• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Dewasa Muda Tahap perkembangan dewasa muda

Penentuan usia dewasa muda menurut pendapat beberapa ahli disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai usia dewasa muda, rata-rata kisaran usia dewasa muda adalah 18 sampai 42 tahun. Aspek perkembangan dewasa muda menurut Turner dan Helms (1986) adalah perkembangan fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, dan perkembangan kepribadian. Perkembangan fisik manusia paling optimal terjadi pada masa dewasa muda. Pada tahap ini seluruh fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya termasuk fungsi reproduksi. Laki-laki mencapai tinggi maksimal pada usia 21-23 tahun, dan wanita pada usia 17-21 tahun.

Perkembangan mental dewasa muda adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan acuan bagi pelaksanaan kehidupan nyata (actual life). Perkembangan mental selama masa dewasa muda akan menentukan daya beradaptasi seseorang, karena dalam berhadapan dengan situasi baru, yang bersangkutan harus mampu secara cepat dan tepat menentukan sikap untuk merampungkan tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.

Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

Ahli Tahapan Usia

Birren (1964) Dewasa muda 17-25

Dewasa 25-50

Romley (1974) Dewasa muda 21-25

DewasaMenengah 25-40

Dewasa Akhir 40-60

Havighurts (1972) Dewasa Muda 18-35

Dewasa Madya 35-60

Levinson (1978) Dewasa Muda 17-45

Dewasa Madya 40-65

Sumber: Hayslip dan Panek (1989)

Tahap perkembangan sosial dan kepribadian, dijelaskan oleh beberapa teori. Teori yang pertama adalah psikoanalisis Erikson (1963). Menurut Erikson (1963) dewasa muda berada pada tahap intimasi melawan isolasi. Pada tahap ini individu harus membangun kepribadian yang mampu melebur dengan kepribadian

(2)

orang lain agar mampu membentuk keintiman. Proses ini membutuhkan kemampuan kontrol emosi, kompromi, dan toleransi yang tinggi. Jika gagal maka individu akan merasa terisolasi. Teori yang kedua adalah tahap perkembangan menurut Levinson (1978), beliau membagi proses perkembangan dewasa muda kedalam tiga tahap yaitu: tahap transisi dewasa muda (17-22), tahap memasuki dunia dewasa (22-28) dan tahap transisi 30 tahun (28-33).

Pada tahap transisi dewasa muda, individu harus bisa mengurangi ketergantungan pada keluarga dan lebih mandiri untuk membentuk dasar kehidupan sebagai orang dewasa dengan merencanakan tujuan hidup. Tahapan yang kedua yaitu memasuki dunia dewasa. Individu dituntut untuk mencari hubungan antara nilai yang dipegang dan nilai di masyarakat, memahami kemampuan diri, bekerja, dan membangun hubungan intim. Tahap ketiga yaitu transisi 30 tahun. Pada tahap ini, kehidupan akan menjadi lebih serius, lebih ketat, dan lebih realistik, sehingga individu harus mampu menciptakan dasar-dasar yang kuat dalam hubungan intim seperti pernikahan maupun karir. Pada akhirnya dewasa muda harus mampu menunjukan kematangan fisik-emosi, serta kesiapan dan keinginan untuk menghadapi dan bertanggung jawab pada peran-peran yang berhubungan dengan karir dan pernikahan. Lebih jelas mengenai tahapan perkembangan dewasa muda menurut Levinson disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson.

Tahun pertumbuhan

Transisi Dewasa Muda (17-22)

Memasuki struktur kehidupan dewasa muda (22-28) Transisi 30 tahun (28-33) Puncak struktur kehidudan dewasa muda (33-40)

Transisi Dewasa Madya (40-45)

Transisi usia 50 tahun (51-54) Memasuki struktur kehidupan dewasa madya (45-50) Puncak struktur kehidupan dewasa madya (55-60)

Transisi Dewasa Tua (60-65) Masa akhir dari kehidupan

Masa Dewasa Madya (40-65)

Masa Dewasa Muda (17-45) Masa Dewasa Madya (40-65)

Masa Dewasa Tua(>60)

(3)

Teori yang ketiga adalah teori Gould (1978), ia membagi perkembangan dewasa muda menjadi tiga tahapan yaitu: tahap meninggalkan orang tua (16-22 tahun), tahap kemandirian (22-28 tahun), dan tahap kedewasaan (28-34 tahun). Pada tahap yang pertama individu harus mampu meninggalkan ketergantungan kepada orang tua, namun kendala yang dihadapi adalah pengaruh orang tua pada tahap ini justru sedang mendominasi. Pada tahap kedua, individu harus lebih merasakan hidup sebagai orang dewasa, contohnya bisa menentukan pilihan atau tujuan hidup tanpa campur tangan orang tua. Pada tahap terakhir individu akan mulai merefleksikan diri apakah segala hal yang sudah dilakukan merupakan hal yang terbaik dan apakah tujuan-tujuan hidup sudah tercapai.

Tugas perkembangan dewasa muda

Tugas perkembangan adalah tugas yang harus dijalani dan diselesaikan manusia selama rentang usia, menyangkut hasrat dan tujuan yang diharapkan, sehingga terwujud kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Hayslip dan Panek (1989) mengatakan tugas perkembangan adalah situasi atau tugas penyesuaian hidup yang membuat individu mampu menghadapi permintaan, paksaan, atau kesempatan yang disediakan oleh lingkungan sosialnya.

Tugas perkembangan merupakan proses berkelanjutan, artinya bahwa realisasi tugas perkembangan pada suatu periode entah yang bersifat positif atau negatif akan berdampak pada keberhasilan atau kegagalan pada tahapan selanjutnya (Havighurst dalam Hurlock 1994). Pencapaian tugas perkembangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebudayaan, lingkungan tempat tinggal, dan kondisi sosial ekonomi seseorang.

Beberapa pendapat para ahli tentang tugas perkembangan usia dewasa muda disajikan pada Tabel 2. Erickson (1963), menjelaskan masa dewasa muda berada pada tahapan keintiman melawan isolasi, artinya seorang dewasa harus menemukan pasangan agar bisa melakukan kegiatan intim, bukan hanya intim secara seksual, tapi juga intim dalam berbagi sumberdaya ekonomi, kegiatan rutin tanggungjawab, dan tujuan masa depan. Kegagalan membina hubungan intim akan membuat individu terisolasi dari lingkungannya. Berdasarkan Tabel 2, terdapat satu tugas yang selalu dikemukakan dalam semua tugas perkembangan menurut para ahli, tugas tersebut adalah menikah atau berkeluarga.

(4)

Tabel 2 Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda

Ahli Tugas perkembangan dewasa muda

Freud (1960) Masa usia dewasa muda adalah masa bercinta dan bekerja (Lieben und arbeiten)

Erikson (1963) Masa dewasa muda adalah masa membina hubungan intim melawan isolasi

Gould (1978) Masa dewasa muda adalah masa:

- Melatih kemandirian dari orang tua - Mengembangkan karir

- Memulai sebuah keluarga Havighurst (1972) Masa dewasa muda adalah masa:

- Membina keintiman dan pernikahan - Menyesuiakan diri terhadap pernikahan - Memulai keluarga (orang tua)

- Merawat anak

- Bertanggung jawab keluarga - Mengembangkan karir

- Membina tanggung jawab sosial

- Membina tanggung jawab sebagai warga negara Sheehy (1976) dalam

Turner dan Helms (1986)

Masa dewasa muda adalah masa: - Melatih kemandirian

- Membentuk pribadi yang lebih baik - Membina karir dan keluarga

- Bertanggung jawab sebagai orang dewasa Kesiapan Menikah

Definisi kesiapan menikah

Kesiapan adalah tingkat perkembangan kematangan atau kedewasaan individu, sehingga akan menguntungkan yang bersangkutan untuk mempraktekan sesuatu (Chaplin 1989). Kesiapan juga didefinisikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam mempersiapkan diri untuk belajar dan menghadapi tugas perkembangan (Corsini 2002). Kesiapan bisa berupa keahlian khusus yang diperoleh melalui dukungan perkembangan fisik dan intelektual yang terjadi dalam pergaulan sosial yang menyediakan saat-saat untuk dapat belajar.

Kesiapan menikah adalah keadaan siap berhubungan dengan seorang pria atau wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai suami atau istri, siap berhubungan seksual, siap mengatur keluarga, dan mengasuh anak (Puteri 2010). Duvall (1971) mengatakan bahwa kesiapan menikah adalah kondisi ketika seorang wanita maupun laki-laki telah menyelesaikan masa remajanya, dan secara fisik, emosi, pendidikan, finansial, dan kepribadian, telah siap untuk memikul tanggung jawab dan hak-hak istimewa setelah menikah.

(5)

Kesiapan menikah bagi wanita dianggap lebih penting dibandingkan dengan laki-laki karena dua pertimbangan sebagai berikut: pertama, wanita sebagai istri yang akan menentukan asupan gizi makanan bagi keluarganya. Pakar ekonomi Inggris, Alfred Marshall (1890) telah mengingatkan mengenai isu penting ini dengan mengatakan:

Much depends on the proper preparation of food; and a skilled housewife with ten penny a week to spend on food will often do more for the health and strength of her family than an unskilled housewife with twenty penny. The great mortality of infants among the poor are largely due the lack of care and judgment in preparing their food;…

“Banyak hal bergantung pada persiapan makanan yang tepat; dan ibu rumah tangga yang terampil dengan uang sepuluh sen untuk belanja makanan selama seminggu, akan berbuat lebih banyak untuk kesehatan dan kekuatan bagi keluarganya dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak terampil dengan uang dua puluh sen. Tingginya angka kematian bayi pada masyarakat miskin terutama disebabkan oleh kurangnya perawatan dan penilaian dalam menyiapkan makanan mereka…” (Terjemahan oleh penulis)

Pertimbangan yang kedua, berkaitan dengan status wanita yang akan menjadi calon ibu baik menjelang kehamilan, selama masa kehamilan, dan setelah melahirkan. Kondisi kesehatan baik fisik dan mental seorang calon ibu, senantiasa akan berhadapan dengan gangguan eksternal, misalnya gangguan penyakit, sehingga janin yang dikandung akan memiliki peluang terkena efek samping penyakit yang diderita ibunya. Selain itu, perubahan fisik janin yang begitu cepat selama masa kandungan membutuhkan keterampilan ibu yang mengandung untuk mengatur kecukupan asupan gizi sehingga kesehatan ibu dan janin bisa terjaga dengan baik.

Faktor-faktor kesiapan menikah

Seseorang yang hendak menikah harus memiliki hal-hal sebagai berikut: kematangan emosi yang baik, kedewasaan, perilaku komunikasi yang empati dan terbuka, kemandirian, aktivitas keagamaan yang baik, esteem yang baik, self-disclosure yang baik, dan umur yang cukup (Holman, Harmer, & Larson 1994). Rapaport dalam Duvall dan Miller (1985), menyajikan kemampuan pribadi seseorang yang dinyatakan siap menikah yaitu: mampu mengendalikan perasaan diri sendiri, mampu berhubungan baik dengan orang banyak, mampu menjadi pasangan yang baik dalam berhubungan seksual yang intim, mampu menyayangi orang lain, tanggap (sensitive) terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain,

(6)

mampu berbagi rencana dan kasih sayang dengan orang lain, mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, mampu menerima keterbatasan orang lain, mampu menghadapi masalah terutama yang berhubungan dengan ekonomi, mampu berkomunikasi mengenai pemikiran, perasaan, harapan, dan terkahir mampu menjadi suami-istri yang bertanggung jawab.

Mengacu hasil Sunarti (2001), terdapat prasyarat minimal untuk calon pasangan yang ingin menikah dan membangun keluarga. Prasyarat minimal tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu: memiliki kemampuan untuk memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) maupun kebutuhan perkembangan anggota keluarga, memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk mengelola keluarga sebagai ekosistem mikro, dan memiliki kematangan kepribadian untuk menjalankan fungsi, peran dan tugas keluarga. Blood (1978) membagi kesiapan menikah menjadi beberapa kesiapan yaitu:

1. Kesiapan emosi, adalah kemampuan membangun dan merawat hubungan baik dengan orang lain, mampu berbagi (sharing), menerima kekurangan serta kelebihan orang lain, mampu mencintai, berempati kepada orang lain, sensitif pada kebutuhan orang lain, dan mau memikul tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut.

Goleman (1997), membagi dimensi kecerdasan emosi kedalam lima dimensi yaitu: (a) kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan, mengetahui kemampuan diri, dan penyebab munculnya perasaan, (b) pengaturan diri, yaitu kemampuan mengelola emosi, mampu mengendalikan amarah dan cepat pulih dari tekanan, (c) motivasi, yaitu kemampuan memanfaatkan emosi sehingga menjadi pribadi yang produktif, fokus pada tugas, dan bertanggung jawab, (d) empati, yiatu peka dan mampu membaca perasaan orang lain. Mereka yang mampu berempati biasanya mudah menyelarasakan diri dengan orang lain, dan (e) keterampilan sosial, yaitu kemampuan membangun hubungan baik dengan orang lain, menyelesaikan masalah, dan bekerja dalam tim.

(7)

2. Kesiapan usia biologis, biasanya mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku disuatu Negara.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 6 dan 7, menjelaskan usia minimal yang diizinkan untuk menikah adalah untuk laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun, dan jika usia keduanya dibawah 21 tahun maka disyaratkan harus mendapatkan izin kedua orang tua. Usia bisa mempengaruhi kedewasaan seseorang, karena untuk menjadi pribadi yang dewasa secara emosi membutuhkan waktu, namun hitungan usia biologis manusia tidak selalu berbarengan dengan kedewasaan emosi. Hal tersebut karena kematangan emosi seseorang juga berkaitan dengan banyaknya peluang untuk belajar dan bersikap terhadap kehidupan. Banyaknya peluang sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan tempat seseorang berada.

3. Kesiapan sosial, terbagi menjadi dua: (a) pengalaman berkencan yang cukup (enough dating), yaitu kondisi ketika individu siap berkomitmen hanya kepada satu orang yang terbaik baginya yaitu pasangannya dan tidak merasa penasaran untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan; (b) pengalaman hidup sendiri (enough single life), yaitu pengalaman individu memiliki waktu yang memadai untuk dirinya sendiri dalam kehidupan yang mandiri. Manfaat hidup sendiri adalah mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum melakukan pernikahan.

4. Kesiapan model peran adalah siap menjalankan tugas dan peran dalam rumah tangga. Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami dan istri yang baik dengan mencermati sosok (figure) yang paling dekat dengan mereka, yaitu orang tua mereka sendiri.

Lord Chesterfield (1750) mengatakan:

“We are, in truth, more than half what we are by imitation. The great point is, to choose good models, and to study them with care..”

“Sesungguhnya, lebih dari separuh apa yang ada diri kita adalah hasil meniru. Pokok masalahnya adalah, bagaimana memilih model yang baik untuk ditiru secara benar..” (Terjemahan oleh penulis)

Penting untuk mengetahui apa saja peran dan tugas sebagai suami istri, sehingga pasangan yang hendak menikah bisa menyadari hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum memasuki jenjang pernikahan dan membina rumah tangga.

(8)

5. Kesiapan finansial, berhubungan dengan jumlah minimum pendapatan yang harus dimiliki seseorang yang akan menikah bergantung pada nilai-nilai yang dipegang calon pasangan karena setiap pasangan memiliki standar minimum bagaimana cara untuk hidup. Umumnya standar minimum seseorang dimulai pada level yang diraih orang tua mereka.

Berdasarkan faktor-faktor kesiapan menikah menurut tokoh-tokoh diatas, terdapat beragam faktor yang sebagian faktor memiliki beberapa kesamaan, misalnya memiliki sumber daya ekonomi dalam Sunarti (2001) sama dengan dengan faktor kesiapan finansial oleh Blood (1978). Tabel 3 menyajikan berbagai faktor-faktor kesiapan menikah menurut pendapat para ahli.

Tabel 3 Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah

Ahli Faktor-faktor kesiapan menikah

Rapaport, dalam Duvall dan Miller (1985)

Mampu berhubungan baik

Pasangan berhubungan seksual yang intim Mampu berbagi

Mampu menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Mampu menghadapi masalah

Berkomunikasi dengan baik

Bersedia menjadi suami-istri yang bertanggung jawab Bisa mengendalikan perasaan

Lembut dan kasih sayang

Sensitif dengan kebutuhan dan perkembangan orang lain Menerima keterbatasan orang lain

Holman, Harmer, dan Larson (1994)

Kesehatan emosional Kedewasaan emosional

Komunikasi yang empati dan terbuka Mandiri

Aktivitas keagamaan yang baik Memiliki self disclosure yang baik Memiliki self esteem yang baik Sunarti (2001) Umur yang cukup

Sumber daya ekonomi

Kualitas sumber daya manusia Kematangan kepribadian

Blood (1978) Kematangan emosi

Kesiapan usia Kematangan sosial Kesiapan model peran Kesiapan finansial

Gambar

Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya
Gambar 1 Tahapan perkembangan masa dewasa Levinson. Tahun pertumbuhan
Tabel 2 Ahli dan pendapatnya tentang tugas perkembangan masa dewasa muda
Tabel 3 Ahli dan pendapatnya tentang faktor-faktor kesiapan menikah

Referensi

Dokumen terkait

Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi mensyaratkan baku mutu emisi sumber tidak bergerak lebih ketat

Kinerja auditor merupakan hasil kerja yang dicapai oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya, dan menjadi salah satu tolak ukur

Dalam perancangan sistem Simulasi Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi pada Perusahaan Manufaktur akan dibagi menjadi beberapa bagian- bagian yang digunakan

bahwa dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengisolasi bakteri yang bersimbiosis dengan spons dan menentukan karakteristik morfologi serta sifat Gram dari isolat

Melihat kondisi permasalahan tersebut, pemerintah menjalankan kebijakan reformasi perbankan pada Maret 1999 dengan melakukan penutupan bank, pengambil alihan 7 bank,

Konsekuensi dari kondisi ini adalah bahwa rencana proyek pada akhirnya juga harus uptodate apabila pada saat pelaksanaan memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan baik

Djaman Satori (dalam Suhardan, 2010 hlm. 28) mengemukakan bahwa supervisi pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu