• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter normal dari pria yang lebih muda dan sehat, hal ini terjadi oleh karena penurunan fungsi testis yang bertugas memproduksi hormon testosteron tersebut.

Pria andropause memiliki gejala-gejala dari defisiensi testosteron seperti penurunan libido, disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi, penurunan massa otot, peningkatan lemak tubuh, penurunan densitas tulang, penurunan body performance dan hilangnya mood yang akhirnya mempengaruhi psikis serta menimbulkan masalah pada kualitas hidup (Nieschlag et al., 2005).

Andropause secara alami biasanya terjadi pada rentang usia antara 40-60 tahun yang dilaporkan pada Massachusetts Male Aging Study (Araujo et al., 2004). Sekitar 30% dari pria usia 60–70 tahun dan 70% dari pria usia 70–80 tahun terjadi penurunan bioavailable atau level free testosterone (Cunningham et al., 2004). Testosteron menurun sekitar satu persen per tahun setelah usia 30 tahun (Borst et al., 2007). Prevalensi dari total serum testosteron antara usia 45 tahun atau yang lebih tua sekitar 39% (Mulligan et al., 2006).

Kriteria kadar testosteron yang rendah terkait usia yaitu konsentrasi total serum testosteron kurang dari 200 ng/dl dikatakan sebagai hipogonad, prevalensi hipogonad meningkat seiring peningkatan usia (Borst et al., 2007). Seiring

(2)

bertambahnya usia, selain terjadi penurunan fungsi reproduksi pria yang menyebabkan penurunan jumlah testosteron bebas dan availabilitasnya, terjadi juga peningkatan sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga pembentukan deoxyribonucleic acid (DNA), messenger ribonucleic acid (mRNA), protein termasuk growth factor (GF) juga menurun (Cunningham et al., 2004).

Kejadian hipogonad pada hewan coba dapat dibuktikan dengan cara kastrasi (pengangkatan organ testis), didapatkan bahwa kadar testosteron menurun secara drastis seperti pada percobaan yang dilakukan oleh Justulin et al. (2006), bahwa pada tikus jantan usia 3 bulan didapat kadar testosteron pada kontrol sekitar 9 ng/ml dan pada tikus yang dikastrasi (setelah 21 hari) sekitar 0,05 ng/ml. Tahun 2005 ditemukan bahwa konsentrasi testosteron pada tikus tua usia 30 bulan (sekitar 0,8 ng/ml) lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang lebih muda yang berusia 3 bulan (sekitar 1,8 ng/ml) (Wang et al., 2005).

Pengaruh hormon testosteron pada organ reproduksi pria selain pada testis dan penis, juga berpengaruh pada organ-organ lainnya yaitu untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan kelenjar aksesori genital pria baik morfologi maupun fisiologinya, karakteristik pria, vas deferens dan skrotum (Kusdiantoro et al., 2001). Pada literatur sebelumnya efek testosteron yang diblok dengan cara kastrasi, setelah satu minggu signifikan menyebabkan penurunan berat vesikula seminalis (sekitar 0,04%) dan abnormalitas histologi jaringan dibanding kontrol (sekitar 0,2%) (Belanger et al., 2013). Hasil temuan tersebut membuktikan bahwa keadaan defisiensi hormon testosteron akan menyebabkan gangguan pada kelenjar aksesori organ reproduksi pria termasuk pada kelenjar prostat.

(3)

Pertumbuhan normal dan diferensiasi epitelium dari kelenjar aksesori khususnya prostat dikontrol dan diregulasi oleh androgen dengan sinyal parakrin, dimediasi oleh reseptor androgen dengan stroma sebagai lokasi reseptor androgen yang berlangsung melalui suatu mekanisme autoregulasi (Gao et al., 2005). Pada kelenjar prostat hormon testosteron akan dikonversi terlebih dahulu menjadi dihydrotestosterone (DHT) oleh enzim 5α-reductase. Androgen khususnya DHT berinteraksi dengan reseptor androgen (androgen receptor/AR) membentuk kompleks androgen-AR, dan akan memacu mRNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi proliferasi, oleh karena itu jika ekspresi AR meningkat maka akan berpengaruh positif juga pada pertumbuhan dari organ target (Culig, 2004), begitu pula sebaliknya.

Penelitian oleh Banerjee et al. (2001), mengatakan bahwa level ekspresi AR menunjukan penurunan dari pertumbuhan pada lobus ventral kelenjar prostat seiring bertambahnya usia. Ekspresi AR pada organ target juga ditemukan menurun jika dikaitkan dengan penuaan (Prakash et al., 2003). Pengaruh defisiensi androgen pada kelenjar prostat akan menyebabkan atropi pada kelenjar karena mekanisme autoregulasi di dalam jaringan tidak terjadi (Wright et al., 2006), pada akhirnya akan mempengaruhi volume cairan seminal terutama yang disekresikan oleh kelenjar prostat yang penting ketika ejakulasi.

Penelitian oleh Justulin et al. (2006), menyatakan bahwa setelah 21 hari kastrasi pada tikus menyebabkan terjadinya penghambatan proliferasi pada prostat dan vesikula seminalis yang dilihat melalui struktur histologi, keadaan tersebut dapat dipulihkan kembali dengan pemberian hormon testosteron. Penelitian oleh

(4)

Vargas et al. (2013), membuktikan bahwa pemberian anabolic androgen steroid jenis nandrolone decanoat 10 mg/kg BB pada tikus tua setiap satu minggu menyebabkan perubahan pada struktur prostat seperti berat dan volumenya.

Hasil temuan tersebut memberi kesan bahwa pengaruh testosteron pada tingkat jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan sel pada jaringan. Perbedaannya pada tingkat molekuler, karena didapatkan bahwa androgen menyebabkan terjadinya down-regulates level AR mRNA pada ventral prostat tikus, namun up-regulates level AR mRNA pada ginjal, otot polos, penis tikus, dan lines prostate cancer (PC3). Androgen juga menimbulkan perbaikan secara utuh dari level nuclear AR pada sel Sertoli khususnya pada tipe sel epitelium (Zhu et al., 2000).

Pemberian androgen terkait pada ekspresi reseptor androgen masih kontroversial, karena studi pada tahun 2001 mengatakan bahwa androgen menyebabkan up-regulates dari AR pada prostat, hal ini disebabkan karena AR teraktivasi oleh karena adanya ikatan bersama androgen (Takeda et al., 2001). Peningkatan sintesis AR merupakan respon sel terhadap hormon androgen (Sanborn et al., 2001). Penelitian selanjutnya oleh Pelletier (2002), menunjukan bahwa pemberian estradiol kombinasi dengan DHT pada tikus setelah kastrasi selama 3 minggu, menginduksi peningkatan prostate binding protein (PBP) secara signifikan. Menurut Shidaifat (2009), dari hasil penelitiannya membuktikan bahwa ekspresi mRNA AR pada kelenjar prostat tidak signifikan berbeda antara hewan muda maupun tua.

(5)

Pengaruh testosteron pada reseptor androgen berdasarkan penelitian yang lalu masih sangat beragam, namun berdasarkan teori bahwa androgen dapat meningkatkan AR dalam sel yang ditunjukan pada proliferasi sel. Pemberian hormon testosteron dipastikan dapat memelihara organ reproduksi maupun fungsi tubuh secara umum terutama pada usia tua.

Testosterone replacement therapy merupakan pengganti hormon seks pria saat terjadi defisiensi hormon testosteron yang sesuai dengan pernyataan dari The American Society Of Andrology (2009), juga merekomendasikan testosterone replacement therapy untuk terapi pengganti hormon testosteron pada pria, yang digunakan ketika terdapat tanda dan gejala klinis dari menurunnya level testosteron, yang bertujuan untuk mengurangi keluhan yang dialami oleh pria hipogonad (Surampudi et al., 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh Arini (2016), pada 10 ekor tikus didapatkan terjadinya peningkatan ekspresi mRNA AR antara kelompok perlakuan yang dikastrasi dan diberikan hormon testosteron dengan berbagai dosis (4,5mg, 2,25mg dan 1,5mg), dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya dikastrasi. Pada kelompok perlakuan pertama dengan dosis hormon terbesar memiliki ekspresi mRNA AR paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain, namun secara statistik tidak signifikan.

Berdasarkan hal tersebut dan karena masih adanya kontroversi terkait pengaruh pemberian testosteron terhadap ekspresi AR seperti pada penelitian sebelumnya, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

(6)

pemberian testosterone replacement therapy yang mana pengaruhnya terhadap ekspresi mRNA AR pada prostat tikus wistar jantan yang dikastrasi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dikastrasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dikastrasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat akademik

Dapat digunakan untuk memberikan informasi ilmiah dan menambah wawasan tentang pengaruh pemberian testosterone replacement therapy dapat meningkatkan ekspresi mRNA reseptor androgen pada kelenjar prostat tikus wistar jantan yang dikastrasi, yang berguna untuk proliferasi sel dan pemeliharaan organ reproduksi pria.

(7)

1.4.2 Manfaat praktis

Dapat digunakan untuk memberi informasi terkait penggunaan terapi sulih hormon testosteron terutama pada pria andropause, namun masyarakat tetap harus berhati-hati dalam penggunaan terapi sulih hormon ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Efektivitas Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Pokok Bahasan Volume Bangun Ruang Gabungan adalah suatu keadaan

Teknik Jaringan Tenaga Listrik 672. Teknik Kendaraan Ringan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, salep ekstrak ikan toman (Channa micropeltes) terbukti memiliki efek penyembuhan luka sayat pada tikus hiperglikemia

Baik jalan Mataram (jalan MT Haryono) atau jalan Pekojan adalah sebuah kawasan yang awalnya dibuat sebagai kawasan rumah toko yang cukup lama di kota Semarang.

Hasil penelitian tersebut adalah mengembangkanxmedia pembelajaran buku Pop-Up wayang tokoh pandhawa pada mataxpelajaran bahasa jawa dan mengetahui tingkat validitas media

Kereta api berat dikenal juga sebagai Heavy Rail Transit atau rapid transit, underground, subway, tube, elevated, atau metro adalah angkutan kereta api perkotaan

Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan indeks adalah menyeleksi artikel pada surat kabar yang ada di Perpustakaan Universitas Dharma Andalas. Surat

Berdasarkan penelitian- penelitian terdahulu terdapat beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan suatu perusaha- an, faktor-faktor yang