• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sampah

Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia atau proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang maupun membersihkannya memerlukan biaya yang relatif besar. Sampah adalah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat pemakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Gambar 2.1 Tumpukan sampah di salah satu depo pembuangan

(sumber: http://www.jurnal.koranjuri.com/bank-foto/depo_sampah.jpg diakses 2-2-2015)

Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Sampah organik - dapat diurai (degradable)

Sampah Organik yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.

2. Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah Anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, plastik mainan, botol, gelas minuman, kaleng, dan

(2)

sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah perabotan rumah tangga berbahan plastik, botol, gelas bekas minuman, kaleng, dan ban bekas.

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna.

Adapun komposisi sampah di setiap kota atau negara hampir sama.

Tabel 2.1 Komposisi sampah di Sarbagita Bali

(Sumber : Made Gunamantha, dkk. Jurnal Purifikasi, Vol. 11, No. 1, Juli 2010: 41 – 52)

Sampah juga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

• Sampah basah yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup (material biologis) yang dapat membusuk dengan mudah, misalnya sisa makanan, dedaunan kering, buah, dan sayuran. Sampah basah memiliki kandungan air diatas 30%.

• Sampah kering atau anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan baku non biologis dan sulit terurai, sehingga seringkali menumpuk di lingkungan. Sampah anorganik atau disebut juga sampah kering sulit diuraikan secara alamiah, sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut. Yang tergolong ke

(3)

dalam sampah anorganik yaitu botol plastik, logam, kaca, sterofoam, dan kaleng. Sampah kering memiliki kadar air di bawah 30%.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah

Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah. 1. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri, dan sebagainya.

2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai.

Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika dibandingkan dengan truk.

3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.

4. Faktor geografis

Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, lembah, pantai, atau di dataran rendah.

5. Faktor waktu

Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih banyak daripada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah pedesaan tidak begitu bergantung pada faktor waktu.

6. Faktor sosial ekonomi dan budaya

Contoh, adat-istiadat dan taraf hidup dan mental masyarakat.

7. Pada musim hujan, sampah mungkin akan tersangkut pada selokan, pintu air, atau penyaringan air limbah.

8. Kebiasaan masyarakat

Contoh, jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman, sampah makanan itu akan meningkat.

(4)

9. Kemajuan teknologi

Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh, plastik, kardus, rongsokan, AC, TV, kulkas, dan sebagainya.

10.Jenis sampah

Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula macam dan jenis sampahnya.

2.3 Hubungan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Menurut Chandra, Budiman (2006) pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada yang negatif.

Pengaruh positif dari pengelolaan sampah ini terhadap masyarakat dan lingkungan, antara lain :

a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.

b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak.

d. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat.

e. Menurunkan kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah.

f. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.

g. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat.

h. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain.

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat seperti berikut:

(5)

A. Pengaruh terhadap kesehatan

• Pengolahan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus.

• Penyakit demam berdarah akan meningkat karena berkembang biak dalam sampah kaleng maupun ban bekas yang berisi air hujan.

• Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.

B. Pengaruh terhadap lingkungan

• Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.

• Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

• Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas.

• Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal.

• Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.

• Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat seperti jalan, jembatan, dan saluran air.

C. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

• Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat.

• Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.

• Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan pihak pengelola (misalnya kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi).

• Angka kasus wabah penyakit meningkat dan mengurangi hari kerja dan produktifitas masyarakat menurun.

(6)

• Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

• Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.

• Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

• Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalulintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

2.4 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah kegiatan sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk megurangi volume sampah, (Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau dihancurkan.

Gambar 2.2 Siklus pengelolaan sampah

Sampah Warga Non-Organik Organik Kompos Tidak bisa di daur ulang Tidak bisa di daur ulang Bisa di daur ulang Di bakar Di jual Di jual Di bakar

(7)

2.4.1 Faktor Pengolahan Sampah

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengolahan sampah:

1. Pesatnya perkembangan teknologi, lebih cepat dari kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami masalah persampahan.

2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan.

3. Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan, dan konstruksi di segala bidang termasuk bidang persampahan.

4. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar, menimbulkan pencemaran air, udara, dan tanah, sehingga juga memperbanyak populasi faktor pembawa penyakit seperti lalat dan tikus. 5. Kegagalan dalam daur ulang maupun pemanfaatan kembali barang bekas

juga ketidakmampuan masyarakat dalam memelihara barangnya sehingga cepat rusak, ataupun produk manufaktur yang sangat rendah mutunya, sehingga cepat menjadi sampah.

6. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai Tempat Tembuangan Akhir (TPA) sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah.

7. Semakin banyaknya masyarakat yang berkeberatan bahwa daerahnya dipakai sebagai tempat pembuangan sampah.

8. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.

9. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang semakin panas.

10. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.

2.5 Metode Pengolahan Sampah

Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan

(8)

Replant (menanam kembali). Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.

Gambar 2.3 Reduce, Replace, Recycle

(Sumber: http://www.eltetetpm.com/wp-content/uploads/2012/02/3R_reduce_replace_recycle-300x153.jpg )

2.5.1 Reduce

Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.

Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reduce:

• Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar.

• Gunakan kembali wadah atau kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lain.

• Gunakan baterai yang dapat di charge kembali.

• Jual atau berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan. • Ubah pola makan (pola makan sehat: mengkonsumsi makanan segar,

kurangi makanan kaleng atau instan). 2.5.2 Reuse

Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah.

(9)

Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reuse:

• Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang. • Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill).

• Kurangi penggunaan bahan sekali pakai. • Plastik kresek digunakan untuk tempat sampah.

• Kaleng atau baskom besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah. • Gelas atau botol plastik untuk pot bibit dan macam-macam kerajinan. • Potongan kain atau baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain.

2.5.3 Recycle

Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.

Menurut Santoso (2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program recycle:

• Mengubah sampah plastik menjadi kerajinan seperti tas. • Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos. • Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau topeng.

2.5.4 Replace

Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan barang yang digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti mengganti kantong plastik dengan keranjang saat berbelanja atau hindari penggunaan styrofoam karena banyak mengandung zat kimia berbahaya.

2.5.5 Replant

Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain.

(10)

Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah.

2.6 Pengomposan

Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan (Santoso, 2008).

Usaha pengomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat yang dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan maupun kesehatan.

Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain :

1. Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang canggih dengan peralatan modern.

2. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga modal yang dibutuhkan relatif murah untuk mengejar skala produksi yang tinggi.

Dari segi ekonomi, pembuatan kompos dapat memberikan manfaat secara ekonomis, yaitu :

1. Pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasional pemusnahan sampah.

2. Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan mengurangi investasi lahan tempat pembuangan akhir (TPA).

3. Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetitif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual.

4. Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaannya.

(11)

Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembuatan kompos adalah :

1. Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.

2. Proses pengomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah (Santoso, 2008).

2.7 Hambatan dalam Pengelolaan Sampah

Masalah pengelolaan sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit. Berikut beberapa penghambat pengeleloaan sampah.

1. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami persoalan sampah.

2. Meningkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang sampah.

3. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien menimbulkan pencemaran udara, tanah, air, gangguan estetika, dan memperbanyak populasi lalat dan tikus.

4. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, selain tanah serta formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah, juga terjadi kompetisi yang semakin rumit akan penggunaan tanah. 5. Semakin banyaknya masyarakat yang tidak setuju jika daerahnya dipakai

tempat pembuangan sampah.

6. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.

7. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.

8. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor yang lebih dominan menimbulkan hambatan dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya pengetahuan, tentang pengelolaan sampah, kebiasaan pengelolaan sampah yang kurang baik dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

(12)

2.8 Poros

Poros merupakan bagian terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin menggunakan poros untuk meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

2.8.1 Macam-macam Poros

Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut :

1. Poros Transmisi

Poros macam ini mendapatkan beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket, rantai.

2. Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya yang harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3. Gandar

Poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban putir juga. Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin totak dan lain-lain.

2.8.2 Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Poros

Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut yang perlu diperhatikan: 1. Kekuatan Poros

Suatu proses transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan diatas. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai

(13)

alur pasak, yang harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban.

2. Kekakuan Poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekutan yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian atau getaran dan suara. Karena itu disamping kekutan poros kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan digunakan dengan poros.

3. Putaran Kritis

Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran bertemu maka terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin poros harus direncakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.

4. Korosi

Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi dan poros-poros mesin yang sering berhenti lama sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

5. Beban Poros

Poros pada mesin umumnya terbuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis. Meskipun demikian, bahan tersebut kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya jika diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa dalam terasnya. Akan tetapi, penarikan dingin juga dapat membuat permukaannya menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar.

2.9 Pasak

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling pada poros. Momen diteruskan poros ke naf atau dari naf ke poros. Fungsi yang serupa dengan pasak dilakukan pula

(14)

oleh seplain dan gerigi yang mempunyai gigi luar pada poros dan gigi dalam dengan jumlah gigi yang sama pada naf dan saling terkait yang satu dengan yang lain. Gigi pada seplain adalah besar-besar, sedang pada gerigi adalah keci-kecil dengan jarak bagi yang kecil pula. Kedua-duanya dapat digeser secara aksial pada waktu meneruskan daya.

Pasak pada umumnya dapat digolongkan atas beberapa macam yaitu menurut letaknya pada poros dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung yang umumnya berpenampang segiempat.

2.10 Sabuk

Sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan tetoron atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar (Gambar 2.4). Sabuk-V dibelitkan disekeliling alur pulli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada pulli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.

Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk–V dibandingkan dengan sabuk rata.

Gambar 2.4 Kontruksi sabuk-V (Sularso, 1987)

Proporsi penampang sabuk-V ada beberapa tipe yaitu: tipe A, tipe B, tipe C, tipe D dan tipe E dimana yang membedakanya adalah dimensinya dan kekuatannya. Atas dasar daya rencana dan putaran poros penggerak, penampang sabuk-V yang sesuai.

Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang akan diteruskan dengan faktor koreksi. Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan arah putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan, dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah.

Keterangan : 1. Terpal

2. Bagian penarik 3. Karet pembungkus 4. Bantal karet

(15)

Jarak sumbu poros harus sebesar 1.5 sampai 2 kali diameter pulli besar. Didalam perdagangan terdapat berbagai panjang sabuk-V. Nomor nominal sabuk-V dinyatakan dalam panjang kelilingnya dalam inch. Diameter pulli yang terlalu kecil akan memperpendek umur sabuk.

2.11 Jenis-jenis Pisau Potong

Adapun jenis jenis pisau potong yang sudah digunakan di pasaran adalah seperti gambar di bawah. Variasi bentuk pisau potong sangat bermacam-macam dan juga variasi dilakukan pada sudut mata pisau. Variasi pisau pencacah dipasaran umumnya berbentuk sama namun pemasangan pada poros dibedakan dengan sudut pemasangannya.

Gambar 2.5 Jenis Pisau Potong 1

(sumber: https://daurulanghijau.wordpress.com/2010/11/22/mesin-kompos-pencacah-daun/ diakses: 7-2-2015)

Gambar 2.6 Jenis Pisau Potong 2

(16)

Gambar 2.7 Jenis Pisau Potong 3

(sumber: http://kencanaonline.com/index.php?route=product/product&product_id=137 diakses: 7-2-2015

2.11.1 Variasi Jenis Mata Pisau Potong

Pada penelitian ini terdapat tiga variasi mata pisau potong. Variasi tersebut terdiri dari mata pisau tipe 10°, mata pisau tipe 30° dan tipe mata pisau 45° . Berikut contoh tiga variasi mata pisau potong.

• Mata Pisau Tipe 10°

Mata pisau tipe 10° memiliki bentuk lurus meruncing berbentuk segitiga sama kaki. Mata pisau ini memiliki kontak yang lebih besar (L) pada bidang sampah (Ls). Gaya yang diberikan searah dengan (F) terlihat pada gambar 2.8. Hasil dari penelitian awal massa pemotongan sampah yang dibutuhkan untuk mencacah lebih besar.

(17)

• Mata Pisau Tipe 30°

Mata pisau tipe 30° mata pisau ini berbetuk seperti sirip ikan hiu. Bagian yang memotong adalah bagian luar pisau. Mata pisau ini memotong dengan cara mengiris dari pangkal hingga ujung dan mungkin tidak seluruhnya mengalami kontak dengan bidang sampah. Hasil dari penelitian awal massa pemotongan yang dibutuhkan tidak terlalu besar seperti mata pisau 10°. Gaya yang terjadi tidak sama disepanjang (L) sesuai arah gaya yang diberikan (F).

Gambar 2.9 Mata pisau potong tipe 30°

• Mata Pisau Tipe 45°

Mata pisau tipe 45° mata pisau ini berbetuk seperti sirip ikan hiu sama seperti mata pisau 30° namun memiliki sudut lebih miring. Mata pisau ini memotong dengan cara mengiris dari pangkal hingga ujung dan mungkin tidak seluruhnya mengalami kontak dengan bidang sampah. Hasil dari penelitian awal massa pemotongan yang dibutuhkan untuk memotong tidak terlalu besar seperti mata pisau 10° dan mata pisau 30°. Gaya yang terjadi tidak sama disepanjang (L) sesuai arah gaya yang diberikan (F).

(18)

2.12 Menghitung Putaran Pada Poros Mesin Penggerak

Dengan mengetahui putaran pada poros mata pisau maka dapat ditentukan putaran pada mesin penggerak yang dapat diketahui dengan persamaan berikut:

𝑛1

𝑛2=

𝑑1

𝑑2 ………... (2.1)

Dimana:

𝑛1 = putaran pulley penggerak (rpm)

𝑛2 = putaran pulley yang digerakkan (rpm)

𝑑1 = diameter pulley pada poros mata pisau pencacah (mm)

𝑑2 = diameter pulley pada poros mesin penggerak (mm)

2.13 Daya Potong Pisau

Pada proses pencacahan sampah direncanakan daya potong pisau yang akan mencacah sampah. Gaya pemotongan sampah yang dibutuhkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:

𝑊 = 𝑚 . g ……… (2.2)

Dimana:

𝑊 = daya potong (N)

𝑚 = massa yang diperlukan untuk memotong (kg)

g = gravitasi (𝑚 𝑠⁄ 2)

2.14 Gaya Potong Seluruh Mata Pisau

Gaya potong dari seluruh mata pisau pencacah sampah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔=𝐹𝑘 . 𝑍 ……….. (2.3)

Dimana:

𝐹𝑘 = gaya geser pisau pencacah

𝑍 = jumlah mata pisau

2.15 Menentukan Kecepatan Keliling Pisau Pencacah

Menetukan kecepatan keliling mata pisau pencacah dapat dihitung dengan cara berikut:

(19)

𝑉𝑘 = 𝜋(𝐿𝑘+𝑑𝑝60.100)𝑛2 ……… (2.4) Dimana:

𝑉𝑘 = kecepatan mata pisau pencacah (𝑚 𝑠⁄ 2) π = 3,14

𝐿𝑘 = panjang pisau (𝑐𝑚)

𝑑𝑝 = diameter poros mata pisau pencacah (𝑐𝑚)

𝑛2 = putaran pada poros mata pisau pencacah (𝑟𝑝𝑚)

2.16 Daya Pemotongan Pada Mata Pisau Pencacah

Daya pemotongan pada mata pisau pencacah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝑃𝑃𝑜𝑡 = 𝐹𝑘.𝑉 ……… (2.5)

Dimana:

𝑃𝑝𝑜𝑡 = daya pemotongan (𝑤𝑎𝑡𝑡) 𝐹𝑘 = gaya potong seluruh pisau (𝑁)

𝑉𝑘 = kecepatan keliling mata pisau pencacah (𝑚/𝑠2)

Gambar

Gambar 2.1 Tumpukan sampah di salah satu depo pembuangan
Gambar 2.2 Siklus pengelolaan sampah
Gambar 2.3 Reduce, Replace, Recycle
Gambar 2.6 Jenis Pisau Potong  2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Herzberg dalam (Robbins, 2006), faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor- faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh

Hal ini dapat dilihat dari pengolahan data 2D bahwa hasil pengolahan data dan interpretasi resistivitas tanah wilayah panas bumi Tiris menunjukkan bahwa batuan jalur 1 tersebar

Selain itu, membaca sastra adalah salah satu dari sekian banyak masukan yang diterima oleh manusia selama hidupnya, dan menimbulkan pikiran, motivasi atau malahan

LRFD (Load and Resistance Factor Design) yaitu di mana pembebanan pada desain bangunan baja memiliki faktor beban Q (load factor) yang besarnya ditentukan sesuai dengan

Redaksional Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e dengan lugas menyebut bahwa faktor dominan yang menimbulkan kewajiban pajak adalah tempat pemanfaatan, bukan

Menurut Chen ( 1975 ) faktor yang berpengaruh pada proses mengembang tanah lempung ekspansif dapat dilihat dari dua kondisi proses, yaitu kondisi di laboratorium dan kondisi

Selain tegangan puntir yang terjadi poros akan mendapat lentur yang bekerja berdasarkan tekanan dari roda gigi dan bantalan.Sehingga ilustrasi gambar tersebut dapat dilihat

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang paling mempengaruhi terbentuknya perilaku delinkuensi, yaitu faktor keluarga, hubungan