MEMBEBASKAN POSITIVISME HUKUM KE RANAH HUKUM PROGRESIF
(Studi Pembacaan Teks Hukum Bagi Penegak Hukum)
A. Sukris Sarmadi
Fakult as Syariah IAIN Ant asari Banj armasin E-mail: a. sukris@yahoo. co. id
Abst r act
Accor di ng t o t he l aw of UU No. 48 Year 2009 about Judi ci al Power Sect ion 5 sent ence (1) whi ch i s on i t s say; cor e expr ess t hat j udge i s obl i ged t o dig of l aw, f ol l owi ng, and compr ehendi ng val ues l aw and sense of j ust i ce whi ch l i ve i n soci et y. Hence l aw shal l compr ehend t o pl ace f or war d sense of j ust i ce whi ch l i ve i n societ y. Law have t he t ar get of i t s soci al , advocat i ng and pr ot ect i ng societ y ci t i zen. If t ext i n l aw at var i ance wit h t ar get of soci al hence t ext i n l aw t hat have t o be t r ansf er r ed i n essence nor m t hat at t ar get of it s social i n t he f or m of societ y sense of j ust i ce, def ence and pr ot ect i on t o societ y cit i zen. Thi s mat t er t o f r ee posit i ve l aw of i nequi t abl e of l aw so t hat l aw r emai n t o i n pr ogr essive t ar get .
Key wor ds: Just i ce, nor m, posit ive l aw, pr ogr essi ve l aw, l egi sl at ion.
Abst rak
UU No. 48 t ahun 2009 t ent ang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) menyebut kan Hakim waj ib menggali, mengikut i, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat . hukum seharusnya dipahami secara luas sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat . Hukum sesungguhnya bert uj uan sosial, membela dan melindungi kepent ingan warga Negara. Bila suat u t eks hukum dit emukan berlawanan dengan t uj uan sosial maka t eks hukum harus dibaca dalam kont eks subst ansi norma yang berhaluan sosial, rasa keadilan masyarakat , membela kepent ingan rakyat dan melindungi warga Negara. Ini merupakan upaya pembebasan hukum posit if dari ket idakadilan yang dirasakan masyarakat sehingga hukum t et ap bert uj uan progresif .
Kat a kunci: Keadilan, norma, hukum posit ip, hukum progresif dan perat uran.
Pendahuluan
St udi t erhadap posit ivisme hukum di In-donesia menj adi sangat pent ing saat ini di saat bangsa ini sedang dan selalu t erus membangun peradabannya ke ranah yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat . Cakupan cara berpikir le-galist is posit ivis dalam st udi hukum t elah mem-beri paradigma berpikir hukum bersif at analisis hukum semat a at as suat u perat uran yang ber-laku. Tit ik kebenaran adalah t eks perat uran yang dikenal dengan perat uran perundangan (l egi sl at ion). Hukum yang pada wuj ud sesung-guhnya t ak t erbat as direduksi dalam bat as t er-t ener-t u, deer-t erminiser-t ik bahkan mekaniser-t ik bagi penegak hukum unt uk dilaksanakan menghakimi perist iwa-perist iwa yang t erj adi.
Posit ivisme t elah melahirkan hukum da-lam skest a mat emat ika, menyelesaikan hukum yang t erj adi dalam masyarakat berdasar apa yang t ert ulis dalam t eks undang-undang, meng-krist al di posisi binernya suat u t eks lalu pem-baca harus memahami di keadaan it u dan t idak dibolehkan unt uk berpikir lain. Sement ara para hakim memut us perkara dengan t eks t ersebut at as persoalan hukum yang dihadapi. Sepert i halnya yang t erj adi di Indonesia, hakim memu-t us perkara mengumemu-t amakan hukum memu-t ermemu-t ulis se-bagai sumber ut amanya. Kelompok-kelompok hakim yang berpikir demikian dapat digolong-kan sebagai suat u aliran konservat if .1 Produk
1 Lint ong O. Siahaan, "Peran Haki m Dal am Pembaharuan
hukum sendiri akan melahirkan f ormalist ik se-mat a di mana kepast ian hukum menj adi ikon kebenaran. Keadilan adalah keadilan yang t er-def inisi at as apa yang t ert ulis dan menut up diri at as keadilan yang selama ini t idak t ermakt ub dalam suat u t eks perundang-undangan. Teori ini mengident ikkan hukum dengan undang-un-dang. Tidak ada hukum di luar undang-undang dan sat u-sat unya hukum adalah undang-un-dang.2
Berdasarkan demikian, posit ivisme hu-kum harus dibebaskan dari kekakuan dirinya. St udi ini t idak unt uk mempert ent angkan suat u aliran hukum at aupun menempat kan posit ivis-me hukum sebagai biang keladi kegagalan da-lam pembangunan hukum di Indonesia. Tet api dalam st udi ini diharapkan ada pembebasan da-ri kekakuan yang t erj adi dan dirasakan seda-ring- sering-nya t erj adi pembalikan dari keadilan yang di-harapkan oleh rasa keadilan masyarakat . Oleh karenanya, t ulisan yang berj udul Membebas-kan Posit ivisme Hukum Ke Ranah Hukum Pro-gresif (St udi Pembacaan Teks Hukum Bagi Pe-negak Hukum) sangat lah pent ing dan mende-sak dipahami oleh penegak hukum.
Tulisan ini akan berupaya menj elaskan bagaimana pembebasan it u sebagai keharusan dalam dinamika hukum kit a sekarang di Indo-nesia ke ranah progresif , yang pro rakyat , ber-hat i nurani dan bermoral t anpa melepas t u-j uan-t uu-j uan sosial hukum. Unt uk it ulah diper-lukan cara pembacaan t eks hukum agar hukum t idak dipandang sebagai perat uran semat a de-ngan membat asi ruang gerak hukum at as segala prosedur hukum, t ekst ual prosedural dan me-ngabaikan kebenaran subst ansif .
Pembahasan
Membebaskan Posit ivisme Hukum ke Ranah Hukum Progresif
Memperharui pemahaman at as t ekst ual perundang-undangan agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat j auh lebih mudah daripada
Tahun ke 36 N0. 1 Januari 2006, Jakart a: Fakul t as Hukum Universit as Indonesi a, hl m. 35
2 Rusl i Muhammad, "Kaj i an Krit is Ter hadap Teori Hukum
Posi t i f (Posit ivisme)", Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 5,
No. 2, Tahun 2006, Pekanbaru: Fakul t as Hukum Uni versit as Lancang Kuning (Unil ak), hl m. 222-223
merevisi, memperbaharui maupun menambah dan mengadakan perat uran perundang-undang-an. Bahkan t erkadang suat u perubahan Undang-Undang t idak selalu yang t erj adi lebih baik, t erkadang lebih dilemat is membawa persoalan baru, demikian j uga melakukan revisi, at uran hukum menj adi t ambal sulam yang pada akhir-nya t idak beruj ung pada harapan keadilan ma-syarakat . Unt uk it u diperlukan cara pandang baru dalam pemahaman t erhadap but ir Pasal undang-undang yang ada yang lebih menekan-kan pada t uj uan-t uj uan hukum it u dibuat . Kaj ian-kaj ian krit is hukum selama ini banyak menyorot i prakt ek hukum yang t erj adi harus dianggap sebagai kegairahan unt uk t et ap ber-pat okan pada t uj uan besar hukum yait u men-cipt akan kebahagian-kebahagiaan yang seba-nyak-banyaknya (t he gr eat est happi ness f or t he gr eat est number).
Kebanyakan selama ini, prakt ek hukum oleh penegak hukum yang t erj adi di Indonesia sepert i prakt ek lembaga pengadilan, kepolisi-an, kej aksaan dan prakt isi hukum (kelompok pi-lar dari cr i mi nal j ust i ce syst em) cendrung sela-lu bert umpu pada pij akan berpikir l egi sme
sebagai ciri ut ama dari posi t ivi sme hukum. Da-lam hal ini, cara pandang hukum dilihat dari t eleskop perundang-undangan belaka unt uk ke-mudian menghakimi perist iwa-perist iwa yang t erj adi. Prakt ek sepert i ini bukan berart i harus selalu diart ikan keliru dikarenakan legisme sen-diri t elah dan selalu memberikan art i dari ke-past ian hukum. Sement ara keke-past ian hukum adalah keperluan yang mut lak dalam prakt ek hukum it u sendiri.
pu-t usan yang bebas.3 Penelit ian merekomendasi-kan agar mengeloborasi hukum progresif dalam pendidikan hakim. Tuj uannya j elas agar para hakim memiliki pola berpikir progresif .
Bagi penst udi hukum yang melihat hukum bukan hanya dari segi normat if saj a t et api j uga sebagai sebuah produk pemikiran manusia, se-buah undang-undang pada kenyat aan sering memiliki kelemahan unt uk menyampaikan ke-adilan it u sendiri. Baik karena t erbat asnya sua-t u sua-t eks, ambivalensi ansua-t ara sasua-t u asua-t uran dengan yang lainnya, masuknya beberapa kepent ingan dalam pembuat an suat u perat uran perundang-undangan yang kepent ingan mana sebenarnya bukan unt uk t uj uan idealisme hukum, sesung-guhnya meng-harusnya ada suat u t inj auan krit is t erhadap hukum.
Upaya pemecahan kebekuan t eks-t eks hu-kum t elah dirasakan lama dalam st udi huhu-kum. Munculnya st udi semiot ika hukum sepert i t eori
dekonst r uksi dalam f ilsaf at sering digunakan unt uk memecahkan kebekuan suat u t eks. Kon-sep ini ingin melihat t eks senant iasa berkorelasi dan mempunyai kont eks sehingga selalu me-ngandung kemungkinan art i-art i yang lain. Se-pert i halnya suat u penaf siran kont ekst ual yang ingin melihat hukum dalam kont eks sosial at au pun dalam perspekt if sosial maka t eori-t eori ini dianggap t elah meluas pada ranah yang bukan lagi pada t eks hukum. Gerakan st udi hukum kri-t is akri-t au Cr i t i cal Legal St udi es (CLS) di Amerika merupakan salah sat u cont oh dari keingininan unt uk mencoba sebuah t eori yang bert uj uan melawan pemikiran yang sudah mapan khusus-nya mengenai norma yang st andar yang sudah di bui l t -i n dalam t eori dan prakt ek hukum yang ada selama ini. Diakui memang posit ivisme hukum t elah banyak memberi sumbangan besar dalam pem-bangunan hukum modern di dunia. Namun bukan berart i ia t idak memiliki kekura-ngannya yang ant ara lain adalah t elah meng-abaikan subst ansi hukum yait u keadilan dan
3 M. Syamsuddin, " Rekonst ruksi Pol a Pikir Haki m Dal am
Memut us Perkara Korupsi Ber basi s Hukum Progresi f ", Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 11 No. 1 Januari 2011, Purwokert o : FH Uni versit as Jenderal Soedir man, hl m. 11
manf aat an.4 Kaj ian hukum t elah lama meng-embangkan dirinya menuj u ranah sosiologis, non-dogmat ik yang sangat memungkinkan akan keluar dari maksud t eks yang sesungguhnya.
Cara penaf siran hukum yang selama ini digunakan oleh aparat penegak hukum sepert i kepolisian, kej aksaan dan lembaga peradilan adalah penaf siran sist emat ik. Suat u undang-un-dang merupakan legalit as mut lak besert a pen-j elasannya yang t idak dapat diart ikan lain me-lewat i suat u penaf siran. Ini merupakan ciri ut a-ma dari paradiga-ma posi t i vi sme, di mana para pelaku hukum menempat kan diri dengan cara berpikir dan pemahaman hukum secara lega-list ik posit ivis dan berbasis perat uran (r ul e bound), sehingga dalam mengkaj i hukum hanya aspek lahiriahnya saj a yang diperhat ikan se-dangkan nilai-nilai at au norma yang muncul da-ri realit as sosial sepert i keadilan, kebenaran, at au kebij aksanaan yang biasanya mendasari at uran-at uran hukum t idak mendapat t empat , karena t idak dapat dij angkau oleh penginde-raan.5 Cara-cara inilah yang hingga sekarang t e-rus diserang dan dikrit ik karena dianggap men-j adikan hukum sebagai inst it usi pengat uran yang kompleks t elah direduksi menj adi sesuat u yang sederhana, linier, mekanist ik, dan det er-minist ik t erut ama unt uk kepent ingan prof esi dan berakhir dengan ket akmampuannya unt uk mencapai kebenaran.
Desakan pemikiran hukum di Indonesia bi-sa dirabi-sakan sehingga melahirkan Pabi-sal 5 ayat (1) UU No. 48 t ahun 2009 t ent ang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman bahwa Hakim dan hakim konst it usi waj ib menggali, mengikut i, dan me-mahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat . Dalam penj elas-annya menyat akan Ket ent uan ini dimaksudkan agar put usan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat .
4
Yusri yadi , "Paradigma Posit ivisme Dan Impl ikasinya Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesi a", Jur nal hukum, Vol . 14, N0. 3, Apr il 2004, Semar ang : Fakul t as Hukum Univer sit as Isl am Sul t an Agung (UNISSULA), hl m. 463
5 Erwin, "Upaya Meref ormasi Hukum Sebagai Akibat
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dari UU No. 48 t ahun 2009 diakui adanya kemungkinan ket aksempurnaan suat u t eks hukum yang t er-but ir dalam Pasal Undang-Undang sehingga cen-drung unt uk t idak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat . Hakim sebagai uj ung t ombak da-lam proses lit igasi pengadilan haruslah mencer-mat i keadaan t ersebut . Bagi kelompok yang melihat hukum dari perspekt if sosial, ket ent uan t ersebut dianggap sebagai pembelaan t erhadap pandangan mereka.
Terlepas dari perbedaan pendapat suat u aliran pemikiran di ranah ilmu hukum dogmat ik maupun ilmu hukum non-dogmat ik, ket idakadil-an it u secara nyat a masih dirasakidakadil-an oleh ma-syarakat yang salah sat unya dalam realit as t eks hukum yang t erbut ir dalam beberapa Pasal un-dang-undang. Ada kenyat aan yang t erj adi, se-ringkali hukum t erlihat menj adi bulan-bulanan dan permainan para prakt isi hukum. Adanya maf ia peradilan membukt ikan kenyat aan t er-seoknya hukum di t angan para penegak hukum. Persekongkolan ant ar para penegak hukum de-ngan para pencari keadilan baik di t ingkat ke-polisian, kej aksaan dan para hakim. Bahkan melibat kan advokat yang mendampingi di se-gala pemeriksaan.6
Ket idakadilan yang t erj adi dalam pena-nganan hukum oleh penegak hukum adalah sua-t u ironi karena sesungguhnya wuj ud hukum isua-t u sendiri bercit a-cit a keadilan (ger echt i gkeit). Hukum t elah diarenakan dalam kont eksnya yang f ormal, mekanist ik t anpa hat i nurani se-hingga menj adi mudah bagi para penegak hu-kum unt uk melakukan perbuat an yang sekedar memenuhi kebut uhan f ormal meski harus ber-t enber-t angan dengan rasa keadilan masyarakaber-t . Hasil laporan penelit ian Agus Raharj o dan Angkasa menyebut kan t erj adinya kekerasan psikologis banyak dilakukan penyidik dengan maksud unt uk mendapat kan pengakuan at au ket erangan dari t ersangka.7 Dalam kont eks
6 Agus Budiant o, "Tant angan Prof esi Advokat Dal am
Membangun Fair Tr ial ", Jur nal Hukum Gl or i a Jur i s, Vol . 8 N0. 2, Mei 2008, Jakart a : Fakul t as Hukum Univer si t as Kat ol ik Indonesi a At ma Jaya, hl m. 51
7 Agus Raharj o dan Angkasa, "Prof esional isme Pol isi Dal am
Penegakan Hukum", Jur nal Di nami ka Hukum, Vol . 11
yang lain, bukan hanya polisi t et api j uga j aksa dan hakim melakukan prilaku yang bert ent ang-an dengang-an keadilang-an. Sarj ang-ana hukum yang-ang seha-rusnya berprilaku sesuai at uran hukum t ernyat a ikut andil melakukan kerusakan hukum.8 Ter-kadang t eks hukum dit elusuri unt uk mencari celah kekurangan yang past i ada dalam suat u t eks hukum unt uk suat u kepent ingan yang bu-kan demi unt uk hukum, t idak unt uk mencari dan menyempurnakan t uj uan sosialnya dari hu-kum yang seharusnya responsif bagi keadilan masyarakat . Kekakuan t eks hukum harusnya di-sempurnakan dengan upaya pembacaan t eks hukum yang benar dan responsif . Tanpa hukum yang mampu menanggapi keadilan masyarakat (hukum r esponsi f) maka hukum it u sendiri t elah kehilangan rohnya. Rohnya hukum it u adalah moral dan keadilan.9 Unt uk it ulah diperlukan suat u kesadaran bagi penegak hukum bahwa hukum unt uk manusia bukan sebaliknya. Hukum bukan dibuat karena sekehendak semat a para penguasa at au hanya sekedar kepent ingan golo-ngan maupun kepent igolo-ngan sesaat sekedar me-menuhi f ormalisme hukum. Tet api hukum amat dit ent ukan pada kemampuannya mengabdi pa-da manusia, bahkan merekayasa manusia papa-da kult ur kehidupan yang berkeadilan.
Hukum progresif merupakan koreksi t er-hadap kelemahan syst em hukum modern yang sarat dengan birokrasi sert a ingin membebas-kan diri dari dominasi suat u t ipe hukum liberal. Tuj uannya agar para penegak hukum t idak me-lihat suat u perat uran at as apa yang t ert ulis sa-j a. Sepert i yang t ersa-j adi selama ini di mana pe-negak hukum t elah t erj ebak dalam cara berhu-kum posit ivisme yang sempit dan kurang dilipu-t i semangadilipu-t undilipu-t uk mengekspolorasi pemenuhan rasa keadilan yang lebih kont ekst ual.10 Hukum
No. 3, Sept ember 2011, Purwokert o : Fakul t as Hukum Uni versit as Jender al Soedirman, hl m. 383
8
Dey Revena, "Konsepsi Dan Wacana Hukum Progresif ",
Jur nal Hukum Sul oh, Penel i t i an Dan Pengkaj i an Hukum, Vol . VII, N0. 1, Apr il 2009, Aceh : Fakul t as Hukum Uni versit as Mal ikussal eh (UNIMAL), hl m. 16-17
9 M. Husni, "Moral Dan Keadil an Sebagai Landasan
Penegakan Hukum Yang Responsi f ", Jur nal Hukum Equal i t y, Vol . 11, N0. 1, Pebruar i 2006, Sumat era Ut ar a : Fakul t as Hukum Uni versit as Sumat ra Ut ara, Hl m. 3 10 Ridw an, "Memuncul kan Karakt er Hukum Progresi f Dari
dapat dilihat baik pada dirinya (secar a dogma-t i f) maupun dalam perspekt if di luar dirinya (non dogmat i k). Di sini keharusan bagi penegak hukum unt uk melihat bukan sekedar hanya me-nelaah bangunan logis-rasional dari deret an pasal-pasal perat uran secara f ormal dan prose-dural (anal yt i cal j ur i spr udence) t et api j uga da-lam perspekt if sosialnya hukum yait u aspek mo-ral, hat i nurani rasa keadilan masyarakat .
Kenyat aan di at as dipahami bet apa hu-kum it u bukan hanya bangunan perat uran bia-sa, namun disadari j uga sebagai bangunan ide, kult ur dan cit a-cit a. Ket erpurukan hukum di Indonesia lebih dikarenakan penyingkat an hu-kum sebagai r ul e of l aw t anpa melihat sebagai
r ul e of mor al i t y. Akibat nya hukum hanya dili-hat sebagai perat uran prosedur yang lekat de-ngan kekuasaan. Padahal di balik hukum j uga sarat dengan nilai, gagasan unt uk membangun kult ur baru yang lebih kont ekst ual pada rasa keadilan masyarakat . Di sini akan t erj adi suat u muat an hukum harus luas dalam cakupan mora-lit as. Hukum t ert ulis selama ini past i t idak su-nyi dari kesalahan dan pengabaian hat i nurani, kult ur dan cit a-cit a ideal manusia. Hukum pro-gresif mengalaskan muat an hukum harus meng-genapi kult ur dan cit a ideal manusia yait u ke-bahagiaan. Kult ur it u sendiri t idak lain adalah Indonesia yang menurut kacamat a hukum pro-gresif amat berbeda dengan pemberlakuan hu-kum modern yang masuk dan mempengaruhi hukum di Indonesia. Hukum modern disadari t i-dak mungkin dihapuskan namun ia perlu diberi-kan ruh kehidupan kult ur Indonesia agar ia menj adi hukum yang Indonesia. Hukum yang se-padu hat i nurani masyarakat sehingga hukum it u responsif yait u hukum didasarkan pada kul-t ur masyarakakul-t ikul-t u sendiri.
Unt uk menuj u ranah hukum progresif , hu-kum diprinsipkan dalam konsep, sebagai beri-kut . Per t ama, asumsi dasar hukum haruslah un-t uk manusia bukan unun-t uk dirinya sendiri hukum it u diadakan. Jika hukum diperunt ukkan unt uk manusia seharusnya t idak memberlakukan ma-salah hukum it u menj adi mama-salah manusia (
Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 26 N0. 2, Apr il 2008, Bandung: Fakul t as Hukum Uni versit as Kat hol ik Parahyangan, hl m. 169
man pr obl em), akan t et api memperlakukan masalah manusia menj adi masalah hukum; ke-dua, hukum progresif t idak menerima hukum sebagai inst it usi yang mut lak sert a f inal. Tidak berusaha unt uk mereduksi hukum hanya se-kedar perat uran-perat uran, akan t et api suat u yang lebih besar dari it u yakni hukum dilet ak-kan dalam kait annya dengan kemanusiaan. Berdasar semangat unt uk manusia, bukan ber-art i hukum yang ada semuanya adalah keliru t et api perlu disempurnakan dari sebagai mesin ot omat is menj adi bermanusia, berhat i nurani pada kepent ingan manusia it u sendiri yang t erus berkembang. Maka hukumpun harus ber-kembang pula mengikut i dan membela kemanu-siaan it u sendiri. Ket i ga, hukum t idak boleh melepaskan dirinya dari t uj uan sosialnya; ke-empat, hukum mengabdi kepada manusia kare-nanya t idak boleh mengabaikan hat i nurani ma-nusia; kel ima, hukum harus bermoral. Hukum t ak boleh memisahkan diri dengan moral. Hukum bukanlah sekedar perat uran biasa t et api ia adalah bangunan ide, kult ur dan cit a-cit a. Ket erpurukan hukum di Indonesia lebih dikare-nakan penyingkat an hukum sebagau r ul e of l aw
t anpa melihat sebagai r ule of mor al it y; ke-enam, hukum progresif merupakan koreksi t er-hadap kelemahan sist em hukum modern yang sarat dengan birokrasi sert a ingin membebas-kan diri dari dominasi suat u t ipe hukum liberal.
sert a ingin membebaskan diri dari dominasi suat u t ipe hukum liberal; kesembi l an, int erpre-t asi hukum progresif dengan haerpre-t i nurani, me-lihat hukum bukan hanya dalam dat aran yang t ert ulis dari t eks f ormalnya t et api j uga pada t eks non f ormal, pro-keadilan, pro-rakyat demi t egaknya t uj uan sosialnya; dan kesepul uh, hu-kum progresif menerima huhu-kum bukan hanya pada int ernal hukum it u sendiri t et api lebih luas yait u di luar dari hukum bahkan unt uk membangun kehidupan dan kebahagian manu-sia.
Berdasar demikian, hukum yang ada yang berlaku di Indonesia melewat i perbagai pera-t uran perundang-undangan harus dipahami bu-kan sekedar apa adanya t et api sepert i maksud Pasal 5 ayat (1) UU N0. 48 Tahun 2009 t ent ang Kekuasaan Kehakiman yait u keadilan yang dira-sakan masyarakat . Cara pembacaan t erhadap at uran-at uran t ersebut harus disiasat i yait u de-ngan kaca mat a obj ekt if progresif sehingga kekakuan hukum posit if menj adi t erbebaskan dari wat ak cacat nya agar keadilan dapat di-rasakan oleh masyarakat .
Memperhat ikan uraian di at as, Posit ivis-me hukum dapat dit arik ke ranah hukum pro-gresif yait u bagian yang st at is dari suat u t eks Undang-Undang dapat dipahami secara progre-sif . Dalam kasus penindakan t erhadap pelaku korupsi dapat dilakukan upaya-upaya yang t idak hanya bersif at prosedural t et api kont ekst ual. Kerugian negara harus dit erj emahkan dengan kerugian pada masyarakat , t idak hanya angka dalam art i ekonomi t et api j uga kebij akan yang merugikan rakyat . Penyalahgunaan j abat an ha-rus dipahami sebagai indikasi mot if kej ahat an meski unt uk t uj uan it u pelaku t elah menut upi -nya dengan berbagai prosedur administ rat if . Bahkan suat u kej ahat an yang sulit dij angkau dengan t ekst ual but ir pasal undang-undang (i n-vi si bl e cr ime) dipast ikan dapat dij erat hukum.
Membaca Teks Hukum Dalam Hukum Progresif Bagi Penegak Hukum
Sej ak hukum membuat t radisi unt uk di-t uliskan (wr it t en l aw), maka pembacaan t eks hukum menj adi masalah yang pent ing. Penaf -siran t erhadap t eks hukum t ak dapat
dihindar-kan. Ia sepert i j ant ung hukum dan t ak dapat di-j alankan melainkan dengan membuka penaf sir-an. Hal ini disebabkan suat u t eks yang t ert ulis memiliki kekurangannya unt uk dapat mencakup at as segala hal perist iwa yang mungkin t erj adi at aupun suat u yang t idak lagi relevan at as per-kembangan zaman. Selain upaya melakukan suat u revisi at as undang-undang adalah dengan menggant i suat u perat uran perundang-undang-an yperundang-undang-ang baru. Upaya ini t ent u saj a melewat i suat u proses yang lama dan prosedural yang rumit . Upaya lain yang lebih mudah dan cepat adalah dengan melakukan penaf siran hukum t erhadap t eks perat uran perundang-undangan.
Pemahaman t erhadap hukum yang ber-t umpu hanya pada anal i t i cal j ur i spr udence de-ngan mendasari diri pada ilmu hukum dogmat ik sering menghasilkan hukum yang st at is. Ilmu hukum dogmat ik selalu hanya melihat ke dalam hukum dan menyibukkan diri dengan membica-rakan dan melakukan analisis ke dalam, khu-susnya hukum sebagai suat u bangunan pera-t uran yang dinilai sebagai sispera-t emapera-t is dan lo-gis. Jadi, kegunaan dari ilmu hukum dogma-t is ini dogma-t idak lebih hanya menelaah bangunan logis-rasional dari deret an pasal-pasal pera-t uran. Oleh karenanya, ilmu hukum dogmapera-t ik sepert i ini j uga lazim disebut dengan anal y-t i cal j ur i spr udence,11 yang dalam prakt iknya sangat bert umpu pada dimensi bent uk f ormal dan prosedural dalam berolah hukum unt uk mencapai (aksiol ogi) kepast ian, yang benar dan adil adalah perat uran hukum it u sendiri. Kebalikan dari it u, ilmu hukum non-dogma-t ik sebagai dasar dari hukum progresif non-dogma-t idak berhent i kepada menyibukkan diri dengan ba-ngunan l ogi s-r asional dari sebuah perat uran.
Kenyat aan sekarang ini, penaf siran hu-kum oleh penegak huhu-kum pada umumnya masih bersif at t ekst ual didasarkan ilmu hukum dog-mat ik. Baik dit ingkat kepolisian, kej aksaan mau pun di lembaga peradilan. Dalam beberapa ka-sus yang dit emui oleh penulis di lapangan se-bagai prakt isi hukum, seorang warga yang
11 Sat j ipt o Rahardj o, "Hukum Progresif , Hukum yang
laporkan pencurian kendaraan bermot or oleh t et angganya sendiri dengan modus operandi menyewa kendaraan bermot or t ersebut . Kemu-dian korban melaporkan kej aKemu-dian t ersebut ke-pada pihak berwaj ib (Polisi). Tet api polisi me-nolak laporan t ersebut dikarenakan pelapor t ak dapat mem-bukt ikan surat sewa menyewa ken-daraan dengan dasar Pasal 372 dan 378 KUHP yait u penggelapan dan penipuan. Ini j elas sa-ngat melawan rasa keadilan masyarakat yang secara j elas kendaraan bermot ornya diambil t e-t angganya sendiri di depan mae-t a dengan modus penyewaan kendaraan. Bent uk penyewaan sen-diri hanya bersif at adat kebiasaan set empat (t anpa ada bukt i ot ent ik). Penolakan polisi saat it u sesungguhnya hanya karena memahami KUHP secara t ekst ual, st at is t anpa memahami progresnya.12 Harusnya dipahami, Pasal 362 KUHP (pencurian), 372 KUHP (penggelapan) dan 378 KUHP (Penipuan) sebenarnya memiliki t u-j uan yang sama yait u menghilangkan barang orang. Pasal-pasal t ersebut sesungguhnya hnyalah menunj uk modus operandi pelaku kej a-hat an. Oleh karenanya, seharusnya polisi nerima laporan warga dan secara t unt as me-nyelesaikan kasus t ersebut dengan menet apkan Pasal 362 KUHP, sebagai perbuat an; t indak ke-j ahat an pencurian yang harus dihukum. Cara pembacaan ini progresif dan sesuai dengan ha-rapan rasa keadilan masyarakat unt uk dilindu-ngi dari kej ahat an.
Demikian j uga kasus laporan masyarakat t ent ang penipuan oleh pelaku bisnis dengan modus operandi invest asi usaha. Di berbagai daerah di Indonesia kenyat aannya pelaku t ak
12 Adhi Wi bowo menambahkan bahwa sisi l ai n masyarakat
sangat rnenaruh har apan yang besar pada pol isi unt uk t idak hanya menyel esaikan kasus-kasus (t indak pidana) saj a t et api j uga harus marnpu mernberikan perl indungan (pengayoman) kepada siapa saj a yang t erl ibat at au berkait an dengan t indak pidana yang t erj adi. Namun t erkadang har apan t ersebut t idak dapat di penuhi, mal ah j ust ru per il aku oknum pol i si yang t idak si mpat ik yang seri ng di j umpai di l apangan, kondi si ini berakibat memuncul kan kekecew aan bagi masyar akat . Lihat , Adhi Wi bowo, "Peranan Kepol i si an Dal am Member ikan Perl i ndungan Terhadap Saksi Dal am Perspekt i f Cri mi nal Just i ce Syst em", Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 5 No. 2, Pekanbaru : 2006, Fakul t as Hukum Universit as Lancang Kuni ng, hl m. 253
dapat dij erat dengan hukum. Alasan pihak polisian adalah hubungan mereka bersif at ke-perdat aan sehingga t ak dapat dipidanakan pe-lakunya. Kasus t ransaksi Mult i Level Market ing (MLM), bisnis Voucher t elepon seluler, Invest asi Usaha yang t erj adi di banyak daerah dengan merekrut ribuan manusia bernilai milyaran ru-piah t ak dapat dilaporkan ke pihak berwaj ib (Polisi) lant aran t idak ada bukt i t ert ulis kecuali kont rak kerj asama. Dengan alasan kasus t er-sebut bersif at keperdat aan maka pelaku t ak dapat dij erat dengan Pasal-pasal pidana. Sebut saj a dengan alasan Pasal Penipuan at au per-buat an curang (378 KUHP) maka akan diperoleh kenyat aan di mana unsur-unsur pidana dalam but ir Pasal t idak dit emukan. Pasal 378 menen-t ukan bahwa
Bar angsi apa dengan maksud unt uk me-ngunt ungkan dir i sendi r i at au or ang l ai n secar a mel awan hukum, dengan memakai nama pal su at au mar t abat pal su, dengan t i pu musl i hat , at aupun r angkai an kebo-hongan, mengger akkan or ang l ain unt uk menyer ahkan bar ang sesuat u kepadanya, at au supaya member i hut ang maupun menghapuskan pi ut ang di ancam kar ena peni puan dengan pi dana penj ar a pal i ng l ama empat t ahun.
bankrut dalam usaha. Sement ara ribuan orang t elah menginvest asikan uangnya kepada pela-ku.13
Pihak berwaj ib sebenarnya berpikir da-lam pola progresif , pelaku dapat dikenakan Pa-sal 378 KUHP dengan alasan adanya unsur per-samaan modus operandi t erhadap banyak orang. Perbuat an t ersebut dirasakan t elah nya-t a merugikan orang lain dengan melawan hu-kum (Onr echt mat i ge daad). Banyaknya pihak yang mengadu at au melaporkan dan dapat di-bukt ikan pelaku t elah berulang-ulang melaku-kannya. Sedemikian pula para hakim yang me-meriksa perkara t ersebut dapat secara progre-sif menilai dan menghukum pelaku dikarenakan perbuat annya yang melawan hukum t elah me-rugikan orang lain secara melawan hak sebagai perbuat an sengaj a dilakukan oleh pelaku. De-ngan demikian, t idak diperlukan pembuat an UU baru t ent ang kej ahat an dengan modus operandi t ersebut yang pada gilirannya t erlalu banyak at uran akan menyulit kan suat u t unt ut an dan akan menj adi bulan-bulanan prakt isi hukum di Pengadilan unt uk melepaskan diri pelaku ke-j ahat an.
Kasus sebaliknya adalah kasus pencurian sebij i buah semangka karena kehausan di j alan lalu dit unt ut oleh JPU dengan mengenakan Pa-sal 362 KUHP t ent ang pencurian, demikian pula kasus Nenek Minah asal Banyumas dianggap t elah mencuri 3 buah bij i kakao yang meng-akibat kan ia divonis 1, 5 bulan kurungan adalah salah sat u cont oh bert ent angan dengan rasa keadilan masyarakat . Kasus sepert i demikian at au sebaliknya t indak pidana berat dihukum ringan,14 t ernyat a banyak t erj adi di berbagai
13 Di Banj ar masin, beberapa kasus i nvest asi sepert i kasus
voucher (2006), invest asi usaha berl ian (2008), invest asi kebun kel apa (2010) t ak t ert angani dengan progresi f meskipun banyak l aporan penipuan t erhadapnya, pel aku t ak dapat dij er at dengan Pasal Pidana KUHP.
14
Krismiyarsi, mel aporkan at as kenyat aan yang t erj adi dal am hal t i ndak pidana pencur ian kayu j at i yang sehar unya dikenakan sanksi pi dana Para178 ayat 4 UU No. 41 t enrang Kehut anan dengan pidana penj ar a pal i ing l ama I0 t ahun dan denda pal i ng banyak 5
mil yard r upiah. dal am pr akt iknya seringkal i hanya dij at uhi hukum pi dana j auh dar i ancaman minimal bahkan dapat dikat akan t erl al u ri ngan, aki bat nya pel aku t ak merasa j er a unt uk mengul angi perbuat annya. Lihat , Kri smiyarsi, "Dampak Negat i f Pemidanaan Yang Terl al u Ringan Terhadap Pel aku
daerah. Pasal dalam perat uran perundang-un-dangan (362 KUHP) dij adikan remot e kaku at as segala perist iwa dan peroblem hukum. Pencuri-an t elah dipahmi secara st at is adalah mengam-bil barang milik orang lain. Ini berakibat orang yang sedang kehausan sekedar unt uk meng-hilangkan hausnya di t engah sawah dengan me-ngambil sebij i semangka dianggap sebagai pen-curian at au 3 bij i kakao j uga penpen-curian. Pada-hal dimaksudkan suat u pencurian bila dipaha-mi secara progresif adalah suat u perbuat an yang sengaj a dilakukan unt uk dimiliki dengan nilai berharga pada umumnya di masyarakat . Tidak ada sat upun masyarakat menilai hilang-nya sebij i semangka dari pemilik rat usan at au ribuan buah semangka adalah suat u kerugian. Sepert i halnya j uga t iga bij i kakao yang diang-gap t ak berharga oleh pelaku dikarenakan pe-milik mempunyai ribuan at au t ak t erhit ung j umlah bij i kakao. Pencelaan masyarakat t er-hadap pengaduan pemilik yang merasa barang-nya dicuri dalam kasus t ersebut membukt ikan t erj adi rasa ket idak adilan dalam hat i nurani masyarakat . Seharusnya pihak berwaj ib t idak menj erat nya dengan Pasal pencurian. Cukup memberinya peringat an agar t idak mengulangi perbuat annya. Tuj uannya agar t idak t erj adi t in-dakan yang berulang-ulang. Demikian pula j ak-sa seharusnya mengenyampingkan t unt ut an at au menolak pengaduan Polisi. Cara lain, j ika per-kara ini t elah disidangkan, diperiksa hakim maka manj elis hakim dapat memut uskan pem-bebasan bagi t erdakwa karena secara progresif apa yang dilakukan t erdakwa bukanlah suat u pencurian dimaksud dalam Pasal 362 KUHP.
Hal sebaliknya t erj adi pada kasus korpusi. Banyak t erdakwa kasus korupsi yang t erus t er-j adi di beberapa Pengadilan Tipikor di daerah dalam lima t ahun t erakhir ini membuat per-soalan sendiri dalam penegakan keadilan di ne-geri ini. Tingginya korupsi di Indonesia t elah menyebabkan semua sist em dan sendi kehi-dupan bernegara rusak karena prakt ek korupsi
t elah berlangsung secara merat a.15 Hakim yang berpikir t idak dengan penget ahuan hukum subs-t ansubs-t if adalah hakim yang berpola pikir ssubs-t asubs-t is, t ekst ual dan t ak memahmi progresif suat u pa-sal. Biasanya suat u put usan bebas didasarkan dengan alasan bahwa t idak cukup t erbukt i un-t uk menj eraun-t un-t erdakwa. Padahal biasanya pro-ses penyidikan t erhadap masalahl korupsi sudah sangat hat i-hat i, bukan hanya dugaan kuat at au sekedar adanya bukt i permulaan (Pasal 1 angka 14 KUHAP) at aupun syarat f ormil dan mat eril-nya (Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP), t et api j uga bukt i-bukt i yang t eruj i dalam pe-nyidikan pihak Penyidik Tipikor kepolisian at au Jaksa Tipikor sehingga dilakukan suat u penun-t upenun-t an, meyakinkan dan sesuai dimaksud suapenun-t u t unt ut an t erhadap t indak pidana korupsi.
Demikian pula pada kasus perdat a sepert i kasus gant i rugi t anah masyarakat akibat lum-run-t emurun. Pihak perusahaan hanya meng-gant i t anah-t anah yang memiliki sert if ikat . Alasannya sesuai dengan Pasal 19 UU No. 5 Ta-hun 1960 bahwa t anah hak milik harus t elah t erdaf t ar di Badan Pert anahan Nasional (BPN). Masyarakat j uga t elah melakukan gugat an gant i rugi ke Pengadilan dan t et ap saj a hak-hak me-reka t idak diakui. Padahal j ika hakim progresif , adanya t anah adat j uga diakui dalam UU No. 5 menggant i at au Perampasan keunt ungan yang diperol eh dar i t i ndak pidana, per baikan aki bat t i ndak pidana, t ermasuk pergant ian at as kerusakan l ingkungan maupun t erhadap masyarakat seki t ar. Lihat , Mukhamadun, "Lumpur Lapindo Akar Masal ah Dan Sol usi nya Dal am Perspekt i f Hukum Li ngkungan", Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 6, N0. 1, 2006, Pekanbaru : Fakul t as Hukum Universit as Lancang Kuni ng, hl m. 18
nyampingkan hak kepemilikan adat hanya ka-rena adanya Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960.17 UU Pokok Agraria sesungguhnya hanya unt uk me-nert ibkan t ent ang kepemilikan t anah di sam-ping guna persoalan agraria. Terlebih dalam prakt eknya pembukt ian yang bersif at ”beschi k-ki ngsr echt ” sepert i segel at au girik dan spora-rugikan oleh perusahaan sebagai penyebab t er-j adinya musibah lumpur Lapindo. Akibat ber-pola pikir hukum yang st at is hingga sekarang ada ribuan kepala keluarga yang t ak memiliki t empat t inggal bahkan sebagiannya t idak punya pekerj aan hanya lant aran mereka t ak dapat membukt ikan kepemilikan t anah berupa sert i-f ikat . Harusnya hakim berani unt uk bersikap af irmat if (af f ir mat if l aw enf or cement) yait u keberanian unt uk melakukan pembebasan dari prakt ek st at isnya dan melakukan t eroboson t er-hadap hukum yang ada demi kemanusiaan, pro-rakyat dan hat i nurani.18
Hukum seharusnya akt if berperan unt uk dan sebagai mot or pembangunan kehidupan masyarakat dalam t uj uan sosialnya, kehidupan yang ideal dan melindungi sert a mengabdi pada manusia. Bet apa pent ingnya hukum sesuai de-kepent ingan spekul asi dan pembangunan yang kurang berpihak kepada r akyat , har us diwaspadai baik secar a 41/ PHPU. D-VI/ 2008 merupakan t eroboson hukum karena haki m bukan corong Undang-Undang t et api memil iki kel uasan dal am memut uskan perkara yang
merupakan cer minan dari kemandiri an dengan
sit if selama ini masih menyisakan problem. Hu-kum posit if modern yang dipakai oleh bangsa Indonesia dikembangkan t idak dari dalam ma-syarakat Indonesia melainkan dit anamkan dari luar (i mpposed f r om out si de). Hukum modern adalam produk sosial, ekonomi, dan kult ural barat , khususnya Eropa. Pemberlakukan hidup manusia secara sama t anpa diskriminat if meru-pakan ikon dalam hukum produk barat menj a-dikan t idak ada pembelaan t erhadap orang-orang kecil dan lemah karena semua orang-orang ha-rus diberlakukan sama.
Tumbuhnya sist em hukum modern dalam perspekt if st udi hukum krit is, sangat dipenga-ruhi oleh konvergensi ant ara paradigma posit i-visme dalam ilmu penget ahuan alam, dengan kapit alisme sebagai ideologi ekonomi dan peri-laku. Dalam kont ruksi pemikiran paradima po-sit ivisme, maka perangkat ket ent uan hukum diyakini sebagai perangkat yang bersif at net ral, t idak berpihak dan harus diberlakukan secara impersonal (t i dak subj ekt i f).19 Ia dij aga karena dianggap mampu mengamankan kebebasan in-dividu. Perangkat at uran hukum t ersebut ke-mudian melahirkan cara berpikir anal i t i cal j u-r i spu-r udence di mana para hakim dan semua orang yang memahami hukum t erhadap per-soalan hukum mengident if ikasikan pada prinsip dan at uran yang relevan secara dedukt if t anpa perspekt if lain darinya.20 Ini j uga mencipt akan f ormalisme hukum t anpa disadari di mana ke-adilan di luar dari perspekt if nya adalah bukan keadilan. Semua orang dianggap sama ( homo-gen) dan harus diberlakukan hukum yang sama dengan seperangkat prosedur yang dicipt akan
19 M. Manel i a, "Krit ik Ter hadap Hukum Modern Dal am
Perspekt i f St udi Hukum Krit is", Jur nal Hukum Per bankan Dan Kebanksent r al an, Vol . 6, No. 2, 2008, Jakart a : Direkt orat Hukum Bank Indonesia, hl m. 37 20
M. Syamsuddi n menawarkan pent ingnya pendekat an hol ist ik dal am kaj i an hukum dapat bersif at int ernal maupun ekst ernal . Yang int ernal di perl ukan unt uk mengint egrasikan ber bagai pendekat an yang ada yang sama-sama mengkaj i hukum sebagai obj ek kaj i an. Yang ekt ernal diperl ukan unt uk mengint egr asikan berbagai pendekat an di l uar obj ek kaj ian il mu hukum yait u t erhadap disipl i n il mu-il mu l ain yang berobj ek bukan hukum. Lihat , M. Syamsudin, "Posisi Il mu Hukum Di Tengah Perkembangan Ber bagai Paradigma Keil muan: Art i Pent ingnya Pendekat an Hol ist ik Dal am Il mu Hukum", Jur nal Hukum Respubl i ca, Vol . 6 No. 1, 2006, Pekanbar u : Fakul t as Hukum Uni versit as Lancang Kuning, hl m. 62-63
oleh hukum it u.21 Maka yang t erj adi adalah adanya pihak orang-orang yang lemah menj adi korban at as keadilan it u. Hal yang senyat anya keadilan yang t umbuh dan ada dalam realit as t idak semuanya t erident if ikasi dalam perspekt if f ormalisme.
Opt ik sosiologis menunj ukkkan, masyara-kat bukanlah komunit as yang homogen melain-kan sebaliknya. Masyarakat penuh dengan per-bedaan, penggolongan, dan st r at i f i kasi. Adanya keluhan masyarakat bet apa orang-orang kuat dapat lolos dari j erat an hukum, t erj adinya ma-f ia hukum membalikkan ma-f akt a hukum dengan memainkan at uran prosedural dan permainan hat i nurani masyarakat at as nama hukum. Hu-kum j uga dapat digunakan elit polit ik unt uk kepent ingan polit iknya. Ironi pula pencipt aan hukum berupa undang-undang sering di awali dengan t awar-menawar kekuasaan bukan unt uk kepent ingan kebahagiaan masyarakat . Orang-orang kuat dapat membuat dan memenuhi t embok f ormalisme hukum dalam hukum yang dit ulis.
Perubahan sosial yang t erj adi t idak mam-pu t erj awab oleh hukum. Ilmu hukum dalam
st at us quo hukum it u sendiri. Hukum dirasa t idak mampu lagi menj awab. Perkembangan ini t erj adi khususnya dalam negara civi l l aw seper-t i Indonesia. Hukum diposisikan unseper-t uk hukum bukan unt uk manusia. Bangsa dan negara di du-nia masing-masing memiliki t radisi nilai yang berbeda-beda. Oleh karenanya t ransf er hukum modern yang not abene berasal dari Barat yang individualist ik dan liberalist ik berbeda dengan kosmologi Indonesia.22 At as kenyat aan
21Wibisono Oedoyo dal am penel it iannya mengat akan bahwa
Pengaruh Al iran posit ivi sme t erj adi j uga pada set iap put usan pengadil an dapat t erl ihat dimana i a memf okuskan dir i pada norma hukum yang t erbebas dar i int ervensi di si pl in il mu l ain sepert i sosiol ogi, sej ar ah, pol it ik, psikol ogi, f il saf at dan agama. Li hat , Wibisono Oedoyo, "Beber apa Pr insip Pener apan Teor i Hukum Yang Dikemukakan Al ir an Posit ivisme Dal am Put usan MA RI No. 02 K/ N/ 1998", Jur nal Hukum Themi s, V0l . 2 N0. 1, Okt ober 2007, Jakart a : Fakul t as Hukum Uni versit as Pancasil a, hl m. 35
22 C. Maya Indah S, "Ref l eksi Sosial At as Kel emahan Hukum
kian, diperlukan pembenahan dalam memahami hukum yang t ert ulis dengan cara menerobos kebekuan dan kekakuan dalam pencipt aan ke-adilan yang sesungguhnya yait u rasa keke-adilan yang ada dalam realit as sosial dengan kult ur masyarakat dan perkembangan sosial mereka maupun individu dalam menemukan prasaan keadilan mereka.
Tidak ada alt ernat if lain disement ara t un-t uun-t an sosial hukum seperun-t i sekarang ini un-t elah menj adi kekuat an di mana sering t erj adi kon-f lik ant ara hukum yang hidup di masyarakat de-ngan at uran hukum t ert ulis. Sengket a yang di-selesaikan di depan pengadilan di mana hakim berhukum dengan hukum yang relevan at as sua-t u perasua-t uran perundang-undangan sering sua-t idak dapat memuaskan masyarakat yang lemah dan marginal dikarenakan kealpaan mereka dalam memahami hukum t ert ulis. Unt uk it u diperlu-kan cara st rat egis dalam pembacaan t eks hu-kum agar t erbebas dari kekakuan dan rasa ke-adilan masyarakat . Pembacaan t eks hukum menj adi urgen bagi penegak hukum dalam se-gala lapisan agar hukum dalam prakt ik menj adi sesuai dengan hat i nurasi rasa keadilan masya-rakat Indonesia. Cara t ersebut dapat meliput i cara berpikir dalam pembacaan, t erut ama di-lakukan oleh penegak hukum, berupa: per t a-ma, melihat t eks hukum harus t idak dilihat se-bagai yang berdiri sendiri t et api harus dipaha-mi maksud at au t uj uan besar dari pembuat t eks hukum at au undang-undang (l egi sl at ion); ke-dua, set iap t eks hukum selalu memiliki t uj uan dan obj ek yang ingin dicapainya, unt uk it u per-lu memahami lebih j auh apa yang dimaksudkan dari suat u pasal hubungannya dengan t uj uan besar dari diberlakukannya suat u undang-un-dang. Cara pembacaan ini sering diungkap se-bagai pembacaan t eks at as subst ant if hukum.
Ket i ga; meyakini adanya kemungkinan kesalah-an t eks at as suat u hukum karena berlawkesalah-ankesalah-an dengan rasa keadilan masyarakat . Dengan kat a lain harus berani menget engahkan ide obj ekt if hukum yait u keadilan sosialnya bukan sekedar apa yang t ert ulis pada t eks hukum; keempat, berani mengkrit ik t eks hukum unt uk suat u sempurnaan pelaksanaan hukum, menggali
ke-adilan sekalipun di luar t eks hukum demi mo-ral, keadilan sosial dan hat i nurani rakyat .
Penut up Simpulan
Para hakim, j aksa, polisi harus berani membaca t eks hukum dengan makna yang le-bih luas secara progresif , yait u menempat kan pada kont eks sosial dan t uj uan sosial masa ki-ni. Tidak sedikit t eks undang-undang yang ma-lah bisa mengganggu rasa keadilan di masyara-kat apabila t idak dibaca dan dimaknai secara progresif . At as kenyat aan it ulah disadari benar oleh pembuat undang-undang di negeri ini se-hingga diberlakukan UU No. 48 Tahun 2009 t ent ang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) yang menent ukan bahwa (1) Hakim dan hakim konst it usi waj ib menggali, mengikut i, dan me-mahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat .
Berdasar hal t ersebut , dapat dipahami dan disimpulkan beberapa hal berikut ini. Per -t ama, pembebasan posit ivisme hukum dapat dilakukan dengan cara melakukan pembacaan t eks hukum ke ranah hukum progresif yang bermaksud unt uk meninggalkan pola kekakuan yang ada dalam set iap but ir Pasal dalam un-dang-undang; kedua, pembacaan t eks hukum ke ranah hukum progresif dapat dilakukan de-ngan melakukan st rat egi cara berpikir yang selalu mengundung unsur kont ekst ual, unsur berperasa rasa keadilan masyarakat , unsur ha-t i nurani, moraliha-t as, holisha-t is, komprehensif memahami keseluruhan suat u undang-undang dan perat uran lain yang berhubungan dengan-nya t ermasuk hukum adat sert a memahami t uj uan subst ansi dari suat u hukum sepert i un-t uk manusia dan sebesar-besarnya unun-t uk keba-hagiaan manusia, pro-rakyat dan keadilan bagi masyarakat .
Saran
kepo-lisian dan kej aksaan. Set idaknya bagi para ca-lon hakim, caca-lon j aksa dan para polisi yang akan menj adi penyidik maupun pembant u pe-nyidik; kedua, muat an hukum progresif j uga harus diperkenalkan dan diaj arkan dalam kuri-kulum Fakult as Hukum dan Syariah sehingga berbasis hukum progresif . Set idaknya ada ma-t a kuliah seperma-t i kecakapan memahami un-dang-undang secara progresif unt uk mahasiswa hukum di semest er akhir
Daft ar Pust aka
Budiant o, Agus. "Tant angan Prof esi Advokat dalam Membangun Fair Trial". Jur nal Hukum Gl or i a Jur i s, Vol. 8 N0. 2. Mei 2008. Jakart a: Fakult as Hukum Universi-t as KaUniversi-t olik Indonesia AUniversi-t ma Jaya;
Erwin. "Upaya Meref ormasi Hukum Sebagai Akibat Dominasi Posit ivisme Dalam Pem-bent ukan dan Penegakan Hukum Di In-donesia". Jur nal Hukum Pr ogr esi f . Vol. 1. No. 1. Juni 2007. Semarang: Program Dokt or Ilmu Hukum UNDIP;
Fauzan, Muhammad. "Terobosan Hukum Mah-kamah Konst it usi: Analisis Tent ang Pu-t usan MK Nomor: 41/ PHPU. D-VI/ 2008".
Jur nal Di nami ka Hukum Vol. 9 No. 1. 2009. Purwokert o: Fakult as Hukum UNSOED;
Husni, M. "Moral dan Keadilan Sebagai Lan-dasan Penegakan Hukum yang Respon-sif ". Jur nal Hukum Equal i t y. Vol. 11, N0. 1 Pebruari 2006. Sumat ra Ut ara: Fakult as Hukum USU;
Krismiyarsi. "Dampak Negat if Pemidanaan yang Terlalu Ringan t erhadap Pelaku Pencu-rian Kayu Jat i". Jur nal Hukum dan Di na-mi ka Masyar akat, edisi Okt 2004. Sema-rang: Fakult as Hukum Universit as Tuj uh Belas Agust us 1945;
Manelia, M. "Krit ik Terhadap Hukum Modern dalam Perspekt if St udi Hukum Krit is".
Jur nal Hukum Per bankan Dan Kebank-sent r al an. Vol. 6. No. 2. 2008. Jakart a: Direkt orat Hukum Bank Indonesia;
Muhammad, Rusli. "Kaj ian Krit is Terhadap Teori Hukum Posit if (Posit ivisme)". Jur -nal Hukum Respubl i ca. Vol. 5. No. 2 Ta-hun 2006. Pekanbaru: Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning (Unilak); Mukhamadun. "Lumpur Lapindo Akar Masalah
Dan Solusinya Dalam Perspekt if Hukum
Lingkungan". Jur nal Hukum Respubl i ca. Vol. 6. N0. 1. 2006. Pekanbaru: Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning; Oedoyo, Wibisono. "Beberapa Prinsip
Penerap-an Teori Hukum yPenerap-ang DikemukakPenerap-an Alir-an Posit ivisme dalam Put usAlir-an MA RI No. 02 K/ N/ 1998". Jur nal Hukum Themis, Vol. 2 No. 1 Okt ober 2007. Jakart a: Fa-kult as Hukum Universit as Pancasila; Rahardj o, Sat j ipt o. "Hukum Progresif , Hukum
yang Membebaskan". Jur nal Hukum Pr o-gr esi f . Vol. 1. No. 1 April 2005. Sema-rang: Program Dokt or Ilmu Hukum Uni-versit as Diponegoro;
Raharj o, Agus dan Angkasa. "Prof esionalisme Polisi Dalam Penegakan Hukum". Jur nal Di nami ka Hukum. Vol. 11 No. 3. Sep-t ember 2011. Purwokert o: Fakult as Hukum UNSOED;
Rahmi, Elit a. "Eksist ensi Hak Pengelolaan At as Tanah (HPL) dan Realit as Pembangunan Indonesia". Jur nal Di nami ka Hukum. Vol. 10 No. 3. Sept ember 2010. Purwo-kert o: FH UNSOED;
Rasj idi, Lili. "Peranan Hukum dalam Pemba-ngunan Nasional Indonesia dalam Hukum Responsif ". Jur nal Hukum Review. Vol. 01 No. 01. 2005. Bandung: Fakult aas Hukum Universit as Padj adj aran;
Revena, Dey. "Konsepsi Dan Wacana Hukum Progresif". Jur nal Hukum Sul oh, Pene-l i t i an Dan Pengkaj i an Hukum. Vol. VII, N0. 1, April 2009. Aceh: Fakult as Hukum Universit as Malikussaleh (UNIMAL); Ridwan. "Memunculkan Karakt er Hukum
Pro-gresif Dari Asas-Asas Umum Pemerin-t ahan Yang Baik Solusi Pencarian Dan Penemuan Keadilan Subst ant ive". Jur nal Hukum Pr o Just it i a. Vol. 26 N0. 2. April 2008. Bandung: Fakult as Hukum Univer-sit as Kat holik Parahyangan;
S. , C. Maya Indah. "Ref leksi Sosial At as Kele-mahan Hukum Modern: Suat u Diseminasi Nilai Kebenaran Tradisi dalam Cit ra Hu-kum Indonesia". Jur nal Masal ah-Masal ah Hukum. Vol. 37. N0. 3. 2008. Semarang: Fakult as Hukum Universit as Diponegoro; Said, Noor Aziz. "Aspek-Aspek Sosiologik Sis-t em
Hukum Nasional (Tinj auan Krit is
Siahaan, Lint ong O. "Peran Hakim Dalam Pembaharuan Hukum di Indonesia".
Jur nal Hukum dan Pembangunan. Tahun ke 36 N0. 1 Januari 2006. Jakart a: Fakult as Hukum Universit as Indonesia;
Syamsuddin, M. "Rekonst ruksi Pola Pikir Hakim Dalam Memut us Perkara Korupsi Berbasis Hukum Progresif ". Jur nal Di nami ka Hukum. Vol. 11 No. 1 Januari 2011. Purwokert o : FH Universit as Jenderal Soedirman;
Syamsudin, M. "Posisi Ilmu Hukum Di Tengah
Perkembangan Berbagai Paradigma
Keilmuan: Art i Pent ingnya Pendekat an Holist ik Dalam Ilmu Hukum". Jur nal
Hukum Respubl i ca. Vol. 6 No. 1. 2006. Pekanbaru: Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning;
Wibowo, Adhi. "Peranan Kepolisian Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Perspekt if Criminal Just ice Syst em". Jur nal Hukum Respubl i ca. Vol. 5 No. 2. 2006. , Pekanbaru: Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning; Yusriyadi. "Paradigma Posit ivisme Dan