• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. akan sumber daya lahan dan pangan, di lain pihak yang terjadi justru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. akan sumber daya lahan dan pangan, di lain pihak yang terjadi justru"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk cenderung meningkatkan permintaan akan sumber daya lahan dan pangan, di lain pihak yang terjadi justru sebaliknya yakni pangan dan lahan menjadi sumber daya yang keberadaanya semakin tak menentu. Pengalaman telah menunjukkan bahwa keadaan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan sumber daya alam, misalnya kerusakan hutan, penurunan kesuburan tanah, bencana banjir dan kekeringan. Hal ini disebabkan oleh turunnya kemampuan sumberdaya lahan terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam memproduksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan. Di lain pihak, permasalahan pembangunan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan di suatu wilayah selalu berkaitan dalam persoalan bagaimana meningkatkan produksi pertanian dan menciptakan kesempatan kerja yang luas, serta memperbaiki kualitas kehidupan.

Dengan adanya dua hal tersebut, yang paling dirasakan saat ini adalah terjadinya pengurangan areal hutan untuk pertanian dan konversi lahan pertanian untuk bangunan akan mengakibatkan menurunnya resapan air hujan dan meningkatkan aliran air permukaan, sehingga frekuensi bencana banjir, erosi dan tanah longsor semakin tinggi yang saat ini terjadi dimana-mana hampir di seluruh wilayah Indonesia. Program nasional harus serius untuk

(2)

dilakukan terkait dengan degradasi hutan dan lahan, terutama di hulu DAS. Harapannya dengan adanya perbaikan di DAS bagian Hulu melalui program rehabilitasi secara terpadu oleh semua pihak dengan mempertimbangkan kondisi biofosik dan semua aspek sosial ekonomi, keberlanjutan ekosistem DAS semakin hari semakin baik. Degradasi hutan dan lahan selama kurun waktu 2000-2005 sangat memprihatinkan yaitu rata-rata 1.089 juta hektar per tahun. Degradasi di lahan pertanian terus terjadi secara alami akibat erosi tanah yang tinggi sehingga memicu semakin luasnya lahan kritis dan meningkatnya sedimentasi pada waduk-waduk yang akan berdampak pada berkurangnya daya tampung dan pasokan air untuk irigasi serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Apabila tidak dilakukan upaya-upaya untuk mencegah degradasi hutan dan lahan serta upaya untuk memulihkannya, maka DAS akan semakin menurun kualitasnya. Dalam pengelolaan DAS di masa yang akan datang harus mampu mengkonservasi, merehabilitasi dan meningkatkan produktivitas hutan dan lahan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk terhadap barang dan jasa lingkungan yang semakin meningkat.

Program Pengelolaan DAS apabila berhasil akan berdampak terhadap ketahanan pangan di masa mendatang. D imana saat ini luas areal irigasi tanaman padi di Indonesia berjumlah 7,2 juta hektar dan sebagian besar ada pada hilir DAS, banyak areal pertanian yang subur dikonversi menjadi bangunan atau infrastuktur yang mengurangi lahan pangan produktif dan menurunkan fungsi hidrologis DAS di masa yang akan datang. Terjadinya banjir akibat pengelolaan DAS yang tidak optimal akan menyebabkan daya

(3)

tampung waduk irigasi berkurang karena sedimentasi, dan pada musim hujan cenderung banjir sehingga areal-areal irigasi pada hilir DAS akan tergenang yang pada gilirannya menurunkan produksi beras nasional. Di samping itu kekeringan pada musim kemarau menyebabkan areal irigasi yang dapat dialiri berkurang karena distribusi air tidak merata, sehingga menyebabkan produksi padi berkurang. Saat ini juga terjadi krsisi energi minyak bumi, maka diperlukan energi alternatif berupa energi yang bisa diperbaharui seperti kayu bakar, bio-disel, pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Dengan bertambahnya penduduk dan berkembangnya kegiatan ekonomi, maka kebutuhan air untuk berbagai kepentingan seperti air baku, pertanian, perindustrian dan PLTA akan semakin besar. Oleh karena itu pengelolaan DAS di masa yang akan datang seharusnya bisa mendukung ketersediaan pangan, air dan energi alternatif tersebut, yaitu dengan diterapkannya manajemen kawasan lindung maupun kawasan budidaya sesuai peruntukannya.

Faktor yang tidak kalah penting terkait dengan keberlangsungan kebutuhan penduduk, yaitu diperlukannya pengelolaan DAS dengan melibatkan banyak pihak mulai unsur pemerintahan, swasta, dan masyarakat. Rendahnya kesadaran dan partisipasi para pihak dalam pengelolaan DAS, menjadi tantangan bagi para pengelola DAS yang terkait dengan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat secara luas.

Pelaksanaan otonomi daerah juga saat ini, ikut andil menambah permasalahan pengelolaan DAS yang semakin kompleks, karena tidak semua pemerintah daerah memahami konsep pengelolaan DAS yang berbasis

(4)

ekosistem dan lintas batas administrasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu ego sektor, di mana ego sektoral dapat menyebabkan konsep pengelolaan DAS terpadu yang mementingkan pelestarian ekosistem akan terabaikan.

Implementasi pengelolaan DAS dengan melibatkan banyak pihak, dapat menyebabkan konflik kepentingan antar para pihak yang terlibat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa lingkungan DAS. Hal ini tentunya memerlukan regulasi dan kebijakan pada berbagai tingkat baik pada tingkat nasional, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota bahkan kadang-kadang sampai tingkat desa. Upaya penanganan permasalahan DAS memerlukan sumberdaya yang banyak dan waktu yang panjang maka pengelolaan DAS harus dimasukkan sebagai salah satu program nasional, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJP dan RPJM). Dengan demikian program pengelolaan DAS tersebut menjadi arus utama dalam kegiatan dan alokasi penganggaran di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Persoalan utama dalam pengelolaan sumber daya lahan (SDL) adalah penurunan luas lahan pertanian sebagai akibat konversi ke non-pertanian. Peningkatan konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian akan mengancam lahan hutan, karena pertanian akan merambah kawasan hutan untuk dibuka menjadi lahan. The World Bank dalam Tognetti at. Al. (2003) memperkirakan 40.000 ha/tahun lahan pertanian dikonversi menjadi lahan non-pertanian di Indonesia. Dalam satuan DAS, konversi tersebut sebagian

(5)

besar terjadi di hilir DAS. Ditinjau dari aspek kualitas, terjadi penurunan kualitas lahan sebagai akibat erosi yang semakin meningkat. The World Bank dalam Tognetti at. Al. (2003) mencatat bahwa rata-rata erosi di lahan pertanian Pulau Jawa pada tanah vulkanik sebesar 6-12 ton/ha/tahun dan pada tanah kapur sebesar 20-60 ton/ha/tahun. Sementara itu, laju pembentukan tanah sangat lambat (30-725 tahun/mm tanah) dan ekstensifikasi pertanian sangat mahal. Hal ini ditambah lagi dengan intensifikasi pertanian yang sudah mencapai taraf levelling off apabila tidak ditemukan teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian. Mencermati hal tersebut, maka diperlukan pembatasan konversi lahan dan pengendalian erosi dengan satuan pengelolaan DAS. Program tata ruang dengan pendekatan pengelolaan DAS merupakan upaya penanganan masalah konversi lahan.

Permasalahan ketersediaan air (kualitas dan kuantitas) dan distribusinya selalu menjadi permasalahan umum. Ketersediaan air di musim kemarau menjadi sangat terbatas, sementara pada musim penghujan banjir terjadi di mana-mana. Penurunan tinggi muka air (TMA) di beberapa danau dan waduk mengalami penurunan akibat konsumsi dan penggunaan lahan terus meningkat. Di Pulau Jawa, jumlah air tersedia mencapai 142,3 milyar m3/tahun dan kebutuhan air mencapai 77,8 milyar m3/tahun (Kananto et al., 1998). Angka tersebut merupakan jumlah total dalam setahun sementara pada bulan-bulan kering jelas penggunaan dan konsumsi lebih tinggi dari pasokannya. Sementara itu, adanya otonomi daerah yang memberi ruang lebih besar pada daerah dalam mengelola sumber daya air telah membawa

(6)

beberapa konsekuensi pengelolaan sumber daya air dalam konteks DAS, yaitu:

a. pemanfaatan air oleh suatu daerah berarti menghilangkan peluang pemanfaatan oleh daerah lain, padahal mungkin saja oportunity cost di daerah lain lebih tinggi;

b. pencemaran pada daerah hulu akan berdampak pada bagian hilir; dan c. daerah hulu sering berfungsi sebagai daerah pelestari, tetapi penerima

manfaatnya di daerah hilir.

Pengembangan teknologi pengelolaan DAS untuk sumber daya air ditujukan pada teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (terutama irigasi) dan konsumsi air. Selain itu perlu didukung dengan pengembangan kelembagaan tradisional seperti Subak di Bali, Karuhan di Tasikmalaya Jawa Barat, atau Pasang di Sulawesi Selatan. Dalam kaitan inilah, maka penggunaan DAS sebagai unit hidrologi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan model pertanian berasaskan kesesuian lahan, efisiensi sumber daya air dan secara ekonomi menguntungkan terutama di wilayah DAS.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia telah menetapkan DAS Prioritas I (kritis), jumlahnya terus bertambah sejak 30 tahun yang lalu dari 22 DAS tahun 1970 menjadi 36 DAS tahun 1980-an dan sejak tahun 1999 menjadi 60 DAS. Dan diperbaharui dalam PP 37/2012 tentang Pengelolaan DAS. Dimana data DAS tentang Prioritas DAS tetap mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah DAS Prioritas I tersebut menunjukkan bahwa

(7)

pengelolaan DAS selama ini belum tepat sasaran. Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis. Hal ini dapat menurunkan kemampuan DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir, erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sampai dengan tahun 2007 penutupan hutan di Indonesia sekitar 50% luas daratan dan ada kecenderungan luasan areal yang tertutup hutan terus menurun dengan rata-rata laju deforestasi tahun 2000-2005 sekitar 1,089 juta ha per tahun. Sedangkan lahan kritis dan sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar 30.2 juta ha (terdiri dari 23,3 juta ha sangat kritis dan 6,9 juta ha kritis), erosi dari daerah pertanian lahan kering yang padat penduduk tetap tinggi melebihi yang dapat ditoleransi (15 ton/ha/th) sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus hidrologi menjadi menurun.

Berkaitan dengan lokasi penelitian yaitu di DAS Sungai Cimanuk, sebagai salah satu DAS Prioritas I di Jawa Barat yang perlu mendapat perhatian untuk segera dilakukan pengelolaan terkait dengan program rehabilitasi hutan dan lahan. Mengingat kondisi DAS Cimanuk tergolong kritis, dimana ditandai dengan tingkat erosi yang tinggi dan akibat tutupan lahan pada daerah tangkapan air semakin menurun, juga ditandai dengan perbedaan debit air yang tinggi antara musim hujan dan kemarau.

Sungai Cimanuk merupakan sungai utama di DAS Cimanuk berhulu di Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut dan bermuara ke Laut Jawa di Kabupaten Indramayu dengan panjang sungai 358 km. DAS Cimanuk

(8)

meliputi 4 kabupaten terdiri dari 86 kecamatan yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu dengan luas sekitar 3.409,17 km2 mempunyai permasalahan lingkungan yang

sangat kompleks yang melibatkan berbagai stakeholders (masyarakat, industri dan pemerintah) dan meliputi berbagai bentanglahan (dari daerah pegunungan sampai pesisir). Namun pada dasarnya tingkat kerusakan lingkungan ini sama seperti terjadi pada kawasan-kawasan lainnya di Indonesia, yaitu terjadinya degradasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan. (Anonim,2008).

Sumber pencemaran yang berpotensi menimbulkan beban pencemaran pada DAS Cimanuk berasal dari penduduk, industri, pertanian dan peternakan. Tata guna lahan pada DAS Cimanuk meliputi lahan pertanian seluas 111.460,75 Ha (32,69%), perkebunan 11.078,45 Ha (3,25%), permukiman 20.040,3 Ha (5,88%). Hutan 50.225,75 Ha (14,73%), perikanan/kolam/tambak 451 Ha (0,13%) serta lain-lain berupa tanah kosong, padang rumput dan rawa 147.660 Ha (43,31%). Hasil inventarisasi sumber pencemaran pada DAS Cimanuk adalah sebagai berikut yaitu berasal dari domestik 3.228.967 jiwa, industri 312 industri, pertanian/sawah 54.706 Ha dan ternak besar 46.950 ekor. Sumber pencemaran yang berasal dari penduduk dan industri merupakan kontribusi beban pencemaran yang paling besar pada Sungai Cimanuk dan anak-anak sungainya. Dari 312 industri yang ada, jenis industri kulit merupakan industri terbanyak, yaitu 263 industri (84,29%), selebihnya industri makanan 38 (12,8%), industri tapioka 2

(9)

(0,64%), industri gula 3 (0,96%), keramik 1 (0,32%), garmen 2 (0,64%), batik/tekstil 1 (0,32%), kimia I (0,32%) dan cool storage 1 (0,32%). (Anonim, 2008)

Kondisi seperti ini bukan saja hanya akan berdampak pada kerusakan lingkungan fisik, seperti hilangnya sumber daya hutan, serta meningkatnya polusi udara dan air, tetapi juga akan mempengaruhi struktur ekonomi masyarakat. Menurunnya fungsi-fungsi ekologi pada ekosistem Provinsi Jawa Barat, terutama hutan alam pada kawasan lindung akan menimbulkan dampak yang sangat serius bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat dan juga bagi dunia usaha. Kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir, erosi dan hilangnya pasokan air bersih sebagai dampak dan ekstraksi (pengambilan) sumberdaya alam yang tidak seimbang (berlebihan), seringkali menimbulkan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari ekstrasi sumberdaya alam tersebut.

Selama ini berbagai macam barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan dan lahan dirasa dapat digunakan secara gratis, tidak pernah diperhitungkan harga ataupun nilainya. Valuasi ekonomi diperlukan dalam rangka memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan terutama berkaitan dengan sumberdaya air yang dihasilkan oleh DAS, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Valuasi ekonomi terhadap jasa lingkungan perlu untuk dilakukan guna mengetahui secara ekonomi berapa besar nilai air yang selama ini dianggap given dan keberadaannya baik kuantitas dan

(10)

kualitasnya semakin menurun sedangkan kebutuhan pangan semakin hari semakin meningkat. Untuk itu perlu adanya upaya teknologi yang dapat menyeimbangkan keserasian antara potensi sumberdaya air yang semakin menurun dengan kebutuhan air untuk memproduksi pangan yang trennya semakin meningkat. Salah satunya adalah dengan upaya diversifikasi pertanian melalui pendekatan evaluasi kesesuaian lahan terutama di wilayah DAS yang merupakan wilayah potensial untuk dilakukan pengembangan, karena wilayah DAS memiliki pasokan air yang cukup untuk kegiatan budidaya pertanian yang sesuai dengan daya dukung (pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan dan industri kecil) dan wilayah DAS umumnya sejak dahulu zaman kerajaan sampai sekarang banyak dihuni dan dimanfaatkan lahannya oleh mayoritas penduduk. Untuk itu maka peneliti terdorong untuk mengangkat topik penelitian dengan mengambil judul “Optimalisasi Penggunaan Lahan untuk Agroforestri Di Daerah Aliran Sungai

Cimanuk Provinsi Jawa Barat”.

1.2 Perumusan Masalah

Sumberdaya lahan mempunyai peran besar dalam menunjang pembangunan pertanian, lahan merupakan habitat tumbuh kembangnya berbagai vegetasi sebagai penyedia berbagai sumber pangan sangat penting untuk dilakukan konversi, hala ini dalam rangka menekan bencana baik itu banjir, erosi dan kekeringan. Kegiatan Pertanian berkelanjutan (agroforestri) adalah sumberdaya yang tidak terbarukan, bersifat dinamis mengikuti

(11)

kebutuhan manusia dan aspek pasar yang perlu dipertahakan keberadaannya baik dari aspek fisik maupun aspek ekonomi. Pada umumnya pengelolaan sumberdaya lahan hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari adanya optimalisasi penggunaan lahan.

Potensi lahan khususnya yang ada di DAS Cimanuk terbiasa menjadi tempat kegiatan budidaya masyarakat yang pada umumnya tidak mengindahkan aspek konservasi lahan, maupun konservasi air, sehingga terjadi degradasi lingkungan dan bencana yang berakibat terhadap hidup manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, karena itu dalam pengelolaan sumberdaya lahan yang tidak boleh dilupakan adalah konservasi. Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS akan mempengaruhi konservasi lahan dan air, sehingga kegiatan ini juga dapat mempengaruhi kualitas lahan. Terjadinya perubahan tata guna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam pembangunan pertanian dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat.

Manusia memanfaatkan lahan tidak saja untuk kegiatan pertanian tetapi melainkan juga untuk kebutuhan lainnya serta berbagai sarana dan prasarana lainnya untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Setiap orang atau setiap rumah tangga mempunyai kegiatan dan kebutuhan yang tidak sama sesuai dengan kondisi sosial ekonomi setiap orang atau setiap rumah tangga. Dalam pemanfaatan lahan setiap orang berbeda antara yang satu dengan yang lain, tergantung pada kemampuan penyerapan teknologi, aspek pasar,sosial ekonominya

(12)

Ekosistem DAS Cimanuk mempunyai karakteristik yang spesifik berkaitan dengan kondisi faktor-faktor fisik-biologis seperti kedalaman tanah, tekstrur tanah, lereng dan curah hujan yang menghasilkan aliran sungai. Faktor-faktor tersebut erat kaitannya dengan faktor utamanya seperti sifat-sifat tanah, tipe vegetasi penutup, luas dan letak, topografi dan faktor pengelolaan lahan, yang akan mempengaruhi perilaku masyarakat. Selain merupakan kawasan budidaya, DAS Cimanuk juga merupakan ekosistem alami. Di dalam DAS Cimanuk terdapat berbagai faktor penyusun utama yang di satu pihak bertindak sebagai obyek atau sasaran fisik alamiah, seperti sumberdaya lahan, vegetasi, dan air. Di lain pihak adalah obyek atau pelaku pendayagunaan faktor-faktor tersebut, yaitu manusia (sosekbud). Pengembangan wilayah dimaksud, yang saat ini telah dikembangkan oleh Departemen Pertanian bagaimana menyeimbangkan antara potensi sumber lahan trennya semakin menurun baik kuantitas maupun kualitasnya sedangkan tuntutan produksi yang semakin meningkat. Hal ini tentunya perlu ada upaya dari pihak yang berkompeten terkait dengan penelitian salah satunya Badan Litbang dan Perguruan tinggi untuk melalukan kajian secara ilmiah tentang tentang evaluasi kesesuain lahan yang dikaitkan dengan pengembangan kegiatan pertanian berkelanjutan (agroforestri) terutama di wilayah DAS sebagai kawasan lindung dan penyangga daerah sekitarnya.

Harapannya setelah dilakukan kajian tentang optimalisasi penggunaan lahan dengan metode kesesuain lahan terutama dikaitkan pengembangan agroforestri , akan ditemukan sebuah model yang sesuai dengan daya dukung

(13)

lingkungan, keinginan masyarakat dan potensi pasar. Model optimalisasi penggunanaan lahan yang diharapan tersebut adalah sebuah temuan yang dapat ditindaklanjuti oleh stakeholders adalah sebuah temuan model dari hasil kajian dengan beberapa tahapan antara lain: melakukan kajian zonasi DAS, penyusunan peta penggunaan lahan (land use), melakukan analisa model kesesuaian lahan, melakukan penyusunan peta satuan lahan dan melakukan valuasi ekonomi sumber daya lahan. Hasil temuan ini diharapkan secara bertahap akan memperbaiki kondisi lingkungan (biofisik) dan ekonomi masyarakat di sekitar DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat. Di mana ditandai dengan adanya hal tersebut di atas, yaitu ketersediaan kebutuhan pangan yang cukup, erosi semakin kecil, kualitas lahan semakin baik, bencana alam semakin kecil dan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat di sekitar DAS semakin meningkat.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, kiranya perlu dirumuskan mengenai permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana penggunaan lahan saat ini, apakah sesuai dengan faktor fisik, ekonomi dan lingkungan di DAS Cimanuk di Provinsi Jawa Barat?

2. Faktor fisik yang dominan apa saja yang mempengaruhi optimalisasi penggunaan lahan di DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat ?

3. Bagaimana pengaruh penerapan software SPKL Versi 1.0 terhadap penentuan kesesuian lahan di DAS Cimanuk?

4. Tipe apa yang optimal dalam penggunaan lahan di DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat akan untuk pengembangan tanaman agroforestri ?

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kesesuaian lahan dengan penerapan software SPKL Versi 1.0 untuk penggunaan lahan di DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat

2. Analisis faktor fisik yang berpengaruh terhadap optimalisasi penggunaan lahan di DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat

3. Analisis valuasi ekonomi tentang optimalisasi penggunaan lahan di DAS Cimanuk Provinsi Jawa Barat

4. Penerapan hasil tipe optimalissi penggunaan lahan untuk mewujudkan pengembangan agroforestri di DAS Cimanuk.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pemikiran untuk teori yang sudah ada tentang optimalisasi penggunaan lahan ekologis (agroforestri) berdasarkan parameter iklim, fisiografi, tanah dan valuasi ekonomi. Aplikasi modelnya diharapakan mampu menyumbangkan serta memperkaya teori tentang optimalisasi penggunaan lahan ekologis dan valuasi ekonomi model agroforestri yang telah ada.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi kepada penentu kebijakan, khususnya berkenaan dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan sesuai dengan daya dukung lingkungan, agar terciptanya keselarasan lingkungan hidup yang optimal.

(15)

2. Memberikan informasi, kepada masyarakat bahwa model optimalisasi

penggunaan lahan (agroforestri) yang sesuai dengan daya lingkungan memiliki fungsi ganda baik untuk konservasi maupun secara ekonomi. 3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar DAS, dengan adanya

pengembangan model optimalisasi penggunaan lahan (agroforestri) yang tepat sesuai daya dukung lingkungan. Di mana ditandai dengan menurunya bencana alam secara bertahap, dan meningkatnya perbaikan ekonomi masyarakat di wilayah DAS.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang sumber daya lahan telah banyak dilakukan, di antaranya oleh Rianse U (2006) mengadakan penelitian tentang konsep valuasi ekonomi pola agroforestri berbasis kakao. Hasilnya bahwa konservasi lahan bisa ditingkatkan dan degradasi lingkungan bisa ditekan juga nilai ekonomi sumber daya lahan menjadi meningkat dengan harapan kesejahteraan masyarakat baik di sekitar kawasan hutan maupun dalam kawasan hutan penghasilannya dapat meningkat.

Senawi (2007) penelitiannya mempermasalahkan keberadaan lahan di DAS Solo Hulu dengan judul “Pemodelan Spasial Ekologis untuk Optimalisasi Penggunan Lahan Daerah Aliran Solo Hulu”. Hasilnya bahwa DAS Solo Hulu perlu dilakukan kajian spasial mengingat masih tingginya angka erosi tanah dan degradasi lahan.

(16)

Masalah sumber daya lahan juga diteliti leh Ratnaningsih M, 2008) penelitian ini memfokuskan tentang pengelolaan sumber daya lahan di DAS Cimanuk dengan konsep pendekatan pembayaran jasa lingkungan. Di mana masyarakat Daerah hilir harus memberikan kontribusi terdapat masyarakat di bagian hulu dalam rangka konservasi lahan dan air, harapannya dengan adanya konsep ini degradasi lingkungan bisa diminimalisasi.

Penelitian mengenai model evaluasi lahan yang dilakukan oleh Bachri S. (2014). Bahwa penelitiannya bertujuan untuk menganalisa dan menemukan metode dan sistem evaluasi lahan dalam bentuk aplikasi program yang berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan dalam rangka penerapan Bussness intelligence. Dengan adanya aplikasi ini diharapkan akan membantu mempercepat penyediaan informasi lahan dalam bentuk peta kesesuaian lahan dan peta zona agro ekologi (AEZ).

Berbeda dengan penelitian sebelumnya sebagaimana telah dilakukan oleh Ranse U. (2006) lokasi penelitiannya di Luar Jawa dan Senawi (2007) lokasi penelitiannya di Provinsi Jawa Tengah bahkan oleh Bachri S. (2014) lokasinya di Bogor. Ketiga peneliti walaupun pembahasannya tentang sumber daya lahan tetapi lokasinya berbeda. Juga oleh Ratnaningsih Maria (2008) walaupun lokasi penelitiannya sama yaitu di DAS Cimanuk tetapi kajian berbeda yaitu tentang pembayaran jasa lingkungan, sedangkan penelitian ini lebih fokus kepada optimalisasi penggunaan lahan, dimana tidak mempermasalahkan dana imbal swadaya dari masyarakat melalui jasa lingkungan. Untuk lebih jelasnya mengenai perbandingan keaslian penelitian

(17)

yang dilakukan dengan penelitian terdahulu secara garis besar dapat dilihat seperti pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul

Penelitian Tahun Lokasi

Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 Usman Rianse Analisis Produkitivitas, Finansial, Ekonomi Usaha tani Kakao dalam Kawasan Hutan di Sulawesi Tenggara 2006 Sulawesi Tenggara Menemukan pilihan alternatif pola agroferstri berbasis kakao berdasarakan analisis fianansial dan ekonomi Menghitung biaya, menghitung manfaat usaha, penilaian dari aspek finansial dan ekonomi (NPV, NBCR, IRR ) Pola agroforestri berbasis kakao berdasarkan analisis finanasial dan ekonomi paling menguntungkan baik di sekitar hutan maupun dalam kawasan hutan 2 Senawi Pemodelan Spasial Ekologis untuk Optimalisasi Penggunan Lahan DAS Solo Hulu 2007 DAS Solo Hulu Optimalisasi penggunaan lahan untuk mengkaji kebutuhan luas hutan minimum untuk pengendalian erosi dan tata air Menghitung, kebutuhan lahan hutan optimal dengan metode kemampuan lahan dikaitkan dengan tingkat erosi Luas lahan hutan optimal yang sesuai dengan kemampuan lahan akan mengendaliakan tata air dan erosi tanah. 3 Maria Ratnaningsih Pengelolaan daerah Aliran Sungai Cimanuk Terpadu dengan Pendekatan Pembayaran jasa Lingkungan 2008 DAS Cimanuk Pembayaran jasa lingkungan untuk memperbaiki kerusakan lahan dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu Analisis harga air dengan analisis WTP, VMPair dan Full cost Princing Kerusakan lahan dapat diminnimal isir dan pelaksanaan pengelolaan DAS terpadu dapat ditingkatkan melalui pendekatan jasa lingkungan 4 Saefoel Bachri Pengembangan Sistem Evaluasi Kesesuaian Lahan Pertanian untuk Mendukung Pemetaan 2008 Bogor Pengembangan decission support system (DSS) terkait dengan sistem evaluasi lahan pertanian untuk mendukung Pengembangan dalam sistem rule based system untuk kegiatan evaluasi lahan pertanian DSS menghasilkan data informasi spasial tentang pengambilan keputusan untuk pengembangan dan

(18)

No Peneliti Judul

Penelitian Tahun Lokasi

Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Zona Agro ekologi Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian pengambilan keputusan di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pembangunan pertanian 5 Caya Model Optimalisasi Penggunaan Lahan Dalam Pengembangan Agroforestri di DAS Ciamanuk Provinsi Jawa Barat 2014 DAS Cimanuk Pengembangan model evaluasi lahan dan valuasi ekonomi untuk mendukung optimalisasi penggunaan lahan berbasis agroforestri Mengevaluasi lahan secara fisik dengan model evaluasi lahan SPKL Ver.1.0 dan melakukan evaluasi ekonomi dengan pendekatan jasa lingkungan Optimalisasi penggunaan lahan yang sesuai dengan pendekatan aspek fisik dan ekonomi untuk pengembangan pertanian berkelanjutan (agroforestri) 1.6 Batasan Masalah

Penelitian ini untuk mengetahui optimalisasi penggunaan lahan untuk pengembangan agroforestri, yaitu dengan melakukan kajian penggunaan lahan berdasarkan faktor fisik (iklim, fisiografi, tanah dan melakukan valuasi ekonomi dan lingkungan) tentang manfaat langsung ekosistem berupa nilai sumberdaya lahan pada DAS Cimanuk. Penilaian terhadap manfaat tidak tidak langsung dari ekosistem sumberdaya lahan hanya dilakukan dalam hal konservasi tanah dan air, penyerap karbon, pengendali banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati. Nilai ekonomi manfaat langsung dan tidak langsung ekosistem tersebut dihitung berdasarkan daur kegiatan agroforestri.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan variabel –variabel dalam penelitian sedangkan untuk analisis kuantitatif dengan analisis regresi linier berganda serta

Evaluasi Sumberdaya Ikan Unggulan di Perairan Provinsi Riau Evaluasi Lahan dan Lingkungan Oral 18 Tarunamulia dan Hasnawi Evaluasi Cepat Tingkat Kelayakan Lahan untuk Budidaya

Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia

Pendekatan statistik yang digunakan dalam optimasi dengan menggunakan data experimen, hal ini menandakan tidak adanya model ketika sistem elektrokoagulasi mulai

(3) Pengelolaan pada Organisasi, Lembaga, Perusahaan, Negara; bahwa industri ini tidak bisa dikelola oleh perorangan atau amatiran, tetapi harus dikelola oleh

Penelitian ini menggunakan obyek bank sebagai obyek penelitian dengan pemikiran dan alasan bahwa (1) Bank adalah jenis perusahaan yang memfokuskan pada penggunaan informasi

4. Menentukan Kegiatan dan Jadwal Kegiatan.. Merumuskan Program dan Menetapkan Penanggung-jawab Program Program adalah upaya untuk mencapai sasaran. Penamaan program sebaiknya

Perlakuan 100 ml pupuk limbah cair biogas dan 2 g pupuk N, P, K menunjukkan pertumbuhan luas daun yang optimal, hal ini diduga karena pada perlakuan tersebut