• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bitung salah satu basis nelayan yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik yang dikelola oleh WCPFC. Penelitian dilaksanakan pada sepanjang tahun 2012 meliputi tahap persiapan, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan disertasi serta konsultasi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto, et. al. (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas. Data yang digunakan, yaitu:

1) Data Primer.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai karakteristik nelayan purse seine yang melakukan penangkapan baby tuna di Bitung. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview). 2) Data Sekunder.

Data sekunder diperoleh publikasi Komisi WCPFC dan instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bitung, dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Data sekunder yang digunakan berupa Laporan Tahunan dan Basis Data Komisi WCPFC, Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan data penunjang lainnya, laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Laporan

(2)

Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung dan Laporanan Tahunan Satuan Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode triangulasi, yaitu penggunaan berbagai metode yang saling melengkapi (Mulyana, 2001).Menurut Sitorus (1998) triangulasi dapat diartikan sebagai "kombinasi sumber data" yang memadukan sedikitnya tiga metode, seperti pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. Pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan, sedangkan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (Mulyana, 2001). Wawancara mendalam atau wawancara tak berstruktur adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkinkan pihak yang diwawancara untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Sementara analisis dokumen dilakukan dengan cara mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan teori organisasi pengelolaan perikanan regional yang berkaitan dengan dasar hukum serta dampak yang ditimbulkan dari suatu ratifikasi. Kelebihan metode triangulasi ini adalah saling menutupi kelemahan antara satu metode dengan metode lainnya, sehingga hasil yang diharapkan dari realitas sosial masyarakat menjadi lebih valid.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap purse seine yang mendaratkan ikan di PPS Bitung. Pemilihan responden nelayan purse seine didasarkan pada penangkapan baby tuna dilakukan menggunakan alat tangkap purse seine. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode sensus terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan ikan di wilayah WCPFC dan melakukan pendaratan ikan di PPS Bitung. Berdasarkan data yang diperoleh dari PPS Bitung, armada tangkap purse seine yang melakukan penangkapan ikan di WCPFC dan mendaratkan ikan di PPS Bitung sebanyak 15 unit. Teknik sensus digunakan karena jumlah populasi yang menjadi responden dapat dijangkau untuk dilakukan wawancara.

(3)

3.4 Metode Analisis Data

Ada tiga analisis pokok yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu analisis hukum, analisis AWOT dan analisis willingness to accept (WTA). Masing-masing metode analisis dijabarkan sebagai berikut.

3.4.1 Analisis Peraturan Perundang-Undangan

Analisis peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif dan analisis yuridis komparatif. Pendekatan analisis yuridis normatif dilakukan untuk mengetahui atau mengenal pengaturan hukum internasional dan hukum nasional dalam mengatur pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas, seperti UNCLOS 1982, FAO Compliance Agreement 1993, UNFSA 1995, dan sumber hukum lain seperti Code of Conduct for Responsible Fisheries 1995 dan IPOA on IUU Fishing 2001, serta peraturan perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan pengelolaan perikanan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah melalui Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 serta beberapa peraturan pelaksananya seperti peraturan pemerintah dan keputusan/peraturan menteri. Pengaturan yang terkait dengan pengelolaan perikanan regional dapat dilihat pada Tabel 5.

Sementara pendekatan analisis yuridis komparatif digunakan untuk melakukan perbandingan antara ketentuan-ketentuan hukum internasional dan peraturan perundang-undangan nasional untuk melihat persamaan dan perbedaan dalam pengaturan pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas.

(4)

Tabel 5 Pengaturan yang Terkait dengan Pengelolaan Perikanan Regional

No Peraturan Keterangan

Hukum dan Ketentuan Internasional

1. 1 United Nations

Convention on the Law of the Sea 1982

Membahas masalah pengelolaan perikanan di ZEE dan Laut Lepas 2. Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas, 1993.

Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan maksud untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan terhadap ketentuan-ketentuan konservasi sumber-sumber perikanan di laut lepas.

3. United Nations

Implementing

Agreement/UNIA) 1995

Membahas masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh.

4. Tata Laksana Perikanan

Yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible

Fisheries) 1995

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995.

5. International Plan of

Action on IUU Fishing 2001

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam CCRF 1995, khususnya terkait pemberantasan IUU Fishing.

Konvensi dan WCPFC

6. Konvensi WCPFC Mengatur keanggotaan , meliputi hak dan kewajiban negara anggota, Negara bendera kapal, dan Contracting Non-Member

7. C Conservation and

Management Measures

Mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan yang tertuang dalam Konvensi WCPFC

8. Resolusi Aturan teknis yang ditetapkan oleh WCPFC Undang-Undang Peraturan Nasional

9. UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009

mengamanatkan Pemerintah ikut serta secara aktif dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan perikanan regional dan internasional

10. UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

Mengatur kapal dan persyaratan pelayaran

11. UU No. 21 Tahun 2009 Mengesahkan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks

12. PP No. 51 Tahun 2002

tentang Perkapalan

Mengatur Negara bendera kapal dan persyaratan pelayaran kapal 13. PP No. 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian Dan Pengembangan Perikanan

Mengatur kegiatan penelitian perikanan di wilayah hukum Indonesia

14. PP No. 61 Tahun 2009

tentang Kepelabuhan

Mengatur kegiatan di pelabuhan dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pengusahaan

(5)

No Peraturan Keterangan 15. Permen KP No. Per.05/Men/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan

Mengamanatkan kewajiban penggunaan transmitter atau Vessel Monitoring System (VMS)

16. Permen KP No. Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolan Perikanan Republik Indonesia

Mengatur pembagian wilayah pengelolaan perikanan RI menjadi 11 bagian

17. Permen KP No. Per.18/Men/2010 tentang Logbook Penangkapan Ikan

Mengatur kewajiban pelaksanaan logbook penangkapan ikan dalam, setiap kegiatan pemanfaatan perikanan

18. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No Per.02/Men/2011 tentang Jalur

Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Permen KP No. Per.05/Men/2012

Mengatur penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan berdasarkan ukuran GT dan wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia

19. Kepmen KP No. Kep.45/Men/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Menetapkan estimasi potensi perikanan dan status perikanan Indonesia

20. Permen KP No.

Per.08/Men/2012 tentang Kepelabuhanan

Perikanan

Mengatur kegiatan pelabuhan perikanan, khususnya dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam menekan praktik-praktik IUU Fishing

21. Permen KP No.

Per.12/Men/2012 tentang Usaha Perikanan

Tangkap di Laut Lepas

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia di laut lepas

22. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.30/Men2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera Indonesia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

(6)

3.4.2 Willingness to Accept (WTA)

Setelah survey dilaksanakan, tahap berikut adalahnya menghitung nilai rataan dari WTA untuk setiap responden. Perhitungan ini didasarkan pada nilai mean rataan. Nilai rataan dapat diperoleh dari hasil perhitungan yang mengacu pada FAO (2000) yang diacu oleh Adrianto (2006), yaitu:

Analisis berikutnya adalah pendugaan kurva penawaran akan dilakukan menggunakan persamaan berikut ini:

WTA : f (Umur, Pendidikan, Pendapatan, Lingkungan, Pengetahuan, Kepentingan, Persetujuan, Pemanfaatan, Aturan, Perdagangan, Dampak)

Keterangan:

WTA : Nilai WTA Responden Umur : Umur responden (tahun) Pendidikan : Tingkat pendidikan (sekolah) Pendapatan : Tingkat pendapatan (Rp/Bulan)

Lingkungan : Pengetahuan terhadap kondisi perikanan dan ekosistemnya Pengetahuan : Tingkat pengetahuan terhadap hokum

Kepentingan : Tingkat kepentingan terhadap sumberdaya ikan

Persetujuan : Persepsi persetujuan terhadap ratifikasi Konvensi WCPFC Pemanfaatan : Tingkat pemanfaatan terhadap baby tuna di wilayah WCPFC

Aturan : Tingkat pengetahuan terhadap aturan pemanfaatan Konvensi WCPFC Perdagangan : Tingkat pengetahuan responden terhadap aturan perdagangan

Dampak : Persepsi responden terhadap perkembangan aturan yang mengakibatkan larangan perdagangan

3.4.3 Analisis AWOT

Analisis kebijakan yang digunakan dalam penelitian adalah AHP dan SWOT, kedua analisis tersebut akan diuraikan dibawah ini.

3.4.3.1 Analisis SWOT

Analisa SWOT adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau institusi/lembaga dalam skala yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eskternal yang memengaruhi pola strategi institusi/lembaga dalam mencapai tujuan.

(7)

Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang memengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan didapatkan karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral, kelemahan utama dan kelemahan tambahan berdasarkan analisa lingkungan internal dan eksternal yang dilakukan. Dari analisa tersebut potensi dari suatu institusi untuk bisa maju dan berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana institusi memanfaatkan pengaruh dari luar sebagai kekuatan tambahan serta pengaruh lokal dari dalam yang bisa lebih dimaksimalkan.

Terdapat beberapa metodologi dalam penyusunan SWOT. Johnson dan Scholes menjelaskan bahwa dalam penyusunan SWOT terdapat empat langkah utama yang harus dilakukan, yaitu

1) Mengidentifikasi existing strategy yang telah ada dalam institusi sebelumnya. Strategi ini bisa jadi bukan merupakan strategi yang disusun berdasarkan kebutuhan institusi menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang ada melainkan merupakan strategi turunan yang telah ada sejak lama dipegang institusi.

2) Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi institusi dan masih mungkin terjadi di masa mendatang.

3) Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahan lingkungan yang ada.

4) Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi kekuatan/peluang, dan sudah tidak sesuai merupakan kelemahan.

Penentuan kebijakan alternatif dianalisis menggunakan SWOT. Tahap pertama dalam analisis ini adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (ancaman dan peluang) yang memengaruhi pengembangan perikanan tangkap. Faktor-faktor yang akan diisi pada tabel

(8)

internal dan eksternal didasarkan pada kondisi sebenarnya yang diupayakan sekuantitatif mungkin (Tabel 6).

Tabel 6 Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal Faktor Eksternal

Kekuatan ... ... Ancaman ... ... Kelemahan ... ... Peluang ... ... Sumber : Rangkuti (2005)

Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan eksternal (EFAS). Pembuatan matriks dilakukan sebagai berikut ( Rangkuti 2005):

1) Pada kolom satu diisi dengan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan (matriks internal) serta peluang dan ancaman (matriks eksternal); 2) Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom dua, dimulai dari 0,0 ( t

tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) bobot ditentukan berdasarkan penilaian antara faktor horizontal dan vertikal beri nilai satu apabila faktor vertikal lebih besar pengaruhnya dari faktor horizontal, beri nilai dua apabila faktor horizontal dan vertikal memberikan pengaruh yang seimbang dan beri nilai tiga bila faktor horizontal memberikan pengaruh lebih besar dari faktor vertikal;

3) Pada kolom tiga diisi rating dari masing-masing faktor, dimulai dari empat (pengaruhnya sangat besar) sampai satu (pengaruhnya sangat kecil). Untuk ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan sangat besar, maka diberi nilai satu sedangkan apabila ancaman dan kelemahannya sangat kecil maka nilainya empat ;

4) Pada kolom empat diisi perkalian antara bobot dengan rating; 5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom empat.

(9)

Nilai total tersebut menunjukkan bagaimana reaksi suatu organisasi atau instansi terhadap faktor internal dan eksternal. Perhitungan nilai dimulai dari satu hingga empat. Kriteria nilai adalah sebagai berikut:

1) Penentuan kebijakan yang akan diambil sangat sulit dilakukan karena faktor internal dan eksternal sangat tidak mendukung;

2) Penentuan kebijakan sulit dilakukakan karena masih banyak faktor yang belum mendukung dalam penentuan kebijakan;

3) Penentuan kebijakan lebih mudah dilakukan karena banyaknya faktor pendukung dalam penentuan kebijakan meskipun masih ada beberapa faktor yang kurang mendukung;

4) Penentuan kebijakan sangat baik untuk dilakukan karena faktor internal dan eksternal sangat mendukung dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil.

Tabel 7 Faktor Strategi Internal (IFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Kekuatan (hal 30,point 2 IFAS)

(hal 31, point 3 IFAS)

(perkalian antara bobot dengan rating) ... ... 2. Kelemahan ... ... Sumber: Rangkuti (2005)

Tabel 8 Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Peluang (misal: 0,1) (misal: 4) (misal: 0,1x4 =

0,4) ... ... 2. Ancaman ... ... Sumber : Rangkuti (2005)

(10)

Faktor-faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai terbobot dapat berkisar antara 1,0 yang terendah hingga 4,0 yang tertinggi dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi organisasi kuat secara internal. Tahap ketiga adalah analisis data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT.

Tabel 9 Tabel SWOT

IFAS EFAS Strengths (S) ... ... Weaknesses (W) ... ... Oportunities (O) ... ... Strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang) Strategi WO (Srategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang) Threats (T) ... ... Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman) Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman) Sumber: Rangkuti (2005)

Strategi-strategi yang dihasilkan merupakan suatu langkah yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan terbaik yang dapat dilaksanakan. Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang diberi bobot. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu :

1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi kedepan, integrasi kebelakang dan integrasi horizontal).

(11)

Sumber : David (2003)

Gambar 6 Matriks internal-eksternal (IE)

2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif (divestasi dan likuidasi).

3.4.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam rangka menyusun strategi kebijakan Indonesia di WCPFC, berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempunyai nilai pengaruh penting, serta mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, perlu dilakukan analisis AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA).

AHP merupakan teknik pengambilan keputusan yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang professor di Whartson School of Business pada tahun 1970–an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu kala preferensi

I IV VII II V VIII III VI IX Kuat 3.0-4.0 Rata-rata 2.0-2.99 Lemah 1.0-1.99 Tinggi 3.0-4.0 Sedang 2.0-2.99 Rendah 1.0-1.99 Tota l ni lai EF E ya ng diber i bobot

(12)

diantara berbagai alternatif. AHP banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik.

AHP merupakan proses pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

a. Dekomposisi, setelah permasalahan atau persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan terhadap unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.

c. Synthesis of Priorrity, yaitu melakukan sintesis prioritas atau mencari nilai eigenvektor-nya dari setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, yaitu (1) obyek-obyak yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. (2) tingkat hubungan antara obyek-obyek didasarkan pada kriteria tertentu.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip di atas, beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut: (Saaty, 1993) a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk

beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan komplek.

(13)

c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan penilaian linier.

d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas.

f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

h. AHP mempertimbangkan prioritas raltif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Tahapan analisis dalam penentuan prioritas strataegi kebijakan dengan metode AWOT sebagai berikut :

a. Penyusunan model strategi kebijakan di WCPFC secara terintegrasi. Penyusunan model strategi kebijakan geopolitik ditujukan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan pengelolaan perikanan di laut lepas yang dihadapi sehingga dapat dianalisis secara sistematis. Model ini disusun dengan cara membuat struktur hierarki permasalahan yang terdiri dari lima tingkatan seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dalam hal ini, model strategi kebijakan geopolitik disusun berdasarkan hasil analisis SWOT dan pertimbangan dari pakar yang kompeten.

b. Penentuan tingkat kepentingan relatif antar elemen model. Tingkat kepentingan relatif dari elemen-elemen model kebijakan ditentukan melalui

(14)

perbandingan berpasangan (painwise comparison). Pada masing-masing tingkatan hierarki, responden (pakar terpilih) diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu elemen terhadap elemen lainnya. c. Penentuan prioritas dari alternatif-alternatif program. Untuk menentukan

prioritas dari alternatif-alternatif program, bobot kepentingan dari masing-masing elemen model pada setiap tingkatan hierarki digabungkan dengan cara penjumlahan terboboti (weighted summation). Dalam penelitian ini, proses tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ExpertChoice. Hasil akhir yang diperoleh adalah bobot kepentingan yang menunjukkan prioritas dari alternatif-alternatif program yang dianalisis.

Gambar

Tabel 5 Pengaturan yang Terkait dengan Pengelolaan Perikanan Regional
Tabel 6 Faktor Internal dan Eksternal
Gambar 6 Matriks internal-eksternal (IE)
Gambar 7 Struktur Hirarki dengan Metode Analisis AWOT

Referensi

Dokumen terkait

hidroxyapatit menggunakan Metode Hidrotermal suhu rendah mengatakan bahwa semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi konsentrasi hidroxyapatit dengan batasan

Dibutuhkanlah mekanisme penyimpanan data yang terorganisir dengan baik dan murah, dimana seluruh data terintegrasi dalam satu file server yang memliki kapasistas

Balance sheet (atio > neraca. -ikuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk melunasi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi dengan alat % alat yang

Gejala klinis serta pemeriksaan histopatologis berguna bila tidak ditemukan elemen jamur ataupun hasil kultur negatif seperti yang dijumpai pada kasus aktinomisetoma

Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa untuk pengaruh macam gula terhadap kualitas nata berdasarkan kadar serat nata menunjukkan bahwa perlakuan dengan gula siwalan

(2) Pihak Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Manokwari agar senantiasa mewujudkan proses rekrutmen yang baik pada pemilihan kepala sekolah agar

Analisa biaya dimulai dengan menghitung kebutuhan material, tenaga dan alat yang digunakan untuk tiap item pekerjaan sesuai dengan tahapan pelaksanaan yang

Prototipe alat pengaduk dodol menghasilkan mutu dodol yang baik, dengan nilai 12.26 dari hasil uji organoleptik, pada putaran pengadukan 20 rpm dan kapasitas 4 kg, serta