1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. V. L. RATUMBUYSANG PROVINSI SULAWESI UTARA
Felly Rawa*, A. Joy. M. Rattu*, J. Posangi**
*Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang membuat seseorang secara fisiologis mengalami disfungsi, baik interaksi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang--orang di sekelilingnya. Kepatuhan pengobatan antipsikotik memainkan peran kunci pada pasien skizofrenia, dan pengobatan yang teratur telah terbukti memperbaiki gejala dan mengurangi tingkat kekambuhan. Sebuah kajian komprehensif melaporkan bahwa tingkat ketidakpatuhan pada pasien skizofrenia sebesar 40% -50%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki faktor yang terkait dengan kepatuhan terhadap pengobatan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Pebruari – April 2017. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga inti pada pasien penderita skizofrenia yang menjalani rawat jalan dan tercantum dalam rekam medic di Poliklinik RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 66 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p value variabel keparahan penyakit (0,033), faktor pengobatan (0,002), lingkungan keluarga (0,002) dan variabel petugas kesehatan (0,628) dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia dan variabel lingkungan keluarga adalah variabel yang paling dominan terhadap kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di RSJ Prof. Dr. R. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara. Kesimpulan terdapat hubungan antara keparahan penyakit, faktor pengobatan dan lingkungan keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia, sedangkan variabel petugas kesehatan tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia dan variabel lingkungan keluarga adalah variabel yang paling dominan terhadap kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di RSJ Prof. Dr. R. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Kata Kunci: Kepatuhan Minum Obat, Penderita Skizofrenia ABSTRACT
Schizophrenia is a mental disorder that makes a person physiological dysfunction, interaction with himself and eith those around him. Antipsychotic medication adherence play a key role in patients of schizophrenia, and regular treatment has been shown to improve symptoms and reduce the recurrence rate However, the treatment of non-compliance remains one of the greatest challenges in psychiatry. A comprehensive assessment report that the level of non-compliance in schizophrenic patients by 40% -50%. Poor adherence to antipsychotic treatment has a negative impact on the course of the disease, resulting in increased risk of recurrence, back in the hospital and suicide, as well as increased costs for the health system. The purpose of this study was to investigate the factors associated with adherence to treatment of patients with schizophrenia in the Mental Hospital Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang in North Sulawesi. This research was a quantitative research conducted in RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang North Sulawesi province in February – April 2017. The population in this study is the main family in patients with schizophrenia outpatients and is listed in the record medic at the Polyclinic RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang North Sulawesi province and the sample in this study were 66 respondents. This study showed that P value (0,033), Medication (0,002), Family (0,002) and health worker variable (0,628) with medication adherence schizophrenic and family environment variable is the most dominant variables to medication adherence in patients with schizophrenia in RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang in North Sulawesi. It is concluded there is a relationship between the severity of disease, environmental factors, and treatment with medication adherence families of schizophrenics, while the variable of health workers is not related to medication adherence schizophrenic and family environment variable is the most dominant variables to medication adherence in patients with schizophrenia in RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang in North Sulawesi.
2
PENDAHULUANSkizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis psikopatologi yang sangat menganggu dan mengakibatkan gangguan pada kehidupan seseorang,
yaitu keluarga dan
komunitas/masyarakat. Gangguan
psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang paling berhubungan dengan pandangan popular tentang gila
atau sakit mental. Skizofrenia
merupakan salah satu gangguan jiwa yang berat dan dialami manusia sejak usia muda dan dapat berkelanjutan menjadi sebuah gangguan yang kronis bahkan dapat berujung pada kematian, penyakit ini dapat menjadi lebih parah
pada usia lanjut (lansia) karena
menyangkut pada segi fisik, psikologis dan social budaya. Pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tanggal 10 oktober 2014 World Mental Health Day memiliki tema global yaitu Living With
Schizophrenia, tema ini bertujuan untuk
meningkatkan perhatian seluruh aspek
masyarakat mengenai pentingnya
penanganan dan perlakuan yang tepat bagi penderita schizophrenia agar dapat kembali aktif serta produktif.
Resiko menderita skizofrenia adalah 1% yang berarti bahwa satu orang dari 100 orang akan menderita skizofrenia dalam hidupnya. American
Psychiatric Association (2013)
menyebutkan 1% populasi penduduk
dunia menderita skizofrenia. Di seluruh dunia muncul 2000 kasus setiap tahun.
Di amerika serikat >2000 orang
menderita skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2010).
Menurut World Health
Organization (WHO), skizofrenia adalah bentuk yang parah dari penyakit mental yang mempengaruhi sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun, prevalensinya tinggi disebabkan oleh kronisitas. Skizofrenia di seluruh dunia di derita kira-kira 24 juta orang.
Sembilan puluh persen penderita
skizofrenia berada di Negara
berkembang. Dirjen bina kesehatan
masyarakat (Depkes) mengatakan
jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa dari ras cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja,sampai skizofrenia. Hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 dan dikombinasikan dengan data rutin dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) penduduk Indonesia secara nasional mengalami gangguan jiwa berat
(skizofrenia) sebanyak 1,7 permil,
sedangkan prevalensi di Sulawesi utara yang mengalami skizofrenia sebanyak 0,8%.
Gangguan jiwa berat
3
keluarga serta masyarakat oleh karena
produktivitas penderita tersebut
menurun dan akhirnya menimbulkan beban biaya yang besar bagi pasien dan
keluarga. Dari sudut pandang
pemerintah, gangguan ini menghabiskan biaya pelayanan kesehatan yang besar. Sampai pada saat ini masih terdapat pemasungan serta perlakuan yang salah pada pasien gangguan jiwa berat di Indonesia.
Penyebab penderita skizofrenia tidak teratur memakan obatnya adalah karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan, dimana hospitalisasi yang lama memberi konsekuensi kemunduran pada klien
yang ditandai dengan hilangnya
motivasi dan tanggung jawab, apatis, menghindar dari kegiatan dan hubungan
social, kemampuan dasar sering
terganggu, seperti perawatan mandiri dan aktifitas hidup seharian. Kontinuitas
pengobatan dalam penatalaksanaan
skizofrenia merupakan salah satu factor utama keberhasilan terapi. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan akan memiliki resiko kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang patuh pada pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang merupakan alasan pasien kembali dirawat di rumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali pada kondisi semula dan dengan
kekambuhan yang berulang kondisi pasien bisa semakin memburuk dan sulit kembali ke keadaan semula. Pengobatan skizofrenia ini harus dilakukan terus menerus sehingga pasiennya nanti dapat dicegah dari kekambuhan penyakit dan
dapat mengembalika fungsi untuk
produktif serta akhirnya dapat
meningkatkan kualitas hidupnya
(medicastore, 2009).
Berdasarkan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitiannya untuk
menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuh minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang provinsi Sulawesi Utara.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Pebruari –
April 2017 dengan sampel 66
responden. Analisis data dimulai dari Univariat, bivariat dan multivariat dan menggunakan uji chi-square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Antara Keparahan
Penyakit Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
4
Tabel 1. Hubungan Antara Keparahan Penyakit Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Provinsi Sulawesi Utara
Keparahan Kepatuhan Minum Obat
Nilai p OR
Patuh Tidak Patuh Total
n % n % n % Parah 35 55,6 19 30,2 54 87,5 0,033 Tidak Parah 9 14,3 0 0,0 9 14,3 Total 44 69,8 19 30,2 63 100,0
Berdasarkan tabulasi silang
yang dilakukan antara keparahan
penyakit dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara, diperoleh data bahwa jumlah responden yang parah sebanyak 59 responden (87,5%) dengan patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 35 responden (55,6%) dan tidak patuh
minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 19 responden (30,2%),
sedangkan jumlah responden yang yang tidak parah sebanyak 9 responden (14,3%) dengan patuh minum obat
penderita skizofrenia sebanyak 9
responden (14,3%) dan tidak ada yang patuh minum obat penderita skizofrenia. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square
didapatkan hasil dengan nilai
p=0,033<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara keparahan penyakit dengan
kepatuhan minum obat penderita
skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Purnamisiwi (2015)
mengevaluasi kepatuhan minum obat antipsikotik oral pasien skizofrenia di instalasi rawat jalan rumah sakit jiwa daerah “X” Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian survei deskriptif yang dilakukan dengan pill count untuk menghitung persentase kepatuhan dan melakukan wawancara terstruktur untuk
menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat antipsikotik oral pasien skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan RSJD “X”. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 85 orang
dengan kriteria inklusi pasien
skizofrenia yang pernah dirawat di RSJD “X” periode 2010-2015, pasien rawat jalan usia 18-45 tahun yang melakukan kontrol sebelumnya dan bersedia menjadi responden. Hasil
penelitian menunjukkan sebanyak
68,24% (58 orang) patuh terhadap
pengobatannya. Berdasarkan hasil
penelitian, faktor yang paling
5
untuk minum obat adalah faktor penyakit dikarenakan keparahan atau stadium penyakit, pasien merasa sembuh
dan tidak mau minum obat.
(Purnamisiwi, 2015) Faktor yang
menyebabkan ketidakpatuhan minum obat antipsikotik oral paling tinggi adalah faktor penyakit sebesar 51,85%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyakit yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam minum obat dikarenakan pasien tidak yakin dengan pengobatan yang dijalani akan dapat menyembuhkan penyakitnya dan ketika pasien merasa lebih baik memilih
untuk menghentikan pengobatannya
tanpa rekomendasi dokter.
Kepatuhan (complience), juga
dikenal sebagai ketaatan (adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti
anjuran klinis dari dokter yang
mengobatinya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi perjanjian, mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan, menggunakan medikasi secara tepat, dan
mengikuti anjuran perubahan perilaku atau diet.perilaku kepatuhan tergantg pada situasi klinis tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan & Sadock, 2010)
Terapi yang dapat diberikan
pada pasien Skizofrenia beragam
bentuknya. Terapi psikososial
dimaksudkan agar pasien mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya, mampu merawat diri dan tidak bergantung pada orang lain (Hawari, 2007). Sedangkan pasien
gangguan jiwa Skizofrenia yang
berulang kali kambuh dan berlanjut kronis serta menahun maka selain program terapi seperti tersebut diatas diperlukan program rehabilitasi (Hawari , 2007).
Hubungan Antara Faktor Pengobatan dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 2. Hubungan Antara Faktor Pengobatan Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Faktor Pengobatan Kepatuhan Minum Obat
Nilai p OR
Patuh Tidak Patuh Total
n % n % n %
Baik 39 61,9 10 15,9 49 77,8
0,002 7,020
Kurang Baik 5 7,9 9 14,3 14 22,2
Total 44 69,8 19 30,2 63 100,0
Berdasarkan tabulasi silang
yang dilakukan antara faktor pengobatan
dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L.
6
Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara, diperoleh data bahwa jumlah responden yang menjawab baik sebanyak 49 responden (77,8%) dengan patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 39 responden (61,9%) dan tidak patuh
minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 10 responden (15,9%),
sedangkan jumlah responden yang menjawab kurang baik sebanyak 14 responden (22,2%) dengan patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 5 responden (7,9%) dan tidak patuh
minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 9 responden (14,3%).
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square
didapatkan hasil dengan nilai
p=0,002<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara faktor pengobatan dengan
kepatuhan minum obat penderita
skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Pengobatan untuk mengatasi gejala-gejala skizofrenia membutuhkan waktu yang lama. Pada umumnya perilaku pasien skizofrenia sulit untuk diarahkan. Mereka cenderung mudah bosan dan malas melakukan sesuatu.
Lamanya penyakit tampaknya
memberikan efek negative terhadap kepatuhan pasien minum obat. Semakin lama pasien menderita skizofrenia, maka makin kecil pasien tersebut patuh pada pengobatannya (Anonim, 2006).
Samalin (2010) menjelaskan
hubungan obat yang dikonsumsi
mempengaruhi kepatuhan diantaranya teruatama terkait dengan kemanjuran dan tolerabilitas antipsikotik. Pasien skizofrenia tidak segera kambuh setelah putus obat, sehingga pasien beranggapan kekambuhannya tidak ada hubungannya dengan putus obat. Selain itu jumlah obat dan kerumitan cara meminumnya
mempengaruhi kepatuhan pasien
skizofrenia meminum obatnya. Makin banyak jenis obat yang harus diminum
tiap harinya, maka pasien akan
merasakan kesulitan mematuhi program pengobatan.
Pratiwi (2011) meneliti Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik RSJ Prof. Dr Hb Saanin Padang Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pengobatan dengan kepatuhan minum obat.
Dalam penatalaksanaan
skizofrenia, kontinuitas pengobatan
merupakan salah satu faktor utama keberhasilan terapi. Menurut Ashwin (2009), pasien yang tidak patuh pada
pengobatan akan memiliki resiko
kekambuhan lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang patuh pada
pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang merupakan alasan pasien kembali
7
dirawat di rumah sakit (Medicastore, 2009).
Kontuinitas pengobatan dalam penatalaksanaan skizofrenia merupakan salah satu faktor keberhasilan terapi.
Pasien yang tidak patuh dalam
pengobatan akan memilki resiko
kekambuhan lebih tinggi di bandingkan dengan pasien yang patuh dalam pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang merupakan alasan kembali dirawat dirumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan waktu yang lebih lama dan dengan kekambuhan yang berulang, kondisi pasien bisa semakin memburuk dan sulit untuk dikembalikan ke keadaan semula. Pengobatan skizofrenia ini harus dilakukan terus menerus sehingga pasien nantinya dapat dicegah dari
kekambuhan penyakit dan dapat
mengembalikan fungsi untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup (Yuliantika dkk, 2012).
Kaunang, dkk (2015) meneliti
hubungan kepatuhan minum obat
dengan prevalensi kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat jalan di ruang
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Prof Dr. V. L. Ratumbuysang Manado. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan prevalensi kekambuhan
pasien skizofrenia di Poliklinik
RumahSakit Prof. Dr. V.L.
Ratumbuysang. Populasi dalam
penelitian ini keluarga dari pasien skizofrenia dan sampel yang di dapatkan sebanyak 88 responden. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara
kepatuhan minum obat dengan
prevalensi kekambuhan pasien
skizofrenia. Kepatuhan minum obat pasien skizofrenia yang berobat jalan di poliklinikjiwa, membawa dampak yang baik bagi pasien skizofrenia sehingga
prevalensi kekambuhan pasien
skizofrenia selam 1 tahun tidak pernah, hal ini di karenakan rutinnya pasien melakukan pengobatan.
Hubungan Antara Lingkungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 3. Hubungan Antara Lingkungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara Lingkungan
Keluarga
Kepatuhan Minum Obat
Nilai p OR
Patuh Tidak Patuh Total
n % n % n %
Baik 28 44,4 4 6,3 32 50,8 0,002 6,562
Kurang Baik 16 25,4 15 23,8 31 49,5
8
Berdasarkan tabulasi silang
yang dilakukan antara lingkungan
keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara, diperoleh data bahwa jumlah
responden yang menjawab baik
sebanyak 32 responden (50,8%) dengan patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 28 responden (44,4%) dan tidak patuh minum obat penderita
skizofrenia sebanyak 4 responden
(6,3%), sedangkan jumlah responden yang menjawab kurang baik sebanyak 31 responden (49,5%) dengan patuh
minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 16 responden (25,4%) dan tidak patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 15 responden (23,8%). Berdasarkan hasil analisis uji
chi-square didapatkan hasil dengan nilai
p=0,002<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat penderita
skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Kepatuhan minum obat terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya diikuti dengan benar. Jika terapi ini akan dilanjutkan, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan pengobatan itu dengan
benar dan tanpa pengawasan
(Purnamasari et all, 2013).
Ketidakpatuhan minum obat merupakan salah satu penghambat pemulihan. Kepatuhan minum obat terkait erat dengan aspek psikologis, misalnya masalah kebiasaan dan diperlukan juga suatu motivasi yang kuat untuk sembuh. Oleh sebab itu, berdasarkan pendekatan psikososial, dalam pemberian treatment, terapi media atau biologis tidak dapat berdiri sendiri. Salah satu cara agar pasien dapat patuh minum obat yaitu
dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien juga keluarga tentang skizofrenia (Saputra & Hidayat, 2010).
Ambari (2010) meneliti
“Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian Sosial Pada Pasien Skizorenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
dukungan keluarga dengan
keberfungsian sosial pada pasien
Skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini berupa skala, yaitu Skala
Dukungan Keluarga dan Skala
Keberfungsian Sosial. Dari analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,836 dengan p = 0,00 (p< 0.05. Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara variabel dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial. Sumbangan efektif
9
keberfungsian sosial pada pasien
Skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit sebesar 69,9 % dan faktor-faktor lain memberi pengaruh sebesar 30,1 %.
Pratiwi (2011) meneliti Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik RSJ Prof. Dr Hb Saanin Padang Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan responden dengan kepatuhan minum obat.
Sejalan dengan penelitian,
Natalia dkk, tahun 2013, menjelaskan bahwa ada 56,4 % responden memiliki
pengetahuan yang baik mengenai
pengobatan pasien skizofrenia, 43,5 % responden memiliki pengetahuan sedang
mengenai pengobatan pasien
skizofrenia, 84,6 % responden patuh dalam menjalankan pengobatan dan sebanyak 15,4 % tidak patuh dalam pengobatan. Disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.
Pendidikan kesehatan tentang skizofrenia sangat penting diberikan kepada pasien dan keluarga. Oleh karena kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh berbagai aspek psikologis, antara lain persepsi pasien mengenai pengobatan medis, kaitan antara manfaat minum obat dengan harapan hidup, dukungan
keluarga, preokupasi terhadap
ketakutan, serta semangat hidup.
Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Saputra dan Hidayat (2010) yang menunjukkan bahwa pendidikan
kesehatan tentang skizofrenia
memberikan dampak positif terhadap kepatuhan minum obat.
Pendidikan kesehatan keluarga
diharapakan dapat menjadi sarana
peberdayaan kelurga, baik ketika pasien masih dirawat dirumah sakit maupun setelah pulang kerumah. Pendidikan kesehatan individu keluarga adalah pendidikana kesehatan yang diberikan kepada keluarga pasien. Pendidikan kesehatan keluarga jenis ini merupakan bagian dari asuhan keperawatan pasien (anggota keluarga yang sedang dirawat). Materi pendidikan ini adalah cara mengatasi masalah keperawatan yang
dialami oleh pasien yang dapat
dilakukan oleh keluarga, baik dirumah sakit maupun dirumah.
Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien, harus mengetahui prinsip lima benar dalam minum obat yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, cara/rute pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar dimana kepatuhan terjadi bila aturan pakai dalam obat yang diresepkan serta pemberiannya di di rumah sakit di ikuti dengan benar. Ini sangat penting
10
terutama pada penyakitpenyakit
menahun termasuk salah satunya adalah
penyakit gangguan jiwa. Faktor
pendukung pada klien, adanya
keterlibatan keluarga sebagai pengawas minum obat pada keluarga dengan klien dalam kepatuhan pengobatan (Butar Butar, 2012).
Berdasarkan hasil studi
terdahulu yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu perawat di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan dengan
melakukan wawancara, perawat
mengatakan bahwa masih banyak pasien skizofrenia yang masih tidak patuh untuk minum obat, dilihat dari bulan Januari sampai bulan Mei Tahun 2014 masih ada 37 orang pasien yang masih kambuh, tiap bulannya pun pasien yang mengambil obat kurang maksimal.
Peneliti juga menanyakan kepada
perawat disitu tentang pendidikan
kesehatan apa saja yang dilakukan kepada pasien skizofrenia, perawat menanggapinya dengan mengatakan 4 tidak pernah melakukan pendidikan
kesehatan kepada pasiennya, tapi
perawat hanya menasehati keluarga pasien agar rajin untuk minum obat.
Yoga (2011) meneliti hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat di poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. Instrumen penelitian
terdiri dari (1) kuesioner karakteristik responden, (2) kuesioner dukungan keluarga, dan (3) kuesioner kepatuhan minum obat. Uji reliabilitas cronbach alpa pada kuesioner dukungan keluarga
r=0,755 dan kuesioner kepatuhan
minum obat r = 0, 767. Hasil penelitian menunjukan bahwa 65,6% responden memberikan dukungan keluarga berada pada tingkatan yang baik 65,6%, 12,5% cukup dan 21,9% kurang. Sementara itu 62,5% pasien gangguan jiwa patuh meminum obat dan 37,5% tidak patuh meminum obat. Hasil analisa statistik menunjukan bahwa dukungan keluarga berhubungan secara positif dengan kepatuhan pasien minum obat (r = 0,566; p = 0,01). Hal ini bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka kepatuhan pasien dalam minum
obat juga semakin tinggi. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat
membantu perawat dan keluarga untuk memberikan informasi yang benar dan mendukung perawatan pasien dengan gangguan jiwa.
Interaksi di dalam keluarga
sangat mempengaruhi tingkat
kekambuhan pada pasien skizofrenia.
Sebagai contoh, istilah
11
untuk mendeskripsikan tentang sifat ibu yang dingin, menolak, dan sikap dominan yang dapat menyebabkan skizofrenia pada anaknya. Di samping itu, istilah double bind communication digunakan untuk menggambarkan gaya komunikasi yang menghasilkan pesan-pesan saling bertentangan yang pada akhirnya mengakibatkan perkembangan skizofrenia.
Dukungan keluarga sangatlah
penting dalam hal memberikan
kontribusi bukan pada onset skizofrenia tetapi pada kekambuhan yang terjadi
setelah gejala-gejala awalnya
terobservasi. Adanya expressed emotion
dari keluarga seperti sikap bermusuhan, kritik, dan keterlibatan yang terlalu dalam yang diberikan kepada anggota keluarga yang mempunyai Universitas Sumatera Utara gangguan psikologis
sering kali dapat menunjukkan
kontribusi terhadap kekambuhan yang terjadi pada orang tersebut (Durand, 2007).
Hubungan Antara Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 4. Hubungan Antara Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizofrenia Di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Petugas Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Nilai p
OR
Patuh Tidak Patuh Total
n % n % n %
Mendukung 39 61,9 16 25,4 55 87,3 0,628 1,462
Kurang Mendukung 5 7,9 3 4,8 8 12,7
Total 44 69,8 19 30,2 63 100,0
Berdasarkan tabulasi silang
yang dilakukan antara petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara, diperoleh data bahwa jumlah responden yang menjawab mendukung sebanyak 55 responden (787,3%) dengan patuh
minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 39 responden (61,9%) dan tidak patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 16 responden
(25,4%), sedangkan jumlah responden yang menjawab kurang mendukung sebanyak 8 responden (12,7%) dengan patuh minum obat penderita skizofrenia sebanyak 5 responden (7,9%) dan tidak patuh minum obat penderita skizofrenia
sebanyak 3 responden (4,8%).
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square
didapatkan hasil dengan nilai
p=0,628>α=0,05 yang menunjukkan
tidak terdapat hubungan yang bermakna
12
kepatuhan minum obat penderita
skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Kepercayaan sangat
mempengaruhi kepatuhan minum obat. Menurut Buchanan (1992) semakin tinggi kepercayaan pasien terhadap obat yang dikonsumsinya maka semakin tinggi pula kepatuhannya terhadap minum obat (Chi-Mei, 2003).
Kualitas interaksi antara pasien dengan petugas kesehatan menentukan derajat kepatuhan. Kegagalan pemberian informasi lengkap tentang obat dari tenaga 16 kesehatan bisa menjadi
penyebab ketidakpatuhan pasien
meminum obatnya. Menurut
Fleischhacker (2003) pemberian
perawatan lanjutan ketika dirumah, keyakinan tenaga kesehatan terhadap suksesnya pengobatan, hubungan yang baik pasien dan tenaga kesehatan dan efektivitas dari perawatan pada rawat jalan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan.
Hubungan terapetik yang
dibangun tenaga kesehatan dengan pasien merupakan suatu landasan atau
dasar dari kepatuhan terhadap
pengobatan. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang dilakukan. Tenaga kesehatan dapat melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu dengan gaya atau bahasa
yang dapat dimengerti pasien sehingga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Loebis, 2007).
Pratiwi (2011) meneliti faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di poliklinik RSJ Prof. Dr Hb Saanin Padang Tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pelayanan kesehatan dengan kepatuhan minum obat
Hubungan Secara Bersama-Sama antara Keparahan Penyakit, Faktor Pengobatan, Lingkungan Keluarga, dan Faktor Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di RSJ Prof. Drr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Hasil analisis dalam tabel diatas menunjukan bahwa lingkungan keluarga adalah variabel paling dominan dengan nilai wald 7,712 dengan antara petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
Pratiwi, (2011) meneliti Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rsj Prof. Dr HB Saanin Padang Tahun 2011. Peneliti
13
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat pada pasien skizofrenia di
Poliklinik RSJ Prof. Dr. HB Saanin Padang Tahun 2011 dapat diambil
kesimpulan Lebih dari separuh
responden patuh minum obat; Sebagian besar responden memiliki pengetahuan
baik tentang skizofrenia dan
pengobatannya; Lebih dari separuh responden memiliki sikap yang positif terhadap pengobatannya; Lebih dari separuh responden percaya terhadap
penyakit yang dideritanya dan
pengobatan yang dijalankannya; Lebih dari separuh responden memiliki faktor lingkungan yang baik. Lebih dari
separuh responden mendapatkan
pelayanan yang baik dari tenaga kesehatan; Lebih dari separuh responden merasakan ada masalah terhadap obat yang diminumnya. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan responden dengan kepatuhan minum obat; Tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara faktor pelayanan
kesehatan dengan kepatuhan minum obat; Terdapat hubungan yang bermakna
antara faktor pengobatan dengan
kepatuhan minum obat; Faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia adalah faktor lingkungan
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan antara
keparahan penyakit dengan
kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
2. Terdapat hubungan antara faktor
pengobatan dengan kepatuhan
minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
3. Terdapat hubungan antara
lingkungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
4. Tidak terdapat hubungan antara petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia di RSJ Prof. dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara
5. Variabel lingkungan keluarga adalah
variabel yang paling dominan
terhadap kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di RSJ Prof. drR. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Butar, B.O.D. 2011. Hubungan
pengetahuan keluarga dengan
tingkat kepatuhan pasien
14
daerah provinsi Sumatra utara
medan. Di unduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitst ream
/123456789/32884/5/Chapter2 0I.pd f (15 mei 2013)
Kaunang, I., E. Kanine, dan V. Kallo. 2015. Hubungan Kepatuhan
Minum Obat Dengan
Prevalensi Kekambuhan Pada
Pasien Skizofrenia Yang
Berobat Jalan Di Ruang
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Prof Dr. V. L. Ratumbuysang Manado . Jurnal Keperawatan, Vol 3, No 2
Pratiwi, I. 2011. Faktor – Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Kepatuhan Minum
Obat Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rsj Prof. Dr HB Saanin Padang Tahun 2011
Purnamisiwi, S. A., E. M. Sutrisna, dan R. Yuliani. 2015. Evaluasi
Kepatuhan Minum Obat
Antipsikotik Oral Pasien
Skizofrenia Di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Jiwa
Daerah “X”. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Yoga, M. I. S. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Pasien Minum
Obat Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan.
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara 2011