• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI, LOCAL BINARY PATTERN VARIANCE, DAN COLOR MOMENTS UNTUK APLIKASI MOBILE IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI, LOCAL BINARY PATTERN VARIANCE, DAN COLOR MOMENTS UNTUK APLIKASI MOBILE IDENTIFIKASI CITRA TUMBUHAN OBAT"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

MAYANDA MEGA SANTONI

PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI,

LOCAL BINARY PATTERN

VARIANCE,

DAN

COLOR MOMENTS

UNTUK APLIKASI

(2)

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

MAYANDA MEGA SANTONI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

PENGGABUNGAN FITUR MORFOLOGI,

LOCAL BINARY PATTERN

VARIANCE,

DAN

COLOR MOMENTS

UNTUK APLIKASI

(3)

Variance, and Color MomentsFeatures for Android Mobile Applications of the Medicinal Plants Identification. Under the supervision of YENI HERDIYENI.

This research proposed a new Android mobile application for medicinal plants identification using some features of leaf, i.e. texture, shape, and color. This research used 51 species of medicinal plants and each species consists of 48 images, so the total images used in this research are 2448 images. Local Binary Pattern Variance (LBPV) is used to extract the texture, morphological feature is used to extract the shape, and color moments is used to extract color feature based on color distribution. Further research was conducted on the combination of features to get a better result in medicinal plants identification. The combination technique used is the Product Decision Rule (PDR). This research uses the Probabilistic Neural Network (PNN) technique to classify the morphological, LBPV, and color moments features vector. The experimental results show that the combination of the morphological, LBPV, and color moments features can improve the accuracy of medicinal plants identification. The accuracy of the combination of the morphological, LBPV, and color moments features is 72.16%.

Keywords: color moments, local binary patterns variance, medicinal plant, morphological, product decision rule

(4)

Menyetujui: Pembimbing

Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. NIP. 19750923 200012 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Komputer

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom. NIP. 19660702 199302 1 001

(5)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Penggabungan Fitur Citra Morfologi, LBPV, dan Color Moments Citra untuk Aplikasi Mobile Identifikasi Tumbuhan Obat. Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2011 sampai dengan Juli 2012 dan bertempat di Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu:

1 Ayahanda Dr. H. Adlis Santoni, M.S., Ibunda Dra. Hj. Zulhaida, M.Pd., serta adik–adikku Lastorvanda Layla Santoni dan Gesanda Gema Santoni yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan doa.

2 Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3 Bapak Mushthofa, S.Kom., M.Sc dan Bapak Endang Purnama Giri, S.Kom., M.Kom.

selaku dosen penguji.

4 Ni Kadek Sri Wahyuni, Siska Susanti, Ryantie Oktaviani, Oki Maulana, Kak Desta, Kak Fauzi, Pak Rico, Mbak Gibtha sebagai teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan, saran, dan semangat kepada penulis.

5 Rekan-rekan di Departemen Ilmu Komputer IPB angkatan 45 atas segala kebersamaan, canda tawa, dan kenangan indah yang telah mengisi kehidupan penulis selama di kampus. 6 Teman-teman kostan Wisma SQ lantai 2, Delvi, Fatcha, Nengsih, Wulan, Hilma, Puji,

Putri, Lia, Febi, Anna.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

(6)

pasangan Dr. H. Adlis Santoni, M.S., dan Dra. Hj. Zulhaida, M.Pd. Penulis menghabiskan seluruh masa kecilnya serta mengenyam pendidikan di kota kelahirannya kecuali studi S1. Penulis merupakan lulusan dari SMAN 1 Padang (2005-2008), SMPN 8 Padang (2002-2005), dan SD Islam Budi Mulia Padang (1996-2002). Saat ini, penulis sedang menempuh studi S1 di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor, sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang.

Pada bulan Juli hingga Agustus 2011, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di PT. Pertamina. Selain kuliah, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum. Mata kuliah yang pernah diamanahkan kepada penulis ialah Algoritme Pemrograman, Struktur Data, dan Pengantar Pengolahan Citra Digital. Penulis dapat dihubungi melalui email di alamat

(7)

v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1

Ruang Lingkup Penelitian... 1

TINJAUAN PUSTAKA Android ... 1

OpenComputerVision (OpenCV) ... 2

Probabilistic Neural Network ... 2

LocalBinaryPattern ... 3

Rotation Invariant Uniform Patterns ) ... 4

Rotation Invariant Variance Measure (VAR) ... 4

LBP Variance (LBPV) ... 5

Morfologi ... 5

ColorMoments ... 6

Product Decision Rule (PDR) ... 6

METODE PENELITIAN Client ... 7

Server ... 7

Pengujian ... 9

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses... 10

Ekstraksi Ciri ... 10

Identifikasi Citra Tanpa Penggabungan Fitur... 11

Identifikasi Citra dengan Penggabungan Fitur ... 13

Hasil Antarmuka Sistem ... 18

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 19

Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20

(8)

vi

2 Nilai hasil ekstraksi ciri warna ... 11

3 Akurasi penggabungan dua fitur ... 13

4 Akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur pada kelas 17 ... 15

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Komponen sistem operasi Android (Sumber: Speckmann 2008). ... 2

2 Struktur PNN. ... 2

3 Circular neighborhood delapan sampling points. ... 3

4 Contoh perhitungan nilai LBP. ... 3

5 Beberapa ukuran circularneighborhood. ... 4

6 Tekstur uniform patterns. ... 4

7 Alur client server aplikasi mobile. ... 7

8 Metode penelitian... 8

9 Tahapan praproses citra. ... 10

10 Histogram citra tumbuhan obat Jarak Pagar (Jathopra curcas Linn.) untuk operator (24,3). ... 10

11 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk ciri tekstur dengan LBPV... 11

12 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 42 (Pepaya). ... 11

13 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 17 (Mangkokan). ... 12

14 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk fitur morfologi ... 12

15 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 34 (Melati Mayang). ... 12

16 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk ciri warna dengan color moments. ... 13

17 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 43 (Mrabos). ... 13

18 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 29 (Jambu Biji)... 13

19 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV dan fitur morfologi. ... 14

20 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV dan fitur color moments ... 14

21 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur morfologi dan fitur color moments ... 15

22 Citra tumbuhan obat yang selalu benar teridentifikasi pada penggabungan dua fitur. ... 16

23 Grafik akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV, morfologi, dan color moments. ... 17

24 Grafik perbandingan akurasi identifikasi sebelum dan sesudah penggabungan. ... 18

25 Antarmuka menu Home. ... 18

26 Antarmuka menu Database. ... 18

27 Halaman detail citra Akar Kuning. ... 19

28 Antarmuka menu Search. ... 19

29 Antarmuka identifikasi citra. ... 19

30 Antarmuka menu Setting. ... 19

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Lima puluh satu citra tumbuhan obat ... 22

2 Confusion matrix LBPV24,3 ... 24

3 Confusion matrix Morfologi ... 27

(9)

vii 9 Confusion matrix penggabungan fitur LBPV, Morfologi, dan Color Moments ... 47

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mendata hingga tahun 2001 lebih dari 2039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia. Selain itu, bagi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, masalah kesehatan merupakan salah satu masalah utama yang belum dapat diselesaikan dengan baik sehingga obat yang berasal dari alam semakin diminati oleh masyarakat. Namun, wilayah Indonesia yang sangat luas dan bertambahnya keanekaragaman tumbuhan obat menyebabkan kesulitan dalam proses identifikasi sehingga pemanfaatan sumber daya tumbuhan obat belum optimal. Contoh permasalah lain dalam identifikasi tumbuhan terjadi saat seorang peneliti menemukan tumbuhan baru. Biasanya, peneliti melakukan identifikasi secara manual dengan membawa tumbuhan tersebut ke laboratorium dan mengidentifikasinya dengan menggunakan buku panduan dan herbarium. Proses ini membutuhkan waktu lama dan merepotkan. Saat ini banyak dikembangkan identifikasi tumbuhan dengan menggunakan perangkat komputer, namun tidak efisien karena perangkat komputer tidak dapat bekerja

mobile. Oleh karena itu, langkah untuk mengurangi permasalahan yang muncul dalam identifikasi ialah dengan mengembangkan sebuah aplikasi mobile yang dapat mengidentifikasi tumbuhan secara otomatis.

Perkembangan aplikasi mobile meningkat pesat dengan jumlah pengguna yang sangat banyak. Speckmann (2008) mengatakan dalam penelitiannya bahwa untuk saat ini platform yang paling baik digunakan dalam pengembangan aplikasi pada mobile device

adalah sistem operasi Android. Jadi, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan aplikasi mobile identifikasi tumbuhan obat.

Identifikasi tumbuhan dapat dilakukan berdasarkan ciri tekstur, morfologi, dan warna. Nurfadhilah (2011) telah melakukan penelitian tentang identifikasi tumbuhan obat menggunakan fitur citra morfologi, tekstur, dan bentuk. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut ialah bahwa hasil klasifikasi menggunakan PNN dengan

classifier combination PDR dapat meningkatkan akurasi identifikasi tumbuhan obat. Selanjutnya pada penelitian Kusmana

(2011), telah dilakukan penelitian mengenai penggabungan fitur Local Binary Paterrn

untuk identifikasi citra tumbuhan obat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa fitur

Local Binary Pattern Variance (LBPV) merupakan descriptor yang paling baik dalam merepresentasikan tekstur sebuah citra dengan ukuran sampling point dan radius terbaik ialah 24 dan 3. Keen (2005) telah melakukan penelitian menggunakan metode color moments. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut ialah Color Moments dapat membedakan sebuah citra berdasarkan ciri warnanya.

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penggabungan fitur citra yaitu morfologi, LBPV, dan color moments dengan menggunakan classifier combination, yaitu

product decision rule (PDR) yang diimplementasikan ke dalam aplikasi mobile android sehingga dapat digunakan untuk identifikasi tumbuhan obat.

Tujuan

Tujuan penelitian ini ialah menggabungkan fitur morfologi, LBPV, dan

color moments yang diimplementasikan pada aplikasi mobile android untuk identifikasi citra tumbuhan obat.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini ialah data citra daun tumbuhan obat yang digunakan adalah 51 jenis tumbuhan obat. Tiga puluh jenis diambil dari kebun Biofarmaka, Cikabayan, dan rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB. Dua puluh satu jenis lainnya diambil dari Kebun Raya Bogor. Metode klasifikasi menggunakan

Probabilistic Neural Network.

TINJAUAN PUSTAKA

Android

Android adalah sistem operasi untuk telepon selular yang berbasis Linux. Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan Aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak. Diagram di bawah ini menunjukkan komponen utama dari sistem operasi Android (Speckmann 2008).

(11)

Gambar 1 Komponen sistem operasi Android (Sumber: Speckmann 2008).

Open Computer Vision (OpenCV)

OpenCV adalah library open source yang dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi computer vision. Computer vision

merupakan salah satu cabang ilmu komputer yang berkaitan dengan analisis citra untuk keperluan ekstraksi informasi. OpenCV dapat diaplikasikan pada lingkungan sistem operasi Windows, Linux, Android, dan Mac dengan bahasa pemrograman C, C++, Phyton, dan Java. OpenCV dapat diaplikasikan untuk kepentingan akademis maupun komersial di bawah lisensi BSD, yang memungkinkan para pengembang aplikasi untuk menggunakan dan mendistribusikannya secara bebas (Laganiere 2011).

Probabilistic Neural Network

Probabilistic Neural Network (PNN) diusulkan oleh Donald Specht pada tahun 1990 sebagai alternatif dari back-propagation neural network. PNN memiliki beberapa kelebihan, yaitu pelatihan yang hanya memerlukan satu kali iterasi dan solusi umumnya diperoleh dengan menggunakan pendekatan Bayesian.

PNN merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function

(RBF). RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear (Wu et al. 2007). Keuntungan utama menggunakan PNN adalah pelatihannya yang mudah dan cepat. Bobot bukan merupakan hasil pelatihan melainkan nilai yang akan menjadi masukan.

Gambar 2 Struktur PNN.

PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 2. Lapisan-lapisan yang menyusun PNN adalah sebagai berikut:

1 Lapisan input (input layer)

Lapisan masukan merupakan inputx yang terdiri atas nilai yang akan diklasifikasikan pada salah satu kelas dari

kelas.

2 Lapisan pola (pattern layer)

Pada lapisan pola dilakukan perkalian titik (dot product) antara input dan vektor bobot , yaitu , kemudian

dibagi dengan bias (σ) tertentu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam fungsi

Parzen, yaitu (- ). Dengan demikian, persamaan yang digunakan pada lapisan pola adalah sebagai berikut:

-( - ) ( - )

σ (1)

dengan xAi menyatakan vektor bobot atau

vektor latih kelas ke-A urutan ke-i. 3 Lapisan penjumlahan (summation layer)

Pada lapisan penjumlahan, setiap pola pada masing-masing kelas dijumlahkan sehingga menghasilkan population density function untuk setiap kelas. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah:

( ) (-( - )( - ) ) (2) dengan = peluang kelas A

(12)

= peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A xAi = vektor latih kelas A urutan

ke-i

= dimensi vektor input

= Jumlah pola pelatihan kelas A

= Jumlah pola pelatihan seluruh kelas

σ = Bias atau faktor pemulus 4 Lapisan keluaran (output layer)

Pada lapisan keluaran, input x akan diklasifikasikan ke kelas A jika nilai

paling besar dibandingkan kelas lainnya.

Local Binary Pattern

Local Binary Pattern (LBP) pertama kali diusulkan oleh Ojala et al. (2002) untuk klasifikasi tekstur yang bersifat rotation invariant. LBP banyak diterapkan pada berbagai aplikasi, seperti face recognition,

dynamic texture classification, dan shape localization (Guo et al. 2010).

LBP merupakan descriptor yang efisien yang mendeskripsikan pola tekstur lokal pada citra gray scale. LBP didefinisikan sebagai sekumpulan pixel ketetanggaan yang tersebar secara melingkar (circular neighborhoods)

dengan pixel pusat berada di tengah seperti ditunjukkan Gambar 3. Notasi gi merupakan

nilai pixel tetangga ke-i. gc merupakan pixel

pusat yang digunakan sebagai nilai threshold

agar pixel ketetanggaannya menjadi kode biner.

Gambar 3 Circular neighborhood delapan

sampling points.

Untuk mendapatkan nilai LBP dilakukan

thresholding pada pixel-pixel tetangga yang berbentuk circular dengan menggunakan pixel

pusat, kemudian mengalikannya dengan pembobotan biner. Sebagai contoh untuk

sampling points P=8 dan radius R=1, perhitungan nilai LBP diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Contoh perhitungan nilai LBP. Secara matematis LBP dapat diformulasikan sebagai berikut:

dengan xc dan yc adalah koordinat pixel pusat,

adalah circular sampling points, adalah

jumlah sampling points atau pixel tetangga, adalah nilai gray scale dari , adalah

pixel pusat, dan atau sign adalah fungsi

threshold.

Untuk keperluan klasifikasi, nilai-nilai LBP selanjutnya direpresentasikan dalam bentuk histogram. Histogram menunjukkan frekuensi kejadian berbagai nilai LBP. Untuk ukuran citra N×M, keseluruhan nilai LBP dapat direpresentasikan dengan membentuk histogram sebagai berikut:

(6) dengan k merupakan nilai LBP maksimum.

Pengkodean LBP seperti pada Gambar 4 ditentukan oleh radius (R) dari jumlah

sampling points (P). Oleh karena itu, Local Binary Pattern dinotasikan sebagai LBP(P,R).

Semakin besar nilai P akan meningkatkan informasi tekstur yang didapat. Urutan

(13)

pengkodean LBP yang bersifat tetap menyebabkan ada sejumlah 2P jumlah pola LBP. Gambar 5 memperlihatkan contoh

circular neighborhood dengan beberapa nilai

R dan P.

Ojala et al. (2002) melakukan observasi bahwa beberapa pola LBP tertentu memiliki informasi penting dari suatu tekstur. Pola-pola yang memiliki informasi penting ini disebut

uniform patterns. LBP dikatakan uniform jika

discontinuities atau transisi bit 0/1 paling banyak adalah dua. Sebagai contoh 00000000 (0 transisi), 11001111 (2 transisi), dan 11001111 (2 transisi) merupakan uniform patterns, sedangkan 11001001 (4 transisi) dan 10101001 (6 transisi) bukan merupakan

uniform patterns. Uniform patterns berfungsi untuk mengidentifikasi noda (spot), flat area

atau dark spot, sudut, dan tepi. Hampir 90 persen dari tekstur merupakan uniform patterns (Ojala et al. 2002).

(8,1) (16,2) (24,3)

Gambar 5 Beberapa ukuran circular neighborhood.

Spot Spot/flat Line end Edge Corner

Gambar 6 Tekstur uniform patterns. Gambar 6 menunjukkan makna dari

uniform patterns. Secara matematis, uniform patterns dapat diekspresikan sebagai berikut:

(7)

dengan merupakan uniform

patterns dari jumlah sampling points (P) dan radius (R), adalah circular sampling point, adalah nilai keabuan dari , dan adalah nilai keabuan rata-rata seluruh pixel neighborhood. Jumlah pola yang dihasilkan

uniform patterns adalah bin.

Rotation Invariant Uniform Patterns

)

Ketika uniform patterns dirotasi sampai ke nilai minimum yang dimilikinya, didapatkan operator baru yang dinamakan Rotation Invariant Uniform Patterns yang dinotasikan . Notasi ri menunjukkan rotation

invariant dan u2 untuk uniform patterns pada

sampling points P dan radius R. merupakan operator yang tidak sensitif (invariant) terhadap perubahan rotasi dan bersifat uniform. diformulasikan sebagai berikut: (8) Jika pola yang diidentifikasi termasuk

uniform patterns, akan dihitung banyaknya bit satu pada pola tersebut yang menentukan letak

bin uniform patterns berada. Jika P atau jumlah sampling points sama dengan delapan, nilai ada dalam rentang nol sampai dengan sembilan. Pola-pola LBP yang tidak

uniform patterns akan menjadi bin ke-9 (Mäenpää 2003).

Rotation Invariant Variance Measure (VAR)

Secara umum, tekstur tidak hanya ditentukan oleh pola, namun juga kekuatan dari pola (kontras). Pola tekstur tidak dipengaruhi oleh perubahan gray scale,

namun dipengaruhi oleh transformasi citra seperti rotasi atau translasi. Sebaliknya, kontras tekstur tidak dipengaruhi oleh transformasi citra, namun dipengaruhi oleh perubahan gray scale (Mäenpää 2003). bekerja dalam mendeskripsikan informasi pola tekstur yang tidak dipengaruhi perubahan gray scale dan rotasi. tidak bisa mendeskripsikan informasi kontras. Oleh karena itu, diperlukan descriptor yang mampu mendeskripsikan informasi kontras yang bersifat tidak sensitif terhadap perubahan

gray scale. Untuk mengukur lokal kontras tekstur pada suatu citra digunakan rotation invariant local variance (VAR). VAR merupakan descriptor untuk mengukur lokal kontras tekstur pada suatu citra yang tidak dipengaruhi perubahan gray scale. VAR diformulasikan sebagai berikut:

(14)

dengan

(10) dengan merupakan rataan sampling points circular neighborhood. VAR menghasilkan nilai kontinu yang perlu dikuantisasi. Kuantisasi yang ditentukan banyaknya jumlah data latih (Guo et al. 2009).

LBP Variance (LBPV)

Metode LBP telah dikembangkan lebih lanjut menjadi LBPV yang menggabungkan metode dan VAR. Secara definisi, VAR mendeskripsikan informasi kontras dan mendeskripsikan informasi pola tekstur sehingga kedua operator tersebut bersifat komplemen. Pada persamaan (5), perhitungan LBP histogram H tidak meliputi informasi . Variance berhubungan dengan fitur tekstur. Biasanya, frekuensi tekstur region yang tinggi akan mempunyai

variance yang lebih tinggi dan variance-variance tersebut lebih berkontribusi terhadap perbedaan tekstur suatu citra (Guo et al. 2009). Oleh karena itu, variance dapat digunakan sebagai bobot yang dapat beradaptasi untuk mengatur kontribusi nilai LBP pada perhitungan histogram. Ojala et al.

(2002) melakukan joint distribution pola LBP dengan kontras lokal sebagai descriptor

tekstur bernama LBPV. LBPV dimaksudkan menjadi sebuah descriptor tekstur yang bisa menginformasikan pola tekstur dan kontras lokal. Histogram LBPV dihitung menggunakan formula sebagai berikut:

(11) dengan (12) Morfologi

Wu SG, Bao FS, Xu EY, Wang Y, Chang Y, et al. (2007) telah mendeskripsikan ekstraksi ciri morfologi. Ciri tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu ciri dasar dan ciri turunan.

Ciri dasar daun di antaranya diameter, panjang fisik, lebar fisik, area, dan perimeter daun. Diameter ( ) merupakan titik terjauh di antara dua titik dari batas daun. Panjang fisik (Lp) merupakan jarak dua titik pangkal daun.

Lebar fisik (Wp) dihitung berdasarkan panjang

garis terpanjang yang memotong garis panjang fisik secara ortogonal. Area ( dihitung berdasarkan jumlah piksel yang berada di dalam tepi daun, sedangkan perimeter merupakan jumlah piksel yang berada pada tepi daun (Annisa 2009).

Dari lima ciri dasar tersebut, didapatkan dua belas ciri morfologi turunan. Nilai ciri turunan dapat dihitung dari rasio di antara ciri dasar daun. Ciri turunan daun ada dua belas, yaitu:

1 Smooth factor. Ciri ini digunakan untuk mengukur kehalusan suatu permukaan daun. Untuk mengukur kehalusan tersebut digunakan matrik konvolusi dengan ukuran yang berbeda-beda. Nilai

smooth factor diperoleh dari rasio antara luas daerah konvolusi ukuran yang besar (A55) dan luas daerah konvolusi ukuran

yang kecil (A22). Semakin halus suatu

permukaan daun, nilainya semakin mendekati 1 dan begitu juga sebaliknya. 2 Aspect ratio adalah rasio antara

physiological length (Lp) dan

physiological width (Wp). Persamaannya

dapat dilihat pada Persamaan 13.

(13)

Ciri ini digunakan untuk memperkirakan bentuk helai daun. Jika bernilai kurang dari 1, bentuk helai daun tersebut melebar. Jika bernilai lebih dari 1, bentuk helai daun tersebut memanjang. 3 Form factor digunakan untuk

mendeskripsikan bentuk dari daun dan mengetahui seberapa bundar bentuk helai daun tersebut. Nilai form factor

dapat dilihat pada Persamaan 14.

(14)

4 Rectangularity mendeskripsikan seberapa perseginya permukaan daun. Rumusnya diberikan pada Persamaan 15.

(15) 5 Narrow factor adalah rasio antara

diameter (D) dan physiological length. Ciri ini digunakan untuk menentukan apakah bentuk helai daun tersebut tergolong simetri atau asimetri. Jika helai daun tersebut tergolong simetri, narrow factor bernilai 1. Jika asimetri, narrow

(15)

factor bernilai lebih dari 1. Nilainya dapat dicari menggunakan Persamaan 16.

(16) 6 Perimeter ratio of diameter. Ciri ini

digunakan untuk mengukur seberapa lonjong daun tersebut. Persamaannya dapat dilihat pada Persamaan 17.

(17)

7 Perimeter ratio of physiological length and physiological width. Rumusnya diberikan pada Persamaan 18.

Perimeter ratio of physiological length and physiological width =

(18)

8 Vein features adalah rasio area daun yang dilakukan proses opening (erosi dan dilasi) dengan area daun awal. Terdapat 5 nilai vein features ( )dengan

disk-shaped structuring element yang berbeda-beda. Nilai Vein features dapat dilihat pada Persamaan 19, 20, 21, 22, 23, dan 24.

a Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element radius satu piksel (Av1) dan area daun awal (A).

(19) b Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element radius dua piksel (Av2) dan area daun awal (A).

(20) c Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element radius tiga piksel (Av3) dan area daun awal (A).

(21) d Rasio antara area helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element radius empat piksel (Av4) dan area daun awal (A).

(22) e Rasio antara helai daun yang telah dikurangi disk-shaped structuring element radius empat piksel (Av4) dan

area helai daun yang telah dikurangi

disk-shaped structuring element

radius satu piksel (Av1)

(24)

Color Moments

Color moments adalah suatu metode yang digunakan untuk membedakan citra berdasarkan ciri warnanya. Pada setiap perhitungan, moments memberikan pengukuran kesamaan warna antargambar. Nilai-nilai dari kesamaan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai-nilai gambar yang telah diindeks dalam database. Dasar dari metode color moments terletak pada asumsi bahwa distribusi warna dalam citra dapat diartikan sebagai distribusi probabilitas. Distribusi probabilitas dicirikan oleh sejumlah

moments yang unik. Oleh karena itu, jika warna dari sebuah citra mengikuti distribusi probabilitas tertentu, distribusi moments dapat kemudian digunakan untuk melakukan identifikasi citra berdasarkan fitur gambarnya.

Dalam proses ekstraksi, color moments

menggunakan tiga moments utama dari distribusi warna pada citra, yaitu mean,

standard deviation, dan skewness.

a Moment 1 – Mean: dapat dikatakan sebagai rata-rata nilai warna pada citra.

(25) dengan:

= Nilai Mean pada color channel ke-i = Piksel ke j pada color channel ke-i = Jumlah piksel.

b Moment 2 – Standard Deviation: jangkauan tersebarnya data dari mean.

(26)

dengan:

i adalah nilai standard deviation pada

color channel ke-i.

c Moment 3 – Skewness: ukuran asimetri data di sekitar mean

(27)

dengan:

Si adalah nilai skewness pada color

channel ke-i (Keen 2005).

Product Decision Rule (PDR)

Classifier combination adalah kombinasi dari dua atau lebih hasil nilai aturan keputusan ciri individual (decision rules). Tujuan dari

(16)

classifier combination adalah meningkatkan efisiensi dan akurasi. Classifier combination

berusaha mengurangi variance dalam sebuah estimasi sehingga akurasi dari klasifikasi menjadi meningkat daripada menggunakan sebuah classifier (Kittler 1998).

Masing-masing fitur yang diklasifikasikan dengan sebuah classifier menghasilkan prior probability dan posterior probability. Berdasarkan kedua probabilitas tersebut, teknik classifier combination yang dapat digunakan salah satunya ialah product decision rule (PDR). PDR merupakan teknik yang paling optimal dalam meningkatkan akurasi (Nurfadhilah 2011).

Misalkan adalah nilai distribusi peluang penggabungan (the joint probability distribution) pada sebuah

classifiers dengan mengasumsikan vektor ciri yang digunakan adalah saling bebas. Nilai distribusi peluang penggabungan dapat didefinisikan sebagai berikut:

(28)

adalah peluang vektor input ke-i

dengan kondisi kelas-k. Dengan menggunakan teorema Bayes, persamaan 28 dapat diubah menjadi:

(29)

(30)

adalah peluang tak bersyarat dari

nilai distribusi peluang penggabungan dan

adalah prior probability dari kelas-k.

Dengan melakukan substitusi persamaan 28 dan 30 ke persamaan 29 diperoleh:

(31)

sehingga diperoleh decision rule yaitu:

assign Z if

max =1 =1 ) (32) dengan R merupakan jumlah classifier yang akan dikombinasikan dan m adalah jumlah kelas target. Persamaan product decision rule

dapat dituliskan seperti pada persamaan 33.

assign Z if max =1 ( =1 ) (33)

METODE PENELITIAN

Aplikasi mobile untuk identifikasi tumbuhan obat bekerja pada mobile device

(client) dan server. Pada sisi client, citra kueri diperoleh dari kamera ponsel atau citra yang disimpan pada gallery ponsel. Selanjutnya, citra kueri akan dikirimkan ke server melalui jaringan internet untuk dilakukan proses identifikasi. Hasil dari identifikasi citra kueri akan ditampilkan di sisi client (mobile device). Gambar 7 merupakan alur kerja client server

dari sistem aplikasi Mobile.

Gambar 7 Alur client server aplikasi mobile. Penelitian ini mengaplikasikan metode penelitian Nurfadhillah (2011) dan Kusmana (2011) untuk identifikasi tumbuhan obat dengan penggabungan fitur citra dengan menggunakan classifier combination, yaitu

product decision rule (PDR). Metode penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8.

Client

Pada penelitian ini, citra digunakan sebagai input. Pada sisi client hanya dilakukan akuisisi citra tumbuhan langsung menggunakan kamera ponsel atau citra yang disimpan pada gallery ponsel. Citra yang diambil harus diletakkan pada background

putih agar citra yang diproses tidak terganggu oleh background yang beragam. Setelah pengambilan citra, citra dikirim ke server

dengan menggunakan jaringan internet. Hasil identifikasi citra yang dilakukan di server

akan ditampilkan pada layar ponsel.

Server

Pada sisi server, pemrosesan dibagi menjadi dua bagian, yaitu training citra dan identifikasi citra. Training citra akan menghasilkan model klasifikasi terhadap basis data citra daun tumbuhan obat dari hasil ekstraksi ciri untuk setiap fitur yang digunakan. Model klasifikasi tersebut akan digunakan untuk proses identifikasi citra.

(17)

Gambar 8 Metode penelitian.

A Training Citra

Proses training citra daun tumbuhan obat menggunakan metode penelitian Kusmana (2011). Proses yang dilakukan pada tahapan

training citra adalah sebagai berikut:

Basis Data Citra Tumbuhan Obat

Data citra tumbuhan obat diperoleh dari 51 jenis tumbuhan obat di kebun Biofarma, Cikabayan IPB, rumah kaca Pusat Konservasi Ex-situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia, Fakultas Kehutanan IPB dan Kebun Raya Bogor.

Setiap satu jenis tumbuhan obat terdiri atas 48 citra daun sehingga total citra daun sebanyak 2448 citra yang disajikan pada Lampiran 1. Citra daun menggunakan format JPEG dan ukuran 270 x 240 pixel.

Praproses

Sebelum dilakukan proses ekstraksi ciri, citra RGB yang diperoleh dari kamera ponsel dilakukan praproses terlebih

dahulu. Citra yang diambil harus diletakkan pada background putih agar citra yang diproses tidak terganggu oleh

background yang beragam. Tahapan praproses pada citra ialah mengubah citra asli menjadi 270x240 pixel tanpa mengubah proporsi citra dengan melakukan proses scalling (penyekalaan) dan cropping (segmentasi). Selanjutnya dilakukan konversi citra yang bergantung pada ekstraksi ciri yang digunakan. Untuk ekstraksi ciri tekstur dengan menggunakan berupa citra grayscale, ekstraksi ciri morfologi berupa citra biner dan ekstraksi ciri warna menggunakan color moments tetap menggunakan citra RGB.

Ekstraksi Ciri

a Ekstraksi Ciri Tekstur dengan LBPV Ekstraksi ciri tekstur dilakukan dengan menggunakan persamaan (10) dan (11). Ekstraksi ciri tekstur dengan

(18)

menggunakan nilai-nilai dan nilai-nilai . Dalam penelitian ini, ukuran sampling points

dan radius dan adalah sama, yaitu (24,3). Ukuran sampling points dan radius ini merupakan ukuran yang paling baik (Kusmana 2011). Vektor hasil ekstraksi

memiliki bin dengan

merupakan banyaknya sampling

points yang digunakan sehingga diperoleh dua puluh enam elemen vektor ekstraksi ciri.

b Ekstraksi Ciri Morfologi

Ciri morfologi terdiri atas dua ciri yaitu ciri dasar dan turunan. Tahap awal ekstraksi ialah mendapatkan ciri-ciri morfologi dasar dari citra helai daun. Ciri dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah diameter, area, dan perimeter/keliling daun. Tiga ciri dasar tersebut dapat dikombinasikan sehingga mendapatkan delapan ciri turunan, di antaranya smooth factor, form factor, rasio perimeter dan diameter, serta lima ciri urat daun. Informasi ciri ini direpresentasikan sebagai sebuah vektor dengan sebelas elemen.

c Ekstraksi Ciri Warna dengan Color Moments

Ciri warna merupakan ciri yang paling sering digunakan dalam Content Based Image Retrieval (CBIR) karena memiliki korelasi yang kuat dengan objek dasar suatu citra. Ekstraksi ciri warna pada penelitian ini menggunakan metode color moments. Metode ini tidak memerlukan kuantisasi pada tahapan praproses karena hanya menyimpan fitur dominan pada distribusi warna dalam

database citra. Ruang warna yang digunakan adalah RGB, yaitu Red, Green, Blue. Citra dibagi menjadi sembilan moments,yaitu tiga moments

untuk masing-masing tiga color channels sehingga akan menghasilkan sembilan ciri. Ketiga moments tersebut merepresentasikan penyebaran warna dari sebuah citra, yaitu mean, standard deviation,dan skewness.

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan vektor hasil ekstraksi untuk

setiap fitur yang digunakan. Proporsi data latih dan data uji yang digunakan masing-masing adalah 80% dan 20%. Dari proses training tersebut dihasilkan model klasifikasi.

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan PNN dengan menerapkan bias yang berbeda-beda untuk setiap fitur karena dimensi vektor hasil ekstraksi untuk setiap fitur berbeda-beda. Bias merupakan suatu nilai parameter yang berguna untuk menghaluskan fungsi kernel. Nilai bias tidak dapat ditentukan secara langsung, akan tetapi bisa didapatkan melalui hasil coba-coba (Seminar et al. 2005). Normalisasi dilakukan pada vektor hasil ekstraksi agar perhitungan tidak menghasilkan bilangan yang terlalu besar atau kecil yang tidak bisa dikerjakan oleh mesin komputer.

B IdentifikasiCitra

Pada proses identifikasi citra, terdapat dua bagian, yaitu identifikasi tanpa penggabungan model klasifikasi dan penggabungan model klasifikasi product decision rule (PDR).

Tanpa penggabungan model klasifikasi

Tahapan proses identifikasi citra tanpa penggabungan model klasifikasi adalah praproses, ekstraksi ciri, dan pengenalan citra menggunakan PNN terhadap model klasifikasi. Tahapan praproses dan ekstraksi ciri sama pada proses training

citra.

Penggabungan model klasifikasi

Identifikasi citra dengan penggabungan model klasifikasi memiliki tahapan yang hampir sama dengan tanpa penggabungan model klasifikasi. Perbedaan terdapat pada proses pengenalan citra. Pengenalan citra dilakukan dengan menggabungkan model klasifikasi untuk setiap fitur yang akan dikombinasikan menggunakan teknik

classifier combination, yaitu product decision rule (PDR). Penggabungan dilakukan dengan mengombinasikan fitur , morfologi, dan color moments dengan total kombinasi yang diujicobakan adalah empat kombinasi.

Pengujian

Pengujian dilakukan pada data uji untuk melihat tingkat keberhasilan klasifikasi terhadap citra uji. Evaluasi dari kinerja model klasifikasi didasarkan pada banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model. Hal ini dapat dihitung

(19)

menggunakan akurasi yang diformulasikan sebagai berikut:

x 100% (19)

Perangkat Keras dan perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sebagai berikut:

 processor Intel(R) Core(TM) i5-2430M CPU @ 2.40 GHz,

 memori DDR2 RAM 6.00 GB,

 harddisk 500 GB,

 sistem operasi Windows 7 Professional,

 Microsoft Visual C++ 2010 Express Edition,

library OpenCV 2.1.0, dan

 Eclipse IDE for Java Developers Version: Helios Service Release 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Basis Data Citra Tumbuhan Obat

Pada penelitian ini dilakukan penambahan data sebanyak 21 jenis tumbuhan obat baru yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor. Penelitian sebelumnya telah memiliki 30 jenis tumbuhan obat sehingga pada saat ini telah terkumpul 51 jenis tumbuhan obat dengan masing-masing jenisnya memiliki 48 citra daun.

Praproses

Citra kueri yang digunakan harus diletakkan pada background putih pada saat pengambilan citra. Citra kueri diperoleh dari kamera ponsel atau citra yang telah disimpan pada gallery ponsel. Citra kueri tersebut akan dikirimkan ke server dan selanjutnya akan dilakukan praproses sebelum masuk pada tahapan ekstraksi ciri.

Tahapan praproses pada citra kueri ialah mengubah citra asli menjadi 270x240 pixel

tanpa mengubah proporsi citra dengan melakukan proses scaling dan cropping. Tahapan terakhir ialah mengonversi citra bergantung pada ekstraksi ciri yang digunakan. Masukan untuk ekstraksi ciri tekstur dengan menggunakan metode berupa citra grayscale, ekstraksi ciri morfologi berupa citra biner, dan ekstraksi ciri warna dengan menggunakan color moments

tetap menggunakan citra RGB. Tahapan praproses citra dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tahapan praproses citra.

Ekstraksi Ciri

A Ekstraksi Ciri Tekstur dengan LBPV

dengan P=24 dan R=3 memiliki jumlah vektor ciri sebanyak 26 elemen. Hasil ekstraksi pada fitur ini dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil ekstraksi dengan menghasilkan histogram dengan pola yang menyerupai karena memiliki rentang nilai yang mengacu kepada nilai di posisi region yang sama. Ekstraksi tekstur menggunakan melengkapi pola-pola tekstur spasial lokal dengan intensitas kontras lokal yang memainkan peranan penting pada texture discrimination sehingga LBPV bersifat

rotation invariant (tidak sensitif terhadap perubahan rotasi). Hasil ekstraksi yang dihasilkan LBPV mampu menjadi penciri tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan dan (Kulsum 2010).

Jarak Pagar (JatrophacurcasLinn.) Operator (24,3)

Gambar 10 Histogram citra tumbuhan obat Jarak Pagar (Jathopra curcas Linn.) untuk operator (24,3).

(20)

B Ekstraksi Ciri Morfologi

Ekstraksi ciri morfologi direpresentasikan dengan sebelas nilai ciri. Hasil ekstraksi fitur morfologi pada citra Jarak Pagar (Jatropha curcasLinn.) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai hasil ekstraksi ciri morfologi

Morfologi Ekstraksi Normalisasi Area 42847.0000 0.999755 Perimeter 910.0000 0.021233 Diameter 265.1530 0.006201 Smooth Factor 0.9942 2.32 x 10-5 Form Factor 0.6505 1.52 x 10-5 Perimeter Ratio of Diameter 3.4319 7.99 x 10-5 Venasi 1 0.9730 2.27 x 10-5 Venasi 2 0.9759 2.28 x 10-5 Venasi 3 0.9774 2.28 x 10-5 Venasi 4 0.9779 2.28 x 10-5 Venasi 5 1.0051 2.35 x 10-5

C Ekstraksi Ciri Warna dengan Color Moments

Hasil ekstraksi ciri warna dengan color moments direpresentasikan ke dalam sembilan elemen yang terdiri atas tiga moments utama pada distribusi warna citra, yaitu means,

standard deviation, dan skewness untuk masing-masing komponen warna RGB. Hasil ekstraksi fitur color moments pada citra Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai hasil ekstraksi ciri warna

Moments Ekstraksi Normalisasi

Mean Red 148.879722 0.469016 Mean Green 194.075972 0.611398 Mean Blue 116.877114 0.368198 Standard deviation Red 95.192016 0.299884 Standard deviation Green 61.989404 0.195285 Standard deviation Blue 119.859398 0.377594 Skewness Red 0.108476 0.000342 Skewness Green -0.398037 -0.001250 Skewness Blue 0.233431 0.000735

Identifikasi Citra Tanpa Penggabungan Fitur

Percobaan diawali dengan mengklasifikasikan masing-masing ekstraksi ciri. Masing-masing ciri diklasifikasikan

dengan membagi data latih dan data uji sebesar 80%-20% (38 data latih dan 10 data uji). Kelas target dari klasifikasi berjumlah 51 kelas. Bias yang digunakan untuk LBPV = 0.02, morfologi = 39, dan color moments = 0.004.

A Ekstraksi Ciri Tekstur dengan LBPV

Klasifikasi ciri tekstur dengan LBPV menghasilkan akurasi sebesar 51.76%. Perbandingan akurasi klasifikasi fitur ini untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada grafik Gambar 11.

Gambar 11 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk ciri tekstur dengan LBPV.

Gambar 11 menunjukkan bahwa kelas 8 (Andong) dan 42 (Pepaya) merupakan kelas yang teridentifikasi benar dengan tingkat akurasi 100%, sedangkan kelas 17 (Mangkokan) memiliki tingkat akurasi 0% yang berarti tidak pernah teridentifikasi benar.

Data Latih Data Uji

Gambar 12 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 42 (Pepaya).

0 20 40 60 80 100 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 Ak u ras i (% ) Kelas

(21)

Data Latih Data Uji

Gambar 13 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 17 (Mangkokan).

Gambar 13 menunjukkan bahwa kelas 17 (Mangkokan) memiliki citra daun data latih dan data uji dengan tingkat pencahayaan yang berbeda sehingga tekstur dari citra tersebut menjadi lebih beragam dan mempersulit proses identifikasi. Berbeda dengan kelas 17, kelas 42 (Pepaya) pada Gambar 12 memiliki tingkat pencahayaan yang merata sehingga memiliki pola tekstur yang jelas dan dapat teridentifikasi dengan baik. Hasil identifikasi citra pada fitur ini dapat dilihat lebih lengkap pada table confusion matrix di Lampiran 2.

B Ekstraksi Ciri Morfologi

Klasifikasi pada fitur morfologi menghasilkan akurasi sebesar 17.84%. Perbandingan akurasi klasifikasi fitur ini untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada grafik Gambar 14.

Gambar 14 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk fitur morfologi Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa kelas 42 (Pepaya) memiliki tingkat akurasi paling baik, yaitu 100%, sedangkan terdapat 30 kelas dengan tingkat akurasi sangat rendah, yaitu 0% yang berarti kelas tersebut tidak dapat teridentifikasi dengan benar. Tiga puluh

kelas tersebut yaitu kelas 3, 4, 5, 11, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 41, 43, 46, 48, 49, dan 51. Daftar nama untuk setiap kelas citra daun dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1.

Data Latih Data Uji

Gambar 15 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 34 (Melati Mayang).

Gambar 15 menunjukkan bahwa kelas 34 (Melati Mayang) memiliki ukuran dan bentuk citra yang beragam sehingga ekstraksi ciri morfologi yang dihasilkan, terutama ciri dasar daun seperti area, perimeter, dan diameter memiliki nilai yang beragam. Nilai yang beragam ini mengakibatkan citra tersebut tidak dapat teridentifikasi dengan baik. Kelas 34 (Melati Mayang) sering salah teridentifikasi ke kelas 5, 7, 10, 12, 20, 35, 36, 44. Berbeda dengan kelas 34, kelas 42 (Pepaya) memiliki ukuran dan bentuk yang seragam sehingga hasil ekstraksi yang diperoleh memiliki pola yang mencirikan citra tersebut. Untuk hasil identifikasi citra pada fitur ini dapat dilihat lebih jelas pada tabel

confusion matrix di Lampiran 3.

C Ekstraksi Ciri Warna dengan Color Moments

Klasifikasi ciri warna dengan color moments menghasilkan akurasi sebesar 47.45%. Perbandingan akurasi klasifikasi fitur ini untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada grafik Gambar 16. Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa kelas 43 (Mrabos), 45 (Zodia), dan 46 (Bunga lilin) memiliki tingkat akurasi paling tinggi, yaitu 100%. Hal ini berbanding terbalik dengan kelas 29 (Jambu Biji) memiliki tingkat akurasi yang sangat rendah yaitu 0%. 0 20 40 60 80 100 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 Ak u ra si (%) Kelas

(22)

Gambar 16 Grafik perbandingan akurasi per kelas untuk ciri warna dengan

color moments.

Data Latih Data Uji

Gambar 17 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 43 (Mrabos).

Data Latih Data Uji

Gambar 18 Contoh citra daun data latih dan data uji pada kelas 29 (Jambu Biji).

Gambar 17 menunjukkan bahwa kelas 43 (Mrabos) memiliki warna daun yang unik, yaitu dominan merah sehingga nilai moment

pertama, yaitu mean red akan lebih tinggi dibanding nilai mean green dan mean blue. Nilai moment kedua, yaitu standard deviation red memiliki simpangan data yang kecil. Ini menunjukkan bahwa jangkauan tersebarnya data pada kelas 43 tidak jauh dari nilai mean red.

Berbeda dengan kelas 43, kelas 29 (Jambu Biji) pada Gambar 18 memiliki warna yang tidak mencolok, yaitu hijau yang merupakan rata-rata warna daun sehingga hasil ekstraksi yang diperoleh tidak memiliki nilai moments

yang unik. Citra kelas 29 paling banyak salah teridentifikasi ke kelas 16 (Bunga Telang), yaitu sebanyak lima citra. Warna pada kelas 29 dan 16 memiliki warna yang cukup mirip sehingga banyak data uji yang salah teridentifikasi. Hasil identifikasi citra pada fitur ini dapat dilihat lebih jelas pada tabel

confusion matrix di Lampiran 4.

Identifikasi Citra dengan Penggabungan Fitur

Setelah diperoleh hasil klasifikasi untuk masing-masing fitur, selanjutnya dilakukan penggabungan dengan teknik classifier combination, yaitu product decision rule

(PDR). Penggabungan dilakukan dengan mengombinasikan sebanyak dua dan tiga fitur, yaitu , morfologi, dan color

moments.

A Penggabungan Dua Fitur

Penggabungan dua fitur menghasilkan tiga kombinasi percobaan, yaitu dan morfologi, dan color moments, morfologi dan color moments. Tabel 3 menyajikan akurasi untuk setiap penggabungan dua fitur. Perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan dua fitur dengan PDR untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada Gambar 19, 20, dan 21.

Tabel 3 Akurasi penggabungan dua fitur

Fitur Akurasi

, Morfologi 64.31% , Color Moments 70.78% Morfologi , Color Moments 51.18%

0 20 40 60 80 100 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 Ak u ra si (% ) Kelas

(23)

Kelas 1-25

Kelas 26-51

Gambar 19 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV dan fitur morfologi.

Kelas 1-25

Kelas 26-51

Gambar 20 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV dan fitur

color moments 0 20 40 60 80 100 1 4 7 10 13 16 19 22 25 A k u ra si (% ) Kelas Morfologi LBPV Morfologi + LBPV 0 20 40 60 80 100 26 29 32 35 38 41 44 47 50 A k u ra si (% ) Kelas Morfologi LBPV 0 20 40 60 80 100 1 4 7 10 13 16 19 22 25 A k u ra si (% ) Kelas LBPV Color Moments 0 20 40 60 80 100 26 29 32 35 38 41 44 47 50 A k u ra si (% ) Kelas LBPV Color Moments LBPV + Color Moments

(24)

Kelas 1-25

Kelas 26-51

Gambar 21 Grafik perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur morfologi dan fitur color moments

Ketiga gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kelas mengalami peningkatan akurasi identifikasi setelah dilakukan penggabungan fitur. Contohnya pada kelas 17, sebelumnya memiliki tingkat akurasi 0% pada ekstraksi ciri tekstur dengan LBPV maupun ekstraksi ciri morfologi, sedangkan ekstraksi ciri dengan color moments memiliki tingkat akurasi sebesar 10%. Namun, setelah dilakukan penggabungan, kelas 17 mengalami peningkatan hasil identifikasi. Akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur pada kelas 17

Fitur Akurasi 0% Morfologi 0% Color Moments 10% , Morfologi 30% , Color Moments 30% Morfologi , Color Moments 10%

Begitu juga dengan kelas 34 dan kelas 29 yang pada pembahasan sebelumnya memiliki tingkat akurasi 0% pada fitur morfologi dan

color moments, tetapi setelah dilakukan penggabungan fitur menggunakan PDR hasil identifikasi mengalami peningkatan. Besar peningkatan hasil identifikasi dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21.

Kelas yang sebelumnya telah teridentifikasi benar pada sebuah fitur dapat mengalami kesalahan klasifikasi setelah dilakukan penggabungan fitur menggunakan PDR. Misalnya kelas 42, kelas ini sebelumnya memiliki tingkat akurasi 100% pada fitur LBPV dan morfologi, sedangkan pada fitur

color moments kelas ini memiliki tingkat akurasi sebesar 50%. Pada penggabungan fitur LBPV dan morfologi, kelas ini tetap teridentifikasi benar 100%, tetapi setelah dilakukan penggabungan dengan fitur color moments, kelas ini mengalami penurunan akurasi, yaitu akurasi penggabungan fitur LBPV dan color moments sebesar 80% dan akurasi penggabungan fitur morfologi dan

color moments sebesar 90%. Penurunan ini terjadi karena beberapa data uji memiliki nilai peluang fitur color moments pada kelas target 0 20 40 60 80 100 1 4 7 10 13 16 19 22 25 A k u ra si (% ) Kelas Morfologi Color Moments Morfologi + Color Moments 0 20 40 60 80 100 26 29 32 35 38 41 44 47 50 A k u ra si (% ) Kelas Morfologi Color Moments

(25)

yang cukup jauh dari nilai peluang maksimum pada fitur tersebut sehingga nilai peluang yang dihasilkan menyebabkan kesalahan dalam proses identifikasi. Nilai peluang fitur LBPV, color moments, dan penggabungan PDR pada kelas 42 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Perubahan akurasi identifikasi setelah penggabungan PDR sangat ditentukan oleh nilai peluang fitur yang digabungkan. Hasil identifikasi pada penggabungan PDR akan salah teridentifikasi jika mengalami beberapa kondisi sebagai berikut:

1 Peluang maksimum fitur pertama yang teridentifikasi salah lebih besar dibandingkan peluang maksimum fitur kedua yang teridentifikasi benar, dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena nilai peluang teridentifikasi salah lebih besar dibandingkan nilai peluang teridentifikasi benar.

2 Peluang maksimum fitur pertama yang teridentifikasi benar lebih besar dibanding peluang fitur kedua yang teridentifikasi salah. Kemudian, nilai peluang pada fitur kedua pada kelas target memiliki nilai yang sangat kecil sehingga pada saat penggabungan, nilai peluang yang dihasilkan kecil dan menjadi teridentifikasi salah pada kelas target.

3 Peluang maksimum masing-masing fitur sama-sama teridentifikasi salah pada kelas target sehingga hasil identifikasi pada saat penggabungan PDR akan tetap teridentifikasi salah.

Selanjutnya, hasil identifikasi pada penggabungan PDR dapat mengidentifikasi citra kueri dengan benar jika mengalami beberapa kondisi sebagai berikut:

1 Peluang maksimum masing-masing fitur sama-sama teridentifikasi benar pada kelas target sehingga hasil identifikasi pada penggabungan PDR tetap teridentifikasi benar.

2 Peluang maksimum fitur pertama yang teridentifikasi benar lebih besar dibandingkan peluang maksimum fitur kedua yang teridentifikasi salah. Kemudian, nilai peluang pada fitur kedua pada kelas target memiliki nilai peluang yang mendekati nilai peluang maksimum pada fitur tersebut sehingga pada saat digabungkan peluang teridentifikasi benar akan tetap mendominasi hasil identifikasi. 3 Peluang maksimum fitur pertama dan

kedua sama-sama teridentifikasi salah,

tetapi saat dilakukan penggabungan fitur dengan PDR hasil identifikasi menjadi benar. Ini dapat terjadi jika nilai peluang fitur pertama dan kedua pada kelas target memiliki nilai peluang yang mendekati nilai peluang maksimum untuk masing-masing fiturnya sehingga nilai peluang pada saat digabungkan menjadi lebih tinggi dibanding peluang penggabungan lainnya.

Nilai peluang PDR akan maksimum dan teridentifikasi benar jika nilai peluang setiap fitur yang digabungkan mendekati nilai peluang maksimum untuk setiap fitur tersebut sehingga satu fitur dengan fitur yang lain dapat saling melengkapi kekurangan pada saat proses identifikasi.

Pada penggabungan fitur LBPV dan morfologi menggunakan PDR, terdapat delapan kelas citra tumbuhan obat yang teridentifikasi 100%, yaitu kelas 6, 7, 8, 20, 27, 42, 46, dan 47. Kemudian, pada penggabungan fitur LBPV dan color moments

diperoleh delapan kelas citra tumbuhan obat yang benar teridentikasi 100%, yaitu kelas 6, 8, 10, 18, 20, 30, 43, dan 46, sedangkan penggabungan fitur morfologi dan color moments hanya menghasilkan tiga kelas citra

, Morfologi

, Color Moments

Morfologi , Color Moments

Gambar 22 Citra tumbuhan obat yang selalu benar teridentifikasi pada penggabungan dua fitur.

(26)

tumbuhan obat yang memiliki akurasi identifikasi 100% yaitu kelas 6, 43, dan 46. Kelas 1-17

Kelas 18-34

Kelas 35-51

Gambar 23 Grafik akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV, morfologi, dan color moments. 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 A kur a si (%) Kelas

Morfologi LBPV Color Moments Morfologi + LBPV + Color Moments

0 20 40 60 80 100 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 A kur a si (%) Kelas

Morfologi LBPV Color Moments Morfologi + LBPV + Color Moments

0 20 40 60 80 100 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 A kur a si (%) Kelas

(27)

Dari semua kelas tersebut, kelas 6 dan 46 merupakan kelas yang teridentifikasi benar di semua penggabungan dua fitur. Padahal sebelum dilakukan penggabungan fitur, kelas 6 dan 46 hanya dapat dikenali pada beberapa fitur tertentu saja. Misalnya, kelas 46 telah teridentifikasi cukup baik pada fitur LBPV dan color moments, tetapi tidak dapat teridentifikasi pada fitur morfologi. Namun, setelah dilakukan penggabungan fitur menggunakan PDR, kelas 46 dapat dikenali di semua penggabungan fitur. Begitu juga dengan kelas 6. Hal ini dapat terjadi karena pada saat dilakukan penggabungan fitur, setiap fitur yang digabungkan saling melengkapi kekurangan sehingga hasil identifikasi yang diperoleh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil identifikasi tanpa penggabungan. Citra-citra tumbuhan obat yang selalu benar teridentifikasi pada teknik penggabungan dua fitur dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil identifikasi citra pada penggabungan dua fitur dapat dilihat lebih jelas pada tabel confusion matrix di Lampiran 6, 7, dan 8.

B Penggabungan Tiga Fitur

Akurasi yang diperoleh setelah dilakukan penggabungan tiga fitur ialah 72.16%. Perbandingan akurasi sebelum dan sesudah penggabungan fitur LBPV, morfologi, dan

color moments untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 24 Grafik perbandingan akurasi identifikasi sebelum dan sesudah penggabungan.

Gambar 23 menunjukkan bahwa setelah dilakukan penggabungan semua fitur, yaitu LBPV, morfologi, dan color moments dapat meningkatkan hasil identifikasi tumbuhan

obat. Perbandingan semua akurasi baik itu sebelum dan sesudah dilakukan penggabungan dapat dilihat pada Gambar 24.

Semakin banyak fitur yang digabungkan tidak menentukan akurasi yang diperoleh semakin baik. Akurasi akan meningkat bergantung pada fitur yang mendominasi dari setiap kelas dan nilai peluang setiap fitur pada saat penggabungan. Hasil identifikasi citra pada penggabungan tiga fitur dapat dilihat lebih jelas pada tabel confusion matrix di Lampiran 9.

Gambar 25 Antarmuka menu Home.

Hasil Antarmuka Sistem

Sistem ini diberi nama MedLeaf. Antarmuka sistem ini terdiri atas menu Home,

Database, Search, Identification,dan Setting. Pada menu Home, user dapat melihat koleksi citra yang terdapat pada database. Tampilan menu Home dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 26 Antarmuka menu Database. Gambar 26 merupakan tampilan pada menu Database. Pada menu ini, user dapat melakukan pencarian citra berdasarkan citra yang terdapat pada database. Pencarian ini dilakukan untuk mendapatkan kemiripan suatu citra dengan citra yang lain. Untuk memulai pencarian, user harus memilih salah satu citra dan kemudian user akan masuk ke halaman detail dari citra tersebut. Gambar 27 merupakan tampilan halaman detail dari citra daun Akar Kuning. Selanjutnya, user dapat memilih citra daun untuk melihat kedekatannya dengan citra tumbuhan obat lainnya. Dengan menggunakan metode yang dipilih pada menu Setting, akan dihasilkan kumpulan citra daun yang mirip.

51.76 17.84 47.45 64.31 70.78 51.18 72.16 0 20 40 60 80 100 A k u ra si (% ) LBPV Morfologi Color Moments LBPV + Morfologi LBPV + Color Moments Morfologi + Color Moments LBPV + Morfologi + Color Moments

(28)

Gambar 27 Halaman detail citra Akar Kuning.

Menu Search, merupakan menu tambahan yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, yaitu Prasvita (2012). Menu ini merupakan sebuah search engine. User dapat memasukkan kueri teks pada textbox yang tersedia. Setelah tombol search dipilih, sistem akan menampilkan dokumen terkait dengan kueri teks tersebut. Kueri dapat berupa nama tumbuhan, penyakit, atau kandungan kimia pada tumbuhan obat. Tampilan menu Search

dapat dilihat pada Gambar 28.

Gambar 28 Antarmuka menu Search.

Gambar 29 Antarmuka identifikasi citra. Menu Identification merupakan menu inti pada sistem dan penelitian ini. Pada menu ini,

user dapat mengambil citra langsung dari kamera ponsel atau memilih citra daun yang telah disimpan dalam gallery ponsel. Citra kueri tersebut kemudian akan dikirimkan ke

server melalui jaringan internet untuk dilakukan proses identifikasi. Hasil identifikasi di server akan dikirimkan kembali ke ponsel user. Gambar 29 merupakan antarmuka sistem pada saat identifikasi citra.

Hasil yang ditampilkan merupakan kumpulan citra yang mirip dengan citra kueri. Hasil yang diperoleh bergantung pada metode yang digunakan. Pemilihan metode yang digunakan dapat diatur pada menu Setting. Gambar 30 merupakan tampilan pada menu

Setting.

Gambar 30 Antarmuka menu Setting.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggabungan fitur morfologi, LBPV, dan

color moments citra untuk aplikasi mobile

identifikasi tumbuhan obat telah berhasil diimplementasikan. Akurasi identifikasi tanpa penggabungan fitur ialah sebesar 51.76% untuk fitur LBPV, 17.84% untuk fitur morfologi, dan 47.45% untuk fitur color moments. Penggabungan dua fitur menghasilkan akurasi sebesar 64.31% untuk penggabungan fitur LBPV dan morfologi, 70.78% untuk penggabungan fitur LBPV dan

color moments, dan 51.18% untuk penggabungan fitur morfologi dan color moments, sedangkan penggabungan tiga fitur, yaitu fitur LBPV, morfologi dan color moments menghasilkan akurasi sebesar 72.16%.

Hasil identifikasi pada penggabungan fitur sangat dipengaruhi oleh nilai peluang setiap fitur yang digabungkan. Nilai peluang PDR akan maksimum dan teridentifikasi benar jika nilai peluang setiap fitur yang digabungkan mendekati nilai peluang maksimum untuk setiap fiturnya sehingga satu fitur dengan fitur yang lain dapat saling melengkapi kekurangan pada saat proses identifikasi. Oleh karena itu, penggabungan fitur dapat meningkatkan hasil identifikasi tumbuhan obat.

Saran

Terdapat beberapa hal yang dapat ditambahkan atau diperbaiki untuk penelitian selanjutnya, antara lain:

(29)

1 Penambahan data dengan akuisisi citra yang lebih baik dengan memperhatikan penggunaaan kamera digital, pencahayaan, resolusi, dan sudut pengambilan yang sama.

2 Menambahkan pemrograman

multithreading pada aplikasi Android sehingga pemrosesan citra dapat dilakukan pada device itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Annisa. 2009. Ekstraksi ciri morfologi dan tekstur untuk temu kembali citra helai daun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Guo Z, Zhang L, Zhang D. 2010. A completed modelling of Local Binary Pattern operator for texture classification. IEEE Transaction on Image Processing

19(6.6):1657-1663.

Kittler J. 1998. On combining classifiers.

IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence 20(3):226-239. Kulsum LU. 2010. Identifikasi tanaman hias

secara otomatis menggunakan metode

Local Binary Pattern descriptor dan

Probabilistic Neural Network [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kusmana I. 2011. Penggabungan fitur Local Binary Patterns untuk identifikasi citra tumbuhan obat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Laganiere R. 2011. OpenCV 2 Computer Vision Application Programming Cookbook. Birmingham: Packt Publishing. Mäenpää T. 2003. The Local Binary Patterns Approach to Texture Analysis. Oulu: Oulu University Press.

Nurfadhilah E. 2011. Identifikasi tumbuhan obat menggunakan fitur citra morfologi, tekstur dan bentuk dengan klasifikasi

Probabilistic Neural Network [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Keen N. 2005 Color Moments. http://homepages.inf.ed.ac.uk/rbf/CVonlin

e/LOCAL_COPIES/AV0405/KEEN/av_as 2_nkeen.pdf. [27 Mar 2012].

Ojala T, Pietikäinen M, Mäenpää T. 2002. Multiresolution gray-scale and rotation invariant texture classification with Local Binary Patterns. IEEE Transaction on PAMI 24(7):2037-2041.

Seminar KB, Buono A, Sukin TPJ. Desain dan uji komputasi parallel penentuam nilai penghalus (σ) algoritma jaringan syaraf probabilistik (PNN) untuk klasifikasi bunga iris. Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer 3(1):19-31.

Speckmann B. 2008. The Android mobile platform [tesis]. Michigan: Department of Computer Science, Eastern Michigan University.

Wu SG, Bao FS, Xu EY, Wang Y, Chang Y,

et al. 2007. A Leaf Recognition Algorithm for Plant Using Probabilistic Neural Network. Beijing: Chinese Academy Science.

Pravista DS. 2012. Medleaf: aplikasi mobile

untuk identifikasi tumbuhan obat berbasis citra dan teks [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(30)

Gambar

Gambar 2  Struktur PNN.
Gambar 4  Contoh perhitungan nilai LBP.
Gambar 7  Alur client server aplikasi mobile.  Penelitian  ini  mengaplikasikan  metode  penelitian  Nurfadhillah  (2011)  dan  Kusmana  (2011)  untuk  identifikasi  tumbuhan  obat  dengan  penggabungan  fitur  citra  dengan  menggunakan  classifier  combi
Gambar 8  Metode penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di seluruh wilayah tersebut Hak Milik atas tanah hanya dapat diberikan bagi WNI pribumi, sedangkan untuk Warga Negara Indonesia Non Pribumi, khususnya Tionghoa,

Kemudian dari pengamatan visual terlihat bahwa pada waktu flotasi 15 menit untuk logam besi dan 20 menit untuk tembaga dan nikel sudah menunjukkan hasil persentase pemisahan yang

Dari kolam-kolam di area tersebut yang kedepan akan menjadi taman koleksi tumbuhan akuatik, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.. Lokasi Kolam Vak XII G di Kebun Raya

Klien disebut pula help, yaitu orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang di hadapinya. Klien juga bisa disebut dengan seseorang

Oleh karena itu perlu diadakan penelitian untuk mendefinisikan karakteristik dari komik asing yang memberi pengaruh pada komik Indonesia terutama komik Amerika, komik

Dari definisi sistem menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa, ”Sistem merupakan suatu jaringan kerja atau prosedur kerja yang dilkerjakan oleh seseorang atau

Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan PT.. Indonusa Algaemas

Pendapatan yang Masih Harus Diterima merupakan penerimaan di masa yang akan datang (dalam waktu 1 tahun) yang telah diakui dan dicatat sebagai pendapatan pemerintah pada