• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK

TALANG BENIH DI BENGKULU

(Characteristic of Morphologic an Genetic on Talang Benih Duck

in Bengkulu)

AZMI1,GUNAWAN1danEDWAR SUHARNAS2

1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Jl. Irian Km.6,5 Bengkulu 38119 2

Universitas Bengkulu

ABSTRACT

Talang Benih Duck are representing the original duck of Bengkulu coming from Countryside of Talang Benih of sub district of Curup of Regency of Rejang Lebong. This Duck have looked after old, domesticated and expand in other; dissimilar area in region of Bengkulu Province. Looked after by farmer to produce the egg. In the year 2004 have been executed by study at the local duck to know its characteristic. To know the characteristic morphologies. Method used by taking as much 100 tail of sample of duck which is looked after by breeder farmer in Countryside of Talang Benih. All character or tabulation marking morphologic is so that got by marking morphologic expected. While to know the characteristic genetic, method used to study the characteristic genetic is with analysing protein of blood of duck use the electrophoresis technique. Analyse the polymorphism of protein of blood of duck done to 8 samples taken at random. From result of iventarisation of population and morphologic got by marking of morphologic of duck that is fur colour generally carmine (chocolate) or vary the brown (rebuin/blorok) (75%), turning white cleanness, yellowish white (15%), dusty – black ash or mixture (10%) and other (5%), its body slender, short neck and not too straighten the, head not too big, its eye is located and clear is part for head and also its colour drake is darker. Body weight between 1,6 – 2,0 kg and produce the egg reach 70 – 75%, hatch is more or less 28 day while adult reached at age 6 – 7 month moon. Very adapting environmentally is wet and has the sensitivity to very high environment. From analysis of polymorphism, genetic of protein of blood of livestock of Talang Benih Duck of Locus of Post Albumin (Pa) can be made by specific of characteristic of genetic and status from individual with the storey; level of Variabilitas genetic still lower.

Key Words: Talang Benih Duck, Characteristic of Morfologis and Genetic, Lokus Post Albumin

ABSTRAK

Itik Talang Benih merupakan itik asli Bengkulu yang berasal dari Desa Talang Benih Kecamatan Curup Kabupaten Rejang Lebong. Itik ini telah lama dipelihara, berdomestikasi dan berkembang di daerah lain dalam wilayah Propinsi Bengkulu. Dipelihara oleh petani untuk produksi telur. Pada tahun 2004 telah dilaksanakan pengkajian pada itik lokal tersebut untuk mengetahui karakteristiknya. Metode yang digunakan untuk mengkaji karakteristik morfologis adalah dengan mengambil sebanyak 100 ekor sampel itik Talang Benih yang dipelihara oleh petani peternak di Desa Talang Benih Kecamatan Curup Kabupaten Rejang Lebong. Semua karakter atau ciri-ciri morfologis ditabulasikan sehingga didapatkan ciri-ciri morfologis yang diharapkan. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik genetik, metode yang digunakan untuk mengkaji karakteristik genetik adalah dengan menganalisis protein darah itik Talang Benih menggunakan teknik elektroforensis. Analisis polimorfisme protein darah itik Talang Benih dilakukan terhadap 8 ekor sampel yang diambil secara acak. Dari hasil iventarisasi populasi dan morfologis didapatkan ciri-ciri morfologis itik Talang Benih yaitu warna bulu umumnya merah tua (coklat) atau bervariasi bertotol-totol coklat (rebuin/blorok) (75%), putih bersih, putih kekuning-kuningan (15%), abu-abu hitam atau campuran (10%) dan lainnya (5%), tubuhnya langsing, leher pendek dan tidak terlalu tegak, kepala tidak terlalu besar, matanya jernih dan terletak kebahagian atas kepala serta itik-itik jantan warnanya cendrung lebih gelap. Berat badan dewasa antara 1,6 – 2,0 kg dan produksi telur mencapai 70 – 75%, lama penetasan lebih kurang 28 hari sedangkan dewasa kelamin dicapai pada umur 6 – 7 bulan. Sangat beradaptasi dengan lingkungan yang basah dan mempunyai kepekaan terhadap lingkungan yang sangat tinggi. Dari analisis polimorfisme genetik pada protein darah ternak itik Talang Benih Lokus Post Albunim (Pa) dapat dijadikan penciri karakteristik genetik

(2)

dan status dari individu itik Talang Benih Curup Kabupaten Rejang Lebong dengan tingkat Variabilitas genetik masih rendah.

Kata Kunci: Itik Talang Benih, Karakteristik Morfologis dan Genetik,Lokus Post Albumin

PENDAHULUAN

Plasma nutfah merupakan bahan genetik yang memiliki nilai guna, baik secara nyata maupun yang masih berupa potensi. Wilayah Indonesia yang membentang luas dengan kondisi geografis dan ekologi yang bervariasi telah menciptakan keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi. Dengan keanekaragaman plasma nutfah, terbuka peluang yang besar bagi upaya program pemuliaan guna memperoleh manfaat secara optimal (KURNIAWAN et al., 2004).

Untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya erosi genetik yang makin meningkat terhadap plasma nutfah, maka perlu perhatian yang besar terhadap plasma nutfah yang ada terutama varietas-varietas lokal baik tanaman maupun hewan. Perhatian diberikan dalam bentuk kegiatan inventarisasi (koleksi), pendataan (dokumentasi) dan pelestarian (konservasi). Guna meningkatkan nilai gunanya perlu diikuti dengan upaya identifikasi karakter penting melalui kegiatan karakterisasi dan evaluasi secara sistematis dan berkelanjutan seperti melalui seleksi maupun rakayasa genetik agar mudah memanfaatkannya (HANDOYO, 2005).

Menurut MAEDA et al. (1980), sangat diperlukan upaya untuk mempertahankan ternak-ternak lokal disuatu daerah atau negara karena ternak-ternak tersebut telah beradaptasi dengan keadaan lingkungan baik terhadap makanan yang bernilai gizi rendah maupun penyakit terutama di daerah tropis. Namun inventarisasi terhadap potensi berbagai sumberdaya genetik ternak, distribusi dan performans, perkembangan masih belum lengkap sehingga sangat sulit dilakukan kebijakan-kebijakan yang strategis khususnya arah dan program kerja manajemen pemanfaatan dan konservasi sumberdaya genetik ternak baik secara morfologis maupun genetik (gen).

Akibat perkawinan silang ternak lokal dengan ternak impor yang dilaksanakan tanpa rencana dan evaluasi yang mantap, akan

menyebabkan keragaman gen di dalam bangsa dan antara bangsa ternak mengalami penurunan. Ternak-ternak lokal telah mengalami seleksi alam dan buatan oleh manusia setempat dan telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya. Sifat daya adaptasi ternak lokal yang baik terhadap lingkungan alamnya menjadi hilang dikarenakan persilangan dengan bangsa-bangsa ternak lain, sedangkan untuk meningkatkan mutu genetik ternak-ternak lokal kurang sekali dilakukan (HARDJOSWORO, 1985).

Suatu masalah penting dalam upaya pelestarian sumberdaya genetik ini adalah mengenai macam keragaman genetik mana dan gen-gen mana yang perlu dipertahankan dalam populasi. Gen-gen yang mengontrol daya tahan terhadap pengaruh lingkungan yang ekstrim seperti temperatur yang tinggi dan temperatur yang rendah dan terhadap penyakit virus, bakteri harus dipertahankan (YELLITA, 1998).

Daya tahan umumnya sudah dimiliki oleh ternak lokal setempat dan daya tahan ternak lokal ini punah oleh pengaruh persilangan dengan ternak-ternak import dari daerah lain. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk mempertahan dan melestarikan ternak lokal ini secara murni dan meneliti tentang gen-gen unik yang dimiliki (MANSJOER, 1985).

Berkaitan dengan hal tersebut diatas Propinsi Bengkulu sebagai suatu propinsi yang kaya akan sumberdaya peternakan cukup banyak mempunyai ternak sebagai sumber plasma nutfah, baik itu yang disinyalir sebagai ternak asli Propinsi Bengkulu maupun ternak-ternak hasil persilangan yang sudah banyak dimanfaatkan oleh petani di pedesaan. Diantara ternak-ternak itu adalah itik Talang Benih yang hidup di desa Talang Benih Kecamatan Curup Kabupaten Rejang Lebong.

Dari hasil inventarisasi karakter morfologis yang sudah dilakukan sebelum kegiatan ini, diasumsikan bahwa semakin dekat jaraknya dengan daerah-daerah lain yang juga memiliki populasi ternak dengan spesies yang berbeda, semakin besar kemungkinan untuk terjadi perkawinan silang.

(3)

MATERI DAN METODE

Untuk mengetahui karakteristik morfologis, sebagai bahan deskripsi itik Talang Benih, digunakan hasil pengkajian AZMI et al. (2003) tentang pengkajian produktivitas Itik Talang Benih. Pengkajian dilaksanakan selama 6 bulan terhadap 110 ekor itik berumur 5 – 6 bulan yang dipelihara secara semi intensif dalam kandang ranch. Itik diberi ransum dedak lokal Desa Talang Benih 75%, jagung giling 15%, kepala teri 8%, grit 1,5% dan Top Mix 0,5%.

Pengamatan morfologis dilakukan secara manual berdasarkan aspek subyektif yang lebih diarahkan kepada kepekaan peternak sesuai dengan pengalaman terhadap itik yang dianggap bermutu tinggi. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 100 ekor sampel itik Talang Benih yang tersebar disemua populasi yang dipelihara oleh petani peternak di Desa Talang Benih Kecamatan Curup Kabupaten Rejang Lebong dari total populasi 700 ekor. Semua karakter atau ciri-ciri morfologis ditabulasikan sehingga didapatkan ciri-ciri morfologis yang diharapkan.

Metode yang digunakan untuk identifikasi karakteristik genetik adalah dengan menganalisis protein darah dari itik Talang Benih dengan menggunakan teknik elektroforesis. Analisis polimorfisme protein darah itik Talang Benih dilakukan terhadap 8 ekor sampel yang diambil secara acak. Sebagaimana diketahui protein merupakan salah satu makromolekul yang dihasilkan sel hidup yang diantaranya berfungsi sabagai tempat menyimpan informasi genetik (RODWELL, 1983), serta merupakan produk lansung gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Setiap kelompok protein diwariskan dari generasi ke generasi dan merupakan penampilan bentuk alel pada lukusnya (NICHOLAS, 1987), sehingga dengan mengetahui karakteristik protein darah dapat diketahui genotip setiap individu dan populasinya.

Elelektroforesis merupakan salah satu cara atau teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan berbagai molekul kimia dengan menggunakan arus listrik. Pemisahan dilakukan berdasarkan ukuran, berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro molekul (OGITA dan MARKET, 1979).

MAEDA et al. (1980) melaporkan bahwa elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel gen dari suatu individu tetapi juga dapat digunakan untuk menduga variasi genetik dalam suatu populasi.

Sejumlah besar perbedaan-perbedaan yang diatur secara genetis telah ditemukan dalam globulin (transferin), albumin dan enzim-enzim darah dan haemoglobine. Perbedaan-perbedaan tersebut ditentukan dengan prosedur biokimia antara lain dengan elektroforensis. Lebih lanjut dijelaskan bahwa polimorfisme biokimia yang diatur secara genetis sangat berguna untuk membantu penentuan asal usul, menyusun hubungan filogenetis antara species-species.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik morfologis

Itik Talang Benih adalah itik yang dipelihara dan dikembangkan oleh petani di Desa Talang Benih Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu dengan populasi total hanya tinggal lebih kurang 700 ekor. Dari hasil iventarisasi populasi dan morfologis diperoleh ciri-ciri morfologis itik Talang Benih seperti disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik morfologis itik Talang

Benih

Warna bulu umumnya merah tua (coklat) atau bervariasi bertotol-totol coklat (rebuin/ blorok) (75%), putih bersih, putih kekuning-kuningan (15%), abu-abu hitam atau campuran (10%) dan lainnya (5%), tubuhnya langsing, leher pendek dan tidak terlalu tegak, kepala

(4)

tidak terlalu besar, matanya jernih dan terletak kebagian atas kepala, itik-itik jantan warnanya cenderung lebih gelap.

Berat badan dewasa antara 1,6 – 2,0 kg dan produksi telur bisa mencapai 70 – 75% dengan lama penetasan lebih kurang 28 hari. Dewasa kelamin bisa dicapai pada umur 6 – 7 bulan, tergantung dari kualitas ransum yang diberikan dan sistem pemeliharaannya. Sangat beradaptasi dengan lingkungan basah dan mempunyai kepekaan sangat tinggi terhadap lingkungan.

Karakteristik genetik

Dari hasil elektroforesis terdapat lima jenis protein darah yang dapat diamati yaitu:

Albumin (Alb), Postalbumin (Pa), Transferin

(Tf), Posttransferin-1 (Ptf-1) dan Posttransferin-2 (Ptf-2), disajikan pada Tabel 1.

Lokus Albumin (Alb), ditampilkan oleh

semua individu sampel yang dianalisis. Jumlah band (pita) yang ditampilkan diantara masing-masing individu dari semua sampel tersebut adalah sama yakni sebanyak 3 (tiga) pita yaitu: Tipe A (AlbA) dengan frekuensi gen 0,550, tipe B (AlbB) frekuensi gen 0,3125 dan Tipe C (AlbC) frekuensi gen 0,3125 tetapi dengan susunan genotip yang berbeda. Dengan

demikian ditemukan variasi genotip maupun fenotip yang berbeda pada Lokus Albumin diantara individu ternak itik Talang Benih. Hal ini sesuai dengan penelitian pada ternak itik jenis lain juga ditemukan 3 jenis band seperti halnya itik Talang Benih. Salah satunya misalnya pada itik Ciahateup Tasikmalaya juga variasi 3 band (pita).

Dengan demikian terdapat genotip yang heterozigot pada ternak-ternak itik Talang Benih yang dipelihara di Curup Kabupaten Rejang Lebong, dengan adanya genotip AlbAB , AlbAC dan AlbBC.Jadi pita protein darah yang diidentifikasikan menunjukan pola heterozigot.

Dari hasil elektroporetgram dapat diketahui bahwa pada semua individu sampel terdapat 2 (dua) pita yaitu: Tipe A (PaA) dan tipe B (PaB) dengan frekuensi gen masing-masing adalah 0,8125 dan 0,1875. Tipe dan susunan genotip dari kedua tipe itu juga berbeda, AA (PaAA) dan AB (PaAB), disajikan pada Gambar 2.

Jika dibandingan dengan itik-itik jenis lain seperti itik Cihateup dari Tasikmalaya yang sementara ini disinyalir merupakan daerah asal itik Talang Benih, ternyata terdapat perbedaan, pada itik Tasikmalaya tidak ditemukan adanya

lokus post albumin pada analisis elektroforesis

plasma darahnya (WAHYUNI dan PENI, 2004). Variasi Elektroforensis Serum Fenotipe dari itik Cihateup disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Variasi elektroforensis serum fenotipe albumin (alb), post albumin, transferin, post-tranferin-1,

post-transferin-2 dan frekwensi gen itik Talang Benih Bengkulu

Fenotipe Frekwensi gen

Jenis Serum

Jumlah

sampel A AB AC B BC C Alb A Alb B Alb C

0 3 3 0 2 0 0,550 0,3125 0,3125 (1,125) (1,875) (1,875) (0,78125) (1,5625) (0,38125) Albumin 8 5 3 - 0 - - Pa A Pa B - 5,281 2,4375 0,281 0,8125 0,1875 Post albumin 8 - - - 6 2 0 - Tf B Tf C 6,125 1,750 0,125 0,8750 0,1250 Trans-ferin 8 - - - 7 1 0 - Ptf-1 B Ptf-1 C 3,938 2,53 1,531 0,8750 0,1250 Post-transferin -1 8 - - - 8 0 0 - Ptf-2 B Ptf-2 C Post-transferin -2 8 1,000 0,000

(5)

Gambar 2. Elektropotretgram plasma darah itik Talang Benih Type Ptf-2 BB BB BB BB BB BB BB BB Type Ptf-1 BB BB BB BB CC BB BB BB Type Tf BB BB BB BC BB BB BC BB Type Pa AB AA AB AA AA AA AA AB Type Alb BC AC AB AB AB AC AC BC

Tabel 2. Variasi elektroforensis serum fenotipe albumin (Alb), transferi (Tf), post dan pretransferin serta

frekwensi gen itik Cihateup Tasikmalaya

Fenotipe Frekwensi Gen

Jenis serum

Jumlah

sampel A AB AC B BC C Alb A Alb B Alb C

1 2 7 0 0 0 0,550 0,1 0,35

Albumin 10

2 5 3 0 0 0 Pret A Pret B Pret C

0,6 0,25 0,15 Pre transferin 10 - - - 3 7 0 - Tf B Tf C 6,125 1,750 0,125 0,65 0,35 Trans-ferin 10 - - - 10 0 0 - Tf B Tf C Post transferin 10 1,0 0,0 Ptf-2 Ptf-1 Tf Pa Alb

(6)

Dengan demikian bisa kita asumsikan bahwa lokus post albumin ini merupakan suatu penciri genetik untuk itik Talang Benih khususnya adanya lokus PaA yang mempunyai frekeuensi gen 0,8125 ini adalah gen penciri dari populasi itik Talang Benih. Sedangkan adanya frekuensi gen PaB sebesar 0,1875 disebabkan seringnya terjadi persilangan dengan itik lain.

Hasil analisis elektroforesis ditemukan adanya 2 (dua) pita alel yaitu: B (TfB) dan C (TfC) dengan frekuensi gen masing-masing adalah 0,8750 dan 0,1250. Selanjutnya terdapat adanya variasi polimer heterozigot maupun yang homozigot untuk alel-alel BB (TfBB) dan

BC (TfBC). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada lokus transferin disemua plasma darah yang dianalisis terdapat adanya polimorfik protein darah yang bisa disebut sebagai suatu pola keragaman genetik itik-itik Talang Benih tersebut. Jika dibandingkan hasil analisis ini dengan penelitian Yuni (2004), pada elektroforesis protein darah itik Cihateup Tasikmalaya (Tabel 2) terlihat bahwa pada itk Talang Benih frekuensi gen TfB lebih besar, dengan demikian gen ini bisa dijadikan penciri genetik itk Talang Benih sedangkan gen TfC dipakai sebagi penciri derajat aliran gen lain kedalam populasi itik Talang Benih.

Pada lokus Postranferin-1 (Ptf-1) hanya terdapat satu lokus yang berbeda yaitu pada alel Ptf-1CC,sedangkan yang lain menunjukan tipe alel yang sama Ptf-1BB dengan frekuensi gen masing-masing adalah 0,8750 dan 0,1250.

Semua individu tidak menunjukan adanya variasi Postrnasferin-2 (Ptf-2) tetapi semua homozigot untuk pasangan alel Ptf-2BB dengan frekuensi gen 1,000. Hal ini membuktikan tidak ditemukan adanya polimorfisme pada lokus ini pada ternak itik Talang Benih. Gambaran variasi genetik yang sangat rendah ini bisa saja sebagai akibat telah terjadi inbreeding dalam populasi ternak itik yang dan dalam perspektif plasma nutfah ternak itik, hal ini perlu diwaspadai karena kemungkinan terjadi tekanan inbreeding (inbreeding depression) yang akan menyebabkan terjadinya implikasi yang negatif pada perkembangan populasi ternak itik Talang Benih pada generasi-generasi berikutnya. Karena setiap terjadinya silang dalam (inbreeding) akan selalu diikuti dengan menurunnya usia hidup, laju kematian meningkat dan menurunnya

tingkat kesuburan sekitar 54 – 72% (HELVOORT , 1988).

Berdasarkan hasil interpretasi fenotip masing-masing individu yang dianalisa dapat diduga tingkat variabilitas genetik individu-individu ternak tik Talang Benih dengan rata-rata angka heterozigositas 0,28122 atau 28,12%. Rendahnya angka hetrozigositas ini menunjukan keadaan sering terjadinya silang dalam dipopulasinya, hal ini pelu diwaspadai karena dapat menyebabkan munculnya sisfat-sifat produksi yang rendah seperti pertambahan berat badan yang rendah, produksi telur turun. Pemeliharaan keanekaragaman genetik dan heterosigositas akan menambah lebih banyak kesulitan sebagian populasi yang kecil.

KESIMPULAN DAN SARAN Karakteristik morfologis itik Talang Benih adalah: warna bulu umumnya merah tua (coklat) atau bervariasi bertotol-totol coklat (rebuin/blorok), tubuhnya langsing, leher pendek dan tidak terlalu tegak, kepala tidak terlalu besar, matanya jernih dan terletak kebagian atas kepala, itik-itik jantan warnanya cenderung lebih gelap. Sangat beradaptasi dengan lingkungan basah dan mempunyai kepekaan sangat tinggi terhadap lingkungan.

Karakteristik genetis dan status individu itik Talang Benih dicirikan dengan adanya

Lokus Post Albunim (Pa) pada protein darah.

Tingkat variabilitas genetik ternak itik Talang Benih masih rendah.

Perlu dilakukan upaya lanjut guna melestarikan plasma nutfah itik Talang Benih dengan melakukan kegiatan seleksi yang ketat dan penangkaran untuk mempertahankan variablitas gen-gen unik/spesifik yang dimilikinya.

Kegiatan pelestarian dan

penangkaran

yang dimaksud butir 1 dibuat dalam suatu program yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek keberurutan kegiatan setiap tahun (backward and foreward linkages)

Dibutuhkan

dukungan semua intansi terkait dan multi disiplin ilmu dalam rangka meneliti dan melestarikan plasma nutfah itik Talang Benih yang ada di Propinsi Bengkulu.

Hasil ini perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar ada kesamaan visi antara

(7)

pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya pelestarian plasma nutfah ternak spesifik Bengkulu sebagai suatu keanekaragaman hayati di Propinsi Bengkulu.

DAFTAR PUSTAKA

AZMI,DALIANI S. dan BAHAGIA. 2003. Pengkajian Produktivitas Itik Talang Benih. Laporan Akhir Tahun Proyek PAATP Bengkulu. HANDOYO J., SHERLY SISCA dan MASTUTININGSIH.

2005. Sekilas Keragaman Hayati di Jawa Tengah. Artikel dalam Warta Plasma Nutfah Indonesia, nomor 17 tahun 2005.

HARDJOSWORO,P.S. 1985. Konservasi Ternak Asli. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. KURNIAWAN, IDA HARANIDA S, HADIATMI dan

ASADI. 2004. Katalog Data Paspor Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. MAEDA,Y.,K.W.WASBURN and H.I.MARKS. 1980.

Protein Polymorphism in Quail population selected for largebody. Anim. Bloods grps. Biochem. Genet. 11: 215 – 260.

MANSJOER, S.S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. NICHOLAS, F.M. 1987. Veterinary genetics.

Clarendon press. Oxford.

OGITA,Z.I. and C.L.MARKET. 1979. A Miniaturized system for electrophorensis on polyacrilamide gells. In analytical Biochem. 99: 233 – 241. RODWELL,V.N. 1983. Protein Biokimia (Review od

Biochemistry) Edisi 19. EGC Penerbit Buku Kedokteran.

WAHYUNI, A. dan PENI S. HARDJOSWORO. 2004. Kajian Karakteristik Biologis Itik Cihateup dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. YELLITA,Y. 1998. Pola Polimorfisme Protein Darah

Itik Lokal Sumatra Barat. Thesis. Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Gambar

Gambar 1.  Karakteristik morfologis itik Talang  Benih
Gambar 2. Elektropotretgram plasma darah itik Talang Benih  Type  Ptf-2  BB BB BB BB BB BB  BB BB  Type  Ptf-1  BB BB BB BB CC BB  BB BB  Type  Tf BB BB BB BC BB BB  BC BB  Type  Pa AB AA AB AA AA AA  AA AB  Type  Alb  BC AC AB AB AB AC  AC BC

Referensi

Dokumen terkait

Nilai sig pada stasiun pengamatan di Pulau Pramuka adalah 0,159 dimana nilai sig > 0,05, berarti tidak ada perbedan kelimpahan hewan makrobentos pada habitat lamun dengan

Pengujian terhadap legal standing Termohon belum menguji secara kritis (1) apakah pihak Termohon memang telah ditunjuk sebagai Atasan PPID dengan keputusan Pejabat

Mcclure (2017) menyatakan bahwabagian pelvis dimana terdapat tulang ekor, pada laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan ukuran. Ukuran pelvis perempuan lebih datar dan luas,

Hoperflasia kelenjar adrenal dan pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi kortek

Ketiga sinyal tersebut akan diolah menggunakan metode perhitungan MCT, sehingga didapatkan dasar dari ciri seseorang kelelahan dengan nilai yang didapat dari

Menurut penelitian Sear, dkk (1944) rancangan bangunan asrama sendiri berpengaruh pada penghuni di dalamnya. Misalnya: asrama berlorong panjang dengan asrama terpusat, dimana

Dari struktur ongkos yang mencerminkan dampak langsung perubahan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha industri pascapanen dan pengolahan hasil pertanian

Setelah didapat model fungsi transfer untuk masing-masing deret input maka langkah selanjutnya yaitu penaksiran awal deret gangguan (noise) dari masing- masing model fungsi