• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kaker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kaker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - USD Repository"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN KANKER PROSTAT

YANG DIRAWAT DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

TAHUN 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

C. Vera Dwi Pratiwi NIM : 038114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

PADA PASIEN KANKER PROSTAT

YANG DIRAWAT DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

TAHUN 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

C. Vera Dwi Pratiwi NIM : 038114026

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)
(4)
(5)

Yesus Kristus

Bunda Maria

Bapak dan Ibuku tercinta

Saudaraku tersayang

Almamaterku

Kupersembahkan untuk:

Aku belajar bahwa tidak selamanya hidup itu indah...

Kadang Tuhan mengijinkan aku melalui derita Tetapi aku tahu bahwa Ia tidak pernah meninggalkan aku

Sebab itu aku belajar menikmati hidup ini, Dengan bersyukur...

Aku belajar,

bahwa tidak semua yang aku harapkan akan jadi kenyataan … Kadang Tuhan membelokkan rencanaku

Tetapi aku tahu bahwa itu lebih baik daripada apa yang kurencanakan Sebab itu aku belajar menerima semua itu, dengan sukacita …

Aku belajar,

bahwa tidak ada kejadian yang harus disesali dan ditangisi … Karena semua rancanganNya indah bagiku,

Maka dari itu aku akan bersyukur dan bersukacita dalam segala perkara Karena dengan bersyukur dan bersukacita,

Semua itu menyehatkan jiwaku dan menyegarkan hatiku Inilah yang kudapat dari setiap perkataan Bapaku yang disorga

Tuhan, Kau terlalu baik untuk bisa berbuat jahat Tuhan, Kau terlalu bijaksana untuk bisa berbuat salah

Aku bersyukur punya Allah sepertiMu … Tak sedikitpun kutemukan kejahatanMu …

Setiap detik Kau selalu bersamaku, Menemaniku dalam setiap langkah hidupku …

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : C. Vera Dwi Pratiwi Nomor Mahasiswa : 038114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN

KANKER PROSTAT YANG DIRAWAT DI RSUP Dr. SARDJITO

YOGYAKARTA TAHUN 2005

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 14 Februari 2008

Yang menyatakan

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan perlindunganNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Kanker Prostat yang Dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program

studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bhwa penulisan skripsi ini bukanlah hal yang mudah,

hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dan

meluangkan waktu untuk menguji, memotivasi, dan memberikan saran demi terselesaikannya skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan saran, semangat, dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

(8)

4. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu

untuk menguji, memotivasi, dan memberikan saran demi terselesaikannya skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah.

5. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademis, terima kasih

telah memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk berdiskusi selama proses penyusunan skripsi.

6. Karyawan di Diklit dan bagian Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah membantu kelancaran pengambilan data dalam penelitian ini. 7. Agustinus Suharyanto dan Agnes Srigiyatun yang telah membesarkan dan

mendidik penulis, selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, doa, dan pengorbanan untuk kesuksesan penulis.

8. Yohanes Ariyanto, Robertus Ferry Christiawan, dan Yusup Chandra Agung yang selalu memberikan kasih sayang setiap saat, dukungan, dan doa agar tetap semangat menyelesaikan skripsi.

9. Frederikus Renda Tricahya atas kasih sayang, perhatian, pengertian, kesabaran, semangat, doa, dan kecerian setiap saat.

10.Teman-teman ‘d Sindens: Dee (bu men), Dita, Sarie, Tata, Rosa, Ana, Anggey, dan Moncee. Piknik kelas tidak akan ramai tanpa kalian.

11.Elisabet Deni, Herlina Wijayanti, Caecilia Dyah, Claudia Ikke, Dian

Rintanawati, dan Anna Guindel atas persahabatan, keceriaan, dan kebersamaannya selama ini.

12.Tustey, Obey, Bambang, Totok, Bangun, Syu, Cunel, Mba Tina, dan teman-teman kelas A angkatan 2003 terutama kelompok praktikum B. Mega dan

(9)

Komang yang telah meluangkan waktu untuk menyemangati, berdiskusi, dan

pinjaman bukunya.

13.Lucia, Vian, Arie, dan Anien yang telah memberikan semangat, bantuan, dan kebersamaan di semester akhir ini sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

14.Agustina Nia atas kebersamaan selama proses menyelesaikan skripsi dan

teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi.

15.Nina, Dian, Andri, Vitri, Sekti, Chris, Susilo, dan Cathaque atas kebersamaan, semangat, dan kekompakan selama KKN hingga saat ini.

16.Semua teman-teman di farmasi angkatan 2003 yang telah memberikan semangat dan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini kurang dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu, dan

tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2008

Penulis

(10)
(11)

INTISARI

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran kelompok pasien kanker prostat, persentase penggunaan antibiotika, evaluasi Drug related problems (DRPs), dan outcome terapi terhadap pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005. Kanker prostat merupakan penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat, dimana sel-sel kelenjar prostat tumbuh secara abnormal sehingga dapat mendesak dan merusak pertumbuhan jaringan disekitarnya.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan pada 14 pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005.

Hasil penelitian ini adalah: pertama, kelompok umur dalam penelitian ini dibagi menjadi 4, yaitu kelompok umur <40-≤49 tahun (7%), 50≤-≤59 tahun (14%), 60≤-≤69 tahun (50%), dan 70≤ tahun (29%). Kedua, sebanyak 13 pasien (93%) diberikan antibiotika dan antibiotika yang paling sering digunakan adalah seftriakson (40,5%) dan siprofloksasin (21,4%). Ketiga, DRPs yang terjadi adalah penggunaan obat yang tidak perlu (unnecessary drug) (46,7%), butuh obat (need for additional drug) (20%), interaksi antar obat (adverse drug reaction) (13,3%) terkait, dosis obat kurang (dosage too low) (6,7%), dosis obat berlebih (dosage too high) (6,7%), dan penggunaan obat tidak tepat (wrong drug) (6,7%). Keempat, outcome atau hasil terapi adalah sembuh (21%), membaik (65%), dan meninggal (14%).

Kata kunci : antibiotika, kanker prostat, Drug Related Problems

(12)

ABSTRACT

This research aims to figure out the group of protate cancer patients hospitalized in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in 2005, the percentage of the antibiotics administration, the drug related problem evaluation, and the outcomes of the therapy for the patients. The prostrate cancer is a cancer growing in the prostrate gland, thus bringing about its abnormal growth. As a result, the cancer also destroys the surrounding cells.

The nature of this research is non-experimental, descriptive-evaluative, and retrospective. The participants of this research are fourteen prostate cancer patients hospitalised in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta in 2005.

The research results in four points. First, based on age category, the patients are subdivided into four groups, namely that of <40- ≤49 (7%), of 50≤-≤59 (14%), of 60≤-≤69 (50%), and of 70≤ (29%). Second, counted 13 patients (93%) are given by antibiotics and the mostly used antibiotics are ceftriaxone (40,5%) dan ciprofloxacine (21,4%). Third, the drug related problems (DRPs) appears to be unnecessary drug (46,7%), need for additional drug (20%), adverse drug reaction (13,3%), the dosage too low (6,7%), wrong drug (6,7%), and dosage too high (6,7%). Fourth, the outcome is that patients healed are 21%, those who are becoming better are 65%, and those who are dead are 14%.

Key words: antibiotics, prostate cancer, and drug related problems

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ix

INTISARI... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR... . xx

DAFTAR LAMPIRAN... . xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian... ... 3

3. Manfaat penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian... 4

1. Tujuan umum... .. 4

2. Tujuan khusus... 4

(14)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kanker Prostat... .... 6

1. Definisi... .... 6

2. Epidemologi. ... 8

3. Patofisiologi... 9

4. Gejala ... 11

5. Etiologi ... 12

6. Stadium ... 13

7. Diagnosis... 15

8. Penatalaksanaan terapi... 18

B. Netropenia... . 21

C. Antibiotika... 23

1. Definisi... .... 23

2. Jenis... 23

3. Prinsip penggunaan ... 28

4. Resistensi... 28

D. Infeksi... 31

1. Penegakan diagnosis... 31

2. Mengidentifikasi senyawa patogen... .... 32

3. Pemilihan terapi... 32

E. Drug Related Problems... 32

F. Keterangan Empiris... 34

(15)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 35

B. Definisi Operasional... 35

C. Subyek Penelitian... 36

D. Bahan Penelitian... 37

E. Lokasi Penelitian... .... 37

F. Jalannya Penelitian... 37

1. Tahap perencanaan... .... 37

2. Tahap pengumpulan data... 38

3. Tahap analisis data... ... 38

4. Tahap pembahasan... 40

G. Kesulitan... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Pasien Kanker Prostat... ... 41

B. Evaluasi Penggunaan Antibiotika... 42

C. DRPs Terkait Penggunaan Antibiotika... 44

1. Butuh obat (need additional drug)... 68

2. Tidak perlu obat (unnecersary drug) ... 69

3. Interaksi obat (adverse drug reaction) ... 69

4. Dosis kurang (dosage too low)... 70

5. Dosis berlebih (dosage too high)... 70

6. Obat tidak tepat (wrong drug) ... 71

D. Outcome atau Hasil Terapi Pasien Kanker Prostat... 71

(16)

E. Rangkuman Pembahasan... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 75

B. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA... . 77

LAMPIRAN... . 80

BIOGRAFI PENULIS... . 123

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I Stadium kanker prostat berdasarkan National Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada tahun 2005... 14

Tabel II Penggelompokan stadium kanker prostat berdasarkan National Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada

tahun 2005... 15 Tabel III Level PSA normal dalam darah pada usia tertentu... 17 Tabel IV Penegakan diagnosis kanker prostat... 17

Tabel V Golongan dan jenis antibiotika yang digunakan dalam terapi pasien kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun

2005... 43 Tabel VI Kombinasi antibiotika yang digunakan dalam terapi pasien

kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 44

Tabel VII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien I di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 45

Tabel VIII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien II di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 47 Tabel IX Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien IIIa di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 48 Tabel X Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien IIIb di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 49

(18)

Tabel XI Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien IV di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 50 Tabel XII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien V di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 51

Tabel XIII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien VI di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 52

Tabel XIV Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien VIIa di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 53 Tabel XV Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien VIIb di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 54 Tabel XVI Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien VIIIa di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 55 Tabel XVII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien VIIIb di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 56

Tabel XVIII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien IX di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 57

Tabel XIX Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien X di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 59 Tabel XX Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien XI di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 61 Tabel XXI Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien XII di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 62

(19)

Tabel XXII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien XIII di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 64 Tabel XXIII Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien XIV di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 65

Tabel XXIV Hasil analisis DRPs pada penggunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2005... 67 Tabel XXV Evaluasi DRPs (butuh obat) pada penggunaan antibiotika

pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 68 Tabel XXVI Evaluasi DRPs (tidak perlu obat) pada penggunaan

antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 69 Tabel XXVII Evaluasi DRPs (interaksi obat) pada penggunaan

antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 69 Tabel XXVIII Evaluasi DRPs (dosis kurang) pada penggunaan antibiotika

pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 70

Tabel XXIX Evaluasi DRPs (dosis berlebih) pada penggunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 70

(20)

Tabel XXX Evaluasi DRPs (obat tidak tepat) pada penggunaan

antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 71

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi sistem saluran kemih... 7

Gambar 2 Lokasi kelenjar prostat... 7

Gambar 3 Anatomi kanker prostat... 8

Gambar 4 Bagan regulasi hormon pada kelenjar prostat... 10

Gambar 5 Tes colok dubur... 16

Gambar 6 Persentase kelompok umur pada pasien kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 42

Gambar 7 Persentase outcome atau hasil terapi dari pasien kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 72

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat keterangan penelitian... 80 Lampiran 2 Data Rekam Medik Pasien Kanker Prostat Di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Tahun 2005... 81

Lampiran 3 Nilai normal data laboratorium... 100 Lampiran 4 Catatan perkembangan pasien kanker prostat yang dirawat di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 101 Lampiran 5 Komposisi brand name antibiotika yang digunakan dalam

terapi pasien kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005... 120

(23)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Kanker prostat merupakan keganasan organ padat tersering yang diderita

pria di Amerika Serikat, sedangkan di beberapa negara barat lainnya merupakan

kanker tersering kedua setelah kanker paru-paru. Di Asia, kanker prostat masih

menduduki peringkat terendah dibandingkan negara-negara barat tersebut. Di

Indonesia kanker prostat termasuk dalam 10 penyakit terganas pada pria yang

angka kejadiannya tinggi, ditemukan rata-rata 17 kasus per tahun dan menduduki

peringkat kedua setelah kanker kandung kemih (Anonim, 2006h).

Dari data rekam medik RSUP. Dr. Sardjito diketahui bahwa jumlah

pasien kanker prostat pada tahun 2003 sebanyak 19 orang, tahun 2004 sebanyak

27 orang, dan pada tahun 2005 sebanyak 14 orang.

Prostat adalah kelenjar seks pada pria yang berukuran kecil, terletak di

bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kencing. Prostat memegang

peranan penting dalam produksi cairan ejakulasi. Kanker prostat adalah penyakit

kanker yang menyerang kelenjar prostat, dimana sel-sel kelenjar prostat tumbuh

secara abnormal tak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan

sekitarnya bahkan dapat mengakibatkan kematian (Anonim, 2006a).

Salah satu alternatif yang digunakan untuk mengobati kanker prostat

adalah kemoterapi. Kemoterapi bekerja dengan menghambat perkembangan

sel-sel kanker tetapi pada pengobatannya ternyata kemoterapi tidak hanya

menghambat perkembangan sel kanker tetapi juga dapat menghambat

(24)

perkembangan sel normal yang berada disekitar sel kanker. Ketika pasien kanker

prostat menjalani kemoterapi maka ketahanan tubuhnya akan menurun. Hal

tersebut dapat mengakibatkan tubuh pasien menjadi rentan terkena infeksi maka

dalam menjalani kemoterapi dibutuhkan antibiotika untuk dapat mencegah

terjadinya infeksi.

Pada penggunaan antibiotika secara berlebihan dan tidak rasional dapat

juga menimbulkan dampak negatif yang cukup serius, antara lain terjadinya

resistensi kuman terhadap antibiotika, efek samping yang membahayakan

penderita dan pemborosan biaya. Hal tersebut menjadi kewajiban dokter,

farmasis, dan tenaga kesehatan lainnya untuk dapat mengoptimalkan penggunaan

antibiotika.

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berupa tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Pada saat ini, tuntutan terhadap pelayanan

kesehatan yang berkualitas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

pengetahuan dan perekonomi masyarakat. Hal ini juga menyebabkan semakin

meningkatnya pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian.

Peranan farmasis sangat diperlukan di instalasi farmasi rumah sakit

dalam pemantauan pemilihan obat, penggunaan obat, dan proses evaluasi

pengobatan yang akan membantu dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Melalui pemantauan penggunaan obat dan proses evaluasi pengobatan dapat

diketahui kerasionalan suatu terapi pengobatan. Rasionalitas dalam terapi

pengobatan akan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan

(25)

1. Permasalahan

Dari uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan di bawah

ini.

a. Bagaimanakah gambaran pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta tahun 2005?

b. Berapa persentase penggunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang

dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005?

c. Apakah ada Drug Related Problems (DRPs) pada pengunaan antibiotika

pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

tahun 2005, meliputi :

(1) butuh obat (need for additional drug)

(2) tidak perlu obat (unnecessary drug)

(3) obat salah (wrong drug)

(4) dosis terlalu rendah (dosage too low)

(5) dosis terlalu tinggi (dosage too high)

(6) interaksi obat (adverse drug reaction)

d. Bagaimana outcome atau hasil terapi pada pasien kanker prostat yang

dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005?

2. Keaslian Karya

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis,

sudah pernah dilakukan penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika

pasca kemoterapi pada pasien leukemia tipe Acute Lymphocytic Leukemia

(26)

mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang

dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 sejauh ini belum pernah

dilakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam hal subyek yang

diteliti.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

sumber informasi dan sebagai bahan evaluasi bagi RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta mengenai penggunaan antibiotika yang rasional pada pasien

kanker prostat.

b. Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

pendukung proses terapi pada pasien kanker prostat oleh dokter maupun

pelaksana praktek farmasi klinis sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan pengobatan kanker prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika

pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

pada tahun 2005.

2. Tujuan Khusus

a. untuk mengetahui gambaran pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP

(27)

b. untuk mengetahui persentase penggunaan antibiotika pada pasien kanker

prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005.

c. untuk mengevaluasi terjadinya Drug Related Problems (DRPs) pada

pengunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005, meliputi:

(1) butuh obat (need for additional drug)

(2) tidak perlu obat (unnecessary drug)

(3) obat salah (wrong drug)

(4) dosis terlalu rendah (dosage too low)

(5) dosis terlalu tinggi (dosage too high)

(6) interaksi obat (adverse drug reaction)

d. untuk mendeskripsikan outcome atau hasil terapi dari pasien kanker prostat

(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Kanker Prostat

1. Definisi

Kanker merupakan nama umum untuk sekumpulan penyakit yang

perjalanannya bervariasi, dengan ditandai oleh pertumbuhan sel yang tidak

terkontrol, terus-menerus, tidak terbatas, merusak jaringan setempat dan

sekitarnya, serta bisa menyebar luas (distant metastates). Disebut kanker oleh

karena tumbuhnya bercabang-cabang menginvasi jaringan sehat di sekitarnya,

menyerupai kepiting (cancer) (Kuswibawati, 2000).

Prostat adalah organ reproduksi pada pria yang berfungsi membantu

produksi dan menyimpan cairan seminal. Pada pria dewasa, prostat mempunyai

ukuran panjang sekitar 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Prostat terletak pada

bagian pelvis, di bagian bawah saluran kemih dan di bagian depan rektum. Prostat

mengelilingi bagian uretra yang membawa urin dari saluran kemih pada saat

buang air kecil dan cairan semen pada saat ejakulasi. Karena letaknya ini,

penyakit prostat biasanya berpengaruh pada proses buang air kecil, ejakulasi, dan

buang air besar. Prostat terdiri dari kelenjar-kelenjar kecil yang mana sekitar 20%

bagiannya terdiri dari cairan semen (NCCN, 2005).

Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat,

dimana sel-sel kelenjar prostat tumbuh secara abnormal tidak terkendali sehingga

mendesak dan merusak jaringan sekitarnya, bahkan dapat mengakibatkan

kematian. Prostat adalah kelenjar seks pada pria yang berukuran kecil, terletak di

(29)

bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kencing. Prostat memegang

peranan penting dalam produksi cairan ejakulasi (Anonim, 2006a).

Gambar 1. Anatomi sistem saluran kemih (Anonim, 2006c)

(30)

Gambar 3. Anatomi kanker prostat (Anonim, 2006a)

2. Epidemologi

Kanker prostat merupakan penyebab kematian kedua yang paling umum

akibat kanker pada pria Amerika Serikat yang berusia lebih dari 55 tahun.

(Brunner dan Suddarth, 1997). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap

pria di China, Jerman, Israel, Jamaika, Swedia, dan Uganda angka kematian pria

yang berumur 50 tahun akibat kanker prostat adalah sekitar 30% dan pada pria

yang berumur 70 tahun adalah sekitar 80%. Pada tahun 2005, di Amerika Serikat

diperkirakan terdapat 230.000 kasus baru kanker prostat dan 30.000 diantaranya

meninggal karena kanker prostat (Anonim, 2006h).

Kanker prostat merupakan keganasan organ padat tersering yang diderita

(31)

kanker tersering kedua setelah kanker paru-paru. Di Asia, kanker prostat masih

menduduki peringkat terendah dibandingkan negara-negara barat tersebut. Data

dari 13 fakultas kedokteran negeri di Indonesia menunjukkan kanker prostat

termasuk dalam 10 penyakit terganas pada pria yang angka kejadiannya tinggi. Di

Sub-bagian Urologi, bagian bedah FKUI/RSCM, selama periode 1995-1998

ditemukan rata-rata 17 kasus pertahun dan menduduki peringkat kedua setelah

kanker kandung kemih (Anonim, 2006h).

3. Patofisiologi

Pertumbuhan dan diferensiasi dari prostat tergantung pada hormon

androgen khususnya DHT (dihydrotestosterone). Testes dan kelenjar adrenal

merupakan sumber utama yang dapat menghasilkan hormon androgen. Pada

regulasi hormon, hormon androgen dipengaruhi oleh adanya interaksi antara

kelenjar hipotalamus, pituitary,kelenjar adrenal, dan testes. Kelenjar hipotalamus

akan melepaskan luteinizing hormone–releasing hormone (LH-RH) yang

kemudian akan memicu pelepasan luteinizing hormone (LH) dan folicle

stimulating hormone (FSH) dari kelenjar pituitary. LH berikatan dengan reseptor

sehingga memicu produksi testosteron dan sejumlah kecil estrogen. FSH bekerja

pada testes menghasilkan androgen yang terikat. Sirkulasi testosteron dipengaruhi

oleh LH-RH, LH, dan FSH dengan adanya kerja umpan balik degatif dari

hipotalamus dan kelenjar pituitary. Testosteron merupakan hormon androgen

utama sekitar 95%. Bila testosteron dikonversi oleh 5α reduktase maka akan

berubah menjadi DHT yang memicu perkembangan sel prostat (Dipiro et al,

(32)

Hypothalamus

Pituitary

Testes Adrenal glands

Androgens Testosterone

LH

LH-RH

FSH

ACTH

PROL GH

Testosterone Androgens

LH

FSH

DHT

RNA DNA

mRNA Prostate cell

DHT

R

R

+

DHT

Keterangan ACTH adrenocorticotropic hormone DHT d ihydrotestosterone FSH folicle-stimulating ho rmone GH rowth Hormone

LH Luteinizin g Ho rmone

LH-RH Luteinizing Hormone-Releasing Hormone PROL P rolactin

R Receptor

: : : : : : : : :

Gambar 4. Bagan regulasi hormon pada kelenjar prostat (Dipiro, 2003)

Kanker prostat dikelompokkan dalam adenokarsinoma, atau kanker pada

(33)

semen sel-selnya bermutasi menjadi sel kanker. Biasanya adenokarsinoma berada

pada daerah perifer kelenjar prostat (Anonim, 2006b).

Dalam jangka waktu tertentu sel kanker mulai bertambah banyak dan

mulai menyebar mengelilingi jaringan prostat (stroma) yang kemudian akan

membentuk tumor atau benjolan. Yang akhirnya tumor tersebut akan bertambah

besar dan menyerang organ-organ terdekat seperti misalnya seminal vesicle atau

rectum, atau sel tumor tersebut akan berkembang dan masuk ke dalam aliran

darah dan sistem limfatik (Anonim, 2006b).

Kanker prostat bisa menjadi ganas karena sel kanker sudah menyebar

dengan cepat ke seluruh tubuh. Dan serangan sel kanker ini biasa disebut dengan

metastasis. Kanker prostat biasanya menyerang atau bermetastasis ke tulang,

limfe, rectum, dan saluran kemih (Anonim, 2006b).

4. Gejala

Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak

menimbulkan gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut. Kadang

gejalanya menyerupai Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yaitu penyakit

pembesaran prostat jinak yang sering dijumpai pada pria lanjut usia, gejalanya

berupa kesulitan dalam berkemih dan sering berkemih. Gejala tersebut timbul

karena kanker menyebabkan penyumbatan parsial pada aliran air kemih melalui

uretra. Gejala lainnya antara lain: segera setelah berkemih biasanya air kemih

masih menetes-netes, nyeri ketika berkemih, nyeri ketika ejakulasi, nokturia

(berkemih pada malam hari), inkontinensia uria (beser), hematuria (darah dalam

(34)

5. Etiologi

Penyebab terjadinya kanker prostat tidak diketahui secara pasti, tetapi

ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker

prostat yaitu usia dan riwayat keluarga. Hormon, diet tinggi lemak dan toksin juga

disebutkan sebagai faktor risiko kanker prostat walaupun kaitannya belum jelas.

Namun dari hasil penelitian dapat diketahui beberapa faktor risiko untuk

terjadinya penyakit ini, yaitu:

a. Faktor risiko yang tidak dapat dicegah antara lain:

(1) usia lanjut, semakin lanjut usia, risiko terjadinya kanker prostat

meningkat dengan bermakna. Pada usia 50, sekitar 33% pria memiliki

tumor prostat kecil. Pada usia 80 sekitar 70% pria dapat dibuktikan

memiliki kanker prostat secara histopatologi.

(2) kadar hormon, kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan

dengan peningkatan risiko kanker prostat. Testosteron akan diubah

menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT)

oleh enzim 5 alpha-reductase, yang memegang peranan penting

dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.

(3) ras, orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk

terjadi kanker prostat dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki

insiden kanker prostat yang paling rendah.

(4) riwayat keluarga, semakin banyak anggota keluarga yang mengidap

penyakit ini, maka semakin besar risiko anggota keluarga yang lain

(35)

keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali lipat

bagi yang lain. Bila ada 2 anggota keluarga maka risiko meningkat

menjadi 2-5 kali.

b. Faktor risiko yang dapat dicegah:

(1) diet, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak yang tinggi

(terutama lemak hewan) dan kurang mengandung serat akan

meningkatkan risiko terkena kanker prostat (Anonim, 2006e).

(2) mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin E (Anonim, 2006h).

6. Stadium

Stadium pada kanker prostat ditentukan berdasarkan penyebaran sel

kanker ke jaringan sekitar dan organ lainnya. Penentuan stadium merupakan

faktor yang penting untuk menentukan terapi yang akan diunakan (Desmond dan

Tseng, 1996).

Kanker prostat dikelompokkan menjadi beberapa stadium dibawah ini.

a. Stadium I : benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik,

biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah

pembedahan prostat karena penyakit lain.

b. Stadium II : tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada

pemeriksaan fisik atau tes antigen prostat spesifik (PSA).

c. Stadium III : tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, tetapi

(36)

d. Stadium IV : kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening

regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan

paru-paru) (Dolinsky, 2005).

Tingkat pengelompokkan kanker prostat berdasarkan National

Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada tahun 2005, akan disajikan pada

tabel II.

Tabel I. Stadium kanker prostat berdasarkan National Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada tahun 2005

Primary tumor (T) Clinical

TX primary tumor tidak dapat diketahui

T0 belum ada bukti adanya primary tumor

T1 secara klinik tidak ada perbedaan tumor saat diraba atau dilihat dengan foto

T1a ditemukan tumor secara tidak sengaja sebesar 5% atau kurang pada jaringan

T1b ditemukan tumor secara tidak sengaja sebesar lebih dari 5% pada jaringan

T1c tumor diidentifikasi dengan biopsi (misal karena adanya peningkatan nilai PSA)

T2 tumor hanya terdapat dalam prostat*

T2a tumor menyerang sebagian atau satu lobus atau kurang

T2b tumor menyerang lebih dari satu lobus tetapi tidak kedua lobus

T2c tumor menyerang dua lobus

T3 tumor menyebar pada kapsul prostat*

T3a tumor menyebar pada bagian ekstracapsular (unilateral atau bilateral)

T3b tumor menyerang pada kantung mani

T4 tumor menetap atau menyerang bagian yang berdekatan selain kantung mani :

bladder neck, rectum, dan dinding pelvis

Keterangan :

* bila tumor ditemukan pada satu atau dua laobus berdasarkan biopsi, tetapi hasilnya tidak terlihat jelas atau gambar yang didapat tidak jelas, maka dikelompokkan pada T1c ** penyerangan pada bagian batas dalam (tetapi tidak banyak) ke dalam kapsul prostat, maka

tidak dilkelompokkan sebagai T3 tetapi sebagai T2

Patologic (pT)

pT2* organ khusus

pT2a unilateral :tumor menyerang sebagian dari satu lobus atau kurang

pT2b unilateral :tumor menyerang sebagian dari satu lobus tapi tidak kedua lobus

pT2c bilateral diseases

pT3 daerah sepanjang ekstraprostatic

pT3a daerah sepanjang ekstraprostatic

pT3b tumor menyerang kantung mani

pT4 tumor menyerang kandung kemih dan rectum

Keterangan :

(37)

Lanjutan tabel I

Regional Limfe Nodes (NX)

Clinical

NX Regional Limfe Nodes tidak dapat diketahui

N0 tidak terjadi metastasis pada regional limfe node

N1 tidak terjadi metastasis pada regional limfe node

Patologic

PNX Regional Limfe Nodes tidak dijadikan sample

PN0 Regional Limfe Nodes tidak menunjukkan hasil positif

PN1 terjadi metastasis pada Regional Limfe Nodes

Distant Metastasis (M)

MX distant metastasis tidak dapat diketahui

M0 tidak dapat diketahui distant metastasis

M1 distant metastasis

M1a nonRegional Limfe Nodes M1b penyebaran sampai ke tulang

M1c bagian lain dengan atau tanpa penyakit tulang

Gleason Score (G)

GX tingkatan tidak dapat diketahui

G1 diferensiasi baik (anaplasia sedikit) (Gleason 2-4 )

G2 diferensiasi sedang (anaplasia sedang) (Gleason 5-6 )

G3-4 diferensiasi tidak baik (tanda adanya anaplasia) (Gleason 7-10)

Tabel II. Penggelompokan stadium kanker prostat berdasarkan National Comprehensive Cancer Network (NCCN) pada tahun 2005

Stage I T1a N0 M0 G1

Stage II T1a N0 M0 G2, G3

T1b N0 M0 Setiap G

T1c N0 M0 Setiap G

T1 N0 M0 Setiap G

T2 N0 M0 Setiap G

Stage III T3 N0 M0 Setiap G Stage IV T4 N0 M0 Setiap G

Setiap T N1 M0 Setiap G

Setiap T Setiap N M1 Setiap G

7. Diagnosis

Selain berdasarkan gejala yang timbul, biasanya dilakukan pemeriksaan

(38)

dubur atau Digital Rectum Exam (DRE) untuk mengetahui adanya kelainan pada

prostat yang mengarah ke kanker prostat, yaitu konsistensi yang keras, adanya

benjolan dan pembesaran prostat yang tidak simetris serta untuk mengetahui

tingkat keparahannya (Dipiro et al, 2005). Jika pada pemeriksaan colok dubur

ditemukan benjolan, maka dilakukan pemeriksaan Ultra Sonography (USG)

(Anonim, 2006a).

Gambar 5. Tes colok dubur (Anonim, 2006a)

Pada pemeriksaan darah dilakukan pengukuran kadar antigen prostat

spesifik (PSA), yang biasanya meningkat pada penderita kanker prostat, tetapi

juga bisa meningkat (tidak terlalu tinggi) pada penderita BPH (Anonim, 2006a).

Antigen prostat spesifik (PSA) merupakan protein yang terdapat di dalam darah

yang diproduksi oleh kelenjar prostat. Tes PSA merupakan tes sederhana yang

digunakan untuk mengetahui kadar prostat di dalam darah (Anonim, 2006g).

Kadar normal PSA dalam darah adalah 0-4ng/ml. Bila kadarnya antara

4-10ng/ml, interpretasinya dapat berbeda karena masih bisa dikatakan normal pada

(39)

lebih tinggi dari 10ng/ml merupakan tanda yang cukup akurat untuk keberadaan

kanker prostat, terutama bila sesuai dengan hasil pemeriksaan colok dubur, maka

untuk memastikan diagnosis biasanya diperlukan pemeriksaan jaringan prostat

yang diambil secara biopsi. Perlu diperhatikan juga bahwa sekitar 43% penderita

kanker prostat dini memiliki nilai PSA kurang dari 4ng/ml. Untuk mempertajam

nilai diagnostik PSA, digunakan nilai rasio PSA bebas dengan PSA total. Dari

tabel III akan ditunjukkan kadar PSA normal pada usia-usia tertentu. Peningkatan

produksi kelenjar prostat dapat disebabkan karena BPH, terjadi inflamasi, infeksi,

atau kanker pada kelenjar prostat (Anonim, 2006g).

Tabel III. Level PSA normal dalam darah pada usia tertentu (Anonim, 2006g)

Dengan melakukan rontgen atau scanning tulang, bisa diketahui adanya

penyebaran kanker ke tulang. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah

analisa air kemih, sitologi air kemih atau cairan prostat, dan biopsi prostat

(Anonim, 2006a).

Tabel IV. Penegakan diagnosis kanker prostat (Dipiro et al, 2005)

DRE (Digital Rectum Exam)

PSA (Prostate Specific Antigen)

Transrectal Ultrasonografic (TRUS) dilakukan bila DRE positif dan nilai PSA meningkat Test tahap awal

Biopsi

Umur (th) Level PSA dalam darah (ng/mL)

40-49 2,5

50-59 3,5

60-69 4,5

(40)

Lanjutan tabel IV

Nilai Gleason pada sampel biopsi Bone scan (Scan tulang)

Complete blood count (jumlah sel darah lengkap) Liver function test (uji fungsi hati)

Serum phosphatases (acid/alkaline) Test Stadium

Excretory urogram

8. Penatalaksanaan terapi

Penatalaksanaan terapi pada kanker prostat adalah sebagai berikut ini.

a. Tujuan terapi kanker prostat adalah untuk meredakan symptom (gejala),

menghambat perkembangan sel kanker prostat, dan menghambat

penyebaran sel kanker ke bagian disekitarnya.

b. Sasaran terapi pada kanker prostat adalah symptom (gejala) yang timbul

akibat kanker prostat. Sel kanker juga menjadi sasaran terapi agar sel

kanker tersebut tidak berkembang dan menyebar ke bagian yang lain.

c. Strategi terapi yang dapat digunakan untuk dapat mencapai tujuan terapi,

antara lain:

(1) Non farmakologis

Terapi non-farmakologis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

dengan pembedahan dan terapi penyinaran. Pembedahan dibagi

menjadi dua bagian, yaitu:

(a) prostatektomi radikal (pengangkatan kelenjar prostat) biasanya

dilakukan pada kanker stadium I dan II. Prosedurnya lama dan

biasanya dilakukan dibawah pembiusan total maupun spinal.

(41)

penderita harus menjalani perawatan rumah sakit selama 5-7 hari.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensia dan

inkontinensia uri. Pada penderita yang kehidupan seksualnya

masih aktif, bisa dilakukan potency-sparing radical

prostatectomy.

(b) orkiektomi (pengangkatan testis, pengebirian). Pengangkatan

kedua testis menyebabkan berkurangnya kadar testosteron, tetapi

prosedur ini menimbulkan efek fisik dan psikis yang tidak dapat

ditolerir oleh penderita. Orkiektomi adalah pengobatan yang

efektif, tidak memerlukan pengobatan ulang, lebih murah

dibandingkan dengan obat-obatan dan sesudah menjalani

orkiektomi penderita tidak perlu menjalani perawatan rumah

sakit. Orkiektomi biasanya dilakukan pada kanker yang telah

menyebar (Anonim, 2006a).

Terapi penyinaran terutama digunakan untuk mengobati kanker

stadium I, II dan III. Biasanya jika risiko pembedahan terlalu tinggi,

maka dilakukan terapi penyinaran. Terapi penyinaran terhadap

kelenjar prostat bisa dilakukan melalui beberapa cara:

(a) terapi penyinaran eksterna, dilakukan di rumah sakit tanpa perlu

menjalani rawat inap. Efek sampingnya berupa penurunan nafsu

makan, kelelahan, reaksi kulit (misalnya kemerahan dan iritasi),

(42)

kandung kemih) dan hematuria. Terapi penyinaran eksterna

biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama 6-8 minggu.

(b) pencangkokan butiran yodium, emas atau iridium radioaktif

langsung pada jaringan prostat melalui sayatan kecil. Keuntungan

dari bentuk terapi penyinaran ini adalah bahwa radiasi langsung

diarahkan kepada prostat dengan kerusakan jaringan di sekitarnya

yang lebih sedikit (Anonim, 2006a).

(2) Farmakologis

Pada terapi farmakologis bagi penderita kanker prostat dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu:

(a) manipulasi hormonal, tujuannya adalah mengurangi kadar

testosteron. Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif

dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran kanker.

Manipulasi hormonal terutama digunakan untuk meringankan

gejala tanpa menyembuhkan kankernya, yaitu misalnya pada

penderita yang kankernya telah menyebar (Anonim, 2006a).

(b) kemoterapi, digunakan jika kanker prostat telah menyebar keluar

kelenjar prostat dan jika terapi hormonal gagal. Biasanya

diberikan obat tunggal atau kombinasi beberapa obat untuk

menghancurkan sel-sel kanker. Obat-obatan yang bisa digunakan

untuk mengobati kanker prostat adalah mitoxantron, prednison,

paclitaxel, dosetaxel, estramustin, dan adriamisin. Efek

(43)

(Anonim, 2006a). Salah satu efek samping obat dalam kemoterapi

dapat menyebabkan turunnya angka sel darah putih, terutama

jumlah neutrofil. Penurunan jumlah neutrofil yang ada di dalam

darah merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi (Roger and

Clive, 1999).

B. Netropenia

Pemberian kemoterapi pada pasien kanker dapat menimbulkan efek

samping mielosupresi yaitu penekanan produksi sel-sel darah dalam sumsum

tulang. Mielosupresi terbagi berdasarkan jenis sel darah yang berkurang

jumlahnya dalam sirkulasi yaitu granulositopeni atau penurunan sel darah putih

jenis granulosit, anemia atau penurunan sel darah merah, dan trombositopenia

atau penurunan jumlah keping darah atau trombosit. Netrofil, jenis sel darah putih

bergranulosit, normal dalam darah sekitar 50-70% dari total sirkulasi sel darah

putih, dengan masa hidup sekitar 12 jam sehingga tubuh terus berproduksi hingga

9

10 6 ,

1 × /kgBB/perhari untuk menggantikan yang telah rusak atau mati. Netrofil

berfungsi sebagai pertahanan tubuh primer terhadap infeksi (Anonim, 2005f).

Netropeni (penurunan jumlah sel netrofil) akibat efek samping

kemoterapi dapat ringan sampai berat/serius, yaitu mencetuskan infeksi; risiko

infeksi mulai meningkat jika jumlah netrofil kurang sampai <1.000 sel/ml dan

mencapai puncaknya bila mencapai 500 sel/ml. Infeksi dengan jumlah netrofil 500

sel/ml dan kenaikan suhu tubuh >38,5 °C dinamakan demam netropeni. Netropeni

dan risiko infeksi akan membatasi dosis kemoterapi yang diberikan, bahkan

(44)

Berdasarkan jumlah netrofil nyata (ANC) yang terdapat didalam sel per

mikroliter darah, netropenia dikelompokkan sebagai berikut ini.

1. Netropenia (1500< ANC< 2000), tidak mudah terkena infeksi.

2. Mild netropenia (1000<ANC<1500), mempunyai tingkat risiko yang rendah

terhadap infeksi.

3. Moderate netropenia (500<ANC<1000), mempunyai tingka risiko yang

sedang terhadap infeksi.

4. Severe netropenia (ANC<500), sangat rentan terhadap infeksi (Anonim,

2007a).

Faktor risiko netropeni selama kemoterapi tergantung pada:

1. jenis dan dosis kemoterapi (kemoterapi platinum dan dosis intensif).

2. pasien lanjut usia.

3. pasien dengan status performance buruk.

4. nutrisi pasien buruk.

5. adanya penyakit penyerta (gangguan fungsi hati, ginjal, darah tinggi atau

infeksi) (Anonim, 2005f).

Strategi penatalaksanaan netropeni adalah profilaksis dan terapi untuk

mengatasi keadaan netropeni atau infeksi selama pasien menjalani kemoterapi

yang dapat berupa pemberian antibiotika, transfusi lekosit, dan penurunan atau

(45)

C. Antibiotika

1. Definisi

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak

antibiotika dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Antibiotika

diartikan sebagai obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya yang

merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab

infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi

mungkin. Artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik bagi mikroba,

tetapi relatif tidak toksik untuk manusia (Setiabudy dan Gan, 1995).

2. Jenis

Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotika, namun umumnya

mereka berasal dari beberapa jenis antibiotika saja, sehingga mudah untuk

dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotika, salah satunya

berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika

dikelompokkan sebagai berikut ini.

a. Golongan aminoglikosida. Diantaranya streptomisin, kanamisin,

gentamisin, tobramisin, neomisin, framisetin, paromomisin, dan lain-lain.

b. Golongan beta-laktam. Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem,

imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,

sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik,

dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Golongan sefalosporin

(46)

dan mempunyai toksisitas rendah terhadap manusia. Dinding sel bakteri

terdiri dari suatu peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa amino dan

gula, yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan dengan

demikian memberikan kekuatan mekanis pada diding bakteri.

Peptidoglikan pada bakteri biasanya disebut murein. Sefalosporin bekerja

dengan menghalangi terjadinya sintesa lengkap murein, bila sel tumbuh

dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis maka

dinding sel bakteri yang tidak sempurna akan pecah. Dinding sel manusia

dan hewan tidak mengandung murein sehingga sefalosporin tidak toksik

untuk manusia (Tjay, 2002). Seftriakson mempunyai waktu paruh yang

lebih panjang dibandingkan golongan sefalosporin lainnya sehingga dapat

diberikan dengan dosis satu kali sehari (Neal, 2006).

c. Golongan glikopeptida. Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin,

dan dekaplanin.

d. Golongan poliketida. Diantaranya golongan makrolida (eritromisin,

azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin),

dan golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan polimiksin. Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan kuinolon (fluorokuinolon). Diantaranya asam nalidiksat,

siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

Antibiotika golongan kuinolon bekerja dengan menghambat sintesis DNA

girase. Kuinolon merupakan bakterisida karena menghambat lepasnya

(47)

merupakan agen antibakteri spektrum luas (Neal, 2006). Siprofloksasin

merupakan fluorokuinolon dengan bekerja sebagai bakterisida yang lebih

kuat dibandingkan dengan norfloksasin. Siprofloksasin berguna untuk

menangani serangkaian luas infeksi (Anonim, 2000c).

g. Golongan streptogramin. Diantaranya pristinamicin, virginiamcin,

mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan oksazolidinon. Diantaranya linezolid.

i. Golongan sulfonamida. Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin, dan

asam fusidat (Tjay, 2002).

Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme kerja antibiotika

secara selektif meracuni sel kuman, antibiotika dikelompokkan sebagai berikut

ini.

a. Mengganggu sintesis dinding sel. Jika sintesis dinding sel terganggu maka

dinding kuman menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan

osmosis dari plasma akibatnya sel pecah. Contohnya: kelompok penisilin

dan sefalosporin.

b. Mengganggu fungsi membran sel. Antibiotika mengganggu sintesis

molekul lipoprotein dari membran sel plasma (di dalam dinding sel)

sehingga membran menjadi lebih permeabel. Contohnya: polipeptida dan

polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidasol (mikonazol, ketokonazol, dan

(48)

c. Mengganggu sintesis protein kuman, seperti kloramfenikol, tetrasiklin,

aminoglikosida, dan makrolida.

d. Mengganggu sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid

(RNA), seperti rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan kinolon, dan

asiklovir (DNA).

e. Sebagai antagonisme saingan, obat menyaingi zat-zat yang penting untuk

metabolisme kuman sehingga pertukaran zat menjadi terhenti. Contohnya:

sulfonamida, trimetoprim, dan isoniazid (Tjay, 2002).

Antibiotika dapat pula digolongkan berdasarkan luas aktivitasnya dalm

melawan jenis bakteri, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. antibiotika yang berspektrum sempit (narrow spectrum). Obat ini terutama

aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya G,

penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja

terhadap kuman Gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin,

polimiksin-B, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap kuman Gram

negatif.

b. antibiotika yang berspektrum luas (broad spectrum), yaitu yang dapat

bekerja terhadap lebih banyak kuman baik Gram positif maupun Gram

negatif. Antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol,

tetrasiklin, dan rimfampisin (Tjay, 2002).

Berdasarkan penggunaannya, terapi antibiotika dapat dikelompokkan

(49)

a. Terapi empirik atau pendahuluan, antibiotika yang digunakan harus

mencapai semua bakteri patogen yang diperkirakan menjadi penyebab

penyakit. Biasanya digunakan kombinasi beberapa antibiotika atau satu

jenis antibiotika yang mempunyai spektrum luas (broad spectrum).

b. Terapi definitif atau tetap, diberikan bila bakteri penyebab penyakit dapat

diketahui secara pasti. Pada terapi ini digunakan antibiotika dengan

spektrum yang sempit (narrow spectrum) dan mempunyai toksisitas yang

rendah (Anonim, 2000b).

Antibiotika dapat diberikan secara kombinasi untuk 4 indikasi utama,

yaitu:

a. pengobatan infeksi campuran, misalnya pasca bedah abdomen.

b. pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas, misalnya

sepsis, meningitis purulenta.

c. mendapatkan efek sinergis.

d. memperlambat timbulnya resistensi, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis (Anonim, 2000a).

Antibiotika yang bersifat bakteriostatik bekerja dengan menghambat

pertumbuhan bakteri, sementara antibiotika yang bersifat bakterisida bekerja

dengan membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis

selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen

bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised

(AIDS, obat-obat kortikosteroid, antikanker, dan imunosupresan), dimana

(50)

3. Prinsip penggunaan

Prinsip penggunaan antibiotika didasarkan pada dua pertimbangan

utama, yaitu:

a. penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang paling ideal adalah

berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman.

Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan

mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi.

Di samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera,

pemberian antibiotika dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel

bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.

Pemberian antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan

pada educated guess.

b. faktor pasien. Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam

pemberian antibiotika antara lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi,

daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya tahan terhadap obat,

beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui,

dan lain-lain (Anonim, 2000a).

4. Resistensi

Resistensi adalah suatu sifat terganggunya kehidupan sel mikroba oleh

antimikroba. Bakteri bisa resisten karena obat tidak mencapai target tempat obat

harus bekerja (Anonim, 2000b). Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang

terutama adalah karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat

(51)

antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun

menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara

seksama. Tidak semua antibiotika ampuh terhadap bakteri tertentu. Setiap

antibiotika mempunyai daya bunuh terhadap bakteri yang berbeda-beda. Karena

itu, antibiotika harus dipilih dengan seksama. Ketepatan dosis sangat penting

diperhatikan. Tidak tepat dosis dapat menyebabkan bakteri tidak terbunuh, bahkan

justru dapat merangsangnya untuk membentuk turunan yang lebih kuat daya

tahannya sehingga resisten terhadap antibiotika tidak dapat dicegah lagi (Anonim,

2007b).

Resistensi terhadap antibiotika bisa didapat atau bawaan. Pada kasus

bawaan, semua jenis bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri

kontak dengan antibiotika tersebut. Sebagai contoh, Pseudomonas aeruginosa

selalu resisten terhadap flukloksasilin. Yang paling serius secara klinis adalah

resistensi didapat, di mana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu antibiotika

menjadi resisten. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya resistensi oleh

bakteri terhadap antibiotika adalah sebagai berikut ini.

a. Menginaktivasi enzim yang merusak antibiotika, misalnya β-laktamase

yang dihasilkan oleh banyak stafilokokus menginaktivasi sebagian besar

penisilin dan banyak sefalosporin.

b. Mengurangi akumulasi antibiotika. Resistensi tetrasiklin terjadi bila

membran sel bakteri menjadi impermeabel terhadap antibiotika atau

(52)

c. Perubahan tempat ikatan. Aminoglikosida dan eritromisin terikat pada

ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein. Pada bakteri yang

resisten, tempat ikatan dengan antibiotika mengalami modifikasi sehingga

tempat ikatan tersebut tidak lagi memiliki afinitas terhadap antibiotika.

d. Perkembangan jalur metabolik alternatif. Sulfonamid dan trimetoprim,

antibiotika ini masing-masing secara kompetitif menghambat enzim

dihidropteroat sintetase dan dihidrofolat reduktase pada bakteri. Bakteri

dapat menjadi resisten terhadap jika memproduksi enzim dihidropteroat

sintetase dan dihidrofolat reduktase termodifikasi sehingga mempunyai

sedikit afinitas terhadap antibiotika atau tidak mempunyai afinitas (Neal,

2006).

Populasi bakteri yang resisten terhadap antibiotika dapat berkembang

dengan beberapa cara, yaitu:

a. Seleksi. Dalam suatu populasi akan terdapat beberapa bakteri dengan

resistensi yang didapat kemudian antibiotika mengeliminasi bakteri yang

sentsitif, sedangkan bakteri yang resisten mengadakan proliferasi.

b. Resistensi yang ditransfer. Populasi bakteri yang resisten terjadi karena

gen yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu bakteri ke

bakteri lain. Gen resistensi antibiotika kemungkinan dibawa dalam

plasmid yang merupakan potongan kecil DNA ekstrakromosomal yang

bereplikasi secara otonom dalam bakteri. Plasmid yang membawa gen

(53)

suatu tabung di antara bakteri-bakteri). Banyak bakteri Gram negatif dan

beberapa Gram positif dapat melakukan konjugasi (Neal, 2006).

D. Infeksi

1. Penegakan diagnosis

Faktor-faktor yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis

terjadinya infeksi pada tubuh pasien, yaitu:

a. Demam. Demam merupakan manisfestasi klinis dari beberapa penyakit,

tidak hanya infeksi. Demam terjadi jika suhu tubuh pasien diatas cakupan

normal (36-37,80C).

b. Tanda dan gejala. Infeksi dapat meningkatkan jumlah sel darah putih

(leukosit) karena terjadi reaksi dari granulosit maupun limfosit untuk

menghancurkan mikroba. Jumlah normal sel darah putih adalah

4000-10.000/mm3. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat menimbulkan

kenaikan jumlah granulosit (neutrofil dan basofil). Dengan adanya infeksi,

jumlah sel darah putih meningkat bahkan dapat lebih dari

30.000-40.000/mm3. Jumlah neutrofil yang kurang dari normal (neutropenia)

dapat berpotensial terinfeksi bakteri. Kenaikan jumlah limfosit biasanya

disebabkan adanya infeksi jamur atau virus.

c. Sakit dan inflamasi. Sakit dan inflamasi biasanya muncul bersamaan

dengan adanya infeksi dengan manifestasi bengkak, kemerahan, dan

eritema yang biasannya merupakan tanda adanya terjadinya superinfeksi

(54)

d. Faktor lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan infeksi disebabkan

adanya gangguan pada tubuh seperti trauma, terbakar, dan operasi (Dipiro

et al, 2003).

2. Mengidentifikasi senyawa patogen

Bagian tubuh yang terinfeksi harus disampel jika bisa dilakukan sebelum

diberikan terapi antimikroba karena untuk mengetahui bakteri penginfeksi dan

untuk mengetahui komposisi kimia dari bagian yang terinfeksi. Kultur darah harus

ditampilkan pada infeksi akut dengan kondisi demam (febris) (Dipiro et al, 2003).

3. Pemilihan terapi

Untuk memilih terapi antimikroba yang rasional untuk infeksi harus

mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain: tingkat keparahan, faktor pasien,

faktor yang akan ditimbulkan oleh obat yang digunakan, dan keperluan untuk

menggunakan beberapa obat. Terapi empirik ditujukan untuk bakteri yang

biasanya menyebabkan infeksi dalam tubuh pasien (Dipiro et al, 2003).

Faktor pasien yang dapat mempengaruhi pemilihan terapi, antara lain:

alergi, usia, kehamilan, genetik atau metabolisme tidak normal, fungsi ginjal dan

hati, dan lokasi infeksi. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati perlu

dilakukan pengurangan dosis (Dipiro et al, 2003).

E. Drug Related Problems

Drug related problems (DRPs) didefinisikan sebagai peristiwa tidak

diinginkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau kemungkinan

melibatkan terapi obat dan berpotensi bertentangan dengan hasil yang diinginkan

(55)

atau masalah-masalah yang berhubungan dengan obat. Drug related problems

(DRPs) terdiri dari aktual DRPs, yaitu masalah yang sedang terjadi berkaitan

dengan terapi yang sedang diberikan pada penderita dan potensial DRPs, yaitu

masalah yang diperkirakan akan terjadi berkaitan dengan terapi yang sedang

diberikan pada penderita (Cipolle et al,1998).

Masalah-masalah dalam kajian DRPs dapat ditunjukkan oleh

kemungkinan penyebab DRPs di bawah ini.

1. Butuh obat (need for additional drug), jika pasien dengan kondisi yang

membutuhkan kombinasi obat, kondisi kronis membutuhkan kelanjutan terapi

obat, kondisi baru yang membutuhkan obat, dan kondisi yang berisiko

sehingga membutuhkan obat untuk mencegahnya. Pasien akan mendapatkan

risiko tinggi bila tidak mendapatkan terapi tambahan.

2. Tidak perlu obat (unnecessary drug), jika tidak ada indikasi pada saat itu,

pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup dengan single drug terapi,

dan pasien minum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang

seharusnya dapat dihindarkan. Pasien akan mengalami komplikasi akibat

mendapatkan obat yang tidak dibutuhkan.

3. Obat tidak tepat (wrong drug), jika obat yang diberikan bekerja tidak efektif

(kurang sesuai dengan indikasinya), pasien mempunyai alergi terhadap

obat-obat tertentu, obat-obat yang diberikan memiliki faktor risiko kontraindikasi

dengan obat lain yang juga dibutuhkan, efektif namun tidak ekonomis,

penggunaan antibiotika yang sudah resisten terhadap infeksi pasien, dan

(56)

4. Dosis kurang (dosage too low), jika dosis yang diberikan terlalu rendah untuk

memberikan efek dan konsentrasi obat di bawah jendela terapi.

5. Dosis berlebih (dosage too high), jika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk

memberikan efek dan konsentrasi obat di atas jendela terapi.

6. Interaksi obat (adverse drug reaction), jika ada reaksi alergi terhadap obat, ada

faktor risiko yang membahayakan bagi pasien, dan ada interaksi dengan obat

lain, dan hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat.

7. Ketidaktaatan pasien (uncomplience), jika pasien tidak menerima obat sesuai

regimen karena medication error (peresepan, penyerahan obat dan monitoring

pasien), tidak taat pada instruksi, pasien tidak membeli obat yang disarankan

karena mahal, tidak mengambil obat karena tidak memahami, pasien tidak

menggunakan obat karena ketidaktahuan cara pemakaian obat, pasien tidak

menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk obat yang

dianjurkan (Cipolle et al,1998).

F. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi

penggunaan antibiotika pada pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta pada tahun 2005 yang terkait dengan drug related problems

(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker

prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 merupakan

penelitian non eksperimental yang dilakukan dengan rancangan deskriptif

evaluatif. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena penelitian

yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah kecil (variabel) subyek menurut

keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau interfensi peneliti.

Manipulasi atau interfensi peneliti yang dimaksudkan adalah setiap tindakan

terhadap subyek penelitian. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena

analisis data dilakukan dengan mengkaji lebih mendalam dan menyuguhkan

sedeskriptif mungkin fenomena yang terjadi tanpa mencoba menganalisis

bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. Dalam penelitian ini

menggunakan metode retrospektif yaitu dengan menggunakan lembar catatan

rekam medik pasien kanker prostat terdahulu yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta pada tahun 2005 (Pratiknya, 1986).

B. Definisi Operasional

1. Lembar rekam medik adalah lembar catatan dokter dan perawat yang

memberisi data klinis pasien yang meliputi nomor rekam medik, nama, umur,

jenis kelamin, diagnosis, keluhan masuk, pemeriksaan laboratorium, jenis

obat, dosis obat, lama pemberian, rute pemberian, dan hasil terapi.

(58)

2. Evaluasi penggunaan antibiotika adalah melihat kembali dan menyimpulkan

penggunaan antibiotika yang diberikan kepada pasien kanker prostat, sudah

sesuaikah dengan standar yaitu Informasi Obat Nasional Indonesia (2000) dan

Drug Information Handbook 14th edition.

3. Antibiotika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah antibiotika yang

digunakan untuk pasien kanker prostat, yang meliputi antibiotika profilaksis,

antibiotika empirik, dan antibiotika definitif.

4. Antibiotika empirik adalah antibiotika yang digunakan sebelum dilakukan tes

kultur.

5. Antibiotika definitif adalah antibiotika yang digunakan setelah dilakukan tes

kultur.

6. Potensial terinfeksi adalah jika pasien tidak diberikan antibiotik profilaksis

dapat menimbulkan manifestasi klinik infeksi tertentu.

7. Kerasionalan terapi adalah drug related problems yang seminimal mungkin

dimana menunjukkan bahwa terapi obat aman, tepat, dan effective cost.

8. Outcome atau hasil terapi adalah kondisi pasien kanker prostat pada saat

keluar dari rumah sakit (membaik, atas permintaan sendiri, sembuh, atau

meninggal dunia).

C. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien dengan

diagnosis kanker prostat pada lembar rekam medik di RSUP Dr. Sardjito selama

tahun 2005 yang diambil berdasarkan data komputer di bagian rekam medik

(59)

pasien dengan diagnosis kanker prostat tetapi terdapat 2 no. RM yang sama

sehingga peneliti menggunakan data pasien sebanyak 14 pasien.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar rekam medik

dari pasien kanker prostat yang dirawat pada tahun 2005 di RSUP Dr. Sardjito,

baik rawat inap maupun rawat jalan.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker

prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 ini dilakukan

di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, yang terletak di Jalan Kesehatan 01 Sekip

Yogyakarta 58733.

F. Jalannya Penelitian

Proses jalannya penelitian dilakukan secara bertahap, dengan jalur

sebagai berikut ini.

1. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mencari informasi tentang jumlah pasien kanker

prostat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Dari data komputer bagian rekam

medik, diketahui jumlah pasien kanker prostat pada tahun 2005 di RSUP Dr.

Sardjito adalah sebanyak 15 pasien. Pada data komputer, terdapat 2 no. RM yang

Gambar

Tabel XXII
Tabel XXX Evaluasi DRPs (obat tidak tepat)  pada penggunaan
Gambar 1 Anatomi sistem saluran kemih.................................................
Gambar 1. Anatomi sistem saluran kemih (Anonim, 2006c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program

Otak  merupakan    pusat  dari  kontrol  segala  aktivitas  manusia.  Otak  juga  memerlukan  latihan  untuk  menjaga  kwalitas  kesehatan 

Bila Penggugat danTergugat bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilana Agama/ Makhamah Syar’iah yang yang daerah hukumnya meliputi tempat

Tahap ini berfungsi untuk mengetahui siapa saja manajemen RSMB yang akan terlibat dalam peningkatan kualitas pelayanan rawat inap baik dalam tahap penyusunan

Pelayanan yang baik ditunjang pula oleh buku kerja pegawai yang selalu dibuat untuk dapat menilai capaian kinerja yang dilakukan selama hari itu dan DP3 dari pimpinan yang

Tahap keempat jika Kabag telah menyetujui jadwal yang dibuat Administrasi, Kabag Labkom akan meminta Administrasi membuat undangan Rapat Evaluasi Masalah untuk seluruh

Penelitian yang dilakukan Rangga Wardhana, 2009 tentang Analisis Pendapatan Pedagang Kaki Lima Di Jalan HR Bunyamin Purwokerto Kabupaten Banyumas, tujuan mengetahui

Sesuai dengan peraturan Rektor UNNES nomor 22 tahun 2008, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa