Yustina Budiyah

Adiku tercinta Melania Desanti Rahayu

Adiku tercinta Melania Desanti Rahayu

Adiku tercinta Melania Desanti Rahayu

Adiku tercinta Melania Desanti Rahayu

Yang Tercinta

Yang Tercinta

Yang Tercinta

(5)

Bukanlah suatu karya jika tanpa pengorbanan, dan

bukanlah suatu keberhasilan tanpa perjuangan

Karena itu aku berkata kepadamu: “Apa saja yang

kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu

telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu ( Markus 11: 24 )

Di dalam kasih tidak ada ketakutan: sebab ketakutan

mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia

(6)
(7)

ABSTRAK

Dampak Penetapan Desa-Desa di Kabupaten Sleman Sebagai Desa Wisata

Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Setempat Urbanus Yulianto Kurniawan

Urbanus Yulianto Kurniawan Urbanus Yulianto Kurniawan Urbanus Yulianto Kurniawan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan dan menganalisis dampak penetapan desa-desa di Kabupaten Sleman sebagai desa wisata terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat khususnya dalam hal: 1) jumlah pendapatan keluarga, 2) besarnya curahan kerja masyarakat dalam bidang pertanian dan non-pertanian, 3) besarnya kesempatan kerja, 4) besarnya kesempatan berusaha, dan 5) jumlah keluarga miskin.

Penelitian ini dilaksanakan di dua desa wisata yaitu: di Dusun Trumpon, Desa Merdikorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan di Dusun Plempoh, Desa Merdikorejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh desa wisata di Kabupaten Sleman yang berjumlah 26 desa wisata, sampel penelitian ini adalah dua Desa Wisata yaitu Desa Wisata Trumpon dan Desa Wisata Plempoh. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Analisis yang dipergunakan adalah: 1) uji beda Z, 2) analisis before-after, dan 3) batas kemiskinan menurut BPS tahun 2003.

Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sesudah penetapan sebagai desa wisata jumlah pendapatan keluarga mengalami perbedaan yang signifikan yaitu menjadi meningkat dibandingkan sebelum penetapan sebagai desa wisata..

2. Sesudah penetapan sebagai desa wisata curahan kerja dalam bidang pertanian tidak mengalami perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan sebelum penetapan sebagai desa wisata.

3. Sesudah penetapan sebagai desa wisata curahan kerja dalam bidang non-pertanian tidak mengalami perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan sebelum penetapan sebagai desa wisata.

4. Kesempatan kerja sesudah penetapan sebagai desa wisata meningkat dibandingkan dengan sebelum penetapan sebagai desa wisata.

5. Kesempatan berusaha masyarakat sesudah penetapan sebagai desa wisata semakin meningkat dan beragam jenisnya dibandingkan dengan sebelum penetapan sebagai desa wisata.

(8)

ABSTRACT

THE CONSEQUENCE OF DECIDING VILLAGE AS TOURIST OBJECTS IN SLEMAN REGENCY TOWARDS THE SOCIAL AND

ECONOMIC LIFE OF LOCAL SOCIETY Urbanus Yulianto Kurniawan

Urbanus Yulianto Kurniawan Urbanus Yulianto Kurniawan Urbanus Yulianto Kurniawan

Santa Dharma University Yogyakarta

The aim of this research is to reveal and analyze the consequences of diciding the villages in Sleman Regency as tourist objects towards social and economic life of local society, especially in 1) total amount of family’s income,

2) level of employment in the agricultural and non-agricultural sectors, 3) opportunity of getting jobs, 4) opportunity of running business, and 5) numbers

of poor family.

This research done in two tourist villages, namely in Trumpon hamlet, Merdikorejo village, in Sleman Regency of Yogyakarta Special Territory and in Plempoh hamlet, Merdikorejo village, in Prambanan District of Yogyakarta Special Territory.

This research is an ex post facto study done in 26 tourist villages but the samples were only two villages, namely Trumpon dan Plempoh hamlets. The techniques of data collection were interview and documentation. The techniques of data analysis were Z different test, before-after analysis and threshold of poverty based on Statistics Centre Board in 2003.

The results of the analysis are :

1. The family’s income of those tourist villages increases significantly after those villages decided to be the tourist villages.

2. The level of employment either in the field of agricultural sectors or non-agricultural sectors doesn’t change significantly after those village decided to be the tourist villages.

3. The opportunity to get a job, run business, kinds of job and kinds of business increase significantly after those villages decided to be the tourist villages.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan penyertaan-Nya. Sehingga penulisan skripsi berjudul “Dampak Penetapan Desa-Desa di Kabupaten Sleman Sebagai Desa Wisata Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Setempat “ ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas sanata dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Universitas Sanata Dharma yang tela memberikan bantuan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

2. Ketua Program Studi pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan kesempatam kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si, selaku pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis, serta memberi banyak saran, masukan, pikiran, dan referensi yang mendukung dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Maria Vianey mudayen, S.Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing penulis dengan memberikan saran dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(10)

6. Staf Perpustakaan Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam mendapatkan referensi berupa buku, majalah, dan koran.

7. Pihak sekretariat: Mba’ Titin, Pak Wawik, dan Mba’ Aris yang dengan saar selalu memberi informasi dan bantuan dari awal semester sampai terselesaikannya studi.

8. Bapakku Floribertus Mugiyono, terima kasih atas pengorbanannya yang begitu besar .

9. Ibuku termuah yang telah memberi penulis semangat, kasih, kesabaran, dan biaya.

10. Adikku Melania Desanti Rahayu yang selalu memberi penulis penghiburan dan semangat sehingga semua bisa terselesaikan.

11.Mbak Retno Widaningsih S.Pd, atas kasih sayang, kesabaran, perhatian, boleh numpang ngetik dan ngeprit, dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. (Percayalah satu saat nanti apa yang kita citakan dapat tercapai.Amien)

12. Mbah Putri Ali Rejo, yang dengan penuh kesabaran bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan.

13. Mbah Muji, yang telah meminjamkan AB 3855 NN sampai penulis menyelesaikan kuliah dengan baik.

14. Bulek Tutik, Mbak Uwik, Mbak Endang, Tante Parmi, terimakasih atas doa dan dukungan kepada penulis sehingga semua dapat berjalan lancar.

15. Om Sugi, Mas Joko, Mbak Tari, Mas Ketel, Bulek Menik, terima kasih atas dukunngannya.

16. Om Aloysius Sudarmadi (Mamo) yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini, makaseh om atas ide dan pengorbannnya. 17. Bapak Sugiyanto (Kepala Dusun Trumpon), yang telah mengizinkan

(11)

18. Bapak Haji Musrin (pengurus Desa Wisata Trumpon) dan Bapak Kusdik (pengurus Desa Wisata Plempoh), yang telah memberikan banyak informasi tentang desa wisata kepada penulis.

19. Mas Nunuk, atas asupan gizi yang telah diberikan pada penulis berupa susu sapi murni.

20. Sahabatku: :Leus yang belum jelas siapa pacarnya, Istadi dan pacarnya, Rino, Dhika, Anang (Tak tunggu lulusmu daaab), Monica, Pipit, Riskha, Nanik, atas persaudaraan sudah dan senang yang pernah kita alami bersama.

21. Teman-teman pemuda-pemudi Desa Wisata Brayut.

22. Teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2003 dan 2004. 23. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian pada umumnya dan bagi Universitas Sanata Dharma pada khususnya.

Yogyakarta, 4 Agustus 2007

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

HALAMAN MOTTO ………. v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

ABSTRAK ……….. vii

ABSTRACT ……… viii

KATA PENGANTAR ……… ix

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Masalah ……… 7

C. Tujuan Penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 10

A. Kepariwisataan Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) 10 1. Konsep Community Based Tourism ……….. 10

2. Tujuan Dari Community Based Tourism ………... 11

3. Keuntungan dan Kerugian Strategi Community Based Tourism……….. 12

B. Ekowisata ……… 14

1. Konsep Ekowisata ………. 14

2. Ekowisata Berkelanjutan ………... 14

3. Masyarakat Desa dan Pariwisata ……….. 16

4. Desa Wisata ………... 19

C. Pariwisata Dari Persepektif Ekonomi ……… 24

D. Komponen Sosial Ekonomi ……… 26

1. Pendapatan ………... 26

(13)

3. Kesempatan Berusaha ………... 28

4. Curahan Kerja ………... 29

5. Kemiskinan ……… 30

E. Kerangka Teoritik ………... 34

F. Penelitian Terdahulu ………... 36

G. Hipotesis ………. 37

BAB III METODE PENELITIAN…..………. 39

A. Jenis Penelitian ……… 39

B. Lokasi Penelitian………. 39

C. Subjek dan Objek Penelitian ……….. 40

D. Populasi dan Sampel……… 40

E. Teknik Pengambilan Sampel ………. 41

F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Pengukuran….. 41

G. Data Penelitian ………... 43

H. Data Yang Dicari……… 43

I. Teknik Pengumpulan Data ……… 44

J. Analisis Data……….. 45

BAB IV GAMBARAN UMUM………. 50

A. Sejarah Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Sleman Sebagai Desa Wisata ………. 50

B. Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Sleman …………. 52

C. Gambaran Daerah Penelitian……….. 57

1. Desa Wisata Trumpon ……….. 57

a. Keadaan Geografis……….. 57

b. Keadaan Penduduk ……… 58

c. Keadaan Pertanian Penduduk ……… 63

(14)

e. Organisasi Sosial ……… 66

f. Sarana dan Prasarana ……….. 66

g. Daya Tarik dan Sarana Wisata Desa Wisata Trumpon ……… 70

2. Desa Wisata Plempoh ………... 73

a. Keadaan Geografis……….. 73

b. Keadaan Penduduk ……… 74

c. Pertanian Penduduk ……… 78

d. Adat Istiadat dan Agama ………. 80

e. Organisasi Sosial ………. 82

f. Sarana dan Prasarana ………... 82

g. Daya Tarik dan Sarana Wisata Desa Wisata Plempoh ……….. 85

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ……… 87

A. Deskripsi Penelitian ………. 87

B. Perubahan Jumlah Pendapatan ………. 88

C. Perubahan Jumlah Curahan Kerja ……… 90

D. Perubahan Kesempatan Kerja ……….. 93

E. Perubahan Kesempatan Berusaha ………. 94

F. Perubahan Jumlah Keluarga Miskin ………... 95

G. Pembahasan ……….. 96

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………... 107

A. Kesimpulan………. 107

B. Keterbatasan Penelitian ……… 109

C. Saran……… 110

(15)

LAMPIRAN 1 PEDOMANWAWANCARA ………. 115

LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN ……….. 119

LAMPIRAN 3 ANALISIS DATA ……….. 135

LAMPIRAN 4 FOTO-FOTO PENELITIAN ………..…………. 138

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I.1 Perkembangan Kunjungan Wisman dan Wisnu

di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1992-1996………... 4

Tabel II.1 Keuntungan dan Kerugian Community Based Tourism …………... 12

Tabel II.2 Hubungan Forward dan Backward Linkage Dalam Pariwisata Dari Perspektif Ekonomi ………. 25

Tabel II.3 Kriteria Batas Kemiskinan Dari BPS tahun 1996-2003 (Pendapatan perkapita/bulan) ………... 33

Tabel II.4 Garis Kemiskinan Untuk Masyarakat Kota-Masyarakat Desa di Indonesia ………. 33

Tabel IV.1 Data Pengunjung Desa Wisata Kabupaten Sleman ……….. 52

Tabel IV.2 Pengklasifikasian Desa Wisata di Kabupaten Sleman ……... 55

Tabel IV.3 Komposisi Penduduk Dusun Trumpon Menurut Usia dan Jenis Kelamin tahun 2000 dan 2006 ………… 59

Tabel IV.4 Komposisi Penduduk Dusun Trumpon Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 2006 ……… 61

Tabel IV.5 Komposisi Penduduk Dusun Trumpon Berdasarkan Mata Pencaharian tahun 2000 dan 2006 …..……… 62

Tabel IV.6 Komposisi Penduduk Dusun Trumpon Berdasarkan Agama ……….. 65

Tabel IV.7 Jenis dan Jumlah Sarana Informasi Dusun Trumpon……… 67

Tabel IV.8 Jumlah dan Jenis Perumahan Dusun Trumpon ……… 69

Tabel IV.9 Tarif Desa Wisata Trumpon 2007 ……….. 72

Tabel IV.10 Komposisi Penduduk Dusun Plempoh Menurut Usia dan Jenis Kelamin tahun 2000 dan 2006 ..………… 75

Tabel IV.11 Komposisi Penduduk Dusun Plempoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 2006 ……….. 76

Tabel IV.12 Komposisi Penduduk Dusun Plempoh Berdasarkan Mata Pencaharian tahun 2000 dan 2006 …….……… 77

(17)

Berdasarkan Agama ……….. 80

Tabel IV.14 Jenis dan Jumlah Sarana Informasi Dusun Plempoh ……… 83

Tabel IV.15 Jumlah dan Jenis Perumahan Dusun Plempoh ………. 84

Tabel V.1 Jenis Pekerjaan dan Jumlah Tenaga Kerja

tahun 2000 dan 2006 ….……… 92

Tabel V.2 Jenis dan Jumlah Usaha Baru tahun 2000 dan 2006 ….…………. 94

Tabel V.3 Jumlah Keluarga yang Tergolong Miskin dan

Jumlah Keluarga yang Berada di atas Garis Kemiskinan

(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dengan berkembangnya pembangunan, diharapkan akan terjadi pula peningkatan pendapatan dan kesejahteraan manusia. Sejalan dengan berputarnya aktivitas roda perekonomian dan aktivitas manusia lainnya, maka akan semakin menambah kesibukan untuk bekerja atau berusaha. Kegiatan tersebut biasanya terjadi setiap hari dan berulang-ulang, sehingga menjadi aktivitas manusia yang menjadi rutinitas.

Rutinitas yang dilaksanakan oleh manusia biasanya diikuti oleh adanya suasana lingkungan yang kurang nyaman dan monoton, sebagai contoh: adanya kesemrawutan lalu lintas menuju tempat kita beraktivitas, kemacetan lalu lintas yang sering terjadi, kondisi udara yang panas, dan situasi kerja yang monoton. Semua situasi tersebut akan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan dan akhirnya dapat menimbulkan stress bagi manusia pelaku aktivitas. Agar stress yang dihadapi banyak orang dapat dikurangi dan dihindari, orang-orang akan menempuh dengan cara mereka masing-masing. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya stress adalah dengan berwisata atau mengunjungi objek wisata.

(19)

pada peningkatan produktivitas manusia. Hal seperti ini dapat terjadi karena dengan aktivitas berwisata dengan menghirup udara segar, akan dapat mengendorkan syaraf-syaraf yang tegang karena rutinitas aktivitasnya, juga dengan media wisata akan dapat mengakrapkan hubungan antar manusia baik sesama maupun dengan atasan, dengan keluarga maupun dengan objek wisata.

Objek dan daya tarik wisata itu sendiri terdiri atas: 1) objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna; 2) objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan taman hiburan (UU No. 9 tahun 1990).

Kepariwisataan di Indonesia akhir-akhir ini berkembang dengan pesat. Hampir seluruh daerah atau provinsi mengembangkan program pariwisata dengan cara menjual atau menawarkan keindahan dan keunikan budaya serta lingkungan alamnya. Memang dalam kerangka yang besar atau nasional, kepariwisataan ini diharapkan dapat menyumbangkan devisa bagi negara. Dalam kerangka kecilnya diharapkan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam perkembangan tersebut, dengan melibatkan diri dalam perekonomian yang berkembang seiring dengan masuknya wisatawan. Idealnya, apa yang dibelanjakan oleh wisatawan merupakan keuntungan masyarakat setempat dari proyek pengembangan daerah wisata tersebut.

(20)

pariwisata, seperti terbentuknya Yayasan Tourisme Indonesia (1955), Dewan Tourisme Indonesia (1957), dan Lembaga Pariwisata Nasional (1980), yang pada dasarnya semua lembaga tersebut bertugas menangani masalah kepariwisataan nasional (Munawarah dkk, 1999: 1).

Lebih dari itu dunia kepariwisataan Indonesia memasuki momentum yang paling penting pada tahun 1969, yaitu sejak dikeluarkannya Kepres No. 3 Tahun 1969 tanggal 22 Maret 1969, yang melebur lembaga bersifat menjadi bagian dari Departemen Perhubungan dengan status Direktorat Jendral sehingga secara langsung lembaga ini bertangung jawab terhadap pemerintah. Surat keputusan ini memiliki arti penting karena dengan pembenahan organisasi yang membidangi kepariwisataan, kebijakan pemerintah di bidang ini semakin memiliki arah yang jelas. Apalagi kemudian disusul dengan dikeluarkannya Kepres No.30 tahun 1969 tentang pengembangan kepariwisataan nasional sebagai salah satu sumber penghasilan devisa negara (Yoeti, 1985: 4).

Daerah Istimewah Yogyakarta, salah satu Provinsi Daerah Tujuan Wisata (DTW) sudah tentu tidak ketinggalan memanfaatkan potensi kepariwisataan semaksimal mungkin. Memang jika dibandingkan dengan Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta masih kalah dalam keberhasilannya untuk menarik wisatawan. Namun demikian Yogyakarta yang terkenal sebagai salah satu cagar budaya jawa memiliki potensi yang besar untuk berkembang.

(21)

antara lain: Kebun Binatang, Konveksi/MICE, Desa Kerajinan, Wisata Agro dan Munumen Perjuangan Bangsa, sedangkan objek wisata alam meliputi gunung atau pegunungan, hutan, goa dan pantai.

Dalam perkembangan pengunjung objek wisata dan wisatawan ke Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 1994 tercatat 8.288.669 orang, dan pada tahun 1995 tercatat 9.343.385 orang. Sementara jumlah pengunjung wisatawan mancanegara dari 216.051 orang tahun 1991 menjadi 344.265 orang pada tahun 1995, sedangkan wisatawan nusantara meningkat rata-rata 16,38 % per tahun dari 492.048 orang pada tahun 1991 menjadi 837.265 orang pada tahun 1995.

Tabel I.1

Perkembangan Kunjungan Wisman dan Wisnu di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1992 – 1996

Wisatawan

No Tahun

Mancanegara Nusantara

Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 1992 1993 1994 1995 1996 256.192 299.433 323.194 344.265 351.542 561.224 610.818 640.801 837.265 901.575 817.416 910.251 963.993 1.181.530 1.253.117 Sumber: Dinas Pariwisata Yogyakarta, 1997: 3

(22)

di Sleman dan dua desa wisata di Bantul. Beberapa diantaranya, yaitu desa wisata Gabugan Tempel, desa wisata Sambi Pakem, desa wisata Srowolan Turi, desa wisata Trumpon Tempel, desa wisata Tanjung Ngaglik, desa wisata Turgo Pakem. Di bantul desa wisata Krebet Pajangan, dan desa wisata Kebon Agung Imogiri. (Kompas, 6 Desember 2004). Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman, jumlah pengunjung desa wisata naik mendekati 35 %, dari 31.644 orang (2004) menjadi 42.655 orang (2005). Sebaliknya, jumlah wisatawan yang mengunjungi objek wisata favorit di Sleman, yaitu candi, justru berkurang. (www.kompas-cetak.com).

Konsep desa wisata yang menjual suasana alam sekaligus berinteraksi langsung dengan kegiatan masyarakat desa menjadi daya tarik kuat bagi wisatawan. Di tiap desa wisata pengunjung bisa bermalam di lokasi, berjalan-jalan di sekitar kawasan desa, bahkan mempelajari pertanian masyarakat setempat. Beberapa desa wisata juga dimanfaatkan untuk wisata minat khusus seperti "hiking", "climbing", atau "tracking", karena secara geografis berdekatan dengan Gunung Merapi.

(23)

ini dikembangkan menjadi salah satu tempat untuk mengamati aktivitas Gunung Merapi (Kompas, 24 Mei 2006).

Inti membangun desa wisata (DW) adalah bagaimana rakyat mendapat rejeki dari pariwisata (bukan sebagi penonton) dengan cara mengkomersilkan modal yang dimilikinya, yaitu berupa rumah, alam, lingkungan dan budayanya. Masyarakat desa dengan pertanian sebagai sumber utama penghidupan sekarang ini dalam keadaan terpuruk, dan belum ada tanda-tanda terjadi perubahan. Petani di Yogyakarta rata-rata hanya memiliki sawah 0,5 hektar. Waktu mulai tanam harga pupuk mahal, waktu padi mulai tumbuh datang hama wereng dan lainnya, harga insektisida mahal, menjelang panen datang hama tikus, waktu panen harga jual gabah atau beras rendah. Tanpa disadari, bahwa pada hakekatnya rakyat mempunyai harta lain, yaitu rumah, alam, lingkungan, dan kebudayaan yang dapat dikembangkan untuk mengatasi keterpurukan masyarakat petani di daerah pedesaan.

Keberadaan desa-desa wisata saat ini diharapkan dapat terus bertahan dan tampil sebagai bentuk diversifikasi ekonomi selain usaha tani di wilayah pedesaan. Otentisitas, orisinilitas dan keunikkan desa perlu dijaga. Di sisi lain, perkembangan zaman dan budaya pasar yang kian menggerus aura pedesaan tentu saja tidak dapat dihindarkan, dan kenyataan ini perlu disadari bersama dan perlu tindakan antisipasi secara arif dan bijaksana.

(24)

memanfaatkan desa di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tempat berwisata, maka pariwisata akan dapat menjadi sumber pendapatan utama di Daerah Istimewa Yogyakarta yang langsung masuk ke kantong rakyat, di samping itu juga ada manfaat lain dari pariwisata tersebut yakni: 1) penyediaan lapangan kerja, 2) perbaikan lingkungan, 3) peningkatan sumber ekonomi, dan 4) peningkatan kesadaran masyarakat terhadap sumber daya alam (Kedaulatan Rakyat, 11 januari 1992). Bertitik tolak dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Dampak Penetapan Desa-desa di Kabupaten Sleman Sebagai Desa Wisata Terhadap Kehidupan Sosial

Ekonomi Masyarakat Setempat”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan dalam hal jumlah pendapatan keluarga masyarakat desa di Kabupaten Sleman saat sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata ?

2. Apakah ada perbedaan dalam hal curahan kerja masyarakat desa di Kabupaten Sleman dalam bidang pertanian saat sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata ?

3. Apakah ada perbedaan dalam hal curahan kerja masyarakat desa di Kabupten Sleman dalam bidang non-pertanian saat sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata ?

(25)

5. Apakah kesempatan berusaha masyarakat desa di Kabupaten Sleman setelah penetapan sebagai desa wisata lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata ?

6. Apakah ada perubahan jumlah keluarga miskin di desa antara sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengungkapkan dan menganalisis jumlah pendapatan keluarga masyarakat desa di Kabupaten Sleman sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata.

2. Untuk mengungkapkan dan menganalisis besarnya curahan kerja masyarakat desa di Kabupaten Sleman dalam bidang pertanian sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

3. Untuk mengungkapkan dan menganalisis besarnya curahan kerja masyarakat desa di Kabupaten Sleman dalam bidang non-pertanian sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

4. Untuk mengungkapkan dan menganalisis besarnya kesempatan kerja masyarakat desa di Kabupaten Sleman sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

(26)

6. Untuk mengungkapkan dan menganalisis jumlah keluarga miskin masyarakat desa di Kabupaten Sleman sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Desa-desa Wisata

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dorongan bagi desa-desa wisata di Kabupaten Sleman untuk mengembangkan dan melestarikan potensi wisatanya.

2. Bagi Dinas Pariwisata

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi dinas pariwisata untuk terus memberikan dukungan pengembangan terhadap wisata pedesaan di Kabupaten Sleman.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu referensi dan selanjutnya dapat dikaji lebih mendalam oleh Universitas Sanata Dharma. 4. Bagi Peneliti

(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kepariwisataan Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) 1. Konsep Community Based Tourism

Community Based Tourism dapat diartikan sebagai pembangunan pariwisata berbasis komunitas, melalui pengembangan Community Based Tourism diharapkan akan dapat ditingkatkan (Weber, 2004; 2) :

a. Partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan terhadap arah pengembangan serta struktur organisasi proyek pariwisata (masyarakat lokal sebagai subjek dan objek pariwisata). b. Taraf hidup masyarakat lokal dengan pembagian hasil secara adil (

pro-poor-tourism)

c. Pelestarian budaya setempat dengan penyediaan kegiatan atau hasil budaya sebagai daya tarik sebagai contoh: kehidupan sehari-hari, kearifan lokal, kesenian, kerjinan tangan, arsitektur dan lain-lain.

(28)

Masyarakat setempat sebagai subjek dan objek pariwisata dapat menyediakan jasa yang berupa : 1) pengembangan infrastruktur (jalan, museum, pusat komunikasi budaya, taman, dan lain-lain); 2) guiding; 3) transportasi; 4) makanan (penyedia makanan); 5) akomodasi; 6) kerajinan tangan; 7) petunjuk budaya (tarian, musik, gamelan, wayang) dan 8) demonstrasi kehidupan sehari-hari (menenun, membajak, memasak dengan cara tradisional).

Ada tiga tipe dalam Community Based Tourism diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Perusahaan pariwisata dimiliki dan dikelola penuh oleh masyarakat setempat

b. Perusahaan pariwisata dimiliki dan dikelola oleh beberapa keluarga atau organisasi lokal

c. Join venture antara masyarakat setempat dengan sektor industri pariwisata luar

Secara teoritis model yang pertama dipandang sebagai yang paling menguntungkan bagi komunitas, karena memang dalam model pertama tersebut partisipasi dan otonomi masyarakat lokal dijunjung tinggi. Akan tetapi, dari segi ekonomi model yang ketiga jauh lebih prospektif.

2. Tujuan Dari Proyek Community Based Tourism

(29)

setempat sebagai pelaku pariwisata memperoleh peningkatan pengetahuan tentang pariwisata pada umumnya (termasuk dampaknya), ikut menentukan tujuan dan organisasi proyek secara kolektif (keikutsertaan, pembagian kekuasaan, tugas dan tanggung jawab, sumber dana, bantuan yang dibutuhkan, dan lain-lain), mampu meningkatkan kompetensi dalam pengelolaan usaha pariwisata (kewirausahaan), menentukan pembagian hasil yang adil, serta pelestarian budaya setempat dengan penyediaan kegiatan atau hasil budaya sebagai daya tarik.

3. Keuntungan dan Kerugian Strategi Community Based Tourism

Dalam pengembangan dan pelaksanaan Community Based Tourism tentunya ada keuntungan dan kerugian yang dihadapi, adapun keuntungan dan kerugian tersebut adalah :

Tabel II.1

Keuntungan dan Kerugian Community Based Tourism

Keuntungan Community Based Tourism

Kerugian Community Based Tourism

• Perluasan pasar kerja dan peningkatan pendapatan rumah tangga dan masyarakat keseluruhannya

• Diversifikasi ekonomi setempat • Stimulasi perkembangan

ekonomi setempat

• Investasi berisiko tinggi

• Pengembangan infrastruktur cenderung untuk kebutuhan wisatawan saja

(30)

Keuntungan Community Based Tourism

• Peningkatan taraf pendidikan (tradisional dan modern) • Perkembangan infrastruktur

(transportasi, air bersih, listrik, teknologi komunikasi)

• Peningkatan kebanggaan terhadap budaya setempat • Menghidupkan kembali tradisi

lokal

• Pengurangan migrasi

• Penguatan kontrol kekayaan lokal

• Peningkatan pengertian dan simpati wisatawan tentang cara hidup lain

• Peningkatan manajemen sampah dan air limbah (sanitasi)

Kerugian Community Based Tourism

konflik, a) antar anggota

masyarakat dengan

kepentingan yang berbeda, dan b) antara masyarakat atau suku tetangga

• Permintaan produk pariwisata kurang stabil

• Ketergantungan berlebih • Pembagian hasil tidak merata • Kenaikan harga produk lokal • Pencemaran lingkungan • Kemerosotan nilai-nilai sosial,

adat, budaya

Sumber : Weber, 2004: 5

(31)

B. Ekowisata

1. Konsep Ekowisata

Didalam pasal 3 UU No 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan antara lain bertujuan untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Dalam hal ini ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata yang sangat berkaitan erat dengan ketentuan pasal tiga di atas. Ekowisata adalah suatu wisata yang bersifat alam dengan tujuan melestarikan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal secara berkelanjutan. Dalam ekowisata, selain tidak merusak lingkungan dan budaya lokal, juga ada unsur pendidikan baik kepada turis maupun kepada penduduk lokal.

2. Ekowisata Berkelanjutan

(32)

pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, LSM/organisasi non profit, terutama masyarakat sekitar ekowisata. Dengan kata lain, agar kegiatan ekowisata dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka masyarakat luas sejak awal dilibatkan dalam pengelolaan termasuk perawatan/pemeliharaan objek wisata/ekowisata. Dengan demikian masyarakat akan mengetahui tujuan diselenggarakannya kegiatan ekowisata dan manfaat ekowisata bagi masyarakat terutama masyarakat lokal.

Objek wisata dipasarkan tentunya bertujuan disamping untuk memperoleh pemasukan pendapatan bagi pemerintah juga untuk menggerakan roda perekonomian khususnya masyarakat setempat, maupun masyarakat lain yang terkait dengan kegiatan wisata. Dengan dilibatkannya masyarakat yang di fasilitasi pemerintah pada kegiatan yang ada pada objek wisata, maka diharapkan masyarakat akan memiliki rasa

handarbeni terhadap objek wisata ekowisata. Hal tersebut perlu dibentuk sehingga akan dapat merubah perilaku masyarakat yang apatis menjadi lebih perduli kepada ekowisata, dikarenakan adanya keterkaitan langsung atau manfaat langsung bagi masyarakat. Dengan kata lain pemerintah mempunyai kewajiban untuk membina masyarakat agar mereka merasa memiliki ketergantungan pada keberlangsungan objek wisata/ekowisata, khususnya dalam hal sumber pendapatan keluarga mereka.

(33)

objek tersebut. Sebagai pelaku pariwisata yang diperlukan adalah merawat, menata, menjaga serta membuka akses ke objek wisata, memasarkan dan menyebarluaskan informasi. Kegiatan tersebut tentunya menjadi tanggungjawab baik dari pemerintah daerah, masyarakat, maupun pengusaha pariwisata, dimana ketiga komponen ini saling bekerjasama, saling sinergi untuk mencapai tujuan pemasaran objek ekowisata. Dengan kata lain untuk mengelola ekowisata perlu ditetapkan dan disadari bersama tentang hak dan kewajiban masing-masing komponen dalam hal siapa akan berbuat apa, dimana, kapan dan bagaimana caranya demi terwujudnya kelestarian atau keberlanjutan keberadaan ekowisata.

3. Masyarakat Desa dan Pariwisata

(34)

wisatawannya sangat tinggi, kemudian mencari tempat yang menonjolkan keaslian otentisitas (authenticity), orosinilitas (originality), dan keunikan (uniqeness) lokal.

Perkembangan pariwisata yang ditandai dengan semakin gencarnya pencarian objek-objek yang unik, beragam dan berkualitas tinggi mengakibatkan wilayah pedesaan menjadi sasaran baru pengembangan daerah tujuan wisata. Pariwisata pedesaan merupakan bentuk pariwisata yang bertumpu pada objek dan daya tarik kehidupan desa dengan ciri-ciri khusus masyarakatnya, panorama alam, dan budayanya (Ahimsa Putra, 2001 dalam Damanik 2003). Pariwisata pedesaan tumbuh sebagai respon terhadap permintaan pasar wisatawan atas objek dan atraksi wisata yang baru dan berbeda dengan objek konvensional.

Dari sisi supply pengembangan pariwisata pedesaan didorong oleh tiga faktor berikut. Pertama, wilayah pedesaan memiliki potensi alam dan budaya yang relatif lebih kaya dari pada wilayah perkotaan. Kedua, wilayah pedesaan memiliki lingkungan yang relatif belum banyak tercemar dibandingkan dengan kawasan perkotaan, sehingga dipandang merupakan kawasan yang layak secara lingkungan bagi kegiatan wisata. Ketiga, pariwisata mendorong diversifikasi ekonomi masyarakat yang dalam tingkat tertentu cenderung mengalami kejenuhan (monokultur,

(35)

Di sisi lain tidak jarang terjadi bahwa masyarakat desa, sebagaimana juga pemerintah lokal sering melihat pengembangan pariwisata secara berlebihan sebagai obat mujarab bagi persoalan ekonomi subsisten yang ditandai dengan kurangnya diversifikasi produksi, peluang kerja dan berusaha yang sangat minim, serta terbatasnya kapital dan infrastruktur. Pandangan seperti ini perlu dipikirkan secara lebih rasional, sebab sesungguhnya prosesnya tidaklah semudah itu. Elemen utama dan yang pertama-tama perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan objek dan atraksi wisata yang memiliki unsur-unsur keaslian, dan keunikan. Suatu kawasan atau daerah pedesaan akan mudah menjadi destinasi wisata apabila desa tersebut memiliki objek atau atraksi yang asli, unik atau berbeda dengan yang lainnya (Nasikun, 1995: 85).

Menurut Fagance dalam Damanik, 2003 suatu desa dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata apabila ia memiliki paling tidak

empat unsur penting, yakni: a) keunikan, keaslian, dan sifat khusus, b) letaknya dekat dengan lingkungan alam yang luar biasa atau dengan

situs arkeologi atau situs sejarah, c) berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya yang secara hakiki menarik minat pengunjung, d) fasilitas penunjang aktivitas rekreasi.

4. Desa Wisata (DW)

a. Pengertian Desa Wisata

(36)

struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3 dalam www. wikipedia.org).

b. Komponen Utama Desa Wisata

Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata : 1) Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. 2) Atraksi: seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.

Sedangkan Edward Inskeep dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166 (dalam www. wikipedia.org) memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote

villages and learn about village life and the local environment. c. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata

(37)

kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata, yaitu :

1) Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata

Implementasi dalam pendekatan ini terdiri dari tiga model, yaitu

a) interaksi tidak langsung, model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi misalnya : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.

b) interaksi setengah langsung, bentuk-bentuk one day trip

yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.

(38)

for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization dalam www. wikipedia.org)

2) Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata

Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi, dengan cara a) mengobservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut; b) mengobservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata; c) mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil.

d. Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata

Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :

(39)

a) Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.

b) Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.

c) Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.

2) Wisatawan mancanegara, yang terbagi lagi menjadi tiga jenis : a) Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada

kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing.

(40)

c) Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.

e. Tipe Desa Wisata

Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu: 1) Tipe Terstruktur; tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut, a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional; b) Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini; c) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima. Contoh dari kawasan ini adalah kawasan Nua Dua Bali, dan kawasan wisata di Lombok.

(41)

ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah desa wisata di kabupaten Sleman dan Bantul.

C. Pariwisata Dari Perspektif Ekonomi

Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan utama penyelenggaraan kegiatan pariwisata adalah berkenaan dengan keuntungan ekonomi. Dalam kaitan ini akan terbentuk sistem ekonomi yang secara sederhana dapat dijelaskan melalui hubungan forward dan backward linkage.

Tabel II.2

Hubungan Forward dan Backward Linkage

Dalam Pariwisata Dari Perspektif Ekonomi

Sumber: www. pasca uns.ac.id

(42)

sektor perdagangan, sektor industri, sektor transportasi, dsb. Keterkaitan yang berkesinambungan ini juga akan menghasilkan efek multiplier ekonomi.

Backward linkage (hubungan internal), menjelaskan adanya hubungan- hubungan diantara sektor-sektor didalam lokasi pariwista tersebut. Disamping itu juga ada hubungan-hubungan diantara para pelaku (aktor) pariwisata, atau dapat juga disebut sebagai para stakeholder. Termasuk disini adalah para tukang ojek, pemandu wisata, warung, penjaja kerajinan dsb. Dalam sistem kecil ini juga akan dihasilkan efek multiplier ekonomi (Suharso, 2004).

D. Komponen Sosial Ekonomi 1. Pendapatan

Berbicara mengenai pendapatan sangat erat hubungannya dengan penghasilan bahkan orang awam menyamakan kedua pengertian tersebut. Penghasilan adalah setiap hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha-usaha tertentu misalnya gaji yang diperoleh karena bekerja pada suatu instansi, sedangkan pendapatan adalah suatu penghasilan yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu misalnya biaya simpan uang di Bank

(43)

Adapun sumber-sumber pendapatan yang ada di pedesaan adalah sebagai berikut (Abunawan, 1985: 59):

a. Land Based Agricultural (pertanian yang berdasarkan pada tanah) yaitu pertanian yang mutlak membutuhkan lahan, artinya lahan menjadi faktor utama dalam pertanian itu misalnya menggarap sawah dan ladang.

b. Non Land Based Agricultural (pertanian yang tidak berdasarkan pada tanah) yaitu pertanian yang tidak mutlak membutuhkan lahan, artinya lahan tidak menjadi faktor utama dalam pertanian, misalnya menanam sayur atau bunga dalam pot.

c. Non Agricultural (bukan pertanian) yaitu sumber pendapatan di luar sektor pertanian, misalnya mencari kayu, berdagang kerajinan, pekerja bangunan, pekerja angkutan, buruh industri, dan lain-lain.

(44)

Penghasilan keluarga menurut Gilarso (1992; 41) dapat bersumber pada :

- Usaha sendiri (wiraswasta) misalnya berdagang, mengerjakan sawah, atau menjalankan perusahaan sendiri.

- Bekerja pada orang lain misalnya bekerja di kantor atau perusahaan sebagai pegawai atau karyawan baik swasta maupun pemerintah - Hasil dari milik misalnya mempunyai sawah yang disewakan,

mempunyai rumah disewakan, dan meminjamkan uang dengan bunga tertentu

Gilarso juga mengungkapkan bahwa penghasilan atau pendapatan keluarga adalah sebagai bentuk balas karya yang diperoleh sebagai imbalan atau balas jasa atau sumbangan seseorang terhadap proses produksi. Penghasilan keluarga juga dapat diterima dalam bentuk barang, misalnya tunjangan beras, hasil dari sawah dan pekarangan atau fasilitas seperti rumah dinas dan pengobatan gratis.

2. Kesempatan Kerja

(45)

atau peluang kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan dalam suatu usaha.

3. Kesempatan Berusaha

Peluang berusaha dibedakan dengan peluang kerja. Perbedaan ini sejajar dengan perbedaan antara berusaha, bekerja dan antara pengusaha dan pekerja. Mengenai bekerja biasanya bidang, jenis, tempat serta waktu bekerja lebih tertentu dan tentang pekerja hubungan kerjanya lebih vertikal.dalam berusaha seseorang diberi wewenang untuk memilih bidang usahanya dan pengusaha lebih mandiri serta hubungan antara pengusaha lebih bersifat tradisional.

Kesempatan berusaha dapat diartikan sebagai kesempatan atau peluang bagi masyarakat untuk menciptakan usaha baru yang dikelola sendiri atau dibantu oleh orang lain, sehingga terbuka peluang untuk membuka usaha baru di daerah pedesaan dan akan menambah kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan dalam menambah penghasilan (Mubyarto dkk, 1985: 437).

4. Curahan Kerja

a. Pengertian Curahan Kerja

(46)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jam kerja adalah banyaknya waktu yang digunakan seseorang dalam bekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka memperoleh penghasilan/pendapatan.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Curahan Waktu Atau Jam Kerja Ada beberapa faktor yang mempengaruhi curahan waktu atau jam kerja menurut Suroto (dalam Setyawan, 2006: 20) jam kerja dipengaruhi oleh:

1. iklim atau musim 2. jenis pekerjaan

3. tingkat pendapatan yang telah diterima

Antara jam kerja dengan pendapatan saling berhubungan, terutama bagi mereka yang pekerjaannya tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan khusus. Banyaknya jam kerja juga dijadikan indikator untuk menentukan apakah seseorang dikatakan sebagai seorang yang menganggur atau bekerja. Menurut Simanjutak (dalam Setyawan, 2006: 20) jika seseorang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai setengah pengangguran kentara.

(47)

waktu yang disediakan untuk bekerja. Jika waktu senggang bertambah maka pendapatan seseorang akan berkurang dengan demikian curahan jam kerja bisa berpengaruh terhadap pendapatan.

5. Kemiskinan

a. Konsep Kemiskinan

Secara teoritis kemiskinan dibedakan menjadi dua macam, yaitu kemiskinan mutlak (absolut proverty) dan kemiskinan relatif (relative proverty). Kemiskinan mutlak diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, bahan kebutuhan fisik minimumnya untuk makanan, perumahan, bahan bakar, air, pakaian, pendidikan, dan kesehatan dianggap miskin dalam arti absolut. Sedangkan kemiskinan relatif adalah ketidaksamaan kesempatan dan ketidaksamaan di antara berbagai lapisan masyarakat untuk mendapatkan barang dan jasa dalam menikmati kehidupan yang makmur (Soedarno, 1988: 149).

(48)

kekuasaan yang dapat dikategorikan kedalam kedua kelompok yaitu: Primer dan sekunder, sebagi berikut :

1) Basis Kekuasaan Sosial Primer - Pengetahuan dan keterampilan - Organisasi sosial dan politik - Harta produksi

2) Basis Kekuasaan Sosial Sekunder - Sumber-sumber keuangan - Jaringan sosial

- Informasi sosial b. Kriteria Kemiskinan

Dalam hal pengukuran kemiskinan absolut ditunjukkan dengan sampai berapa jauh terpenuhi tidaknya kebutuhan pokok atau konsumsi nyata yang meliputi pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Konsumsi nyata tersebut dinyatakan secara kuantitatif atau dalam bentuk uang berdasarkan pada harga tahun tertentu. Kemiskinan relatif menurut Bank Dunia dinyatakan dengan berapa persen dari pendapatan nasional oleh penduduk yang tergolong paling miskin yaitu:

1) Jika 40% jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang 12% dari GNP, maka disebut kepincangan mencolok

(49)

3) Jika 40% jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17% dari GNP, maka disebut kepincangan normal

Sedangkan tolak ukur untuk kriteria rumah tangga miskin di Indonesia yang bersumber pada BPS hasil susenas adalah sebagai berikut :

Tabel II.3

Kriteria Batas Kemiskinan Dari BPS tahun 1996-2003 (Pendapatan per Kapita/Bulan)

Batas Miskin (Rp/kapita/bulan) Tahun

Kota (Rp) Desa (Rp)

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 42.032 96.959 92.402 89.845 91.632 100.011 130.499 138.803 31.366 72.780 74.272 69.420 73.648 80.382 96.512 105.888 Sumber : Bussines News 7127 tanggal 20 Oktober 2004

Berbeda dengan Prof DR. Sajogya yang mencoba membuat penyesuaian untuk kondisi Indonesia dengan mengkonversikan penghasilan atau pembelanjaan ke dalam ekuivalen konsumsi beras per jiwa per tahun, sebagai berikut:

Tabel II.4

Garis Kemiskinan Untuk Masyarakat Kota-Masyarakat Desa di Indonesia tahun 1976

Keterangan Masyarakat Kota (Kg beras)

(50)

Tingkat penghasilan atau pembelanjaan yang diperlukan sebagai garis kemiskinan adalah ekuivalen beras 360 Kg per tahun untuk masyarakat kota, dan 240 Kg per tahun untuk masyarakat desa.

E. Kerangka Teoritik

Dalam pelaksanaannya pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari segi sosial, dan lingkungan hidup yang melingkupinya. Pembangunan tersebut harus memperhatikan dampak kemanusiaan yang menjadi permasalahan hidup manusia, dimana menyangkut kemiskinan , kelaparan, ketidaksehatan, pekerjaan, pendidikan, yang pada akhirnya merambat ke pendapatan, konsumsi, dan kesejahteraan manusia itu sendiri.

Pembangunan nasional khususnya untuk pembangunan sektor pariwisata di Indonesia dewasa ini secara keseluruhan menunjukkan kinerja yang baik dimana hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara beberapa tahun terakhir ini.

(51)

dapat memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut, pengembangan pariwisata khususnya dalam hal pengembangan wisata pedesaan di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk setempat maupun bagi pemerintah, seperti:

a. Kesempatan Berusaha

Yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya kesempatan berusaha yang semakin terbuka luas, baik usaha langsung untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung. Lapangan usaha langsung, meliputi: usaha akomodasi (hotel, homestay, campingside, caravan), restoran, rumah makan, biro perjalanan, toko souvenir, sanggar-sanggar kerajinan, pramuwisata, dan sebagainya. Lapangan usaha tidak langsung, seperti: pertanian, perikanan, perindustrian dan kerajinan, industri pakaian jadi, dan lapangan usaha lain yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. b. Terbukanya Lapangan Pekerjaan

Luasnya kesempatan dalam berusaha, berarti akan membuka lapangan kerja, baik lapangan kerja di berbagai usaha yang langsung memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung.

c. Meningkatkan Pendapatan Masyarakat dan Pemerintah

(52)

lokal, makan dan minum, cenderamata, dan pembelian jasa dan barang lainnya. Dipihak lain pemerintah memperoleh pendapatan, berupa pajak-pajak dari perusahaan dan dari uang asing yang dibelanjakan oleh wisatawan mancanegara.

d. Pengembangan Sarana Fisik

Disini yang dimaksud adalah perubahan dalam wujud fisik yang berupa perubahan dalam infrastrukutur seperti jalan yang menjadi lebih baik, penerangan listrik dan jangkauan telepon yang masuk sampai ke desa-desa.

e. Mendorong Pembangunan Daerah

Berkembangnya kepariwisataan di daerah, akan mendorong pemerintah daerah dan masyarakat mempersiapkan dan membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, seperti: pembangunan dan perbaikan jalan, instalasi air, instalasi listrik, perbaikan lingkungan, pengkondisian masyarakat, penataan kelembagaan, dan lain sebagainya.

F. Penelitian Terdahulu

Dalam beberapa penelitian sebelumnya yang menganalisis dampak sosial ekonomi dari suatu pengembangan kegiatan pariwisata adalah Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan Objek Wisata Ketep Pass Bagi Masyarakat Sekitar yang diteliti oleh Martinus Irka Puji Setyawan (2006). Metode yang digunakan peneliti yaitu studi kasus yang sifat penelitiannya ex post facto.

(53)

ketep pass memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat setempat seperti:

1. Pencurahan kerja masyarakat bidang pertanian setelah pembangunan objek wisata ketep pass lebih besar dibandingkan sebelum pembangunan objek wisata ketep pass, disisi lain pencurahan kerja masyarakat dalam bidang non-pertanian tidak mengalami perubahan dibandingkan sebelum pembangunan objek wisata ketep pass

2. Dalam hal jenis pekerjaan, masyarakat banyak yang beralih dari pertanian ke sektor non pertanian

3. Jumlah pendapatan masyarakat setelah pembangunan objek wisata ketep pass lebih besar dari pada sebelum pembangunan objek wisata ketep pass

4. Jumlah keluarga miskin setelah pembangunan objek wisata ketep pass berkurang dibandingkan dengan sebelum pembangunan objek wisata ketep pass

G. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut peneliti beranggapan bahwa penetapan desa-desa di Kabupaten Sleman sebagai desa wisata memberikan dampak sosial ekonomi seperti :

(54)

2. Curahan kerja masyarakat di desa wisata meningkat menjadi lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata, yang terbagi atas: a. Curahan kerja masyarakat di desa wisata dalam bidang pertanian

menjadi lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata b. Curahan kerja masyarakat di desa wisata dalam bidang non-pertanian

menjadi lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata 3. Kesempatan kerja masyarakat di desa wisata meningkat menjadi lebih

banyak dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata

4. Kesempatan berusaha masyarakat desa wisata meningkat menjadi lebih banyak dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian ex post facto yaitu penelitian yang mana data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dipersoalkan sudah terjadi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu : April sampai dengan Mei 2007

Lokasi : Desa Wisata Trumpon, Merdikorejo, Tempel dan Desa Wisata Plempoh, Bokoharjo Prambanan

Desa Wisata Trumpon dan Desa Wisata Plempoh merupakan suatu dusun yang terletak di Kabupaten Sleman, dua dusun ini merupakan suatu tempat wisata pedesaan yang berlatar belakang keindahan alam dan kesenian. Penulis mengadakan penelitian pada dua dusun tersebut dikarenakan dusun tersebut merupakan dusun yang menjadi desa wisata dimana cukup pesat perkembangannya, baik dalam hal perkembangan jumlah wisatawan yang berkunjung maupun dari segi keunikan serta orisinilitas kebudayaannya.

(56)

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti bagaimana dampak dalam bidang sosial-ekonomi dengan adanya penetapan desa wisata khususnya bagi masyarakat dusun Trumpon dan dusun Plempoh.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat dusun Trumpon, Merdikorejo, Tempel dan masyarakat dusun Plempoh, Bokoharjo Prambanan. Dimana sebagian besar mata pencaharian penduduk ini adalah sebagai petani.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang diteliti, terutama perubahan dalam struktur sosial ekonomi masyarakat setempat seperti: pendapatan keluarga, curahan kerja, kesempatan berusaha, kesempatan kerja, dan jumlah keluarga miskin di masyarakat.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(57)

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2003: 56). Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud sampel adalah penduduk dusunTrumpon yang berjumlah 416 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 105 KK dan penduduk dusun Plempoh yang berjumlah 128 KK.

E. Teknik Pengambilan Sampel

1. Sampel Purposive, dimana dilakukan dengan mengambil orang-orang atau kelompok yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Sampel purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2003: 98). Sampel dalam penelitian ini adalah desa-desa wisata yang cukup banyak kunjungan wisatawannya dibandingkan desa wisata lainnya yaitu dusun Trumpon dan dusun Plempoh.

2. Sampling Jenuh, adalah sejumlah populasi yang ada dan diambil secara keseluruhan sebagai sampel tanpa ada pertimbangan tertentu, yaitu seluruh kepala keluarga di dusun Trumpon dan di dusun Plempoh.

F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek penelitian, adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

(58)

2. Curahan Kerja, yaitu pemanfaatan waktu yang digunakan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan aktivitas, dalam rangka untuk memperoleh pendapatan untuk hidup selama satu tahun. Variabel ini dinyatakan dalam jumlah waktu atau jam kerja selama satu tahun.

3. Kesempatan Berusaha, yaitu peluang kegiatan bagi masyarakat untuk membuka usaha baru secara mandiri, yang dikelola sendiri ataupun dibantu oleh orang lain. Variabel ini dinyatakan dalam jumlah dan jenis usaha yang ada.

4. Kesempatan Kerja, yaitu peluang kegiatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan pada orang lain. Berdasarkan BPS, pengertian bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Variabel ini dinyatakan dengan jumlah jiwa yang terserap dalam berbagai lapangan usaha.

(59)

G. Data Penelitian 1. Data Primer

Data Primer yaitu data-data atau keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara maupun observasi langsung yang sudah terpadu. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari wawancara maupun observasi secara langsung adalah sebagai berikut :

a. Jumlah anggota keluarga

b. Pendapatan keluarga masyarakat desa

c. Curahan kerja masyarakat desa bidang pertanian d. Curahan kerja masyarakat desa bidang non-pertanian e. Kesempatan berusaha masyarakat desa

f. Kesempatan kerja masyarakat desa 2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari monografi dusun Trumpon dan dusun Plempoh yang digunakan sebagai pelengkap data primer yang diperoleh dalam bentuk dokumen seperti: sejarah desa, struktur desa dan data lain yang menunjang kelengkapan dalam peneltian ini, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, letak geografis daerah penelitian, kondisi fisik daerah penelitian.

H. Data Yang Dicari

(60)

2. Curahan kerja/jam kerja dari masyarakat yang bekerja sebelum dan sesudah adanya penetapan sebagai desa wisata

3. Jumlah jenis usaha yang didirikan secara mandiri oleh masyarakat sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

4. Jumlah masyarakat dusun Trumpon dan dusun Plempoh yang terserap dalam berbagai lapangan kerja sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

5. Jumlah keluarga miskin yang merupakan bagian dari masyarakat desa sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata

6. Jumlah kepala keluarga dusun Trumpon dan dusun Plempoh I. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam peneitian ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara mengumpulkan data dengan tanya jawab secara tatap muka dengan responden dan orang-orang yang dianggap relevan serta penting dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan langsung berkomunikasi dengan penduduk guna memperoleh informasi tepat, selain itu juga wawancara dengan pihak/instansi terkait yang berkenaan guna memperoleh data yang dibutuhkan.

2. Dokumentasi

(61)

umum yang berhubungan dengan objek penelitian. Dari dokumentasi ini akan diperoleh data mengenai jumlah kepala keluarga, letak geografis, keadaan penduduk, dan kondisi fisik daerah penelitian.

J. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan studi perbandingan (Comparative Study)

dengan menggunakan analisis sebelum dan sesudah (Before-After), yaitu membandingkan dua peristiwa yang berbeda dalam kelompok yang sama. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat sebelum penetapan sebagai desa wisata dan sesudah penetapan sebagai desa wisata.

1. Untuk hipotesis nomor 1, yang menyatakan bahwa jumlah pendapatan keluarga di desa wisata meningkat menjadi lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata, maka digunakan teknik analisis uji beda Z, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, dengan rumus sebagai berikut:

Z =

2 2 2

1 2 1

2 1

n s n s

x x

+ −

Keterangan : Z = Distribusi Z

1

X = Rata-rata jumlah pendapatan keluarga sebelum penetapan sebagai desa wisata

2

(62)

2 1

S = Varian jumlah pendapatan keluarga sebelum penetapan sebagai desa wisata

2 2

S = Varian jumlah pendapatan keluarga sesudah penetapan sebagai desa wisata

n = Jumlah sampel

Sedangkan untuk mencari varian jumlah pendapatan keluarga sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata digunakan rumus sebagai berikut:

2 1

S =

(

)

2 1 1 1 − − n X X 2 2

S =

(

)

2 2 2 1 − − n X X

Sedangkan untuk mencari X1 dan X2 dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : 1 1 1 n X X = 2 2 2 n X X =

Pengujian signifikan uji beda Z, dengan hipotesis adalah sebagai berikut : Ho : 1 = 2

Ha : 1 > 2

Pada taraf signifikan 5% atau tingkat kepercayaan sebesar 95% maka kriteria penerimaan Ho adalah sebagai berikut :

(63)

2. Untuk hipotesis nomor 2, yang menyatakan bahwa curahan kerja masyarakat baik dalam bidang pertanian dan non-pertanian meningkat menjadi lebih besar dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata, maka digunakan teknik analisis uji beda Z, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, dengan rumus sebagai berikut:

Z =

2 2 2 1 2 1 2 1 n s n s x x + − Keterangan : Z = Distribusi Z

1

X = Rata-rata jumlah curahan kerja sebelum penetapan sebagai desa wisata

2

X = Rata-rata jumlah curahan kerja sesudah penetapan sebagai desa wisata

2 1

S = Varian jumlah curahan kerja sebelum penetapan sebagai desa wisata 2

2

S = Varian jumlah curahan kerja sesudah penetapan sebagai desa wisata n = Jumlah sampel

Sedangkan untuk mencari varian jumlah curahan kerja sebelum dan sesudah penetapan sebagai desa wisata digunakan rumus sebagai berikut:

2 1

S =

(

)

2 1 1 1 − − n X X 2 2

S =

(

)

(64)

Sedangkan untuk mencari X1 dan X2 dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

1 1 1

n X

X =

2 2 2

n X X =

Pengujian signifikan uji beda Z, dengan hipotesis adalah sebagai berikut : Ho : 1 = 2

Ha : 1 > 2

Pada taraf signifikan 5% atau tingkat kepercayaan sebesar 95% maka kriteria penerimaan Ho adalah sebagai berikut :

Ho ditolak jika Z hitung < Ztabel Ho diterima jika Zhitung > Z tabel

3. Untuk hipotesis nomor 3, dan 4 akan diuji dengan cara membandingkan keadaan sebelum penetapan sebagai desa wisata dengan keadaan sesudah penetapan sebagai desa wisata.

4. Untuk hipotesis nomor 5 yang menyatakan bahwa jumlah keluarga miskin berkurang menjadi lebih sedikit dari pada sebelum penetapan sebagai desa wisata, maka digunakan kriteria batas kemiskinan yang bersumber pada BPS dari hasil Susenas yaitu mereka yang mempunyai pendapatan perkapita sebesar Rp105.888. Pendapatan perkapita ini dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

(65)
(66)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Pengembangan Desa-desa di Kabupaten Sleman Sebagai Desa

Wisata.

Kabupaten Sleman sebagai bagian dari Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikenal memiliki objek dan daya tarik wisata yang beragam. Namun demikian, sebagaimana sebuah produk yang mengikuti teori “Life Cycle”, produk wisata Sleman seperti Kaliurang, Kaliadem, dan objek wisata lainnya akan mencapai titik jenuh dengan objek dan daya tarik wisata yang ada, dan memerlukan kegiatan pariwisata yang lain. Objek dan daya tarik wisata yang baru akan selalu ditunggu-tunggu oleh konsumen.

Ide pemerintah Sleman memunculkan isu pengembangan “Desa Wisata” dapat d

Gambar

Tabel I.1
Tabel II.1
Tabel II.2
Tabel II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

berkomunikasi dengan siapa, dan siapa yang dapat memp€roleh sesuatu informasi tentang apa. Perkembangan itu memung-. kinkan timbulnya monopoli dalam pengolahan dan

Kelompok Kerja (Pokja) 3 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2016 akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi

peningkatkan literasi sains siswa kelas V SD pada kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan men ggunakan media komik Hari Ini Hujan ; dan untuk mengetahui

Two types of damage cost have been estimated: (1) the treatment or prevention costs (those incurred to clean up the environment and restore human health to comply with legislation or

Suatu website agar dapat digunakan dengan nyaman selain informasi yang akurat juga harus dapat menyajikan suatu tampilan yang menarik, karena user biasanya lebih memilih suatu

Progress in practice: Using concepts from motivational and self- regulated learning research to improve chemistry instruction.. San

Dalam pembahasan masalah ini yang akan dibahas adalah mengenai cara pembuatan dari mulai menentukan struktur navigasi, membuat peta navigasi, membuat disain antarmuka,

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Strata I. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas