• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

11 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI

SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU

Reska Perdana*, Tri Setyawati**

* Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

**Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako

ABSTRACT

Background: Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi. Salmonella typhi infection resulted in high mortality in patients, especially in some developing countries such as Indonesia.

purpose: Researching and analyzing the sensitivity of antibiotics against the bacterium Salmonella typhi in Palu City.

Method: This study is pure experimental research using research design post test only control group design. Sixteenth with chloramphenicol and sixteenth with Amoxicillin antibiotic. The testing of antibiotic sensitivity test is done by using the diffusion method of Kirby-bauer. Interpretation of results is based on inhibition zone formed and adapted to the standard criteria of the National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). The number of samples in this study were a total of 32 samples of antibiotics. The study was conducted at the Laboratory of Health Province Central Sulawesi.

Result: Antibiotic sensitivity test results against Salmonella typhi bacteria using the Kirby-Bauer diffusion method showed that the antibiotic chloramphenicol sensitive, (100%) with a mean inhibition of 23.06 mm; and the antibiotic amoxicillin sensitive, (100%) with a mean inhibition of 21.13 mm. The study showed a significant difference between the inhibition formed of chloramphenicol and amoxycillin.

Conclusion: Chloramphenicol and amoxycillin sensitive to the Salmonella typhi bacteria.

(2)

12 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... ABSTRAK

Latar belakang: Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Tujuan penelitian: Meneliti dan menganalisis sensitivitas antibiotik terhadap bakteri Salmonella typhi di Kota Palu.

Metode penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Jumlah sampel 32, 16 diberi kloramfenikol, dan 16 diberi antibiotik amoksisilin. Pengujian uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan menggunakan metode difusi Kirby-bauer. Interpretasi hasil didasarkan pada zona hambat yang terbentuk dan disesuaikan dengan kriteria standar dari National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 sampel antibiotik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.

Hasil penelitian: Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri Salmonella typhi menggunakan metode difusi Kirby-Bauer menunjukkan bahwa antibiotik kloramfenikol sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat sebesar 23,06 mm; dan antibiotik amoksisilin sensitif, (100%) dengan rerata daya hambat 21,13 mm. Penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara daya hambat yang terbentuk dari kloramfenikol dan amoksisilin.

Kesimpulan : Kloramfenikol dan amoksisilin sensitif terhadap bakteri Salmonella typhi.

(3)

13 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... PENDAHULUAN

Demam tifoid banyak ditemukan di Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan, masyarakat mampu ataupun kurang mampu. Penyakit tersebut berkaitan erat dengan kualitas yang berasal dari kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti; kebersihan makanan dan minuman yang rendah, kebersihan tempat-tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang, serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.[14]

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella enterica serotype Typhi

(Salmonella typhi). Penyakit tersebut tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Tahun 2000, perkiraan bahwa lebih dari 2,16 juta infeksi terjadi diseluruh dunia, menghasilkan 216,000 kematian, dengan lebih dari 90% angka kesakitan dan kematian terjadi di Asia. Demikian juga dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit besar di Indonesia, menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500 per 100.000 penduduk. Angka kematian diperkirakan

sekitar 0,6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya biaya pengobatan.[14],[6]

Terapi utama yang dipakai dalam penanganan demam tifoid adalah antibiotik Kloramfenikol. Antibiotik lain seperti Kotrimoksazol, Siprofloksasin, Ofloksasin, Amoksisilin, dan Sefalosporin generasi ketiga menjadi alternatif obat tifoid apabila Kloramfenikol sebagai lini pertama sudah tidak lagi efektif.[11]

Resistensi antibiotik maupun multi-resistensi dari spesies Salmonella telah meningkat dengan pesat, terutama di negara-negara berkembang seiring dengan peningkatan penggunaan antibiotik secara sembarangan dan tidak terkontrol. Berbagai serovar dari spesies

Salmonella resisten terhadap antibiotik

konvensional seperti Ampisilin, Kloramfenikol, Trimethoprim-Sulfamethoxazole, dan antibiotik yang

lebih baru lainnya (Kuinolon dan Sefalosporin berspektrum luas) dilaporkan meningkat frekuensinya dalam beberapa area di seleruh dunia.[9]

Pola resistensi yang terjadi sangat tergantung dari pola atau sifat bakteri dan penggunaan antibiotik dan

(4)

14 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... penatalaksanaan penyakit serta

kecepatan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Tiap-tiap daerah mempunyai pola sensitivitas Salmonella yang berbeda, sehingga perlu dilakukan uji sensitivitas secara berkala karena pola sensitivitas bakteri dapat bervariasi pada waktu dan tempat yang berbeda.[8]

Meneliti pola sensitivitas antibiotik terhadap suatu bakteri patogen merupakan hal yang sangat penting untuk menyesuaikan pengobatan terbaru dan melihat manfaat dari pengobatan sebelumnya.[9]

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian post

test only control group design.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah pada 2015. Pengambilan sampel bakteri, antibotik beserta prosedur penelitian dilakukan langsung di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Salmonella typhi yang berasal dari pasien suspek demam tifoid di Kota Palu. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan isolat murni bakteri Salmonella typhi yang berasal dari pasien dan telah dibiakkan di Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah. Perlakuan yang diberikan yaitu:

Perlakuan 1 : Menempatkan cakram antibiotik kloramfenikol pada media pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Perlakuan 2 : Menempatkan cakram

antibiotik amoksisilin

pada media pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Replikasi sampel bakteri dilakukan sebanyak 16 kali, sehingga didapatkan besaran total sampel antibiotik sebanyak 32 Sampel yang terdiri dari 16 antibiotik kloramfenikol dan 16 antibiotik amoksisilin.

HASIL

Pada penelitian ini dilakukan prosedur uji sensitivitas antibiotik yang dengan memakai metode difusi agar (tes

Kirby-Bauer). Prosedur pengujian ini

dimulai dengan menempatkan bakteri

Salmonella typhi pada media Mueller-Hinton agar (MHA), selanjutnya cakram

(5)

15 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... antibiotik Kloramfenikol dan

Amoksisilin ditanam di setiap permukaan agar dengan memperhatikan jarak yang sesuai (tidak terlalu dekat atau terlalu jauh) lalu dilakukan replikasi sampel bakteri sebanyak 16 kali. Berdasarkan jumlah replikasi didapatkan total 32 sampel antibiotik yang digunakan (16 Kloramfenikol dan 16 Amoksisilin). Selanjutnya media agar diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, kemudian dilakukan pengamatan langsung dan pengukuran memakai jangka sorong pada zona jernih yang terbentuk pada media agar dan merupakan hasil dari daya hambat yang diteliti. Hasil pengukuran didapatkan bahwa setiap replikasi memiliki hasil sensitif.

Hasil tersebut telah disesuaikan dengan kriteria standar dari National

Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) dan dengan tingkat

sensitivitas sebesar 100% dari kedua antibiotik. Diameter rerata yang terbentuk dari antibiotik Kloramfenikol sebesar 23,06 mm dan Amoksisilin sebesar 21,13 mm. Besaran diameter daya hambat yang terbentuk dan

hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter zona hambat, interpretasi dan rerata dari uji sensitivitas antibiotik metode difusi Kirby-Bauer.

Perbedaan zona hambat yang terbentuk dari tiap replikasi dapat juga dilihat melalui grafik dibawah ini. Grafik 4.1 Grafik perbedaan

masing-masing zona hambat yang terbentuk dari berbagai replikasi.

Setelah pengukuran daya hambat telah selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis

(6)

16 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... data. Analisis data diawali dengan

melakukan uji normalitas memakai uji

Shapiro-Wilk dengan nilai kemaknaan

sebesar (p>0,05). Apabila hasil tidak sesuai dengan standar tersebut, maka disimpulkan bahwa data tidak memiliki distribusi yang normal.[15]

Hasil pada uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk,

didapatkan signifikansi (p<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal. Karena hasil pengujian data tidak terdistribusi dengan normal, maka dilakukan uji alternatif memakai uji non-parametrik yaitu uji

Mann-Whitney.

Tabel 4.2 Tabel perbedaan daya hambat

n Median p (minimum-maksimum) Daya hambat antibiotik Kloramfenikol 16 23,06 (22,0-24,0) ,000 Daya hambat antibiotik Amoksisilin 16 21,00 (20,0-22,0) Keterangan :

n : Merupakan jumlah total

subjek dari setiap kelompok perlakuan. Median : Nilai tengah dari daya

hambat yang terbentuk. (minimum-maksimum) : Nilai minimal hingga

maksimal dari tiap daya hambat yang terbentuk. p : Nilai signifikan uji

Mann-Whitney.

Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas, didapatkan signifikansi hasil dari uji alternatif memakai uji Mann-Whitney adalah (p=0,000) dimana nilai dari (p<0,05) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara daya hambat dari antibiotik Kloramfenikol dan antibiotik Amoksisilin serta menunjukkan bahwa hipotesis diterima.

DISKUSI

Uji sensitivitas antibiotik yang digunakan merupakan uji sensitivitas dengan metode difusi agar

(Kirby-Bauer) memakai media Mueller-Hinton agar (MHA). Metode difusi agar (disc

diffusion) atau (tes Kirby-Bauer)

merupakan cara pengujian kepekaan antibiotik dengan meletekkan agen antimikroba pada media yang telah ditanami oleh mikroorganisme. Agen antimikroba tersebut akan berdifusi pada media yang ditumbuhi oleh bakteri.[17]

Zona jernih pada lapisan agar yang terbentuk diakibatkan oleh karena senyawa antimikroba berdifusi ke dalam lapisan agar dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteri) dan disebut sebagai zona hambat,

(7)

17 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... sedangkan lapisan agar yang ditumbuhi

mikroorganisme akan tampak keruh. Senyawa antimikroba bekerja dengan cara berinteraksi dengan dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan gangguan permeabilitas pada dinding sel bakteri dan memudahkan seyawa antimikroba untuk bisa berdifusi ke dalam sel bakteri. Difusi yang terjadi akan mengakibatkan gangguan pada serangkaian proses pertumbuhan dari bakteri sehingga menghambat pertumbuhannya (bakteriostatik) ataupun memberikan efek lain yaitu

dengan membunuh bakteri

(bakteriosidal). Selain itu, senyawa antimikroba juga dapat menembus membran sel dan berinteraksi dengan material genetik dari bakteri sehingga bakteri dapat mengalami mutasi.[16]

Hasil yang didapatkan dari pengukuran zona hambat menunjukkan bahwa antibiotik Kloramfenikol memiliki rerata zona hambat sebesar 23,06 mm dan Amoksisilin sebesar 21,13 mm. Hasil tersebut disesuaikan dengan kritetia standar dari National

Committee for Clinical Laboratory

Standards (NCCLS) untuk kriteria

sensitif, intermediet, ataupun resisten

dari masing-masing obat dan dari hasil pengukuran didapatkan bahwa setiap antibiotik Kloramfenikol masuk dalam kriteria sensitif, dan setiap antibiotik Amoksisilin masuk dalam kriteria sensitif dengan persentase sensitivitas dari kedua antibiotik uji tersebut sebesar 100%.

Dasar penggolongan antibiotik yang sensitif, intermediet maupun resisten didasarkan pada antibiotik yang melalui pengujian laboratorium dan disesuaikan dengan kriteria standar baku dari masing-masing jenis antibiotik. Standar dari tiap antibiotik berbeda terhadap suatu bakteri tertentu yang diujikan. Hasil pengujian tersebut kemudian ditandai dengan huruf “S” dan “I” (intermediet) sedangkan antibiotik resisten ditandai dengan huruf “R”. Sensitif menunjukkan bahwa antibiotik tersebut memiliki daya hambat yang lebih besar dari kriteria yang seharusnya, intermediet berada pada rentang minimum terendah hingga mencapai sensitif, dan resisten menunjukkan daya hambat yang terbentuk berada jauh dibawah kriteria yang telah ditentukan.[7]

(8)

18 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... Data yang terkumpul kemudian

dianalisis menggunakan analisis data alternatif non-parametrik menggunakan uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney merupakan uji jenjang untuk dua populasi atau sampel yang berbeda. (Sunyoto, 2014)[3]. Uji Mann-Whitney digunakan apabila uji T-independent tidak dapat dilakukan. Agar uji

T-independent dapat dilakukan, maka

sebaran data haruslah normal, sehingga data pada penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pengujian tersebut. Hasil dari uji Mann-Whitney didapatkan signifikansi sebesar (p=0,000) dan memenuhi nilai (p<0,05) sehingga diartikan bahwa terdapat perbedaan daya hambat yang bermakna secara statistik dari kedua antibiotik Kloramfenikol dan Amoksisilin serta menunjukkan jika hipotesis telah diterima.

Sensitivitas antibiotik Kloramfenikol dan Amoksisilin yang didapatkan pada penelititan tersebut memiliki respon yang baik dengan persentase sensitivitas sebesar 100%. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada penelitian sebelumnya di Indonesia. Katarnida (2013) dalam penelitiannya

yang dilakukan di Jakarta menjelaskan bahwa pada uji sensitivitas antibiotik, hasil kultur dari bakteri Salmonella typhi menunjukkan respon yang baik terhadap beberapa antibiotik. Respon tersebut menunjukkan bahwa ditemukan hasil sensitif 100% terhadap antibiotik Amoksisilin, Sefotaksim, Seftriakson, Kloramfenikol, Gentamisin, Imipenem, Kanamisin, Asam Nalidiksat, dan Sulfametoksazol.[10]

Beberapa laporan data

memperlihatkan 80% isolat dari strain

Salmonella typhi yang diambil di

Vietnam menunjukkan hasil resisten terhadap Kloramfenikol, sedangkan sampel Salmonella typhi yang berasal dari India dan Indonesia menunjukkan tidak ada resistensi.[13]

Penelitian lain yang dilakukan oleh Juwita (2013) menunjukkan tingkat sensitivitas antibiotik secara in-vitro terhadap Salmonella typhi yang dilakukan di kota Banjarmasin memberikan hasil bahwa tingkat sensitivitas antibiotik Kloramfenikol dengan persentase sebesar 65%, dan tingkat sensitivitas antibiotik Amoksisilin sebesar 15% atau telah masuk dalam kategori resisten.

(9)

19 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... Penelitian yang dilakukan di Bandung

oleh Mulyana (2009) menunjukkan bahwa antibiotik Kloramfenikol memiliki sensitivitas sebesar 99,05% dan antibiotik Amoksisilin sebesar 99,36%.

Perbedaan tingkat sensitivitas antibiotik Amoksisilin pada tiap daerah sangatlah berbeda. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti kerasionalan dalam penggunaannya dan kepatuhan penderita dalam meminum obat. Hal lain yang dapat mempengaruhi ialah dikarenakan Amoksisilin merupakan obat pasaran yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat untuk dikonsumsi pada berbagai macam penyakit dan juga karena harganya yang murah dan terjangkau bagi masyarakat.[8]

Perbedaan persentase hasil uji sensitivitas antibiotik yang didapatkan dari masing-masing antibiotik uji (Kloramfenikol dan Amoksisilin) yang dilakukan oleh peneliti maupun dari penelitian-penelitian sebelumnya di tiap daerah menunjukkan bahwa adanya keberagaman tingkat sensitivitas suatu antibiotik terhadap bakteri Salmonella

typhi. Keberagaman tingkat sensitivitas

dapat diakibatkan oleh karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas suatu antibiotik terhadap bakteri Salmonella

typhi. Faktor-faktor tersebut dapat

berupa penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang lama, penggunaan yang tidak tepat, kepatuhan pasien dalam meminum obat, dan masih banyak lagi baik dari tingkat sel bakteri maupun dari tingkat ekonomi pasien.[8]

Antibiotik Kloramfenikol sebagai obat pilihan atau “drug of choice” memberikan respon yang baik pada penelitian ini. Sehingga penggunaan antibiotik Kloramfenikol sebagai “drug

of choice” dapat terus dilanjutkan

dengan tetap memperhatikan efek samping dari penggunaan obat tersebut. Hasil tersebut telah sesuai dengan teori yang ada dan dikemukakan oleh beberapa penelitian sebelumnya, antara lain oleh Bajracharya et al (2006) dan Choudhary et al (2013), yang menjelaskan bahwa sejak Kloramfenikol diperkenalkan pada tahun 1948, Kloramfenikol menjadi obat pilihan yang digunakan dalam terapi demam tifoid diseluruh belahan dunia. Terapi dengan Kloramfenikol, menurunkan

(10)

20 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... angka kematian akibat demam tifoid

dengan sangat signifikan dan penurunan durasi demam yang selama 14-28 hari memendek menjadi 3-5 hari. Pemendekan demam tersebut sangat membantu dalam keberhasilan terapi khususnya bagi kenyamanan pasien.[5],[1]

Hasil uji sensitivitas dari antibiotik Amoksisilin yang dilakukan pada penelitian ini memberikan respon yang baik terhadap bakteri Salmonella typhi, sehingga penggunaan Amoksisilin dalam pengobatan penyakit dengan penyebab bakteri Salmonella typhi dapat terus dilanjutkan apabila antibiotik Kloramfenikol sebagai “drug of choice” tidak dapat digunakan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kaur (2011) dan Markose & Parthiban (2012), dimana mereka menjelaskan bahwa antibiotik Amoksisilin, memiliki tingkat keasaman yang stabil dalam tubuh, obat tersebut merupakan semi-sintetis dari kelas antibiotik yang disebut Penisilin (antibiotik beta-laktam) dan telah terbukti efektif terhadap berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh bermacam-macam bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif pada manusia dan

hewan. Amoksisilin dipakai untuk mengobati berbagai jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada beberapa lokasi infeksi, seperti infeksi telinga, infeksi saluran kemih, pneumonia, gonorrhea, dan E-coli maupun infeksi salmonella.[4],[2]

Obat-obat lini pertama yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah Kloramfenikol, Tiamfenikol, atau Ampisilin/ Amoksisilin. Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid karena efektif dalam mempercepat penyembuhan, murah, mudah didapat, dan dapat diberikan secara oral. Umumnya perbaikan klinis sudah tampak dalam waktu 72 jam.[12]

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdaskan dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa antibiotik Kloramfenikol dan Amoksisilin memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap bakteri Salmonella typhi

dengan persentase masing-masing sebesar 100% dan rerata daya hambat yang terbentuk sebesar 23,06 mm dan 21,13 mm, serta terdapat perbedaan daya

(11)

21 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... hambat yang nyata secara statistik dari

kedua antibiotik terhadap bakteri

Salmonella typhi. Peneliti sangat

berharap kekurangan pada penelitian tersebut dapat dperbaiki pada penelitian-penelitian selanjutnya.

DAFTARPUSTAKA

1. Choudhary, A, et al., 2013.

Antimicrobial susceptibility of

Salmonella enterica serovars in a tertiary care hospital in southern India. Indian J Med Res, (137):

800-802.

2. Markose & Parthiban., 2012.

Formulation And Evaluation Of Dispersible Tablets Of Amoxicillin

Trihydrate And Dicloxacillin

Sodium. IRJP, 2012 3(6).

3. Sunyoto, D., 2014. Analisis Data

Penelitian Kesehatan Dengan SPSS.

Nuha Medika. Yogyakarta.

4. Kaur, S.P, Rao, R., Nanda, S., 2011.

Amoxicillin: A Broad Spectrum Antibiotic. Int J Pharm Pharm Sci, 3

(3):3037.

5. Bajracharya, B.L, et al., 2006.

Clinical profile and antibiotics

response in typhoid fever.

Kathmandu University Medical Journal, 4 (13):25-29.

6. Ochiai, R.L, et al., 2008. A study of

typhoid fever in five Asian

countries: disease burden and implications for controls. Bulletin

of the World Health Organization 2008, (86):260–268.

7. Refdanita., Maksum, R., Nurgani, A., Endang, P., 2004. Pola

Kepekaan Kuman Terhadap

Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 – 2002. Makara,

Kesehatan, 8 (2): 41-48.

8. Juwita, S., Hartoyo, E., Budiarti, L.Y., 2013. Pola Sensitivitas In

Vitro Salmonella typhi Terhadap

Antibiotik Kloramfenikol,

Amoksisilin, Dan Kotrimoksazol Di

Bagian Anak Rsud Ulin

Banjarmasin Periode

Mei-September 2012. Berkala

Kedokteran Vol. 9 No. 1 April 2013.

9. Mijovic, C, et al., 2012. Antibiotic

Susceptibility Of Salmonella Spp.: A Comparison Of Two Surveys With A

5 Years Interval. Journal of

IMAB,18(1).

10. Katarnida, S.S., Karyanti, M.R., Oman, D.M., Katar, Y., 2013. Pola

Sensitivitas Bakteri dan

Penggunaan Antibiotik. Sari

Pediatri, Vol. 15, No. 2, Agustus 2013.

11. Mulyana, Y., 2009. Sensitivitas

Salmonella Sp. Penyebab Demam

Tifoid Terhadap Beberapa

Antibiotik Di Rumah Sakit

Immanuel Bandung. Fakultas

Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung.

12. Rampengan, N.H., 2013. Antibiotik

Terapi Demam Tifoid Tanpa

(12)

22 Reska Perdana & Tri Setyawati, Uji In-Vitro Sensitivitas Antibiotik ... Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari

2013.

13. Butler, T., 2011. Treatment of

typhoid fever in the 21st century: promises and shortcomings. Clin

Microbiol Infect, (17): 959–963. 14. Kemenkes., 2006. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

364/MENKES/SK/V/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Menteri Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

15. Dahlan, M.S., 2013. Statistik Untuk

Kedokteran dan Kesehatan;

Deskriptif, Bivariat, dan

Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan menggunakan SPSS, Edisi

5. Salemba Medika. Jakarta.

16. Roihanah S., Sukoso., Andayani S., 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Teripang Holothuria sp. Terhadap Bakteri Vibrio harveyi Secara In vitro. J. Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2,

2011.

17. Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi

Gambar

Tabel  4.1  Hasil  pengukuran  diameter  zona  hambat,  interpretasi  dan  rerata  dari  uji  sensitivitas  antibiotik  metode difusi Kirby-Bauer
Tabel 4.2 Tabel perbedaan daya hambat

Referensi

Dokumen terkait

Setelah Enkripsi, sistem akan membuat enkripsi DES dan pengguna dapat menyimpan enkripsi citra watermark yang dihasilkan ke folder yang telah dipilih untuk

Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan model pembelajaran kooperatif Listening Team dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah Kota Maksum merupakan kawasan ibukota kesultanan Deli yang pindah dari Labuhan karena sebab-sebab tertentu, yakni

The central control console was all that was left of the TARDIS, and it now revolved through space like a giant spinning-top, while Zoe and Jamie held on to it with all

Puji syukur Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pengetahuan

Napomena: Materijal: Naziv: Masa: Pozicija: Listova: Format: Kopija Ime i prezime Datum Projektirao Pregledao Objekt: Crtao Razradio FSB Zagreb Potpis R. broj: Objekt broj:

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Viviawati (2014) dengan judul pengaruh pedidikan kesehatan tentang pemeriksaan SADARI sebagai