BAB II
GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN TAHUN 1945-1949
Pada awal kemerdekaan kota Medan adalah alah satu kota yang tergolong maju di Indoneisa. Sebagai kota yang berkembang dari perkebunan,pada masa kolonial,di Medan telah dibangun berbagai fasisilitas yang menunjang dalam bidang perkebunan seperti jalan raya yang menghubungkan kota Medan dengan perkebunan yang mengintarinya, fasilitas rumah sakit, pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan ,kantor perkebunan, kantor pos,Bank, surat kabar,Perhotelan, fasilitas jaringan telepon, Radio,jalur kerta api dan berbagai fasilitas lainnya yang menyebabkan kota ini menjadi sangat penting kedudukannya di Indonesia khususnya di Sumatera9. Oleh karena itu,sesaat setelah Indoneisa merdeka,presiden republik Indoneisa kemudian menetapkan Medan sebagai Ibu kota propinsi Sumatera yang pertama yang sangat penting kedudukannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan 10
Ditetapkannya kota Medan sebagai ibu kota Sumatera pada awal kemerdekaan menjadikan kota Medan sebagai pusat perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan untuk wilayah Sumatera. Pemerintahan Indonesia segera menunjuk Mr. Teuku Muhammad Hassan sebagai Gubernur pertama yang menjadi pemimpin yang menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan kemerdekaan. Sebagai realisasi proklmasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta,maka beliau bersama-sama tokoh Barisan Pemuda Indonesia tokoh mendirikan pemerintahan dikota
.
9
Berdasarkan Peta tahun 1945 kota Medan disana ditununjukkan berbagai tempat-tempat yang menjadi fasilitas-fasilitas umum yang sudah ada di kota Medan.
10
Erna Agustina Ginting, Agresi Belanda Pertama Merupakan Pelanggaran TerhadapProklamasi
17Agustus 1945 Di Medan ,Medan: Skripsi S1 Jurusan Sejarah Fakultas Sastra USU, Belum di
Medan. Namun dalam pelaksanaanyan bukanlah suatu hal mudah karena pada saat itu kota Medan masih berada dibawah pemerintahan militer Jepang. Berbagai upaya dilakukan oleh para tokoh dan pejuang dalam merebut Kota Medan dari tangan Jepang. Keadaan ini menyebabkan dikota Medan sendiri terjadi berbagai perebutan-perebutan yang dilakukan oleh para pemuda demi berdirinya pemerintahan republik Indonesia. Puncaknya terjadi antara bulan September- Desember 1945, Medan menjadi hangat karena tindakan pemuda yang secara paksa merebut gedung dan harta benda milik tentara jepang yang dianggap berguna untuk perjuangan.
Kadatangan Sekutu ke Indonesia setelah menaklukkan Jepang dalam perang Asia raya juga telah menetapkan dikota Medan sebagai kota tujuan. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan sekutu. Mendarat di pantai Cermin yang dipimpin oleh T. E. D. Kelly. Kedatangan pasukan Sekutu kekota Medan berakibat pada terjadi peperangan-peperangan yang menentang kembalinya Belanda . Peperangan ini timbul karena dikalangan pemuda telah mengetahui bahwa pasukan sekutu telah bekerjasama dengan tentara Belanda untuk menegakkan kembali kekuasaan Belanada di kota Medan.
2.1 Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Medan terletak antara 2 29’ LU-2 30’ LU dan 2 47’ BT-2 30” BT dengan ketinggian 0-40 meter di atas permukaan laut.11
11
Balud Sofyan, Sejarah Pemerintahan Kota Madya Medan 1966-1992, Skripsi Belum diterbitkan, Medan : Fakultas Sastra USU, 2003.
Letaknya yang tidak jauh dari Selat Malaka Sebagian wilayah Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai Barat Belawan, dan daerah pedalaman yang tergolong dataaran tinggi, seperti Kabupaten Karo.
Kota Medan pada jaman kolonial Belanda merupakan bagian dari keresidenan Sumatera Timur, yang terkenal dengan perkebunan tembakaunya. Keadaan tanah yang subur menghasilkan produks i tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan tanah Deli dan Kota Medan sebagai salah satu primadona perkebunan bagi para pedagang, pendatang dan para pemilik perkebunan. Hal ini juga lah yang menjadikan kota Medan menjadi sasaran utama yang harus diduduki oleh Belanda. Belanda ingin merebut kembali kota Medan sebagai pusat kegiatan perekonomian. Bahkan Belanda tidak ingin kehilangan semua aset perkebunan yang berada diwilayah Sumatera Timur hasil perkebunan yang melimpah telah memberi pendapatan negara yang sangat besar bagi Belanda.
Kota Medan pada tahun 1945 merupakn kota dengan sistem perintahanya dibawahi oleh seorang walikota. Selain itu Medan dikelilingi oleh kampung-kampung lain seperti Kampung Kota Maksun, Glugur, Kampung Sungai Mati, Sungai Agul dan lain-lain yang kesemuanya termasuk bagian dari wilayah kekuasaan teritorial Kerajaan Deli. Namun seiring dengan perkembangannya Kota Medan berbatasan dengan daerah-daerah yang masih tergolong sebagai teritorial Sumatera Utara. Adapun batas-batas tersebut adalah :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu Kecamatan Percut Sei Tuan, dan Tanjung Morawa.
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu Kecamatan Sunggal.
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu Kecamatan Pancur Batu dan Deli Tua.12
Luas Kota Medan sejak tahun 1943 sampai tahun 1971 luas Kota Medan mencapai 5.130 Ha.13
Kota Medan yang pada masa kolonial adalah bagian dari wilayah Sumatera Timur adalah kampung halamannya etnis Karo, Melayu, dan Simalungun. Etnis Karo dan Simalungun menempati wilayah di sekitar dataran tinggi dan orang-orang Melayu menempati wilayah pesisir. Akan tetapi setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda, yang ditandai dengan pembukaan lahan-lahan menjadi lokasi perkebunan, maka terjadi perubahan yang sangat besar dalam susunan masyarakat
2. 2. Keadaan Penduduk
Kalau dilihat dari kependudukannya, Kota Medan mempunyai keunikan sendiri. Kota Medan merupakan pusat sosio-kultural sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan ekonomi perkebunan yang tumbuh di Sumatera Utara, yang pada masa itu adalah Sumatera Timur dengan produksi tembakau yang bernilai jual tinggi menjadikan Kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi baru sehingga memberikan daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib ke wilayah ini. Heterogenitas masyarakat yang terdapat di Sumatera Utara sedikit banyaknya mempengaruhi kondisi politik yang terjadi di wilayah tersebut.
12
Nurhamidah, dkk, Integrasi Masyarakat Etnik Cina di Kota Madya Medan (Studi Kasus
di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Barat), Medan : Lembaga Penelitian USU, tidak
diterbitkan, 1992, hal. 8
13
di Sumatera Timur tidak terkecuali kota Medan. Pesatnya perkembangan perkebuanan pada waktu itu menyebabkan jumlah penduduk di kawasan Sumatera Timur cepat bertambah, terutama karena banyaknya didatangkan buruh-buruh dari luar untuk bekerja di perkebunan-perkebunan tembakau tersebut.
Kota Medan adalah salah satu kota yang memiliki pola masyarakat yang heterogen di Indonesia. Heterogenitas penduduk Kota Medan muncul karena faktor urbanisasi, yang erat kaitannya dengan usaha-usaha perkebunan yang banyak membutuhkan tenaga-tenaga kerja. Masyarakat yang didatangkan dari luar Medan, pada dasarnya dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan. Menurut Tengku Luckman Sinar, dalam tahun 1905 penduduk kota Medan berjumlah sekitar 14.250 orang. Pada tahun 1918 jumlah itu bertambah menjadi 43.826 orang, jumlah itu terus bertambah pada tahun 1920 menjadi 45.248 orang, serta jumlah penduduk kota Medan tahun 1930 menjadi 74.976 orang.
Setelah dibentuknya Gemente Medan pada tahun 1909, maka terjadi perubahan status pada penduduk Medan. Pertama, penduduk yang berada dibawah pemerintahan kerajaan Deli dan yang kedua adalah penduduk yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah kolonial menciptakan tiga macm lingkungan pemukimam penduduk yang diskriminatif di Medan, yaitu :
1. Eropeese Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang khusus ditempati
oleh penduduk golongan Eropa. Penduduk pribumi dan golonga non-Eropa lainnya tidak diijinkan untuk bertempat tinggal dalam lingkungan ini.
2. Chinesee Wijk, yaitu lingkungan pemukiman yang ditempati oleh
orang-orang Cina. Selain sebagai tempat pemukiman orang Cina, juga berfungsi sebagai tempat kegiatan jual beli (perdagangan), karena dalam lingkungan tersebut terdapat banyak toko-toko kepunyaan orang Cina.
3. Lingkungan pemukiman (perkampungan) yang khusus ditempati oleh penduduk pribumi. Lingkungan tersebut pada umumnya berlokasi di pinggiran kota Medan dan sebagian kecil berada dekat lingkungan pemukiman orang-orang Cina. 14
Kondisi ini masih terus berlanjut ketika Indonesia merdeka, pola pemukiman penduduk masih berdasarkan penggolongan berdasarkan pola tersebut.
Hingga masa akhir pendudukan pemerintahan kolonial Belanda jumlah penduduk Kota Medan tidak banyak bertambah hanya berjumlah kira-kira 76.000 orang. Pada masa pendudukan Jepang terjadi peningkatan jumlah penduduk kota Medan, yaitu berjumlah kira-kira 93.000 orang15
Namun, Pada masa perjuang mempertahankan kemerdekaan 1945-1949 penduduk kota Medan mengalami penurunan menjadi sekitar 8.120 orang . Hal ini disebabkan oleh pengungsian besar-besaran akibat terjadinya pertempuran-pertempuran di Kota Medan terutama pemukiman penduduk pribumi menjadi tidak aman karena sering terjadi tembak menembak antara pejuang dan pihak sekutu maupun Belanda.
.
14
Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, Loc. Cit. Hal. 98.
15
Tindakan Belanda yang sering membabibuta telah menyebabkan rakyat banyak meninggalkan harta bendanya dan menyingkir keluar kota Medan16
Medan pada awalnya adalah sebuah kampung kecil, yang lokasinya terletak di sekitar pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli serta merupakan salah satu wilayah kekuasaan dari Kesultanan Deli. Catatan tentang Kampung Medan dan masyarakatnya tidak banyak diketahui sebelum dilakukannya penelitian oleh John Anderson pada tahun 1823.
.
2. 3. Latar Belakang Historis
17
Setelah masuknya pengaruh kolonial Belanda yang ditandai dengan pembukaan perkebunan tembakau di wilayah Deli, kota Medan semakin berkembang dengan pesat. Selain karena semakin banyaknya pembukaan perkebuanan di Kawasan Sumatera Timur, pemerintah kolonial Belanda juga telah mulai melakukan pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan maupun sarana untuk mendukung perkembangan industri perkebunan di wilayah ini. Seperti pembangunan gedung Deli Maatschappij pada tahun 1870, yang pembangunannya dipusatkan di Medan. Pemerintahan kolonial juga mulai menempatkan wakil-wakil pemerintahannya di Medan, untuk mengawasi perkebunan-perkebunan swasta tersebut. Lambat laun berkembang menjadi sebuah kota yang penting bagi pemerintah kolonial, karena Medan telah menjadi pusat administrasi perkebunan
Menurut Anderson Medan merupakan sebuah kampung kecil yang penduduknya sekitar 200 orang dan hidup cukup makmur sebagai petani lada dan tembakau.
16
R.Syahnan, Op.cit. 126
17
John Anderson adalah seorang sekretaris Gubernur Inggeris di Pulau Pinang yang melakukan perjalanan ke Sumatera Timur pada tahun 1823.
dan pemerintahan di Sumatera Timur dan sebagai tempat kedudukan Residen di Sumatera Timur pada tahun 1887.
Pengaruh perkebunan juga menjadi daya tarik bagi kaum pendatang untuk merantau ke tanah Deli, yaitu untuk bekerja di perkebunan tersebut. Ditambah dengan buruh-buruh yang didatangkan oleh pihak perkebunan, baik itu buruh pribumi maupun buruh yang didatangkan dari luar membuat pesatnya perkembangan populasi penduduk di Medan, sehingga menjadikan Medan sebagai kota tempat pembauran berbagai kelompok etnik18
2.4 Kota Medan sebagai Kota Perkebunan
.
Perkembangan kota Medan tidak terlepas dari munculnya industri perkebunan di Sumatera Timur, yang di perkenalkan untuk pertama kalinya oleh Jacobus Nienhuys pada pertengahan abad ke-19. Sejak kedatangan Nienhuys industri tembakau mengalami perkembangan yang sangat pesat. Tercatat sejak tahun 1863 sampai tahun 1888 terdapat 148 jumlah perkebunan tembakau, hampir setiap tahun terlihat kehadiran penguasa-penguasa onderneming baru. Dengan kata lain hanya dalam waktu 25 tahun daerah Sumatera Timur telah berubah menjadi kawasan perkebunan besar.
Pada awalnya tanaman yang menjadi primadona setiap perkebunan adalah tembakau yaitu sejak dekade 1870-an sampai 1880-an, akan tetapi karena mutu tanah dari setiap lahan yang berbeda menjadikan para pengusaha perkebunan berpikir dua kali untuk menanam jenis tanaman yang serupa pada lahan baru yang
18
Tim Pengumpul, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan Pemerintahan Kotamadya Daerah tingkat II Medan, Op. Cit. Hal. 95.
akan dibuka. Setelah mengalami penurunan kualitas dari tembakau yang dialami oleh sebagian besar pengusaha perkebunan, maka mereka mengalihkan penanaman tembakau kepada jenis tanaman lain yaitu, kopi, karet, teh dan kelapa sawit. Setelah masa penanaman industri tembakau selesai maka beberapa onderneming bersaha untuk mencari tanaman pengganti untuk kembali mengambil kembali lahan tersebut, seperti onderneming Marendal dekat Medan dan Rimbun melakukan percobaan penanaman karet atau Hevea Brasiliensis pada awal 1885. 19
Pada masa-masa selanjutnya pelaksanaan pemerintahan kolonial Belanda dan pengusahaan perkebunan-perkebunan milik pengusaha onderneming secara besar-besaran oleh orang Belanda di Deli berjalan seiring dan saling menopang. Keadaan yang demikian itu pada gilirannya cepat menumbuhkan kekuatan besar yang mendukung keberhasilan penjajahan Belanda di Sumatera Timur umumnya, dan keadaan yang demikian itu pula sekaligus menimbulkan banyak perubahan yang sangat cepat terhadap perkembangan kampung Medan menjadi kota setelah dasawarsa tahun 1860-an.
Begitu juga dengan beberapa onderneming lain yang mendapat hasil yang kurang maksimal dari industri tembakau mulai mencari tanaman alternatif lainnya.
Dengan banyaknya pembukaan lahan perkebunan yang baru menyebabkan membengkaknya kepentingan kegiatan peekonomian Belanda, salah satu dampaknya adalah menjadikan Medan sebagai pusat perdagangan dan pusat administrasi pemerintah kolonial. Oleh karena itu dilakukan pengembangan pembangunan fasilitas kota seperti, pembangunan jembatan, penerangan, dan fasilitas jalan-jalan baru.
19
Perkembangan kota yang semakin pesat, maka pada tahun 1887 Medan diresmikan menjadi pusat Residen di wilayah Simatera Timur.20
Pada tahun 1912 kemudian berdiri perkumpulan kamar dagang Belanda. Selain perkumpulan dalam bidang perdagangan, pada tahun itu juga berdiri perkumpulan para pengusaha perkebunan se- Sumatera Timur. Perkumpulan itu dinamakan Algemeene Vereeneging van Rubber Planters Oostkust van Sumatera atau disingkat dengan AVROS. Pada tahun 1911 diresmikan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan atau Gemente Warken. Dalam bidang pemerintahan tahun 1912 dilakukan untuk pertamakalinya pemilihan untuk keanggotaan Dewan kota yang sebagian besar adalah orang-orang Belanda. Dewan kota ini berjumlah 15 orang yang bertugas mengatur segala kepentingan kota dan mengawasi jalannya pembangunan, termasuk didalamnya pembuatan parit, taman kota, dan jalan raya.
Sejak saat itu Medan menjadi pusat segala aktivitas yang ada di Sumatera Timur, baik pusat pemerintahan, perdagangan, maupun pusat pemukiman penduduk
21 pada tahun itu juga kota Medan telah memiliki pasukan polisi kota tersendiri. Pada tahun yang sama diresmikan jalan Medan-Belawan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.22
20
Mahadi, Hari Djadi dan Garis-garis perkembangan Sosiologi Kota Medan, Medan : Fakultas Hukum USU, 1967, hlm. 69.
21
Ibid
22
T. Luckman Sinar, Op. Cit. hlm. 62.
. Dengan peresmian jalan ini menunjukkan bahwa perkembangan jaringan jalan sangat dibutuhkan pada waktu itu sebagai penunjang perkembangan industri perkebunan yang semakin bergairah di Sumatera Timur. Jalan menjadi sarana transfortasi yang penting karena memudahkan para pemilik perkebunan untuk membawa hasil-hasil perkebunan mereka ke pelabuhan untuk di perdagangkan.
Pada tahun 1914 bus umum yang pertama ke Tanah Karo diresmikan oleh Belanda, sehingga memudahkan bagi masyarakat Karo untuk melakukan perjalanan ke Medan. Tahun 1916 di Medan telah ada surat kabar dan majalah, seperti Sarikat Islam, Budi Utomo, Benih Merdeka dan lain sebagainya, 23 yang menunjukkan bahwa kota Medan telah mengalami perkembangan dalam bidang komunikasi.
Demikian perubahan yang terjadi di Kota Medan dengan berbagai ke lengkapan fasilitas umum dan berbagai kebutuhan lainnya, sehingga sejak tahun 1918 Medan sudah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah kota.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kedatangan orang-orang Belanda ke Sumatera Timur sejak akhir abad ke-19, baik untuk menjalankan pemerintahan kolonial maupun untuk membuka perkebunan, merupakan salah satu faktor penting yang mendorong perkembangan Medan menjadi kota industri. Dalam hal ini, tenaga pendorong terpenting datang dari kekuatan ekonomi yang ditumbuhkan oleh produksi perkebunan yang sejak tahun 1860-an sampai awal abad ke-20 keuntungannya terus-menerus meningkat, terutama perkebunan tembakau.
23